BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pengolahan citra (image processing) telah banyak dipakai di berbagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

BAB II CITRA DIGITAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SAMPLING DAN KUANTISASI

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. ada beberapa cara yang telah dilakukan, antara lain : akan digunakan untuk melakukan pengolahan citra.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

ANALISIS UNJUK KERJA MEDIAN FILTER PADA CITRA DIGITAL UNTUK PENINGKATAN KUALITAS CITRA

One picture is worth more than ten thousand words

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. CV Dokumentasi CV berisi pengolahan citra, analisis struktur citra, motion dan tracking, pengenalan pola, dan kalibrasi kamera.

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II LANDASAN TEORI

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital

PENGGUNAAN latar belakang dalam proses pembuatan VIDEO COMPOSITING MENGGUNAKAN POISSON BLENDING. Saiful Yahya, Mochamad Hariadi, and Ahmad Zaini,

Teknik Penyisipan Pesan pada Kanal Citra Bitmap 24 bit yang Berbeda-beda

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONVOLUSI UNTUK PELEMBUTAN CITRA (IMAGE SMOOTHING) DALAM OPERASI REDUKSI NOISE

Model Citra (bag. 2)

BAB 2 LANDASAN TEORI

METODE PERANCANGAN PENGARANGKAT LUNAK MEREDUKSI NOISE CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN CONTRAHARMONIC MEAN FILTTER

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

BAB II LANDASAN TEORI

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB 2 LANDASAN TEORI

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI

8 2.4 Derau dalam citra Pada saat proses capture (pengambilan gambar), beberapa gangguan mungkin terjadi, seperti kamera tidak focus atau munculnya bi

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengenalan Citra

UJI COBA PERBEDAAN INTENSITAS PIKSEL TIAP PENGAMBILAN GAMBAR. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

LOGO PEMBERIAN TANDA AIR MENGGUNAKAN TEKNIK KUANTISASI RATA-RATA DENGAN DOMAIN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT. Tulus Sepdianto

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

PERBANDINGAN KINERJA METODE MEDIAN FILTER DAN MIDPOINT FILTER UNTUK MEREDUKSI NOISE PADA CITRA DIGITAL ABSTRAK

1. TRANSLASI OPERASI GEOMETRIS 2. ROTASI TRANSLASI 02/04/2016

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. foto, bersifat analog berupa sinyal sinyal video seperti gambar pada monitor

Perbaikan Kualitas Citra Menggunakan Metode Contrast Stretching (Improvement of image quality using a method Contrast Stretching)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner

ANALISIS STEGANOGRAFI METODE TWO SIDED SIDE MATCH

Peningkatan Kualitas Pada Citra Dengan Metode Point Operation

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI. Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (disingkat TNKB) atau sering. disebut plat nomor atau nomor polisi (disingkat nopol) adalah plat

Prototype Aplikasi Pengolah Citra Invert Sebagai Media Pengolah Klise Foto

Pengolahan Citra (Image Processing)

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan (Astuti & Hermawati, 2013). Citra secara umum terbagi menjadi dua bagian, yaitu citra analog dan citra digital. 2.1.1 Citra Analog Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu, seperti gambar pada monitor televise, foto sinar-x, foto yang tercetak di kertas foto, lukisan, pemandangan alam, hasil CT scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan lain sebagainya (Sutoyo & Mulyanto, 2009). Citra analog tidak dapat direpresentasikan dalam komputer sehingga tidak bisa diproses di komputer secara langsung. Oleh sebab itu, agar citra ini dapat diproses di komputer, proses konversi analog ke digital harus dilakukan terlebih dahulu. Citra analog dihasilkan dari alat-alat analog diantaranya adalah video kamera analog, kamera foto analog dan CT scan. Salah satu contoh citra analog yang telah didapatkan dari proses scan dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut :

7 Gambar 2.1 Citra Analog 2.1.2 Citra Digital Citra digital adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar / pixel) menyatakan tingkat keabuan pada titik tersebut (Sutoyo & Mulyanto, 2009). Citra digital merupakan citra yang dapat diproses oleh perangkat komputer (Ahmad, 2005). Citra digital adalah citra yang dinyatakan secara diskrit (tidak kontinu), baik untuk posisi koordinatnya maupun warnanya. Dengan demikian, citra digital dapat digambarkan sebagai suatu matriks, dimana indeks baris dan indeks kolom dari matriks menyatakan posisi suatu titik di dalam citra dan harga dari elemen matriks menyatakan warna citra pada titik tersebut. Dalam citra digital yang dinyatakan sebagai susunan matriks seperti ini, elemen-elemen matriks tadi disebut juga dengan istilah piksel yang berasal dari kata picture element. Citra juga dapat didefinisikan fungsi dua variabel, ƒ(x,y), di mana x dan y adalah koordinat spasial sedangkan nilai ƒ(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat tersebut (Kadir & Susanto 2013, 2013). Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi ƒ(x,y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila (x,y) dan

8 nilai amplitude f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital (Putra, 2010). Warna citra sendiri dibentuk oleh kombinasi citra 2-D individual. Misalnya dalam sistem warna Red Green Blue ( RGB), warna citra terdiri dari tiga komponen individu warna (merah, hijau, biru). Asumsikan bahwa citra dicoba sehingga menghasilkan citra yang mempunyai baris M dan kolom N, sehingga disebut citra berukuran M x N. Nilai dari koordinat (x,y) adalah kuantitas diskrit. Untuk kejelasan notasi dan kemudahan maka digunakan nilai integer untuk koordinat ini. Titik awal citra didefenisikan pada (x,y) = (0,0). Nilai koordinat berikutnya sepanjang baris pertama citra adalah (x,y) = (0,1) (Prasetyo, 2011). Pada Gambar 2.2 menunjukkan posisi koordinat citra digital. (Putra, 2010). Koordinat asal 0 1 2 3....... N 1 1........... 2........... 3........................................................................................................... M - 1........... x Sebuah Pixel ƒ(x,y) y Gambar 2.2 Koordinat Citra Digital

9 Sistem koordinat citra digital pada Gambar 2.2 tersebut dapat ditulis dalam bentuk matriks pada persamaan (1) sebagai berikut: f(x, y) = f(0,0) f(0,1) f(0, N 1) f(1,0) f(1,1) f(1, N 1)........ f(m 1,0) f M 1,1. f(m 1, N 1)...(1) Nilai pada suatu irisan antara baris dan kolom (pada posisi x,y) disebut dengan picture elements, image elements, pels, atau pixels. Namun istilah yang sering digunakan dalam citra digital adalah pixels (Sutoyo & Mulyanto, 2009). 2.2 Jenis Citra Digital Nilai suatu piksel memiliki nilai dalan rentang tertentu, dari nilai minimum sampai nilai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis warnanya, namun secara umum jangkauannya adalah 0-255. Citra dengan penggambaran seperti ini digolongkan ke dalam citra integer (Putra, 2010). Berikut ada jenis-jenis citra berdasarkan nilai pikselnya sebagai berikut : 1. Citra Biner Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra B&W (black and white) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap pixel dari citra biner. Citra biner seringkali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti segmentasi, pengambangan, morfologi, ataupun dithering (Putra, 2010). Gradasi Warna : 0 1 Contoh dari citra biner dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai berikut.

10 Gambar 2.3 Citra Biner 2. Citra abu-abu (Grayscale) Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pikselnya, dengan kata lain nilai bagian RED = GREEN = BLUE. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan, dan putih. Tingkatan keabuan di sini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Citra grayscale berikut memiliki kedalaman warna 8 bit (256 kombinasi warna keabuan) (Putra, 2010). Berikut citra grayscale 2 bit mewakili 4 warna dengan gradasi warna sebagai berikut : 0 1 2 3 Contoh citra abu-abu (grayscale) dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Citra abu-abu (grayscale)

11 3. Citra warna (RGB) Citra RGB merupakan jenis citra yang menyajikan warna dalam bentuk komponen R (merah), G (hijau), B (biru). Setiap komponen warna menggunakan delapan bit (nilainya berkisar antara 0 sampai dengan 255). Dengan demikian, kemungkinan warna yang dapat disajikan mencapai 255 x 255 x 255 atau 16.581.375 warna (Kadir & Susanto, 2013). Nilai intensitas warna atau penyusun warna dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut : Tabel 2.1 Warna dan nilai penyusunan warna Warna R G B Merah 255 0 0 Hijau 0 255 0 Biru 0 0 255 Hitam 0 0 0 Putih 255 255 255 Kuning 0 255 255 Contoh citra warna atau citra RGB dapat dilihat pada gambar 2.5. Gambar 2.5 Citra warna (citra RGB)

12 2.3 Format File Citra Format File citra standar yang digunakan saat ini terdiri dari beberapa jenis. Format ini sering digunakan dalam menyimpan citra pada sebuah file. Setiap format file citra memiliki karakteristik masing-masing (Putra, 2010). 2.3.1 Format bitmap (.bmp) Format bitmap (.bmp) adalah format penyimpanan standar tanpa kompresi yang umum dapat digunakan untuk menyimpan citra biner hingga citra warna. Format ini terdiri dari beberapa jenis yang setiap jenisnya ditentukan dengan jumlah bit yang digunakan untuk menyimpan sebuah nilai piksel (Putra, 2010). Format ini juga memiliki ukuran yang jauh lebih besar dibandingkan dengan format yang lain. Salah satu contoh citra berwarna dengan format bitmap dapat dilihat pada Gambar 2.6 sebagai berikut. Gambar 2.6 Citra RGB dengan format bitmap 2.4 Pengolahan Citra Digital Pengolahan citra digital adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, skala, transformasi geometri), melakukan pemilihan ciri citra (feature images) yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan informasi atau dekripsi objek atau pengenalan objek yang terkandung dalam citra, melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan penyimpanan data, transmisi data, dan waktu proses data. Input dari pengolahan citra adalah citra, dan output-nya adalah citra hasil pengolahan (Sutoyo & Mulyanto, 2009).

13 Dalam mempelajari pengolahan citra digital sering kita jumpai empat istilah sebagai berikut (Putra, 2010) : 1. Image Processing memiliki input dan output-nya berupa citra. Sebagai contoh, suatu citra ditransformasi ke bentuk citra yang lainnya. 2. Image Analysis memiliki input berupa citra dengan output bukan citra akan tetapi berupa hasil pengukuran terhadap citra tersebut. Sebagai contoh, suatu citra wajah dianalisis untuk mendapatkan fitur wajah seperti jarak kedua mata dan jarak mata dengan hidung. 3. Image Understanding memiliki input berupa citra dengan output-nya adalah deskripsi tingkat tinggi dari citra tersebut (output bukan berupa citra). Sebagai contoh, diberikan suatu input citra seseorang, keluarannya deskripsi dari orang tersebut dapat berupa seperti : orang tersebut sedang menangis, sedih, senyum, atau tertawa lebar. 4. Computer vision bertujuan untuk mengkomputerisasi penglihatan manusia atau dengan kata lain membuat citra digital dari citra sebenarnya (sesuai dengan penglihatan manusia). Hal tersebut dapat disimpulkan input dari computer vision adalah berupa citra penglihatan manusia sedangkan outputnya berupa citra digital. 2.5 Watermark Watermark adalah sebuah tulisan atau logo yang biasa ditemukan pada sebuah karya digital atau manual, watermark ini menunjukkan identitas dari seseorang yang menciptakan karya tersebut. Bentuk dari watermark ini bermacam-macam ada yang berupa tulisan singkat atau ada juga berupa logo yang berisi rincian lengkap dari identitas si pencipta karya. Dengan adanya watermark ini maka pencipta karya sekaligus bisa berpromosi. Data digital tertanam dengan watermark terlihat akan dapat dikenali tapi pola mengganggu hak cipta, dan rincian data host harus tetap ada (Huang & Wu, 2004).

14 2.5.1 Jenis-jenis watermark Citra watermark dapat dibedakan berdasarkan persepsi manusia menjadi beberapa kategori berikut. (Sutoyo & Mulyanto, 2009). a. Visible watermark Visible watermark adalah sebuah watermark terlihat persis bahwa itu merupakan sebuah teks atau logo yang jelas mengidentifikasi pemilik gambar dan itu hak cipta yang biasanya berisi nama fotografer atau situs. Visible watermark adalah cara termudah untuk mengidentifikasikan keaslian dari konten digital sejak tidak adanya perangkat khusus yang diperlukan untuk mengekstrak informasi hak cipta dari konten watermark (Yang, et al. 2008). Salah satu contoh citra berwarna yang telah disisipkan visible watermark dapat dilihat pada Gambar 2.7 sebagai berikut. Gambar 2.7 Citra visible watermark b. Invisible watermark Invisible watermark adalah sebuah watermark tak terlihat oleh mata manusia. Watermark ini agak berbeda dengan watermark pada uang kertas. Watermark pada uang kertas masih dapat kelihatan oleh mata telanjang manusia (mungkin dalam posisi kertas yang tertentu), tetapi watermarking pada media digital disini dimaksudkan tak akan dirasakan kehadirannya oleh manusia tanpa alat bantu mesin pengolahan digital seperti komputer, dan sejenisnya (Putra, 2008).

15 2.6 Perbaikan Kualitas Citra Perbaikan kualitas citra (image enhancement) adalah suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis, pemfilteran, dan lain-lain. Tujuan utama dari peningkatan kualitas citra adalah untuk memproses citra sehingga citra yang dihasilkan lebih baik daripada citra aslinya untuk aplikasi tertentu. (Sutoyo & Mulyanto, 2009). Peningkatan kualitas citra dibagi dalam dua kategori, yaitu metode domain spasial (ruang atau waktu) dan metode domain frekuensi. Teknik pemrosesan metode domain spasial adalah berdasarkan manipulasi langsung dari piksel di dalam citra. Sedangkan teknik pemrosesan metode domain frekuensi adalah berdasarkan perubahan transformasi fourier pada citra (Sutoyo & Mulyanto, 2009). 2.6.1 Kernel (mask) Kernel adalah matrik yang pada umumnya berukuran kecil dengan elemen-elemennya adalah berupa bilangan. Kernel digunakan pada proses konvolusi. Oleh karena itu kernel juga disebut dengan convolution window (jendela konvolusi ). Ukuran kernel dapat berbeda-beda seperti 2x2, 3x3, 5x5, dan sebagainya. Elemen-elemen kernel juga disebut sebagai bobot (weight) merupakan bilangan-bilangan yang membentuk pola tertentu. Kernel juga biasa disebut dengan tapis (filter), template, mask, serta sliding window (Putra, 2010). Gambar 2.8 menyajikan contoh kernel 2x2 dan 3x3. Warna abu-abu pada gambar tersebut menunjukkan pusat koordinat {0,0}, yang pada proses konvolusi menunjukkan koordinat piksel dari citra yang diproses (Putra, 2010).

16 1 0 1-1 1 0 1 (a) -1 4-1 1-1 1 (b) Gambar 2.8 (a) Kernel 2x2 (b) Kernel 3x3 2.6.2 Metode Image Averaging Metode Image Averaging adalah suatu metode untuk perbaikan kualitas citra (image enhancement) yang mengambil nilai rata-rata dari nilai piksel pada jendela ketetanggaan. Metode Image Averaging ini merupakan salah satu metode yang melakukan pencarian nilai rata-rata piksel dari beberapa frame citra pada posisi piksel yang bersesuaian. Pencarian nilai rata-rata piksel dilakukan dengan menjumlahkan nilai piksel yang bersesuaian pada beberapa frame citra yang mengalami transformasi geometris, kemudian membaginya dengan banyaknya frame citra. Mekanisme metode Image Averaging dengan citra ƒ(x,y) berukuran M x N ini punya nilai 1 di semua piksel, kemudian dikalikan dengan 1/mn. Contoh pemrosesan dengan metode ini dapat kita lihat pada Gambar 2.9 sebagai berikut (Sutoyo & Mulyono, 2009). N ƒ x, y = (x-1, y-1) (x-1, y) (x-1, y+1) (x, y-1) (x, y) (x, y+1) (x+1, y-1) (x+1, y) (x+1, y+1) M (a)

17 g(x, y)= W 1 W 2 W 3 W 8 W 0 W 4 W 7 W 6 W 5 (b) 1 M x N Gambar 2.9 (a) Citra ƒ(x,y) berukuran M x N dan (b) g(x, y) berukuran 3x3 Maka hasil mekanisme proses metode ini pada titik (x,y) dapat ditulis dalam persamaan (2) : (x, y) = w 0. f(x, y) + w 1. f(x 1, y 1) + w 2. f(x 1, y) + w 3. f(x 1, y + 1) + w 4. f(x, y + 1) + w 5. f(x + 1, y + 1) +...(2) w 6. f(x + 1, y) + w 7. f(x + 1, y 1) + w 8. f(x, y 1) Pada metode ini, nilai intensitas setiap piksel diganti dengan rata-rata dari nilai intensitas piksel tersebut dengan tetangganya. Jumlah tetangga yang dilibatkan tergantung pada matriks kernel yang digunakan. Metode Image Averaging dengan matriks kernel berukuran 5x5 dan memiliki nilai M = 5, N = 5 dapat dilihat pada persamaan (3) sebagai berikut : g x, y = 1 25...(3) Contoh perhitungan menggunakan metode Image Averaging, misalnya nilai ƒ(x,y) diambil dari sebuah citra dan g(x, y) berukuran 5x5 sebagai berikut :

18 Citra RGB 300 x 300 piksel Intensitas piksel pada matriks 10 x 10 piksel 103 81 73 88 97 78 74 84 80 107 ƒ x, y = 56 52 56 62 100 52 44 40 67 92 55 55 70 95 109 x g x, y = 1 25

19 Maka menggunakan persamaan (2) dan persamaan (3) diperoleh : [(1x103) + (1x81) + (1x73) + (1x88) + (1x97) + (1x78) + (1x74) + (1x84) + (1x80) + (1x107) + (1x56) + (1x52) + (1x56) + (1x62) + dcedcedcd(1x100) + (1x52) + (1x44) + (1x40) + (1x67) + (1x92) + (1x55) + (1x55) + gubhbhbuy(1x70) + (1x95) + (1x109)] h(1, 1) = h(1, 1) = 74 Maka hasil konvolusi Image Averaging pada f(1,1) adalah h(1,1) = 74, sehingga nilai intensitas piksel sebelumnya adalah 56 akan terganti dengan nilai intensitas piksel yaitu 74, sehingga diperoleh hasil citra yang memiliki intensitas piksel yang baru yaitu, 93 92 93 93 103 103 92 130 192 218 57 55 57 60 71 86 93 111 157 206 64 70 76 67 55 57 78 87 122 188 69 76 79 80 82 92 73 61 86 137 76 74 80 84 94 123 122 89 68 103 103 81 73 88 97 129 139 119 88 93 78 74 84 80 107 131 125 112 106 104 56 52 74 62 100 123 106 101 115 122 52 44 40 67 92 108 108 115 127 133 55 55 70 95 109 119 125 131 131 131 25 2.7 Mean Square Error (MSE), Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) Ada beberapa parameter pengukuran kesalahan atau error dalam pemrosesan citra. Dua parameter yang paling umum digunakan adalah Mean Square Error (MSE) dan Peak Signal to Noise Ratio (PNSR). Kedua besaran tersebut membandingkan piksel-piksel pada posisi yang sama dari dua citra yang berbeda. 2.7.1 Mean Square Error (MSE) Mean Square Error (MSE) adalah kesalahan kuadrat rata-rata. Nilai MSE didapat dengan membandingkan nilai selisih piksel citra asal dengan citra hasil pada posisi piksel yang sama. Semakin besar nilai MSE, maka tampilan pada citra hasil akan semakin buruk.

20 Sebaliknya, semakin kecil nilai MSE, maka tampilan pada citra hasil akan semakin baik. MSE dapat dihitung dengan menggunakan rumus: 2 MSE = Keterangan : 1 M. N M 1 N 1 M, N : nilai besar piksel citra M x N f(x,yƒ) : intensitas citra asli i=0 j =1 f x, y fˆ (x, y)...(4) fˆ (x,y) : intensitas citra hasil Semakin kecil nilai MSE, semakin bagus perbaikan citra yang digunakan (Sutoyo & Mulyono, 2009). 2.7.2 Peak Signal to Noise Error (PSNR) Peak Signal to Noise Error (PSNR) adalah perbandingan antara nilai maksimum dari sinyal yang diukur dengan besarnya derau yang berpengaruh pada sinyal tersebut. PSNR biasanya diukur dalam satuan decibell (db) (Sutoyo & Mulyanto 2009). Semakin besar nilai PSNR, semakin baik pula hasil yang diperoleh pada tampilan citra hasil. Sebaliknya, semakin kecil nilai PSNR, maka semakin buruk pula hasil yang diperoleh pada tampilan citra hasil. Secara matematis, nilai PSNR dapat dinyatakan dengan persamaan berikut : MAX 2 PSNR 10 * Log 10 ( ) MSE atau PSNR 20 * Log 10 ( MAX MSE )...(5) Keterangan : PSNR : nilai Peak Signal to Noise Ratio MSE : nilai Mean Squared Error MAX : nilai skala keabuan citra maksimal yaitu 255

21 Tidak seperti MSE, nilai PSNR yang lebih besar mengindikasikan bahwa kualitas tersebut lebih baik. 2.8 Running Time Proses waktu dari awal sampai akhir waktu biasa disebut dengan running time. Jika nilai running time semakin kecil maka waktu yang digunakan untuk proses akan semakin cepat, dan sebaliknya jika nilai running time semakin besar waktu yang digunakan untuk proses akan semakin lama (Nasir, 2014). Secara matematis untuk mengestimasi running time T(n) suatu program dirumuskan pada persamaan (6) T(n) cop C (n)... (6) T(n) : running time cop : waktu eksekusi sebuah basic operation C (n) : jumlah basic operation n : input size