LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU Oleh : Budiman Hutabarat Delima Hasri Azahari Mohamad Husein Sawit Saktyanu Kristyantoadi D. Frans Betsi M. Dabukke Sri Nuryanti PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2009
RINGKASAN EKSEKUTIF I. Pendahuluan 1. Kesepakatan perdagangan antara negara-negara ASEAN, Australia dan Selandia Baru telah ditanda-tangani oleh para pemimpinnya pada tanggal 27 Februari 2009 lalu di Cha-am, Petchaburi, Thailand. Para pemimpin ini sepakat antara lain membentuk Kawasan Perdagangan Bebas/KPB. 2. Dengan kerangka KPB ASEAN-Australia-Selandia Baru, fihak Australia dan Selandia Baru berusaha agar kawasan perdagangan bebas antara Indonesia dan Australia-Selandia Baru dengan format KPB juga dapat cepat menjadi kenyataan. Dalam hal ini fihak Australia dan Selandia Baru sangat berkepentingan dengan produk produk peternakan yang menjadi unggulan mereka seperti daging dan susu. Sedangkan, Indonesia meminta Australia dan Selandia Baru untuk membuka pasar produk Tekstil dan Produk Tekstilnya (TPT). Masing-masing fihak meminta pembebasan bea masuk impor barang yang mereka produksi dan ekspor. 3. Namun, yang menjadi persoalan adalah keinginan fihak Australia dan Selandia Baru memasukkan produk produk peternakan ke Indonesia di satu fihak dan keinginan Indonesia mamasok produk TPT ke Australia dan Selandia Baru di fihak lain berpotensi memperlemah upaya pemerintah untuk merevitalisasi pertanian dan masyarakat petani membangun dan merevitalisasi usahataninya. 4. Tujuan Penelitian (i) Melakukan analisis kinerja, potensi dan faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan volume dan nilai ekspor pertanian Indonesia dan atau ASEAN ke Australia dan Selandia Baru, (ii) Melakukan analisis kinerja, potensi dan faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan volume dan nilai impor pertanian Indonesia dan atau ASEAN dari Australia dan Selandia Baru, (iii) Menganalisis usulan dan dampak modalitas yang ditawarkan Indonesia, ASEAN dan Australia serta Selandia Baru terhadap mitranya dalam kerangka kesepakatan, (iv) Mengevaluasi dan menganalisis dampak serta manfaat kesepakatan perdagangan bebas Indonesia Australia Selandia Baru, ASEAN Australia Selandia Baru, Indonesia ASEAN Australia Selandia Baru terhadap, produksi, ekspor dan impor komoditas pertanian dalam negeri, serta kesejahteraan produsen pertanian dan masyarakat Indonesia. II. Temuan-temuan 5. Produk yang dominan diekspor ke Australia dan Selandia Baru bukan produk pertanian. Tujuan ekspor Indonesia masih terkosentrasi ke negara AS, Jepang, dan sampai kini belum banyak berubah. Tujuan ekspor ke negara kaya baru, seperti China dan Brazil juga telah ada, namun belum seberapa, karena belum digarap secara intensif. Seharusnya Indonesia meningkatkan ekspor ke Cina, karena Indonesia dapat memanfaatkan KPB ASEAN-China. 6. Intensitas aliran barang dalam perdagangan bilateral Indonesia-Australia identik dengan aliran barang dalam perdagangan bilateral Indonesia-Selandia Baru di hampir semua kelompok produk. Jenis produk yang banyak diimpor dari Australia
dan Selandia Baru pun identik didominasi produk pangan dan pertanian yang akan dibebaskan bea masuknya ke Indonesia. 7. Produk pertanian yang dominan diekspor ke Australia dan Selandia Baru hampir sama, yaitu kopi, minyak kelapa sawit, kakao, dan karet dan pesaing utama Indonesia di kedua pasar tersebut juga sama yaitu Malaysia dan Thailand. 8. Indonesia menunjukkan kecenderungan untuk mengkonsentrasikan ekspor di Australia untuk industri pertanian, industri plastik dan karet serta TPT. Di Selandia Baru belum tampak arah konsentrasi, tetapi kecenderungan yang terjadi mirip dengan konsentrasi industri di pasar Australia. 9. Australia dan Selandia Baru merupakan sumber impor ternak dan produknya serta susu dan produk susu bagi Indonesia. 10. KPB ASEAN-Australia-Selandia Baru dan KPB Indonesia-Australia-Selandia memberi kesadaran baru bagi Indonesia bahwa ada potensi pasar domestik yang sangat besar dan prospektif untuk produsen susu segar domestik untuk digali lebih lanjut. Produksi domestik memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dari segi kesegaran dan jarak yang menjadi faktor penting dalam mutu susu dan produk susu, dibandingkan dengan produksi yang berasal dari Australia dan Selandia Baru. 11. Perdagangan dengan Australia dan Selandia Baru diprakirakan akan membawa dampak merugikan petani serta peternak domestik bila tidak dilakukan upaya pembatasan impor dan perlindungan. 12. Ketergantung Indonesia terhadap impor produk pertanian dari Australia dan Selandia Baru tidaklah terlalu besar, masing-masing hanya 5 persen dan 0,6 persen dari impor total Indonesia dalam masa 1996-2007. Namun ke dua negara tersebut semakin mendominasi sumber impor pangan Indonesia. Kedua negara tetangga ini tidak hanya paling dekat dengan Indonesia, tetapi juga mereka mampu menghasilkan produk pangan yang berkualitas dan harganya cukup bersaing, serta didukung oleh industri hilir yang kuat. 13. Indonesia diprakirakan akan terus bergantung pada impor pangan dari ke dua negara tersebut, dan akan semakin membesar kalau kerjasama KPB ASEAN- Australia-Selandia Baru dan KPB Indonesia-Australia-Selandia Baru dijalankan. 14. Liberalisasi perdagangan melalui pemberlakuan KPB ASEAN-Australia-Selandia Baru akan menurunkan produksi sapi hidup dan daging (sapi, domba, kambing dan kuda serta produk-produk daging lainnya) domestik. Untuk sapi hidup, laju penurunannya berkisar antara -0.35 sampai -0.25 persen dan untuk daging berkisar antara -0.14 sampai -0.07 persen. 15. Pemberlakuan KPB ASEAN-Australia-Selandia Baru memberikan neraca perdagangan posistif bagi Indonesia, tetapi neraca ini bukan berasal dari produkproduk pertanian, melainkan dari produk-produk manufaktur dan industri. Dengan demikian tingkat kesejahteraan juga meningkat sekitar AS$ 560 juta sampai AS$ 600 juta dan PDB meningkat sekitar 1 persen. 16. Indonesia diprakirakan akan sulit bersaing dengan sejumlah produk pangan impor berasal dari kedua negara tersebut, seperti daging sapi, susu, dan gandum, atau pangan jadi (prepared food), seperti sosis, mentega, keju. 17. Meskipun permintaan daging babi menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan, tetapi budidayanya di berbagai lokasi usaha ternak babi telah mendapat tantangan yang sangat berat, bahkan di wilayah yang telah mendapat izin resmi penggunaan lahan sekalipun. Tantangan lain adalah kebijakan penerapan zona perdagangan bebas di wilayah produksi babi. ii
18. Diprakirakan, Indonesia akan kesulitan memperluas ekspor produk pertanian, terutama produk makanan ke Australia dan Selandia Baru, karena ketatnya penerapan SPS dan TBT (Technical Barrier to Trade). Hambatan bukan tarif ini akan menjadi batu sandungan buat Indonesia, manakala Indonesia tidak menyiapkan langkah-langkah nyata untuk memperbaiki baku mutu atau Good Manufacturing and Processing Practices pada industri makanan yang umumnya didominasi UKM. Ini merupakan tantangan besar buat Indonesia dalam pengembangan pertaniannya. 19. Indonesia tidak banyak mendapat peluang pengembangan dan pasar di bidang pertanian dengan diberlakukannya KPB ASEAN-Australia-Selandia Baru, kalaupun ada peluang ini hanya terbuka bagi pengeksporan produk-produk primer/yang belum terolah. III. Rekomendasi Kebijakan 20. Agar perdagangan bebas Indonesia-Australia-Selandia Baru, khusus memberi manfaat dan keuntungan positif bagi untuk komoditas ternak dan daging sapi Indonesia, maka produsen daging sapi domestik harus mampu bersaing dari sisi harga dengan daging sapi impor baik dari Australia maupun Selandia Baru di pasar domestik. 21. Persaingan harga dapat dicapai secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dilakukan dengan kebijakan pemerintah untuk membuat agar pasar masukan semakin efisien, menghapus segala pungutan yang tidak berkaitan dengan industri ternak sapi atau pakan ternak dan mengenakan tarif bea masuk. Secara tidak langsung dapat dilakukan melalui upaya promosi tentang keunggulan daging sapi lokal dari segi kesegaran dan kandungan gizi yang positif bagi kesehatan konsumen lainnya. Langkah lain adalah dengan dukungan program peningkatan produksi, produktifitas, dan kesinambungan penawaran daging sapi domestik. 22. Pengaruh negatif KPB ASEAN-Australia-Selandia Baru dan KPB Indonesia- Australia-Selandia Baru terhadap industri peternakan Indonesian dapat diredam apabila sejak sekarang program penelitian dan pemulia-biakan sapi dibangun di Indonesia, dengan tujuan jangka panjang untuk menghasilkan sapi dara berproduktivitas daging tinggi dari induk sapi lokal atau induk sapi yang diimpor dari Australia dan Selandia Baru yang terkenal memiliki banyak jenis sapi. Namun, sapi-sapi induk impor ini harus dirancang untuk menghasilkan sapi dara yang telah beradaptasi tinggi dengan iklim tropis basah. 23. Pengembangan populasi dan skala usaha sapi perah perlu didukung dengan kebijakan penurunan bea masuk khusus untuk impor sapi induk, tetapi impor ini harus diawasi secara ketat agar tidak diselewengkan untuk impor sapi induk afkir yang dijadikan pedaging di Indonesia. Selain itu inseminasi sapi induk lokal yang murah juga perlu diprogramkan agar peternak kecil dapat mempertahankan atau meningkatkan jumlah populasi sapinya. 24. Upaya lain di produk susu adalah membantu dan meningkatkan daya tahan serta daya saing produk susu domestik serta meningkatkan konsumsi susu segar dengan cara kampanye dan promosi massa untuk mengalihkan kecenderungan konsumen agar mengkonsumsi susu segar dibanding susu bubuk di sekolahsekolah dan instansi dan kantor-kantor pemerintah. Pada saat yang sama kampanye juga harus memberikan pendidikan gizi agar konsumen sadar bahwa kandungan gizi susu bubuk sangat jauh di bawah susu segar. iii
25. Dalam mendukung dayasaing dan efisiensi usahaternak peternak kecil, salah satu faktor kritis yang harus menjadi prioritas peranan pemerintah adalah mengembangkan dan menyebarkan bibit ternak, baik sapi (potong dan perah) dan babi yang bermutu serta menfasilitasi pengadaan pakan ternak yang murah dan terjangkau bagi peternak rakyat dan kecil. 26. Usaha ternak babi masih memerlukan peran pemerintah, terutama untuk menyediakan tempat atau zona usaha ternak dan bantuan dalam penyediaan sarana dan prasarana yang secara khusus dibutuhkan usaha ternak ini serta pengaturannya pengaturan dan agar mempermudah pengembangannya. 27. Prospek dan peluang penawaran ekspor komoditas pertanian utama ke Australia dan Selandia Baru dan potensi pemanfaatannya oleh Indonesia tampaknya berada di luar kendali, baik pemerintah maupun produsen atau pengekspor domestik. Langkah yang dapat ditempuh hanyalah peningkatan mutu produk pertanian ekspor dan penekanan biaya produksi untuk meningkatkan dayasaingnya. 28. Penelitian dan teknologi pertanian untuk peningkatan produktivitas dan penekanan biaya produksi serta penerapan proses produksi dan pengolahan yang baik seyogyanya menjadi fokus perhatian saat ini juga, khususnya untuk produk-produk peternakan sapi (pedaging dan perah) dan babi yang menjadi sasaran fihak Australia dan Selandia Baru. Kalau tidak, penerapan KPB ASEAN- Australia-Selandia Baru dan selanjutnya dijadualkan untuk diikuti KPB Indonesia- Australia-Selandia Baru, akan menjadi mala petaka bagi subsektor peternakan Indonesia. 29. Untuk menghadapi SPS dan TBT, Indonesia harus menyiapkan langkah-langkah nyata untuk memperbaiki baku mutu atau Good Production, Manufacturing and Processing Practices pada pertanian dan industri makanan. 30. Sebelum langkah-langkah ke arah saran-saran ini dapat terwujud, maka sebaiknya tawaran pembukaan pasar dalam negeri untuk produk-produk ini dalam kerangka KPB Indonesia-Australia-Selandia Baru dikaji-ulang secara saksama dan kalau perlu diambangkan dahulu. iv