BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam aspek kehidupan manusia (Sutedi, 2003:2). Sehingga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

PENDAHULUAN. dari pada makhluk lain dimuka bumi ini. Bahasa memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. bahasa mempunyai kaidah-kaidah ataupun aturan-aturan masing-masing yang baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi atau bunyi ujar.

BAB I PENDAHULUAN. dapat berinteraksi di berbagai bidang kehidupan, manusia menggunakan bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal yang sangat penting dalam berkomunikasi sesuai

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan makna kepada seseorang, baik secara lisan maupun tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari

dengan perubahan yang mengikuti perkembangan sosial budaya masyarakat dipakai manusia untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan-kenginan dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk menyampaikan gagasan, fikiran, maksud serta tujuan kepada

Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam. kehidupan manusia. Bahasa terus berkembang sesuai dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa adalah sistem

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki kaidah-kaidah ataupun aturan masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Dengan bahasa, manusia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial, di mana bahasa merupakan alat

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan tugas-tugas tersebut. Tetapi kalau memahami masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kelas kata dalam bahasa Jepang (hinshi bunrui) diklasifikasikan ke dalam 10

BAB 1. Pendahuluan. Ilmu tidaklah luput dari suatu bahasa, salah satunya bahasa Jepang. Bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel Jumlah Pembelajar Bahasa Jepang (2012) Sumber: Japan Foundation (2012)

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu informasi dari pembicara sebagai pemberi informasi ke

Bab 1. Pendahuluan. dari bahasa. Dirgandini (2004:1), mengemukakan bahwa masyarakat berinteraksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki aturan dalam penggunaannya. Misalnya, setiap kata

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muthi Afifah,2013

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik tertentu seperti huruf yang dipakainya, kosakata, sistem pengucapan,

BAB I PENDAHULUAN. simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. pikiran, maupun ide kepada lawan bicara.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat pengungkapan pikiran maupun perasaan (Sutedi, 2003 :

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menguasai suatu bahasa asing dengan baik, salah satu proses yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB I PENDAHULUAN. subdisiplin diantaranya: sosiolinguistik, psikolinguistik, dialektologi dan

BAB I PENDAHULUAN. Dedi Sutedi, bahasa adalah alat pengungkap pikiran maupun perasaan. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. Semantik mempelajari hubungan antara tanda-tanda atau lambang-lambang yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial mutlak akan saling

BAB I PENDAHULUAN. Baik dalam hal pelafalan, intonasi, kosakata, pola kalimat, maupun tata

BAB 1 PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan

Bab 1. Pendahuluan. antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

Bab 1. Pendahuluan. Arti dari bahasa dalam kamus bahasa Inggris Longman dictionary of contemporary

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk berkomunikasi, masyarakat sebagai makhluk sosial membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi dan interaksi diantara dua

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui kelas kata dalam gramatika bahasa Jepang dibagi

BAB 1. Pendahuluan. Manusia berinteraksi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa. Bahasa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai macam makna. Bagi linguistik- ilmu yang khusus mempelajari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa adalah identitas diri dari suatu negara. Suatu negara dapat kita identifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. dengan fukushi. Fukushi adalah kata yang dipakai untuk menerangkan yougen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, yaitu

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Angella, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mirharatulisa Dyah Amoendria, 2013

Bab 1. Pendahuluan. Sejak zaman dahulu kala, manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi, sehingga komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. satu keunikan bahasa Jepang adalah penggunaan partikel sebagai pemarkah yang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

Bab 1. Pendahuluan. Kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Wikipedia Ensiklopedia Bebas. (1995) memberikan beberapa definisi mengenai kata :

BAB I. yang mengkaji bahasa sebagai bahasa, bukan sebagai disiplin ilmu yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. hal ini disebabkan karena keunikan dari bahasa-bahasa tersebut.

Bab 1. Pendahuluan. Dalam berkomunikasi antar satu dengan yang lainnya, manusia membutuhkan bahasa. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suciati Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berbahasanya. Salah satunya bahasa Jepang, Dewasa ini semakin

Bab 1. Pendahuluan. Setiap negara memiliki ciri khas masing-masing yang membedakannya

BAB I PENDAHULUAN. maupun tulisan. Oleh karena itu, memahami kosakata adalah hal yang terpenting

BAB I PENDAHULUAN. makna apabila melekat pada kelas kata lain dalam suatu kalimat. Joshi dalam bahasa Jepang

Bab 1. Pendahuluan. semua ahli yang bergerak dalam bidang pengetahuan yang lain semakin memperdalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hubungan baik dengan orang lain. Bahasa bersifat dinamis yaitu berkembang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Bab 2. Landasan Teori. dapat diartikan begitu saja. Inoue (1989 : 70) menyatakan bahwa:

Bab 1. Latar Belakang. Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa (Degeng:1989). Kegiatan

Bab 2. Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu. serta latar belakang suatu bangsa (Simatupang, 1999 : 8)

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi satu dengan yang lain. Dengan adanya bahasa, manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. ajektiva (keiyoushi), nomina (meishi), pronomina (rentaishi), adverbia (fukushi), interjeksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Merujuk dari peribahasa Lain padang lain belalang, maka setiap bahasa juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jepang merupakan salah satu bahasa yang memiliki lebih dari satu

Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan berkomunikasi segala bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia (Sutedi, 2003:2). Sehingga perkembangan yang terjadi dalam aspek-aspek kehidupan manusia mempengaruhi perkembangan suatu bahasa. Dengan demikian, fungsi bahasa adalah sebagai media untuk menyampaikan makna kepada seseorang, baik secara lisan maupun tulisan, serta sebagai media dalam perkembangan berbagai aspek kehidupan manusia. Berdasarkan fungsinya, bahasa dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Yang dimaksud kajian secara internal adalah pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, yaitu struktur fonologis, morfologis, sintaksis, dan semantik. Selanjutnya, kajian ini akan menghasilkan varian-varian bahasa tanpa berkaitan dengan masalah di luar bahasa. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori dan norma atau prosedur yang telah ada di dalam disiplin linguistik. Sedangkan kajian eksternal adalah pengkajian yang dilakukan terhadap struktur di luar bahasa itu sendiri, misalnya sosiolinguistik, psikolinguistik, neurolinguistik, dan lain-lain. Seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya, dalam kajian internal bahasa, terdapat empat bidang kajian atau cabang linguistik yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi (on-inron) merupakan cabang

linguistik yang mengkaji tentang lambang bunyi bahasa berdasarkan fungsinya. Morfologi (keitairon) adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Sintaksis (tougoron) adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Dan cabang ilmu linguistik internal yang terakhir adalah semantik (imiron). Semantik (imiron) merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Semantik memiliki peranan yang penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tidak lain hanya untuk menyampaikan suatu makna. Ada pendapat yang menyatakan bahwa setiap jenis penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah itu struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak akan terlepas dari makna. Makna suatu kata biasanya akan berkembang, karena dipengaruhi oleh konteks atau situasi dalam kalimatnya. Makna yang sama namun nuansa yang berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya (Chaer, 2007:297). Dua buah kata atau lebih yang mempunyai makna yang sama, bisa dikatakan sebagai kata yang bersinonim. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu ujaran dengan satuan ujaran yang lainnya (Chaer, 2007:267). Akan tetapi, dalam semantik dua buah ujaran yang bersinonim tidak akan sama persis. Hal ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya nuansa makna. Misalnya pada kata hatten suru dan hattatsu suru, karena ada kemiripan makna maka dikatakan bersinonim. Akan tetapi, meskipun bersinonim, hanya pada konteks tertentu saja, karena tidak ada sinonim yang

semuanya sama persis, dalam konteks atau situasi tertentu pasti akan ditemukan suatu perbedaannya meskipun kecil. Sinonim dalam bahasa Jepang bisa ditemukan tidak hanya pada verba saja, tetapi juga pada nomina, adjektiva, bahkan pada ungkapan dan partikel pun bisa terjadi. Hal ini banyak sekali ditemukan dalam bahasa Jepang sehingga menjadi salah satu penyebab sulitnya mempelajari bahasa Jepang. Oleh karena itu, penganalisaan terhadap perbedaan dan persamaan makna sinonim dalam bahasa Jepang perlu dilakukan. Sebagai contoh, pemakaian verba Hatten Suru, Hattatsu Suru dan Shinpo Suru adalah seperti di bawah ini. Contoh : 1. 小さな事件が戦争に発展した Chiisana jiken ga sensou ni hattenshita. Peristiwa kecil berkembang menjadi perang. (Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar, 1988:290) 2. 日本は鉄道が発達している Nihon wa tetsudoo ga hattatsu shite iru. Perkeretaapian berkembang maju di Jepang. (Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar, 1988:290) 3. 医学は大々的進歩を遂げた Igaku wa daidaiteki ni shinpo o togeta. Ilmu kedokteran sudah mengalami perkembangan secara besar-besaran. ( Kamus Jepang-Indonesia, 1994:927) Melihat ketiga contoh kalimat tersebut, dapat diketahui bahwa meskipun ketiga verba tersebut memiliki persamaan makna yaitu sama-sama mengandung makna berkembang, namun nuansa makna berkembang yang diberikan tiaptiap verba di dalam kalimat terasa berbeda.

Setelah melihat uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sinonim kata Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru yang memiliki pengertian yang sama sebagai verba, yaitu berkembang, yang selanjutnya akan penulis tuangkan dalam skripsi yang berjudul Analisis Makna Verba Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru dalam Kalimat Bahasa Jepang. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian ini mencoba menjelaskan mengenai makna dari verba Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru yang sama-sama memiliki arti berkembang, tetapi masing-masing kemungkinan memiliki perbedaan dalam penggunaannya, serta belum tentu dapat saling menggantikan. Hal inilah yang menyebabkan munculnya kesulitan bagi pembelajar bahasa Jepang untuk menggunakan atau menerjemahkan kalimat ke dalam bahasa Jepang dengan tepat, khususnya bagi kalimat yang memiliki unsur sinonim di dalamnya. Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Apa makna kata Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru? 2. Apa perbedaan nuansa makna verba Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru dalam kalimat berbahasa Jepang? 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Dalam penulisan proposal skripsi ini penulis membatasi ruang lingkup pembahasan mengenai penggunaan kata yang bersinonim yaitu Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru. Pembahasannya lebih difokuskan kepada analisis

makna dari ketiga kata yang bersinonim tersebut. Untuk masing-masing kata Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru akan dibahas 5 buah contoh kalimat, yang diambil dari kalimat-kalimat berbahasa Jepang yang terdapat pada beberapa majalah atau tabloid bahasa Jepang seperti Nipponia, Nyuusu Ga Wakaru, Jica s World, dan artikel-artikel berbahasa Jepang lainnya. 1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka Untuk menghindari kesalahan dan kekaburan dalam menginterpretasikan makna dari kata-kata atau istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis mencoba mendefenisikan beberapa istilah linguistik, khususnya yang berkenaan dengan semantik. Ilmu linguistik adalah ilmu yang mengkaji tentang bahasa. Ilmu linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, melainkan juga seluk-beluk bahasa pada umumnya. Salah satu bidang kajian dari linguistik adalah semantik atau kajian makna. Kata semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani yaitu sema (kata benda) yang berarti tanda dan lambang. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandakan atau melambangkan. Makna adalah pengertian suatu konsep yang dimiliki atau terdapat pada tanda linguistik. Tanda linguistik bisa berupa kata atau leksem maupun morfem. Sutedi (2003:114) berpendapat bahwa dalam bahasa Jepang ada dua istilah tentang makna, yaitu kata imi ( 意味 ) dan igi ( 意義 ). Kata imi digunakan untuk menyatakan makna hatsuwa (tuturan) yang merupakan wujud satuan dari parole, sedangkan igi digunakan untuk menyatakan makna dari bun (kalimat) sebagai wujud satuan dari langue.

Kosakata (goi) merupakan salah satu aspek kebahasaan yang harus diperhatikan dan dikuasai guna menunjang kelancaran berkomunikasi dalam bahasa Jepang, baik itu ragam lisan maupun tulisan. Goi dapat diklasifikasikan menjadi sepuluh kelas kata yaitu verba (doushi), adjektiva-i (keiyoushi), adjektiva-na (keiyoudoushi), nomina (meishi), pronomina (rentaishi), adverbial (fukushi), interjeksi (kandoushi), konjugasi (setsuzokushi), verba bantu (jodoushi), dan partikel (joshi), (Sudjianto, 2004:98). Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah termasuk ke dalam golongan verba (doushi). Nomura dalam Dahidi dan Sudjianto (2004:149) menyebutkan pengertian verba atau doushi adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang, kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktifitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Doushi dapat mengalami perubahan, dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat. Sedangkan menurut Sutedi (2003:42) verba adalah kata kerja yang berfungsi sebagai predikat dalam kalimat, mengalami perubahan bentuk (katsuyou), dan bisa berdiri sendiri. Dalam penelitian ini penulis ingin menganalisis makna verba Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru yang memiliki makna yang hampir sama (mirip) tetapi berbeda cara penggunaannya di dalam kalimat. Hal ini menyangkut tataran bidang linguistik yaitu semantik. Objek kajian semantik antara lain makna kata, relasi makna, makna frase, dan makna kalimat. Lalu objek kajian yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas ini adalah relasi makna khususnya sinonim, karena dalam hal ini verba Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru adalah kata-kata yang bersinonim.

Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 2007:267). Dua buah ujaran atau lebih yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan ini terjadi karena berbagai faktor, antara lain faktor waktu, faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor bidang kegiatan, dan faktor nuansa makna. Dalam bahasa Jepang sinonim disebut dengan ruigigo. 1.4.2 Kerangka Teori Dalam penelitian ini penulis menggunakan kerangka teori berdasarkan pendapat para pakar. Menurut Koizumi, semantik (imiron) adalah mengungkapkan makna dari sebuah kata. Sedangkan menurut Sutedi (2003:103) semantik adalah salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan makna atau arti dalam bahasa. Menurut Ferdinand De Saussure dalam Chaer (2007:287) makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Makna yang sama namun memiliki nuansa yang berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya (Chaer, 2007:297). Satuan bahasa disini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat. Relasi makna ini dapat menyatakan kesamaan makna (sinonim), pertentangan makna (antonim), ketercakupan makna (hiponim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), dan kelebihan makna (redundansi). Secara etimologi, kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onama yang berarti nama, dan syn yang berarti sama. Maka secara harfiah kata

sinonim berarti nama lain untuk benda atau hal yang sama. Sinonim adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 2007:267). Dua buah ujaran atau lebih yang bersinonim maknanya tidak akan persis sama. Ketidaksamaan ini terjadi karena berbagai faktor, antara lain faktor waktu, faktor tempat atau wilayah, faktor keformalan, faktor sosial, faktor bidang kegiatan, dan faktor nuansa makna. Kata-kata yang bersinonim ada yang dapat saling menggantikan ada pula yang tidak. Karena itu, kita harus memilihnya secara tepat dan seksama untuk menghindari kerancuan dalam menginterpretasikan maknanya. Hal ini berkaitan dengan pilihan kata atau diksi. Dalam bahasa Indonesia, kata diksi berasal dari kata dictionary (bahasa Inggris yang kata dasarnya diction) yang berarti perihal pemilihan kata. Menurut Websters dalam Bagus (2009:7), diction diuraikan sebagai choice of words esp with regard to correctness, clearness, or effectiveness. Jadi, diksi membahas penggunaan kata terutama pada soal kebenaran, kejelasan, dan keefektifan. Sedangkan menurut Keraf (2006:24) pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Oleh karena itu, kata yang maknanya hampir sama atau yang disebut sinonim harus dapat dipilih dengan baik sesuai dengan situasi dan konteks kalimatnya.

Selanjutnya menurut Parera (2004:46) secara umum teori makna dibedakan atas : 1. Teori Referensial atau Korespondensi. 2. Teori Kontekstual 3. Teori Mentalisme 4. Teori Formalitas Dari beberapa makna yang termasuk dalam kajian semantik di atas, teori makna yang dipergunakan adalah teori kontekstual. Teori makna kontekstual adalah sebuah makna leksem atau kata yang berbeda dalam satu konteks, termasuk juga dapat berkenaan dengan situasinya (Chaer, 1994 : 2001), atau dengan kata lain makna kontekstual adalah makna yang didasarkan atas hubungan antar ujaran dan situasi yang memakai ujaran tersebut. Berdasarkan teori makna kontekstual tersebut, maka penulis akan menginterpretasikan makna verba Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru sesuai dengan konteks kalimatnya, serta melihat ketepatan pemilihan ketiga kata bersinonim tersebut dalam kalimat. 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mengetahui makna kata Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru. 2. Untuk mengetahui perbedaan nuansa makna verba Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru dalam kalimat berbahasa Jepang. 1.5.2 Manfaat Penelitian. Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Dapat dijadikan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang dalam memahami makna verba Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru. 2. Dapat dijadikan masukan bagi pembelajar bahasa Jepang untuk memahami penggunaan verba Hatten Suru, Hattatsu Suru, dan Shinpo Suru. 3. Dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian mengenai kata bersinonim lainnya. 1.6 Metodologi penelitian Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan penelitiannya. Metode penelitian sangat mempengaruhi keberhasilan dari penelitian tersebut. Seorang peneliti harus menentukan metode yang sesuai demi tercapainya keberhasilan. Sudjana dan Ibrahim (2001:172) mengemukakan bahwa metodologi penelitian menjelaskan bagaimana prosedur penelitian itu dilaksanakan, artinya cara bagaimana memperoleh data empiris untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Isyandi (2003:13) menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Datadata yang diperoleh adalah melalui penelitian pustaka (Library Research). Dalam hal ini penulis mengumpulkan dan menganalisis buku-buku dan data-data yang berhubungan dengan tata bahasa, baik itu buku berbahasa Jepang, maupun yang berbahasa Indonesia, khususnya buku-buku yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.