BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Good governace merupakan function of governing, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi di Indonesia setidaknya telah mengeluarkan dua undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu periode. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No.1

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan penyelenggaraan operasional pemerintahan. Bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjalankan pemerintahannya. Pemerintah pusat memberikan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mengeluarkan Undang Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara. Keluhan birokrat

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. yang menyajikan laporan keuangan diharuskan memberi pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN. berupa laporan keuangan. Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik yang disebut. dengan laporan keuangan (Mardiasmo, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. nepotisme mengakibatkan kerugian negara dan tidak maksimalnya kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Akuntanbilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah, sehingga pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Indonesia mulai memasuki era reformasi, kondisi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. governance) ditandai dengan diterbitkannya Undang undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah selaku penyelenggara urusan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. harus ditingkatkan agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. Keinginan untuk mewujudkan good governance merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance)

ABSTRAK. Kata kunci: good governance, pengelolaan keuangan, sistem pengendalian intern pemerintah, kinerja pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa setiap

BAB I PENDAHULUAN. kondisi ekonomi, sosial dan politik adalah dengan mengembalikan kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan keuangan daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manajemen keuangan daerah tidak terlepas dari perencanaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah yang baik (good governance). Good Governance. Menurut UU No. 32/2004 (2004 : 4). Otonomi daerah ada lah hak

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan sebagai bukti pertanggung jawaban suatu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat di dunia memiliki kewajiban untuk secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang sejalan dengan prinsip demokrasi, penghindaran dari salah alokasi dana investasi, pencegahan korupsi baik secara politikal dan administratif. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun dan disajikan dengan standar akuntansi pemerintahan yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan era baru dalam hubungan antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia, yaitu pelaksanaan desentralisasi untuk mewujudkan otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas dan potensi daerah tersebut (Bastian, 2007:2). Pengelolaan keuangan daerah diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan salah satu perencanaan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan. Disisi lain, dalam rangka menilai efektivitas pelaksanaan perencanaan dimaksud, pemerintah daerah perlu membuat suatu laporan hasil pelaksanaan APBD untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan program-program pemerintah daerah. Bentuk laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah selama satu tahun anggaran adalah dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Laporan keuangan pemerintah daerah harus mengikuti Standar 1

2 Akuntansi Pemerintahan sesuai Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2005. SAP merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Tujuan diberlakukannya hal tersebut adalah agar lebih accountable dan semakin diperlukannya peningkatan kualitas laporan keuangan. Laporan keuangan pemerintah kemudian disampaikan kepada DPR/DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Adapun komponen laporan keuangan yang disampaikan tersebut meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah maka harus dilakukan berdasarkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara transparan dan akuntabel, yang memungkinkan para pemakai laporan keuangan untuk dapat mengakses informasi tentang hasil yang dicapai dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah akan digunakan oleh beberapa pihak yang berkepentingan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informasi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) harus bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan para pemakai. Maka dari itu informasi akutansi yang terdapat di dalam laporan keuangan pemerintah daerah harus memenuhi beberapa karakteristik kualitatif yang sebagaimana terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yakni: 1. Relevan 2. Andal 3. Dapat Dibandingkan 4. Dapat dipahami Apabila informasi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah memenuhi kriteria karakteristik kualitatif laporan keuangan pemerintah seperti yang disebutkan diatas, berarti pemerintah daerah mampu mewujudkan

3 transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Informasi yang terkandung di dalam laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah harus sesuai dengan kriteria nilai informasi yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan. Apabila tidak sesuai dengan perundangundangan, maka akan mengakibatkan kerugian daerah, potensi kekurangan daerah, kekurangan penerimaan, kelemahan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakfektifan. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Pemerintah Kota Bandung yang dilaporkan dalam IHPS Semester II Tahun Anggaran 2009 ditemui kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah (LHP dan IHPS II Tahun Anggaran 2009) yang meliputi belanja fiktif, kekurangan volume belanja pekerjaan atau barang, kelebihan pembiayaan, belanja tidak sesuai ketentuan, pembayaran melebihi standar, dengan total kerugian sebanyak 1.346, 09 triliun sebagaimana disajikan pada berikut ini. Tabel 1.1 Ketidakpatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan No Kelompok Temuan Jumlah Kasus % Nilai (juta rupiah) Ketidakpatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan yang Mengakibatkan 1 Kerugian Daerah 5 0,7 351,41 2 Potensi Kerugian Daerah 1 0,9 710,77 3 Kekurangan Penerimaan 3 0,8 232,15 4 Administrasi 4 20,7-5 Ketidakhematan 2 3,7 51,75 6 Ketidakefektifan 0 - - Sumber: (www.bpk.go.id - IHPS Semester II Tahun 2010) Kasus Kerugian Daerah yaitu belanja barang/jasa fiktif, kekurangan volume pekerjaan dan atau barang, kelebihan pembayaran selalin kekurangan volume pekerjaan dan atau barang, pembayaran honorarium dan/atau perjalanan dinas ganda atau melebihi standar yang ditetapkan dan belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan. Kasus Potensi Kerugian Daerah yaitu piutang/pinjaman atau

4 dana bergulir yang berpotensi tidak tertagih, kekurangan penerimaan daerah atau denda keterlambatan pekerjaan belum/tidak ditetapkan atau dipungut/fiterima/disetor ke kas daerah. Kasus Adimistrasi penyimpangan yang bersifat administratve yaitu adanya pertanggungjawaban tidak akuntabel (bukti tidak lengkap/ tidak valid), penyimpangan terhadap peraturan perundanngundangan bidang pengelolaan perlengkapan atau barang milik daerah, penyetoran penerimaan daerah melebihi batas waktu yang ditentukan, dan sisa kas di bendahara pengeluaran terlambat/belum disetor ke kas daerah. Sedangkan ketidakhematan yaitu adanya ketidakhematan diamana danya pengadaan baranng/jasa melebihi kebutuhan, dan terjadi pemborosan (IHPS Semester II Tahun 2010). BPK juga telah melakukan audit atas LKPD selama lima tahun, dari tahun 2006-2010. BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian pada tahun 2006-2008 berbeda halnya dengan tahun 2009 BPK memberikan opini LKPD Kota Bandung yaitu Tidak Memberikan Pendapat. Pada tahun 2010 menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Tabel 1.2 Perkembangan Opini LKPD Tahun 2006-2010 Kota Bandung No Tahun Opini 1 2006 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 2 2007 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 3 2008 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 4 2009 Tidak Memberikan Pendapat (TMP) 5 2010 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) Sumber: (www.bpk.go.id) Masih ditemukannya penyimpangan dan kebocoran di dalam laporan keuangan oleh BPK, menunjukkan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah belum memenuhi karakteristik/nilai informasi yang disyaratkan. Hasil audit yang dilakukan oleh BPK, memberikan opini tidak wajar dan/atau disclaimer diantaranya disebabkan oleh kelemahan sistem pengendalian intern yang dimiliki oleh pemerintah daerah terkait. (Badan Pemeriksa Keuangan, 2011).

5 Menurut Darise (2009) ukuran keberhasilan dalam pengelolaan keuangan daerah yaitu: 1. Keterkaitan antara RPJM, RKPD, KUA, PPAS, dan APBD. 2. Ketepatan waktu APBD. 3. Laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 4. Penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) oleh Kepala Daerah kepada DPRD tepat waktu dan mendapat apresiasi dari DPRD. 5. Penyampaian Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) tepat waktu dan hasil evaluasi atas penyelenggaraan pemerintah daerah (EPPD) menunjukan hasil yang baik. 6. Penyusunan LAKIP dilakukan tepat waktu dan hasil evaluasi dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara menunjukan hasil yang baik. Dari beberapa fenomena yang telah dijelaskan diatas maka diperlukannya pengawasan keuangan daerah baik yang bersifat intern ataupun ekstern. Pengawasan keuangan daerah oleh DPRD, dalam hal ini adalah pengawasan terhadap anggaran keuangan daerah/apbd. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 42 menjelaskan bahwa, DPRD mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional di daerah. Berdasarkan dari Undang-Undang tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengawasan keuangan daerah dilakukan oleh DPRD yang berfokus kepada pengawasan terhadap pelaksanaan APBD. Pengawasan terhadap pelaksanaan APBD/ Keuangan Daerah wujudnya adalah dengan melihat, mendengar, dan mencermati pelaksanaan APBD yang dilakukan oleh SKPD, baik secara langsung maupun berdasarkan informasi yang diberikan oleh konstituen, tanpa masuk ke ranah pengawasan yang bersifat teknis. Apabila ada dugaan penyimpangan, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:

6 1. Memberitahukan kepada Kepala Daerah untuk ditindaklanjuti oleh Satuan Pengawas Internal. 2. Membentuk pansus untuk mencari informasi yang lebih akurat. 3. Menyampaikan adanya dugaan penyimpangan kepada instansi penyidik (Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK) (Fanindita, 2010). Pengawasan anggaran meliputi seluruh siklus anggaran, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pertanggungjawaban. Secara sederhana pengawasan anggaran merupakan proses pengawasan terhadap kesesuaian perencanaan anggaran dan pelaksanaannya dalam melaksanakan pembangunan daerah. Pengawasan terhadap pelaksaanaan perlu dilakukan, hal ini bertujuan untuk memastikan seluruh kebijakan publik yang terkait dengan siklus anggaran dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berorientasi pada prioritas publik. Namun sebelum sampai pada tahap pelaksanaan, anggota dewan harus mempunyai bekal pengetahuan mengenai anggaran sehingga nanti ketika melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran, anggota dewan telah dapat mendeteksi apakah ada terjadi kebocoran atau penyimpangan alokasi anggaran. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 132 yang menyatakan bahwa DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD. Pengawasan terhadap APBD penting dilakukan untuk memastikan (1) alokasi anggaran sesuai dengan prioritas daerah dan diajukan untuk kesejahteraan masyarakat, (2) menjaga agar penggunaan APBD ekonomis, efisien dan efektif dan (3) menjaga agar pelaksanaan APBD benar-benar dapat dipertanggungjawabkan atau dengan kata lain bahwa anggaran telah dikelola secara transparan dan akuntabel untuk meminimalkan terjadinya kebocoran (Alamsyah, 1997). Walaupun pada kenyataannya masih terdapat permasalahan dan kelemahan dalam pengelolan keuangan daerah dan dari aspek legislatif, yaitu masih rendahnya peranan DPRD dalam keseluruhan proses atau siklus anggaran, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pelaporan maupun pengawasan program kerja eksekutif. Menurut Yudoyono (2000) juga menyatakan bahwa

7 DPRD akan dapat memainkannya peranannya dengan baik apabila pimpinan dan anggota-anggotanya berada dalam kualifikasi ideal, dalam arti memahami benar hak, tugas, dan wewenangnya dan mampu mengaplikasikannya secara baik, dan didukung dengan tingkat pendidikan dan pengalaman di bidang pemerintahan yang memadai. Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah masih belum memenuhi kriteria yang akan berdampak pada kualitas laporan keuangan daerah. Mengingat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sebagai dasar pengambilan keputusan, maka diperlukannya suatu pengawasan keuangan daerah oleh DPRD. Namun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Robinson (2006) yang melakukan penelitian pada DPRD Kabupaten dan Kota se-provinsi Bengkulu. Penelitian dengan judul Pengaruh Kualitas Anggaran terhadap Efekktifitas Pengawasan Anggaran dan Pengetahuan Anggaran sebagai variabel moderating, hasilnya menunjukan bahwa kualitas anggaran mempengaruhi (meningkatkan) efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh anggota DPRD terhadap anggaran, sedangkan untuk variabel pengetahuan tentang anggaran tidak berpengaruh atau bukan sebagai variabel moderating dalam hubungan antara kualitas anggaran terhadap pengawasan anggaran. Dengan latar belakang masalah di atas, penelitian ini diberi judul Pengaruh Fungsi Pengawasan Keuangan Daerah oleh DPRD Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Survey Pada DPRD dan DPKAD Kota Bandung).

8 1.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana fungsi pengawasan keuangan daerah oleh DPRD di Pemerintahan Kota Bandung. 2. Bagaimana kualitas laporan Keuangan Daerah di Pemerintahan Kota Bandung. 3. Bagaimana pengaruh fungsi pengawasan keuangan daerah oleh DPRD terhadap kualitas laporan Keuangan Daerah Pemerintahan Kota Bandung. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan dan identifikasi masalah tersebut, rumusan masalah ini adalah: Apakah Fungsi Pengawasan Keuangan Daerah oleh DPRD berpengaruh terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung?. 1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana fungsi pengawasan keuangan daerah oleh DPRD di Pemerintaha Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui bagaimana kualitas Laporan Keuangan Daerah di Pemerintahan Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui fungsi pengawasan keuangan daerah oleh DPRD terhadap kualitas Laporan Keuangan Daerah di Pemerintahan Kota Bandung. 1.5 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat dan relevan yang dapat digunakan oleh: 1. Bagi Penulis Diharapkan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan penulis tentang masalah yang diteliti, sehingga dapat diperoleh gambaran yang luas dan lebih jelas mengenai kesesuaian fakta lapangan dengan teori

9 yang ada. Dan diharpkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur akuntasi sektor publik (ASP). 2. Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam pelaksanaan otonomi daerah khususnya dalam memberikan kualitas laporan keuangan yang baik agar terciptanya pemerintahan yang baik. 3. Bagi DPRD Sebagai masukan dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah khususnya peranan DPRD dalam pengawasan keuangan daerah dan dalam rangka mewujudkan good governance. Sehingga DPRD diharapkan dapat membuat program yang berkontribusi pada peningkatan kualitas dan kapabilitasnya. 4. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan bagi peneliti selanjutnya dalam bidang yang sama. 1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di DPRD Kota Bandung Jalan Aceh No. 36 Bandung, dan DPKAD Kota Bandung Jalan Wastukencana No. 2 Bandung. Penelitian ini dilakukan dari bulan February 2013 sampai selesai.