7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Nilam Menurut Cronquist (1981), tanaman nilam diklasifikasikan sebagai berikut Divisio Classis Ordo Familia Genus Species : Magnoliophyta : Magnolipsida : Lamiales : Lamiaceae : Pogostemon : Pogostemon cablin Benth. Tanaman nilam merupakan tanaman rempah-rempah aromatik yang berasal dari India dan Ceylon. Daun tanaman nilam dicirikan permukaannya kasar, dengan tepi daun bergerigi, panjang daun 10 cm 12 cm dan panjang tangkai daun 0,8 cm. Batang padat dan bengkak pada bagian simpul dengan duri palsu 2,5 cm -14 cm. Kelopak bunga berukuran panjang 5 6,5 cm, corolla 6 9 cm, dengan bercak putih berwarna violet pada semua segmen, vilamen berwarna violet (Backer dan van den Brink, 1965). 2.1.2 Jenis jenis Tanaman Nilam Tanaman nilam (Pogostemon Cabilin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang dikenal dengan minyak nilam (Patchouly 7 7
8 Oil). Pada dasarnya terdapat beberapa jenis tanaman nilam di Indonesia. Nilam Aceh lebih dikenal dan telah ditanam secara meluas. Selain itu, dikenal juga nilam Jawa dan nilam Sabun. Secara garis besar jenis nilam terbagi menjadi 3 macam yaitu (Mangun, 2008) : a. Nilam Aceh Nilam aceh (Pogostemon Cablin Benth atau Pogostemon Patchouli) merupakan tanaman ekspor yang direkomendasikan karena memiliki aroma khas dan menghasilkan minyak yang tinggi dari daun keringnya, dibandingkan jenis lain yaitu berkisar 2,5-5%. Nilam Aceh dikenal pertama kali dan ditanam secara meluas hampir di seluruh wilayah Aceh. Jenis tanaman nilam Aceh berasal dari Filipina, kemudian ditanam dan dikembangkan di wilayah Malaysia, Madagaskar, Brazil serta Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia mengembangkan nilam Aceh secara khusus (Mangun, 2008). Ada beberapa varietas tanaman nilam aceh. Berdasarkan daerah asalnya ada 3 macam varietas nilam Aceh yaitu : nilam Tapak Tuan di Aceh Selatan, nilam Lhokseumawe (Aceh Utara), dan nilam Sidikalang (Aceh Tamiang). Ketiga varietas mempunyai keunggulan masing-masing. Tapak Tuan unggul dalam produksi dan kadar patchouli alkohol. Lhokseumawe kadar minyaknya tinggi sedangkan Sidikalang toleran terhadap penyakit layu bakteri dan nematoda.
9 Tabel 1. Deskripsi 3 Varietas Tanaman Nilam Aceh Varietas Tapak Tuan Lhokseumawe Sidikalang Asal Tinggi tan.(cm) Warna batang muda Warna batang tua Bentuk batang Percabangan Jumlah cab. primer Jumlah cab. sekunder Cabang primer (cm) Cabang sekunder (cm) Bentuk daun Pertulangan daun Warna daun Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Tebal daun (mm) Tangkai daun (cm) Jumlah daun / cabang primer Ujung daun Pangkal daun Tepi daun Bulu daun Terna segar (ton/ha) Minyak (kg/ha) Kadar minyak(%) Patchouli alkohol(%) Ketahanan Meloidogyneincognita Pratylenchusbracyurus Radhopolussimilis Ralstonia solanacearum Tapaktuan (NAD) 50,57-82,28 Ungu Hijau keunguan Persegi Lateral 7,30-24,48 18,80-25,70 46,24-65,98 19,80-45,31 Delta,bulat telur Menyirip Hijau 6,47-7,52 5,22-6,39 0,31-0,78 2,67-4,13 35,37-157,84 Runcing Rata, membulat Bergerigi ganda Banyak,lembut 41,51-103,05 234,89-583,26 2,07-3,87 28,69-35,90 Sangat Sangat Rentan Rentan rentan rentan Lhokseumawe (NAD) 61,07-65,97 Ungu Ungu kehijauan Persegi Lateral 7,00-19,76 11,42-25,72 38,40-63,12 18,96-35,06 Delta,bulat telur Menyirip Hijau 6,23-6,75 5,16-6,36 0,31-0,81 2,66-4,28 48,05-118,62 Runcing Datar, membulat Bergerigi ganda Banyak,lembut 42,59-64,67 273,49-415,05 2,00-4,14 29,11-34,46 Rentan Agak rentan Rentan Rentan Sidikalang (Sumut) 70,70-75,69 Ungu Ungu kehijauan Persegi Lateral 8,00-15,64 17,37-20,70 43,01-61,69 25,80-34,15 Delta,bulat telur Menyirip Hijau keunguan 6,30-6,45 4,88-6,26 0,30-4,25 2,71-3,34 58,07-130,43 Runcing Rata, membulat Bergerigi ganda Banyak,lembut 31,19-80,37 176,47-464,42 2,23-4,23 30,21-35,20 Agak rentan Agak rentan Agak rentan Toleran Peneliti (Nuryani ; 2006) Y.Nuryani,Hobir, C.Syukur dan I.Mustika b. Nilam Jawa Nilam Jawa (Pogostemon Heyneatus Benth) disebut juga nilam hutan. Nilam Jawa berasal dari India dan masuk ke Indonesia. Jenis tanaman ini hanya memiliki kadar minyak sekitar 0,5-1,5%. Jenis daun dan rantingnya
10 tidak memiliki bulu-bulu halus dan ujung daunnya agak meruncing (Mangun, 2008). c. Nilam Sabun Tanaman nilam Sabun memiliki kandungan minyak sekitar 0,5-1,5%. Komposisi kandungan minyak yang dimiliki tidak baik sehingga minyak dari jenis nilam Sabun tidak laku di pasaran bisnis minyak nilam. Oleh sebab itu, nilam Jawa dan nilam Sabun tidak direkomendasikan sebagai tanaman komersil karena kandungan minyaknya relatif sedikit. (Mangun, 2008). 2.1.3 Syarat tumbuh Tanaman Nilam 1. Tinggi Tempat Nilam dapat tumbuh dan berkembang di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 1.200 m di atas permukaan laut, tetapi akan tumbuh baik dan berproduksi tinggi pada ketinggian tempat antara 50-400 m dpl. Pada dataran rendah kadar minyak lebih tinggi tetapi kadar patchouli alcohol lebih rendah, sebaliknya pada dataran tinggi kadar minyak rendah, kadar patchouli alkohol (Pa) tinggi (Nuryani, 2006). 2. Jenis Tanah Tanah yang subur dan gembur, kaya akan humus, kaya lumut, tidak tergenang air seperti tanah Andosol yaitu tanahnya berwarna hitam dan Latosol tanahnya berwarna kemerahan, serta kemiringan < 15 0 merupakan tanah yang sangat sesuai untuk tanaman nilam. (Nuryani, 2006).
11 3. Keasaman tanah Tanaman nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti tanaman herba lainnya, namun untuk memperoleh produksi yang maksimal diperlukan kemasaman yang sesuai untuk pertumbuhannya. Nilam dapat tumbuh dengan baik pada kisaran ph antara 6 7 (Nuryani, 2006). 4. Suhu, Iklim dan Kelembaban Kondisi ekologi yang sesuai dengan jenis tanaman, akan menyebabkan tanaman tumbuh secara maksimal. Tanaman nilam menghendaki iklim sedang dengan suhu yang panas dan lembab. Suhu optimum untuk tanaman nilam adalah 24-28 C dengan kelembaban relatif antara 70-90 % (Nuryani, 2006). 5. Curah Hujan dan Intensitas Cahaya Matahari Nilam menghendaki intensitas cahaya matahari antara 75-100% dan apabila tanaman kurang mendapat sinar matahari (ternaungi), maka kadar minyak nantinya akan rendah. Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman, diantaranya adalah sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana transpor hara dalam tanaman, pertumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan menjaga stabilitas tanaman. Tanaman nilam membutuhkan curah hujan relatif tinggi antara 2.000 3.500 mm per tahun dengan penyebarannya merata sepanjang tahun (Nuryani, 2006).
12 2.2 Manfaat dan Kegunaan Nilam Kandungan utama minyak nilam adalah patchouli alcohol dengan rumus kimia C 15 H 26. patchouli alcohol berfungsi sebagai pemfiksasi minyak atsiri lainnya sehingga harumnya dapat bertahan lama dan tidak cepat menguap. Minyak nilam digunakan sebagai bahan campuran parfum dan kosmetik (diantaranya untuk pembuatan sabun, pasta gigi, sampoo, lotion, dan deodorant), kebutuhan industri makanan (diantaranya untuk essence atau penambah rasa), kebutuhan farmasi (untuk pembuatan anti radang, antifungi, anti serangga ) serta berbagai kebutuhan industri lainnya (Mangun, 2008). 2.3. Penyakit pada Tanaman Nilam 2.3.1 Penyakit Layu Bakteri Nilam Penyakit layu bakteri nilam pada umumnya menyebar secara merata pada satu areal pertanaman dengan gejala daun layu dan diakhiri dengan kematian tanaman dalam waktu singkat (Gambar 2.1). Gejala awal serangan penyakit dimulai dari salah satu daun pucuk menjadi layu kemudian diikuti daun-daun bagian bawah. Pada tingkat serangan lanjut dengan intensitas serangan di atas 50%, tanaman akan mati dalam waktu 7-25 hari. Akar dan pangkal batang membusuk dan terlihat adanya massa bakteri berwarna kuning keputihan seperti susu. Bentuk gejala ini merupakan ciri khas dari serangan patogen penyebab penyakit layu bakteri (Nasrun, 2005).
13 Gambar 2.1 Gejala Penyakit Layu Bakteri Nilam; (a) Penyebaran gejala penyakit di lapangan, (b) Gejala penyakit pada satu daun pucuk dan diikuti dengan daun bagian bawah, (c) Akar nilam terinfeksi bakteri patogen Ralstonia solanacearum dengan massa bakteri berwarna putih susu. (Nasrun, 2005) Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum. Suhu untuk perkembangan penyakit tersebut adalah berkisar antara 10-40 0 C, untuk suhu optimum berkisar antara 35-37 0 C, sedangkan kelembapan tanah yang mendukung adalah berkisar 80% atau lebih. Suhu berperan pada saat patogen telah menginfeksi tanaman sedangkan kelembapan tanah berperan dalam pergerakan patogen menuju ke inang (Agrios, 2005).
14 2.3.2 Penyakit Budog pada Tanaman Nilam Penyakit Budog disebabkan oleh cendawan Synchytrium pogostemonis. Budog yang merupakan istilah dalam bahasa Aceh untuk Syinchytrium pogostemonis, adalah suatu penyakit yang sering menyerang tanaman nilam. Gejala penyakit Budog yaitu terjadi kutil pada daun, batang maupun tangkai bengkak dan menebal, daun terlihat berkerut, tebal dengan warna merah keunguan (Sukamto, 2009). Kutil pada pucuk daun Gambar 2.2 Gejala Budog pada Pucuk Tanaman Nilam Gejala awal penyakit Budog pada tanaman nilam dapat dilihat sedini mungkin baik pada persemaian maupun di lapang. Gejala awal yang terlihat yaitu benjolan-benjolan kecil pada permukaan atas dan bawah daun, serta batang tanaman nilam. Budog menyebabkan kutil muncul pada daun, batang mapun tunasnya (Nurvani, 2006). Gejala pertama dari budog biasanya adalah tumbuhnya kutil pada tunas baru yang kemudian meluas ke bagian batang utama yang memiliki sturktur sel yang lebih keras (Gambar 2.2 dan 2.3). Pada serangan lanjut pertumbuhan vegetatif akan terhambat sehingga rumpun tanaman tidak bertambah besar, permukaan batang menebal, ruas batang
15 memendek dan pada ketiak batang tumbuh tunas-tunas berdaun keriput.(wahyuno dan Sukamto, 2010). Kutil pada batang Gambar 2.3 Gejala Penyakit Budog pada Batang Tanaman Nilam 2.4 Bakteri Corynebacterium Menurut Holt et al (1994), bakteri Corynebacterium dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum Classis Ordo Familia Genus Spesies : Protophyta : Schizomycetes : Actinomycetes : Streptomycetaceae : Corynebacterium : Corynebacterium sp Sel bakteri Corynebacterium berbentuk batang lurus sampai agak sedikit membengkok dengan ukuran 0,5-0,9 x 1,5-4 μm.
16 Kadang - kadang mempunyai segmen berwarna dengan bentuk yang tidak menentu tetapi ada juga yang berbentuk gada yang membengkak. Bakteri ini umumnya tidak bergerak, tetapi beberapa spesiesnya ada yang bergerak dengan rata rata dua bulu cambuk polar. Corynebacterium merupakan bakteri gram positif (Agrios, 2005). Corynebacterium pada bidang pertanian umumnya dimanfaatkan sebagai agens pengendali penyakit secara hayati yang bersifat ramah lingkungan guna mengurangi penggunaan pestisida. Bakteri antagonis ini berperan sebagai pengganti bakterisida dan fungisida yang dapat menekan intensitas penyakit pada tanaman (Hanudin, 2010). Penelitian terdahulu mengenai Corynebacterium sudah dilakukan pada tanaman padi yang terserang penyakit kresek atau penyakit hawar daun bakteri yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris. Hasil penelitian Ismail dkk (2011) menunjukan bahwa Corynebacterium mampu menekan perkembangan serangan penyakit kresek 58,1%. Selain itu Corynebacterium sebagai agens pengendali hayati efektif pula untuk mengendalikan penyakit karat pada tanaman krisan yang disebabkan oleh jamur Puccinia horiana menekan intensitas serangan 38,49% (Hanudin dkk, 2010). Bakteri antagonis Corynebacterium adalah mikroorganisme yang dapat menekan patogen penyebab penyakit pada tanaman. Pada dasarnya terdapat 3 mekanisme antagonis dari bakteri yaitu :
17 1. Hiperparasitisme : terjadi apabila organisme antagonis memparasit organism parasit ( patogen tumbuhan ) 2. Kompetisi ruang dan hara : terjadi persaingan dalam mendapatkan ruang hidup dan hara, seperti karbohidrat, nitrogen, ZPT dan vitamin. 3. Antibiosis : Terjadi penghambatan atau penghancuran suatu organisme oleh senyawa metabolik yang diproduksi oleh organisme lain ( Manik, 2011). Corynebacterium merupakan bakteri yang mampu bersaing ruang hidup dalam merebutkan nutrisi dan unsur hara sehingga perkembangan penyakit akan terhambat. Selain itu bakteri tersebut dapat mengeluarkan zat antibiotik berupa siderofor untuk menekan penyakit yang disebabkan oleh pathogen baik bakteri maupun jamur. 2.5 Pupuk Nitrogen ( Urea) Tanaman nilam sangat responsif terhadap pemupukan. Pemupukan dilakukan untuk memberikan unsur hara ke dalam tanah dalam jumlah yang cukup sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman. Pemupukan harus dilakukan dengan tepat yaitu dengan dosis dan takaran yang tepat. Pemupukan merupakan salah satu cara agar tanaman nilam tumbuh subur,berdaun banyak dan produksi tinggi. Kebutuhan akan unsur hara pada tanaman harus tercukupi agar pertumbuhannya bisa optimal (Intan et al. 2006).
18 Nitrogen merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak. Fungsi dari nitrogen adalah sebagai penyusun komponen dari sel tumbuhan, termasuk asam amino dan asam nukleat (Taiz & Zeiger, 2002 ). Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO - 3 ) dan ion amonium (NH - 4 ). Sebagian basar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah dan mudah terserap oleh akar. Karena selalu berada didalam larutan tanah,ion nitrat mudah tercuci oleh aliran air. Sebaliknya ion amonium bermuatan positif sehingga terikat oleh koloid tanah. Ion tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses pertukaran kation. Karena bermuatan ion positif, ion amonium tidak mudah hilang oleh proses pencucian ( Novizan, 2005). Mekanisme kerja Urea di dalam tanah yaitu dengan pemberian urea di dalam tanah, dengan bantuan enzim urease akan segera dihidrolisis menjadi amonia dan karbon dioksida, keduanya berbentuk gas dan mudah hilang di dalam tanah. Namun amonia mudah bereaksi dengan air membentuk hidroksi amonium, sehingga tidak akan hilang dari tanah. Menurut Sanches et al (1994), reaksi pupuk urea jika diberikan ke dalam tanah akan menjadi amonium dan dalam keadaan tersedia bagi tanaman, dengan reaksi sebagai berikut : CO(NH 2 ) 2 + 2H 2 O Urease NH 3 + CO 2 2NH 3 + 2H 2 O 2NH 4 OH + + 2OH - Menurut matsuo et al (1995), proses perubahan nitrat menjadi amonium untuk selanjutnya dapat diserap oleh tanaman nilam mengalami 2 tahap yaitu :
19 1. NO 3 - + 2e + 2H + NO 2 - + H 2 0 2. NO 2 - + 8e + 8 H + NH 4 + + 2H 2 O Reaksi pertama dikatalisis oleh enzim nitrat reduktase (NR) yang berperan dalam reduksi nitrat menjadi nitrit dan berlangsung di dalam sitosol sedangkan reaksi tahap kedua dikatalisis oleh enzim nitrit reduktase (NiR) yang berperan dalam reduksi nitrit menjadi amonium. Reaksi tahap pertama yaitu : NO 3 - + NADPH + H + NR NO - 2 + NADP + + H 2 O Energi yang digunakan dalam reduksi nitrat menjadi nitrit disuplai oleh NADPH yang diperoleh dari fotosintesis NO 2 dalam sitosol yang dihasilkan pada reaksi tahap pertama ditranslokasikan ke dalam kloroplas (daun) atau ke dalam + akar tempat reduksi selanjutnya menjadi NH 4 berlangsung yang dikatalisis oleh enzim NiR. Reaksi tahap kedua yaitu : NO - 2 + 3H 2 O + 2H + NiR + NH 4 + 1,5 0 2 + 2H 2 0 Reaksi tahap kedua berlangsung di daun dalam kloroplas. Energi yang digunakan untuk mereduksi nitrit (terutama pada daun) diturunkan dari reaksi cahaya dalam fotosintesis (Salisbury dan Ross,1995). Nitrogen merupakan komponen utama pada tanaman. Sekitar 40-50% kandungan protoplasma yang merupakan substansi hidup dari sel tumbuhan terdiri dari senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen dibutuhkan oleh tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah mentadi protein. Nitrogen juga dibutuhkan senyawa penting seperti klorofil, asam nukleat dan enzim. Karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam jumlah banyak pada setiap tahap pertumbuhan
20 tanaman, khususnya pada pertumbuhan vegetatif yaitu pertumbuhan akar, batang, dan daun ( Novizan,2005). Jika terjadi kekurangan (Defisiensi) nitrogen tanaman tumbuh lambat dan kerdil. Jika kekurangan tersebut terus berlanjut maka daun berwarna hijau muda dan daun yang lebih tua menguning (klorosis) dan akhirnya kering sehingga menyebabkan daunnya pada runtuh. Di dalam tubuh tanaman, nitrogen bersifat dinamis (mobilisasi) sehingga jika terjadi kekurangan nitrogen pada bagian pucuk, nitrogen yang tersimpan pada daun tua akan dipindahkan ke organ yang lebih muda. Dengan demikian, pada daun daun yang lebih tua gejala kekurangan nitrogen akan terlihat lebih awal ( Taiz & Zeiger, 2002 ). Jika terjadi kelebihan nitrogen, tanaman tampak terlalu subur, ukuran daun akan menjadi lebih besar, batang menjadi lunak dan berair (sukulen) sehingga mudah rebah dan mudah diserang penyakit. kelebihan nitrogen juga dapat menunda pembentukan bunga, bahkan bunga yang sudah terbentuk mudah rontok. Selain itu juga dapat menunda pembuahan (Novian,2005).