BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN PES JLH LLS. Rata. Total Rata. % Nilai KIM. Kota Medan ,98 8,32 50,90 8,48

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa pemerintah sedang giat-giatnya

I. PENDAHULUAN. karena melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Prima Mutia Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi dari berbagai media massa, baik media cetak atau elektronika sering dikemukakan bahwa mutu

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) TERHADAP. PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (Persero) APJ DI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat. Hal ini tidak terlepas dari peranan dunia

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

kebenaran yang didasarkan atas manfaat atau kegunaannya(soleh, 1988).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Wajib belajar 9 tahun menjadi kebutuhan mendasar bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari IPA yang secara khusus mempelajari tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ARIS RAHMAD F

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan memberikan dampak besar terhadap kemajuan sistem pendidikan terutama pada

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN INKUIRI BEBAS TERMODIFIKASI BERMEDIA LABORATORIUM RIIL DAN VIRTUAL KELAS XI POKOK BAHASAN SISTEM KOLOID

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

XI mengenai minatnya terhadap pelajaran kimia. Diantara sebagian siswa berpendapat bahwa kimia merupakan pelajaran yang kurang diminati serta

BAB I PENDAHULUAN. Berikut tabel nilai ulangan terakhir siswa dengan KKM = 80. Tabel 1.1 Nilai Ulangan Harian Ekonomi Siswa Kelas X Sos 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. keterampilan, dan nilai-nilai serta norma sosial yang berlaku di masyarakat. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Trends In International Mathematics And Science Study (TIMSS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. penguasaan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa pendidikan akan sulit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Yuniar Fikriani Amalia, Zainuddin, dan Misbah Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT I PRODI DIII KEBIDANAN STIKes YPIB MAJALENGKA TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Dengan pendidikan. mengukur, menurunkan, dan menggunakan rumus-rumus matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berkembangnya IPTEK di era modern ini memberikan kesadaran

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

I. PENDAHULUAN. mudah dihadirkan di ruang kelas. Dalam konteks pendidikan di sekolah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan kemajuan suatu bangsa terletak pada sumber daya manusia yang berkualitas. Upaya penciptaan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu dengan pendidikan yang berkualitas juga. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional Indonesia yang tercantum dalam (Tap. MPR No IV/MPR/1999) yang menyatakan pendidikan nasional merupakan upaya pemerintah Indonesia untuk mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia guna mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan semua warga negaranya untuk mengembangkan diri sebagai manusia yang kreatif, inovatif, memiliki kecerdasan dan bertanggung jawab. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan mengembangkan pendidikan dan mengatasi permsalahan pembelajaran yang ada di Indonesia. Masalah pembelajaran yang terkait dengan lambatnya pemahaman siswa terhadap konsep dan teori yang bersifat abstrak perlu diatasi. Jika hal ini dibiarkan, efektivitas dan efisiensi pembelajaran akan rendah. Pada akhirnya hal ini akan mengakibatkan rendahnya prestasi belajar siswa. Oleh karena itu perlu dicari upaya yang sistematis guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Dalam Jahro (2008: 20) dikatakan bahwa pembelajaran kimia tidak dapat dipelajari hanya melalui membaca, menulis atau mendengarkan saja. Pembelajaran kimia diarahkan pada pendekatan saintifik dimana keterampilan proses sains dilakukan melalui percobaan untuk membuktikan sebuah kebenaran sehingga berdasarkan pengalaman secara langsung membentuk konsep, prinsip, serta teori yang melandasinya (Octaviany, 2014: 4). Pada kenyataannya kemampuan pemahaman konsep siswa dalam mata pelajaran Kimia belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil studi internasional TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). TIMSS adalah studi internasional tentang prestasi matematika dan sains. Pengukuran terhadap ranah kognitif TIMSS menurut Mullis et al (2012)

2 dibagi menjadi tiga domain yaitu knowing (mengetahui), applying (mengaplikasikan) dan reasoning (penalaran). Hasil rata-rata persentase jawaban benar siswa Indonesia pada survey TIMSS tahun 2011 adalah: 31% untuk knowing, 23% untuk applying dan 17% untuk reasoning. Rata-rata tersebut pun jauh dibawah rata-rata persen jawaban benar international yaitu: 49% untuk knowing, 39% untuk applying, dan 30% untuk reasoning. Rendahnya persentase pada domain knowing dan applying menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman konsep dan pengaplikasian siswa di Indonesia masih rendah (Sumber : * Hasil pemetaan oleh TIMSS dan PIRLS 2011). Hasil studi The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 menunjukkan bahwa pada bidang sains, pencapaian skor sains siswa Indonesia adalah 433 yang berada pada posisi ke 35 dari 49 negara peserta. Studi TIMSS pada 2011 juga menunjukkan bahwa rata-rata skor prestasi sains siswa Indonesia adalah sebesar 406, mengalami penurunan dari skor tahun 2007. Skor prestasi sains tersebut hanya mencapai Low International Benchmark. Dengan capaian tersebut, siswa Indonesia hanya mampu mengenali sejumlah fakta dasar tetapi belum mampu mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai topik sains, apalagi menerapkan konsep-konsep yang kompleks dan abstrak. Sementara itu gambaran hasil studi Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2012 memperlihatkan skor sains yang dicapai siswa Indonesia juga masih dibawah rata-rata skor internasional, yakni 382. Pencapaian ini menempatkan Indonesia pada urutan ke-64 dari 65 negara peserta (Pambudi, 2016: 78-79). SMA Negeri 7 Binjai merupakan salah satu sekolah menengah atas yang berada di Kota Binjai. Di dalam proses belajar mengajarnya, SMA Negeri 7 Binjai menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran kimia yakni 75,00. Siswa dengan nilai sama dengan atau di atas 75,00 dinyatakan tuntas dan siswa dengan nilai di bawah 75,00 dinyatakan belum tuntas, sehingga perlu mengikuti remedial. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran bidang studi kimia di sekolah tersebut, terdapat 3 kelas XI IPA pada T.P 2015/2016. Hasil belajar kimia siswa pada SMA N 7 Binjai khususya

3 kelas XI IPA tergolong masih rendah karena terdapat siswa yang belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel. 1.1. Jumlah Persentase Siswa Berdasarkan Nilai KKM Nilai KKM (75,00) Tahun Pelajaran 2014/2015 2015/2016 Ganjil Genap Ganjil >75,00 37,5% 33% 22% 75,00 5% 7,5% 12,5% <75,00 57,5% 59,5% 65,5% (Sumber : arsip nilai SMA Negeri 7 Binjai). Dari data tersebut terlihat bahwa nilai hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA masih perlu ditingkatkan karena dari hasil ujian semester T.P 2014/2015 dan 2015/2016 siswa yang tidak memenuhi nilai KKM lebih dari 50%. Selain nilai kimia yang masih rendah, penggunaan laboratorium di SMA N 7 Binjai juga masih minim. Sehingga, siswa jarang melakukan percobaan eksperimen maupun praktikum. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu serta bahan untuk melakukan kegiatan di laboratorium. Mata pelajaran kimia sebagai salah satu cabang dari sains mempunyai dua hal yang tidak terpisahkan yaitu, kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori) temuan ilmuan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah) (Rahardiana, 2015: 121). Kimia sebagai proses (kerja ilmiah) dapat dilakukan dengan menggunakan kegiatan di laboratorium. Materi pokok sistem koloid meliputi sub pokok sistem dispersi dan sifat-sifat koloid. Khusus sub pokok sifat-sifat koloid terhadap yang menekankan pada siswa untuk dapat berfikir secara aktif dalam mengamati gejala-gejala yang terjadi, mengumpulkan data, menganalisis, dan menarik kesimpulan serta mengapliksikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan diharapkan dari proses tersebut akan diperoleh konsep-konsep yang bersifat permanen bukan hanya

4 menghafal saja. Berdasarkan hal tersebut maka model pembelajaran yang dapat diterapkan salah satunya adalah model pembelajaran inkuiri. Model pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran dengan seni merekayasa situasi-situasi yang sedemikian rupa sehingga siswa bisa berperan sebagai ilmuwan. Siswa diajak untuk bisa memiliki inisiatif untuk mengamati dan menayangkan gejala alam, mengajukan penjelasan-penjelasan tentang apa yang mereka lihat, merancang dan melakukan pengujian untuk menunjang atau menentang teori-teori mereka, menganalisis data, menarik kesimpulan dari data eksperimen, merancang dan membangun model. Dengan model pembelajaran inkuiri akan lebih efektif jika dipadukan dengan menggunakan media yang tepat. Media yang dapat diterapkan adalah media riil dengan menggunakan laboratorium dan media virtual dengan menggunakan computer. Media riil adalah alat-alat atau bahan nyata untuk melakukan percobaan. Kegiatan percobaan dilakukan oleh siswa melalui proses mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai objek, keadaan atau proses sesuatu dilakukan sendiri. Keunggulan media riil ini adalah dapat membuat siswa untuk mencari terobosan baru dengan penemuan baru dari hasil percobannya. Sedangkan Media virtual diartikan sebagai simulasi komputer untuk menggantikan media nyata dalam bentuk perangkat lunak (software) (Rohim, 2012: 42). Kedua media tersebut (media riil dan media virtual) dapat digunakan pada materi koloid. Melalui media riil maupun virtual, siswa dapat terlibat aktif melalui percobaan dan pengamatan, sehingga siswa dapat memahami konsep dengan mudah. Dengan pembelajaran menggunakan model dan media diharapkan siswa tidak hanya berfokus pada kecerdasan intelektual saja tetapi juga pada kecerdasan emosional. Keseimbangan antara IQ dan EQ salah satu kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah. Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan retional intelligince yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence siswa (Budiarta, 2014: 2).

5 Goleman (2016: 22) menyatakan bahwa EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar membangun kesusksesan karir, mengembangkan hubungan suami- istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja. Selanjutnya dikatakan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesusksesan, sedangkan yang lainya adalah sumbangan faktor kekuatan- kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan mengembangkan diri, kemampuan mengembangkan motivasi, kemampuan mengembangkan pengaturan diri, kemampuan mengembangkan empati, dan kemampuan mengembangkan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain. Menurut Goleman (2016: 44), khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orangorang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Hasil Penelitian Wati (2014 : 23), tentang media virtual dan media riil terhadap hasil belajar kimia menunjukkan bahwa dari rerata prestasi belajar, untuk aspek kognitif siswa kelas yang menggunakan media virtual (85,15) lebih baik daripada siswa kelas yang menggunakan media riil (78,06). Hasil Penelitian Kesuma (2011: 215), tentang kecerdasan emosional terhadap hasil belajar Kimia menunjukkan bahwa hasil belajar Kimia siswa yang memiliki Kecerdasan Emosional tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar Kimia siswa yang memiliki Kecerdasan Emosional rendah.

6 Selanjutnya dalam penelitian ini terbukti bahwa hasil belajar TIK siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi yang diajar dengan strategi pembelajaran inkuiri bebas lebih tinggi dari pada hasil belajar TIK yang diajar dengan strategi pembelajarn inkuiri terbimbing. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi lebih mampu memahami bahan pelajaran TIK dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kecerdasan emosional rendah. Penelitian ini juga membuktikan bahwa siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi lebih cocok diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri bebas. Pembelajaran dengan strategi pembelajaran inkuiri bebas sangat tepat dibandingkan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing untuk di terapkan pada siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi (Hastuti dan Keysar Panjaitan, 2014 : 129). Memperhatikan uraian di atas, peneliti terdorong untuk mengajukan penelitian yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Dengan Menggunakan Media Riil dan Media Virtual Ditinjau dari Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Koloid 1.2. Ruang Lingkup Berdasarkan latar belakang maka masalah maka ruang lingkupnya antara lain: 1. Rendahnya hasil belajar kimia siswa. 2. Kurangnya penggunaan laboratorium dalam proses belajar kimia. 3. Guru kurang memvariasikan model dan media dalam pembelajaran kimia. 1.3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat penulis mengambil rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ada pengaruh model pembelajaran inkuiri dengan menggunakan media terhadap hasil belajar kimia siswa?

7 2. Apakah ada pengaruh kecerdasan emosional tinggi dan kecerdasan emosional rendah terhadap hasil belajar kimia siswa? 3. Apakah ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dengan menggunakan media dan kecerdasan emosional terhadap hasil belajar kimia siswa? 1.4. Batasan Masalah Melihat luasnya permasalahan yang dapat muncul dari penelitian ini, serta mengingat keterbatasan waktu dan sarana penunjang lainnya maka penelitian ini dibatasi pada : 1. Objek penelitian adalah siswa kelas XI IPA semester genap SMA Negeri 7 Binjai T.P. 2015/2016. 2. Hasil belajar kimia siswa dalam penelitian ini merupakan ranah kognitif. 3. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media riil dan media virtual. 1.5. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan hasil belajar siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Inkuiri dengan menggunakan media riil dan model pembelajaran Inkuiri dengan menggunakan media virtual. 2. Untuk mendeskripsikan hasil belajar siswa yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi dan kecerdasan emosional rendah. 3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran inkuiri dengan menggunakan media terhadap hasil belajar kimia siswa. 4. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh kecerdasan emosional tinggi dan kecerdasan emosional rendah terhadap hasil belajar kimia siswa. 5. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kecerdasan emosional terhadap hasil belajar kimia siswa.

8 1.6. Manfaat Penelitian 1. Bagi guru Memilih metode pembelajaran yang efektif di gunakan dalam proses belajar mengajar kimia. 2. Bagi siswa Meningkatkan minat belajar dan pemahan siswa terhadap materi ajar yang diberikan oleh guru. 3. Bagi peneliti Bahan rujukan strategi pembelajaran, yang dapat diterapkan pada bidang studi yang lain untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.hasil penelitian ini akan menambah wawasan, kemampuan dan pengalaman dalam meningkatkan kompetensi peneliti sebagai calon guru. 1.7. Defesini Operasional Untuk menghindari penafsiran yang berbeda dalam memahami setiap variabel yang ada pada penelitian ini, maka perlu diberi definisi operasional untuk mengklarifikasi hal tersebut. Adapun definisi operasional dari penelitian adalah : 1. Hasil Belajar Perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas dalam aspek kognitif yang diukur dengan tes objektif yang meliputi C 1 (hapalan), C 2 (pemahaman), C 3 (aplikasi). 2. Model Pembelajaran Inkuiri Inkuiri merupakan perluasan proses discovery yang digunakna lebih mendalam. Inkuiri yang dalam bahasa inggrisnya Inquiry, berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. 3. Media Riil Media riil adalah alat-alat atau bahan nyata untuk melakukan percobaan. Pada percobaan dengan media riil, siswa menggunakan benda nyata, baik asli maupun tiruan. Keunggulan media riil ini adalah siswa dapat merasakan langsung gejala yang terjadi selama percobaan.

9 4. Media Virtual Media virtual adalah media yang menggunakan komputer untuk menggantikan media nyata dalam bentuk animasi. 5. Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati), dan kemampuan untuk membina hubungan (kerja sama) dengan orang lain. 6. Koloid Koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogeny namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1-1000 mm).