BAB I PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan psikis yang paling serius

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. apabila mempunyai keluarga yang menderita skizofrenia. Skizofrenia

KORELASI ANTARA BEBAN KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI KELUARGA PADA PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh semua orang. Menurut Yosep (2007), kesehatan jiwa adalah. dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan jiwa dari yang ringan hingga berat. cukup besar (Kulik & Mahler et al, 1989; dalam DiMatteo,

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

2015 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat yang menimbulkan beban bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat dibatasi

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif. terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Keefektifan terapi keluarga terhadap penurunan angka kekambuhan pasien skizofrenia di rumah sakit khusus jiwa dan saraf Puri Waluyo Surakarta

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. juga menimbulkan dampak negatif terutama dalam lingkungan sosial. Gangguan jiwa menjadi masalah serius di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes, 2005). Masyarakat (Binkesmas) Departemen Kesehatan dan World Health

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. membuat arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan

BAB I PENDAHULUAN. terapi lingkungan untuk pasien dengan depresi yaitu Plant therapy di mana tujuan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti. diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Permasalahan. Penderita dengan gangguan jiwa saat ini jumlahnya mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara pemberi informasi dengan penerima informasi. mendapatkan pengetahuan (Taylor, 1993 dalam Uripni, dkk. 2003).

tuntutan orang tua. Hal ini dapat menyebabkan anak mulai mengalami pengurangan minat dalam aktivitas sosial dan meningkatnya kesulitan dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. persepsi, afek, rasa terhadap diri (sense of self), motivasi, perilaku dan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada fungsi mental, yang meliputi: emosi, pikiran, perilaku,

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2009) memperkirakan 450 juta. orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan meningkatnya penderita gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan psikis yang paling serius karena dapat menyebabkan menurunnya fungsi manusia dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti kesulitan dalam merawat diri sendiri, bekerja atau bersekolah, memenuhi kewajiban peran, dan membangun hubungan yang dekat dengan seseorang (American Psychiatric Association dalam Jeste dan Mueser, 2008). Berdasarkan data yang dikeluarkan World Health Organization (WHO), penderita gangguan psikis dengan diagnosis skizofrenia telah menjangkiti kurang lebih 24 juta jiwa di seluruh dunia (WHO, 2010). Dari jumlah 24 juta jiwa tersebut, di Indonesia tercatat sebanyak 1.928.663 juta jiwa dengan skizofrenia (wrongdiagnosis.com, 2010). Keadaan orang dengan skizofrenia di Indonesia digambarkan pada Konferensi Nasional Skizofrenia yang diadakan pada tanggal 14 hingga 16 Oktober 2010. Dalam konferensi tersebut, terdapat penyajian data mengenai orang dengan skizofrenia di Indonesia yang telah mencapai sekitar 2,5 persen dari total penduduk Indonesia (klikdokter.com, 2010). Meskipun skizofrenia hanya menjangkiti sedikit bagian dari populasi, menurut WHO skizofrenia merupakan kelainan psikis yang menempati peringkat kedua dalam penyakit yang menyebabkan beban paling besar setelah penyakit jantung (Murray dan Lopez dalam Jeste dan Mueser, 2008). Beban yang ditimbulkan skizofrenia terutama dirasakan oleh pihak keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia.

2 Hal ini berhubungan dengan survey mengenai orang dengan skizofrenia yang dilakukan oleh Torrey. Dalam survey tersebut, tercatat sebanyak 25% dari orang dengan skizofrenia tinggal bersama keluarga, sisanya sebanyak 34% orang dengan skizofrenia hidup sendiri, 18% hidup bersama dalam penampungan, 8% hidup dalam rumah perawatan, 6% berada di penjara, 5% hidup di jalanan, dan 5% hidup di rumah sakit (Torrey dalam Nolen-Hoeksema, 2007). Meskipun begitu, orang dengan skizofrenia yang tinggal dengan keluarga tidak selalu mengindikasikan kondisi terbaik bagi perkembangan gejala skizofrenia. Hasil observasi beberapa dekade sebelum menunjukkan bahwa orang dengan skizofrenia yang keluar dari rumah sakit dan tinggal bersama keluarganya menunjukkan tingkat kekambuhan gejala skizofrenia yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang skizofrenia yang tinggal sendiri (Jeste dan Mueser, 2008). Gejala meningkatnya tingkat kekambuhan pada orang dengan skizofrenia yang tinggal dengan keluarganya sangat tergantung kepada kondisi keluarga yang merawat anggota keluarga dengan skizofrenia. Beberapa ahli menyatakan bahwa komunikasi yang menyimpang dalam keluarga berkontribusi pada munculnya gejala kelainan pada pasien skizofrenia. Mueser dan Gingerich (2006) menyatakan bahwa tanpa adanya pengetahuan yang dimiliki keluarga, untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga dengan skizofrenia saja akan menjadi tantangan yang membingungkan. Setiap keluarga memang memiliki masalah dalam komunikasi, namun hal ini menjadi sesuatu yang umum ditemukan pada keluarga ketika ada anggota keluarga yang mengidap skizofrenia. Keluarga dari orang dengan skizofrenia menunjukkan tingkat penyimpangan komunikasi yang lebih tinggi daripada keluarga

3 yang tidak memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia (Miklowitz dalam Nevid dkk, 2005; Singer dan Wynne dalam Wiramihardja, 2007). Penyimpangan komunikasi meliputi gaya komunikasi yang samar-samar, salah persepsi, salah interpretasi, penggunaan kata-kata yang ganjil dan tidak tepat, tidak utuh, kacau dan terpecah-pecah (Singer dan Wynne dalam Wiramihardja, 2007). Peneliti pada Medical Research Council s Social Psychiatry Unit di London mengadakan penelitian yang hasilnya menyimpulkan bahwa pasien yang tinggal bersama keluarga yang penuh kritik atau menggunakan kalimat yang berbelit-belit ketika berkomunikasi lebih sering kambuh (Kuipers dkk, 2002). Keluarga yang menggunakan komunikasi yang menyimpang terhadap anggota keluarga skizofrenia dapat mengganggu kemajuan proses penyembuhan pasien dan berhubungan dengan munculnya kekambuhan pada pasien skizofrenia (Fawcett, 1993). Hal ini menjawab pertanyaan mengapa frekuensi gejala kelainan orang dengan skizofrenia yang tinggal dengan keluarga meningkat seperti yang telah disebutkan sebelumnya, karena gaya komunikasi menyimpang yang digunakan keluarga untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga dengan skizofrenia dapat meningkatkan stress sehingga dapat meningkatkan frekuensi timbulnya gejala kelainan skizofrenia (Nevid dkk, 2005; Mueser dan Gingerich, 2006; Veague, 2007; Fawcett, 1993). Berdasarkan fenomena dan pendapat ahli di atas, timbullah keresahan dalam benak peneliti. Sungguh ironis ketika pihak keluarga yang merupakan salah satu faktor penting dalam proses penyembuhan orang dengan skizofrenia malahan menjadi pihak yang paling berperan dalam menyuburkan skizofrenia dalam diri anggota keluarganya karena kesalahan cara berkomunikasi dengan anggota keluarga

4 skizofrenia. Muncul pertanyaan dalam diri peneliti: sejauh manakah pengetahuan keluarga orang dengan skizofrenia mengenai skizofrenia dan perawatan skizofrenia itu sendiri? Apakah komunikasi dalam keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia selalu menyimpang? Seperti apakah bentuk komunikasi yang sesuai untuk anggota keluarga dengan skizofrenia? Gaya komunikasi yang digunakan keluarga terhadap anggota keluarga dengan skizofrenia telah mendapat perhatian dari para ahli sejak tahun 50-an. Gregory Bateson merupakan salah satu ahli yang mengajukan sebuah teori mengenai penyimpangan komunikasi dalam keluarga orang dengan skizofrenia atau dikenal dengan teori double-bind communication (Halgin dan Whitbourne, 1997; Nevid, dkk, 2005; Trull, 2005; Wiramihardja, 2007; Koopmans, 1997). Perkembangan pembahasan komunikasi keluarga terhadap anggota keluarga dengan skizofrenia sekarang ini bergerak ke arah yang lebih teknis seperti bagaimana cara berkomunikasi yang efektif dengan anggota keluarga skizofrenia yang bertujuan untuk membantu pulihnya anggota keluarga dari skizofrenia. Pelatihan keterampilan berkomunikasi dapat membantu anggota keluarga untuk berkomunikasi secara lebih efektif, positif, suportif, dan untuk mengekspresikan emosinya secara lebih jelas dan jujur (Fawcett, 1993). Komunikasi yang dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien dikenal dengan istilah komunikasi terapeutik (Damaiyanti, 2008). Meskipun secara umum aktivitas untuk membantu penyembuhan pasien melalui komunikasi dilakukan oleh perawat, keluarga juga memiliki peranan yang sangat vital dalam membantu penyembuhan atau pemulihan pasien. Hal ini didasarkan atas beberapa pertimbangan berikut. Pertama, keluarga memiliki fungsi perawatan kesehatan yaitu

5 fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan (Setiawati dan Dermawan, 2008). Kedua, Dorothe Orem yang dikenal dengan Self Care Theory juga menyatakan bahwa keluarga bukan hanya sekedar klien tapi sebagai sarana dalam memandirikan seseorang dalam pemeliharaan fungsi kesehatan (Setiawati dan Dermawan, 2008). Penelitian menunjukkan bahwa program intervensi keluarga yang memiliki anggota keluarga skizofrenia merupakan program rawat lanjutan (after care) yang efektif dan terbukti dapat mencegah kekambuhan (Madjid, 1989). Ketiga, peran keluarga dalam komunikasi terapeutik menjadi semakin penting ketika ada anggota keluarga mengidap skizofrenia. Hal ini dapat dipahami karena keluarga memiliki perhatian dan lebih mengetahui kondisi kejiwaan anggota keluarganya, keluarga memiliki kontak yang lebih sering sehingga mengetahui mood, perasaan dan kebutuhan orang dengan skizofrenia lebih daripada siapapun (Mueser dan Gingerich, 2006). Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka peneliti memiliki kesimpulan bahwa komunikasi terapeutik yang digunakan keluarga terhadap anggota keluarga dengan skizofrenia perlu mendapatkan perhatian khusus. Meskipun penelitian mengenai peran keluarga dalam proses penyembuhan orang dengan skizofrenia telah banyak dilakukan oleh para peneliti (Halim, 1996; Rosenfarb, dkk, 2006; Widodo, Nurdiana dkk dalam Puspitasari, 2009; Puspitasari, 2009), penelitian yang khusus menyoroti mengenai komunikasi terapeutik antara keluarga dan anggota keluarga skizofrenia masih sangat jarang ditemukan. Maka berdasarkan pertimbangan atas fenomena yang terjadi dan teori dari ahli, judul dari penelitian ini adalah ANALISIS KOMUNIKASI TERAPEUTIK KELUARGA

6 TERHADAP ANGGOTA KELUARGA DENGAN SKIZOFRENIA (Studi Deskriptif Kualitatif terhadap Anggota Keluarga yang Menjadi Caregiver Bagi Anggota Keluarga Skizofrenia). B. Fokus Penelitian Berdasarkan apa yang telah dicantumkan dalam latar belakang masalah, peran keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia dalam hal komunikasi terapeutik dianggap belum optimal dan kurang mendapat perhatian, padahal peran komunikasi yang digunakan keluarga dalam perawatan orang dengan skizofrenia sangatlah penting. Hal ini disebabkan komunikasi keluarga yang menyimpang dapat menimbulkan kekambuhan pada pasien skizofrenia. Permasalahannya adalah apakah keluarga memahami cara berkomunikasi yang benar untuk berhubungan dengan anggota keluarga dengan skizofrenia atau tidak, sehingga fokus penelitian ini adalah menganalisis komunikasi terapeutik keluarga terhadap anggota keluarga dengan skizofrenia. Fokus penelitian di atas dituangkan dalam rumusan masalah. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran komunikasi terapeutik yang dilakukan keluarga terhadap anggota keluarga dengan skizofrenia? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran komunikasi terapeutik yang dilakukan keluarga terhadap anggota keluarga dengan skizofrenia.

7 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat memberikan manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis. Manfaat teoritis yang dapat diberikan oleh penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memperkaya dan memperluas teori mengenai komunikasi terapeutik dalam konteks peran perawatan keluarga terhadap orang dengan skizofrenia. 2. Memperkaya dan memperluas bidang penelitian skizofrenia mengenai komunikasi terapeutik yang seharusnya digunakan keluarga terhadap anggota keluarga dengan skizofrenia. 3. Memperluas bidang penelitian mengenai peran perawatan keluarga terhadap orang dengan skizofrenia, terutama perluasan dalam hal komunikasi terapeutik dalam keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia. 4. Menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang tertarik pada bidang komunikasi terapeutik dalam keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia. Sementara itu, manfaat praktis yang dapat diberikan oleh penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi pihak keluarga dari orang dengan skizofrenia, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pentingnya penggunaan komunikasi terapeutik yang sesuai bagi anggota keluarga dengan skizofrenia.

8 2. Bagi pihak rumah sakit, hasil dari penelitian ini dapat menjadikan komunikasi terapeutik sebagai salah satu alternatif cara perawatan keluarga untuk orang dengan skizofrenia. 3. Bagi psikiater dan psikolog, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dalam membantu keluarga untuk menyesuaikan diri dengan anggota keluarganya yang mengidap skizofrenia. E. Metode Penelitian Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena variabel komunikasi yang merupakan salah satu aspek penting dalam interaksi sosial hanya dapat diuraikan dengan cara wawancara mendalam dan keikutsertaan peneliti dalam interaksi sosial tersebut (Sugiyono, 2008). F. Lokasi dan Subjek Penelitian Subjek penelitian yang akan menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah keluarga dari pasien skizofrenia yang berada dalam Instalasi Rawat Jalan Poli Psikiatri Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2011. Subjek dalam penelitian ini dipilih berdasarkan karakteristik tertentu. Karakteristik subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

9 1. Tinggal dengan atau sedikitnya memiliki 4 jam perminggu untuk berhadapan langsung dan berinteraksi dengan anggota keluarga dengan skizofrenia. 2. Bersedia untuk menjadi subjek penelitian dengan mengisi informed consent.