BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan utama di negara - negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Hal ini diperkuat dengan data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini insidensi penyakit DBD mencapai 30 kali lipat. Pada tahun 2010, Indonesia menduduki urutan tertinggi kasus DBD di wilayah Asia Tenggara dengan jumlah kematian sekitar 1317 orang, sehingga DBD dimasukkan kategori A dalam stratifikasi oleh WHO (WHO, 2009). Kasus DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968 (Sudjana, 2010). Pada tahun 2007 terdapat 150.000 kasus infeksi virus dengue dengan 25.000 kasus berasal dari Jakarta dan Jawa Barat (WHO, 2009). Pada tahun 2009 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk dalam 10 besar daerah endemis DBD di Indonesia dengan angka insidensi 64 kasus per 100.000 penduduk (Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, 2010). Variasi musim yang berbeda pada setiap daerah menjadi salah satu penyebab peningkatan jumlah kasus. Peningkatan jumlah kasus terjadi pada musim penghujan yaitu pada bulan Desember sampai Maret dan menurun pada bulan Juni sampai September (Departemen Kesehatan RI, 2009). 1
2 Nyamuk Aedes aegypti bertindak sebagai vektor utama persebaran DBD dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder di Indonesia. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk pemukiman atau endofilik. Nyamuk Aedes aegypti memiliki tempat - tempat perindukan di penampungan air buatan manusia yang terletak di dekat rumah (WHO, 2009). Tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti memiliki sifat air yang relatif jernih dan tenang (Sukowati, 2010). Daerah perkotaan menjadi salah satu tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti karena suhunya yang panas. Hal tersebut terjadi karena nyamuk Aedes aegypti peka terhadap perubahan iklim yang cepat. Pemanasan global mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu pada daerah pegunungan sehingga persebaran dari nyamuk Aedes aegypti menjadi lebih luas. Peningkatan curah hujan juga berdampak pada peningkatan habitat larva nyamuk. Kondisi ini dapat meningkatkan kepadatan populasi nyamuk (Patz, 2006). Pencegahan penyakit DBD pun masih ditujukan untuk memutus rantai penularan yaitu dengan pengendalian vektor (Sukowati, 2010). Secara umum pengendalian vektor dibagi menjadi 2, yaitu pengendalian vektor secara alami dan pengendalian vektor secara buatan. Pengendalian vektor secara alami dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor ekologi yang penting untuk perkembangan serangga. Sementara pengendalian vektor secara buatan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu secara fisik (pengelolaan lingkungan), biologi, dan kimiawi. Pengelolaan vektor secara fisik dilakukan dengan 3M, yaitu menguras tempat-tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan
3 air, dan menimbun barang bekas yang dapat menampung air. Pengendalian secara biologis dilakukan dengan memanfaatkan mikroorganisme, hewan vertebrata dan hewan invertebrata sebagai predator nyamuk maupun larva. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan menggunakan larvasida kimia seperti Temefos 1%. (Sutanto, 2008). Namun, penggunaan bahan kimia sebagai larvasida menimbulkan efek samping seperti resistensi insektisida, pencemaran lingkungan, dan potensi keracunan pada organisme non target (Solomon, 2006). Oleh karena itu, mulai dilakukan pengembangan dan penggunaan bioinsektisida yang alami, mudah didapatkan, serta aman bagi tubuh manusia dan lingkungan sekitar (Ndione, 2007). Apium graveolens atau seledri merupakan jenis tanaman dalam famili Apiaceae. Tanaman ini memiliki ciri - ciri daun bergerigi, batang berwarna hijau, biji kecil dan berwarna coklat, memiliki aroma khas dan dapat tumbuh tinggi hingga 45 cm (Wilkinson, 2003). Seledri memiliki banyak kandungan flavonoid yakni apiin dan apigenin (Dalimartha, 2006). Kandungan flavonoid tersebut dapat ditemukan di biji dan batang seledri (Chan, 1986). Flavonoid berpotensi sebagai larvasida dan insektisida. Flavonoid akan menimbulkan gangguan pada persarafan dan kerusakan pada spirakel sehingga serangga tidak dapat bernafas (Rahman, 2009). Oleh karena itu, batang seledri dapat dikembangkan dalam penelitian ini sebagai salah satu jenis tanaman yang berpotensi sebagai larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.
4 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ekstrak etanol batang seledri (Apium graveolens) memiliki efek larvasida terhadap larva Aedes aegypti? 2. Apakah peningkatan konsentrasi ekstrak etanol batang seledri (Apium graveolens) akan meningkatkan jumlah kematian larva Aedes aegypti? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Mengetahui efek larvisida ekstrak etanol batang seledri (Apium graveolens) terhadap larva Aedes aegypti. 2. Tujuan Khusus: Mengetahui hubungan antara peningkatan konsentrasi ekstrak etanol batang seledri (Apium graveolens) dengan peningkatan jumlah kematian larva nyamuk Aedes aegypti. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Menambah kasanah ilmu pengetahuan tentang jenis tanaman yang memiliki aktivitas sebagai agen larvasida alami.
5 Manfaat Metodologis Menambah informasi ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran, khususnya dalam bidang parasitologi mengenai penggunaan larvasida alami. Manfaat Praktis Menemukan alternatif larvasida alami yang dapat digunakan untuk pengendalian larva nyamuk Aedes aegypti. Peneliti Menambah pengetahuan tentang cara melakukan penelitian dan menambah ilmu pengetahuan tentang penanggulangan vektor demam berdarah secara alami.
6 1.5 Keaslian Penelitian No Judul Pengarang, lokasi penelitian dan tahun terbit Jenis Variabel 1 Ekstrak Etanol Daun Sirsak Maharhika Ichsantyarindha Awang, Fakultas Skripsi Variabel bebas: ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata) Sebagai Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2011 Variabel terikat: jumlah larva instar III - IV Larvasida Terhadap Larva nyamuk Aedes aegypti yang mati Aedes aegypti Variabel kontrol: air leding 2 Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Ethanol Daun Mimba (Azadirachta indica) Terhadap Larva Aedes aegypti 3 Potential of crude seed extract of celery, Apium graveolens L. against the mosquito Aedes aegypti (Diptera: Culididae) Ashry Sikka Aradilla, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 2009 Wej Choochote, et al, Faculty of Medicine, Chiang May University, Thailand, 2004 Skripsi Variabel bebas: ekstrak etanol daun mimba Penelitia n (Jurnal) Variabel terikat: jumlah larva instar III - IV nyamuk Aedes aegypti yang mati Variabel kontrol: air leding Variabel bebas: ekstrak etanol biji seledri Variabel terikat: nyamuk Aedes aegypti yang mati Variabel kontrol: air leding