PEMETAAN DAERAH RAWAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU BATAM

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Pola Permukiman Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Pulau Batam

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang seluruh kegiatan yang ada didalamnya, informasi yang

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MANADO TAHUN Daniel A. Mangole*, Angela F. C. Kalesaran*, Budi T.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS KORELASI KELEMBABAN UDARA TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH YANG TERJADI DI KABUPATEN DAN KOTA SERANG

ABSTRAK. Kata kunci: DBD, Efek Spasial, Spatial Autoregressive (SAR).

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

PEMETAAN PENYAKIT DBD BERDASARKAN WILAYAH DI PUSKESMAS PEGANDAN SEMARANG TAHUN 2011

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

PEMETAAN PERSEBARAN PENYAKIT DI KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2013 (JURNAL)

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENCEGAHAN DINI PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DI KABUPATEN JEMBER MENGGUNAKAN METODE FUZZY

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

1. BAB I PENDAHULUAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

1. Tempat Waktu Penelitian C. Subjek Penelitian D. Identifikasi Variabel Penelitian E. Definisi Operasional Variabel...

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan karena selain berpengaruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN DBD DENGAN VARIABILITAS IKLIM DI KOTA MANADO TAHUN Febriane C. Lohonauman*, Angela F. C. Kalesaran*, Windy Wariki**

SISTEM INFORMASI PEMETAAN DAERAH TERJANGKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) WILAYAH KOTA PEKANBARU (STUDI KASUS : DINAS KESEHATAN KOTA PEKANBARU)

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus Aedes, yaitu Aedes aegypti atau Aedes. berdarah dengue di Indonesia (Kemenkes RI, 2012).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

PEMODELAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PADA DISTRIBUSI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN KARANGMALANG KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

Perbandingan Wilayah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dengue, keduanya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit. chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya.

PEMETAAN PENYAKIT DBD BERDASARKAN WILAYAH DI PUSKESMAS PEGANDAN SEMARANG TAHUN 2011

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU PSN DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti DI DESA NGESREP KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

S 8 Analisis Spasial Kasus Demam Berdarah di Sukoharjo Jawa Tengah dengan Menggunakan Indeks Moran

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

A. Latar Belakang Analisis regresi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui

Geographic Information System Penyebaran DBD Berbasis Web di Wilayah Kota Solo

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian demam berdarah dengue (DBD) di dunia semakin meningkat setiap tahunnya. Data di seluruh dunia

PEMETAAN PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (GIS) DI KOTA KOTAMOBAGU

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kematian ( Padila 2013).

CASE BASE REASONING UNTUK MENENTUKAN DAERAH MENENTUKAN DAERAH BERPOTENSI DEMAM BERDARAH (Studi Kasus Kota Pontianak)

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

ANALISIS SPASIAL PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PER KECAMATAN DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR TAHUN MAHEKA KARMANIE PUTRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Andri Ruliansyah 1*, Totok Gunawan 2, and Sugeng Juwono M 3

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

Lampiran I.21 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang

Lampiran I.21 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. berdarah tercatat dari Januari September 2011 sebanyak 813 orang menderita

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Sleman (Sumber:

1. PENDAHULUAN Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DAN FAKTOR IKLIM DI KOTA BATAM, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

TINGKAT KERAWANAN DEMAM BERDARAH DENGUE BERDASARKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH DI KOTA BANJAR PROPINSI JAWA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular yang terutama menyerang anak-anak (Widoyono, 2008: 59).

BAB I PENDAHULUAN. 3 tahun berturut turut. Berdasarkan laporan yang masuk dari rumah sakit dan

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. serotype virus dengue adalah penyebab dari penyakit dengue. Penyakit ini

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ini menular dan menyebar melalui udara, apabila tidak diobati

Revi Rosavika Kinansi dan Ika Martiningsih

UNIVERSITAS INDONESIA

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

Transkripsi:

Jurnal Integrasi Article History Vol. 9, No. 2, October 2017, 106-112 Received September, 2017 e-issn: 2548-9828 Accepted October, 2017 PEMETAAN DAERAH RAWAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU BATAM Arif Roziqin*, Fitri Hasdiyanti* Politeknik Negeri Batam Geomatics Engineering Study Program Jl. Ahmad Yani, Batam Centre, Batam 29461, Indonesia E-mail: arifroziqin@polibatam.ac.id. Abstrak Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit karena virus yang disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan sebaran daerah demam berdarah di Pulau Batam. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan memberikan atribut dan penilaian berdasarkan parameter fisik yang dianggap menyebabkan penyakit demam berdarah. Parameter DBD adalah curah hujan, kelembaban udara dan kepadatan penduduk yang berpengaruh langsung terhadap habitat perkembangan nyamuk Aedes Aegypti. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam tahun 2015. Melalui tahapan penilaian dan analisis data menghasilkan zona tingkat kerawanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pulau Batam termasuk daerah dengan tingkat kerawanan rendah. Informasi geospasial yang merupakan sebaran tingkat kerawanan penyakit demam berdarah di Pulau Batam disajikan dalam bentuk peta. Kata kunci : Kerawanan, Demam Berdarah, Informasi Geospasial. Abstract Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a viral disease spread by Aedes Aegypti mosquitoes. This study aims to map the distribution of dengue fever areas in Batam Island. This study uses secondary data by providing attributes and scoring based on physical parameters that are considered to cause dengue disease. DHF parameters are rainfall, humidity and population density that directly affect the growth habitat of Aedes Aegypti mosquito. The data used are secondary data obtained from Central Bureau of Statistics (BPS) Batam City 2015. Through the stages of scoring and data analysis yields a zone of vulnerability. The results showed that the island of Batam including areas with low levels of vulnerability. Geospatial information which is the distribution of dengue fever in Batam Island is presented in the form of map. Keywords : Susceptibility, Dengue, Geospatial Information. 1. Pendahuluan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu kejadian luar biasa dalam dunia kesehatan di negara Indonesia. DBD juga merupakan penyakit yang dapat mengancam kesehatan masyarakat, upaya pencegahan penyebarannya perlu dilakukan. Sebagai langkah awal untuk pencegahan, maka perlu dilakukan pemetaan. Kota Batam merupakan salah satu daerah di Indonesia yang termasuk rawan DBD. Menurut data yang diperoleh melalui Dinas Kesehatan Kota Batam, tercatat dari seluruh rumah sakit dan puskesmas di Kota Batam yang terus dibanjiri penderita penyakit DBD yang diakibatkan oleh virus dengue. Sebagian besar pasien menjalani rawat inap karena kondisi kritis (Batam Pos, 2016). Faktor lingkungan berpengaruh besar terhadap peningkatan dan penularan penyakit tular nyamuk seperti DBD. Faktor yang paling berpengaruh diantaranya lingkungan fisik yang terdiri dari curah hujan, kelembaban udara dan kepadatan penduduk. Lingkungan fisik dapat berpengaruh langsung terhadap habitat perkembangbiakan nyamuk yang menjadi asal usul penyebab penyakit DBD (Achmadi dkk, 2010). Geographic Information System (GIS) adalah sebuah rangkaian sistem yang memanfaatkan teknologi digital untuk melakukan analisis spasial (spatial analysis), seperti menganalisa kondisi suatu daerah terhadap penyakit tertentu (Prahasta, 2009). GIS dapat dijadikan sebagai alat bantu yang digunakan untuk memantau kondisi daerah terhadap penyakit DBD. 106 Jurnal Integrasi Vol. 9, No. 2, October 2017, 106-112 e-issn: 2548-9828

GIS juga dirancang untuk memberikan kemudahan penyimpanan data penderita DBD sehingga memudahkan dalam pengidentifikasian dan pencarian. Penyajian akhir dilakukan dengan memanfaatkan GIS yang disajikan dalam bentuk peta (Roziqin, 2016). Penyajian dalam bentuk peta akan lebih memudahkan untuk mengetahui daerah mana yang mengalami kerawanan terhadap penyakit DBD dibandingkan hanya disajikan dalam bentuk tabel ataupun grafik, sehingga perlunya dilakukan pemetaan dan evaluasi spasial vektor penyakit DBD (Roziqin, 2017). Atas dasar permasalahan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu (a) mengetahui parameter fisik untuk menilai tingkat kerawanan wilayah terhadap bahaya DBD di Pulau Batam, (b) mengetahui sebaran kerawanan penyakit DBD dengan tingkat Kecamatan yang ada di Pulau Batam berdasarkan data tahun 2015. 2.2 Lokasi Penelitian 2. Metode Penelitian 2.1 Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptifkuantitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait. Gambar 2. Lokasi Penelitian Keterangan: 1 = Wilayah Indonesia 2 = Wilayah Kepulauan Riau 3 = Wilayah Pulau Batam 2.3 Alat dan Bahan Adapun alat yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: Seperangkat Personal Computer (PC) Software GIS (Geographic Information System), Microsoft Word, Microsoft Excel. Alat tulis: buku, pulpen Adapun bahan yang dibutuhkan sebagai berikut Data sekunder profil Kecamatan 2015 diperoleh dari BPS Kota Batam. Data sekunder jumlah penderita DBD Tahun 2015 diperoleh Dinas Kesehatan Kota Batam. Shp Pulau Batam Tahun 2011 diperoleh dari Badan Pengusahaan (BP) Batam. 2.4 Analisis Data Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Penilaian kerawanan DBD dengan memilih parameter yang paling berpengaruh. Penelitian ini hanya menekankan faktor fisik lingkungan dan kependudukan sebagai indikator kerawanan peyakit DBD, tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan perilaku masyarakat. Setiap parameter diberikan klasifikasi yang masing-masing diberikan nilai skor, dimana skor 1 untuk kelas rendah, skor 2 untuk kelas sedang dan skor 3 untuk kelas tinggi yang sebelumnya diberikan klasifikasi rentang kelas 107 Jurnal Integrasi Vol. 9, No. 2, October 2017, 106-112 e-issn: 2548-9828

berdasarkan pedoman distribusi frekuensi dan hasil pengolahan dengan GIS. Selanjutnya dilakukan pengolahan atribut di software GIS untuk mencari tingkat kerawanan dan luas kerawanan terhadap parameter curah hujan, kelembaban udara dan kepadatan penduduk untuk menghasilkan peta tingkat kerawanan penyakit DBD di Pulau Batam tahun 2015. Untuk menentukan nilai pada setiap rentang parameter disajikan seperti pada Tabel 1, 2 dan 3. Tabel 1. Data Curah Hujan curah Hujan Skor Zona 168 mm/tahun 1 Kerawanan tinggi 168.1-168.5 2 Kerawanan sedang mm/tahun 168.6-168.8 mm/tahun 3 Kerawanan rendah Tabel 2. Data Kelembaban Udara Kelembaban Skor Zona udara 81.0%-81.2% 1 Kerawanan tinggi 81.3% 2 Kerawanan sedang 81.4%-81.5% 3 Kerawanan rendah Tabel 3. Data Kepadatan Penduduk Kepadatan Penduduk 503-1815 jiwa/km² 1816-8248 jiwa/km² 8249-39041 jiwa/km² Skor Zona 1 Kerawanan tinggi 2 Kerawanan sedang 3 Kerawanan rendah Berdasarkan tabel klasifikasi data parameter curah hujan, kelembaban udara dan kepadatan penduduk, maka klasifikasi tingkat kerawanan penyakit DBD di Pulau Batam disajikan seperti pada Tabel 4. Tabel 4 tingkat kerawanan penyakit DBD Skor Jumlah Zona Skor 1 8-9 Kerawanan Tinggi 2 4-7 Kerawanan Sedang 3 3 Kerawanan Rendah 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Curah Hujan Berdasarkan data sekunder, didapatkan data curah hujan di Kecamatan Pulau Batam tahun 2015 disajikan seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Curah Hujan di Kecamatan Pulau Batam No Kecamatan Curah Hujan Skor 1 Sekupang 168 mm/tahun 1 2 Batu Aji 168.8 mm/tahun 3 3 Sei Beduk 168.8 mm/tahun 3 4 Sagulung 168.8 mm/tahun 3 5 Lubuk Baja 168.8 mm/tahun 3 6 Batu Ampar 168.8 mm/tahun 3 7 Bengkong 168 mm/tahun 1 8 Nongsa 168.8 mm/tahun 3 9 Batam Kota 168.5 mm/tahun 2 Sumber : BPPS Kota Batam (2015) Berdasarkan Tabel 5, bahwa sebaran curah hujan di Pulau Batam tahun 2015 tidak terlalu berbeda antar Kecamatan, dimana Kecamatan Sekupang mempunyai curah hujan sebesar 168 mm/tahun, Kecamatan Batu Aji 168.8 mm/tahun, Kecamatan Sei Beduk 168.8 mm/tahun, Kecamatan Sagulung 168.8 mm/tahun, Kecamatan Lubuk Baja 168.8 mm/tahun, Kecamatan Batu Ampar 168.8 mm/tahun, Kecamatan Bengkong 168 mm/tahun, Kecamatan Nongsa 168.8 mm/tahun, Kecamatan Batam Kota 168.5 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 171 yang tersebar di 9 Kecamatan. Sebaran ini membuat habitat nyamuk Aedes Aegphyti di Pulau Batam hampir sama disetiap Kecamatan dikarenakan kandungan curah hujan yang tersebar hampir merata. Setelah diberikan skor pada masing- masing nilai, maka sebaran curah hujan disajikan seperti pada Gambar 3. 108 Jurnal Integrasi Vol. 9, No. 2, October 2017, 106-112 e-issn: 2548-9828

Gambar 3. Sebaran Curah Hujan di Pulau Batam udara tertinggi berada di Kecamatan Sagulung sebesar 81.5%, Kecamatan Sei Beduk 81.5%, Kecamatan Batu Aji 81.5%, Kecamatan Bengkong 81.5%, dan Kecamatan Nongsa 81.5%. Hal ini menunjukkan bahwa nyamuk Aedes Aegypti banyak tersebar di Kecamatan dengan angka kelembaban udara yang tinggi. Sedangkan kelembaban udara juga tersebar merata di Kecamatan Sekupang sebesar 81.0%, Kecamatan Lubuk Baja 81.0%, Kecamatan Batu Ampar 81.0%, Kecamatan Batam Kota 81.0%, dengan angka ini tidak menutup kemungkinan tidak adanya nyamuk Aedes Aegypti, tetapi sebarannya lebih rendah dibandingkan dengan angka Kecamatan yang termasuk tinggi sebaran kelembaban udaranya. Setelah diberikan skor pada masing- masing nilai, maka dapat dipetakan seperti Gambar 4. Berdasarkan gambar 3, dapat dijelaskan bahwa zona sebaran curah hujan di Pulau Batam tahun 2015 dapat diklasifikasikan kedalam zona sebaran curah hujan tinggi yang terdapat di Kecamatan Batu Ampar, Kecamatan Sekupang, kecamatan Batu Aji, Kecamatan Sagulung, Kecamatan Sei Beduk. Zona sebaran curah hujan sedang berada di Kecamatan Batam kota dan zona sebaran curah hujan rendah berada di Kecamatan Nongsa, Kecamatan Bengkong dan Kecamatan Lubuk Baja. 3.2 Kelembaban Udara Berdasarkan data sekunder, didapatkan data kelembaban udara di Kecamatan Pulau Batam tahun 2015 disajikan seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Kelembaban Udara di Pulau Batam Tahun 2015 No Kecamatan Kelembaban Skor Udara 1 Sekupang 81.0% 1 2 Batu Aji 81.5% 3 3 Sei Beduk 81.5% 3 4 Sagulung 81.5% 3 5 Lubuk Baja 81.0% 1 6 Batu Ampar 81.0% 1 7 Bengkong 81.5% 3 8 Nongsa 81.5% 3 9 Batam Kota 81.0% 1 Berdasarkan Tabel 6, bahwa sebaran kelembaban udara di Pulau Batam tahun 2015 tidak terlalu berbeda antar Kecamatan. Dengan kelembaban Gambar 4. Sebaran Kelembaban Udara di Pulau Batam 3.3 Kepadatan Penduduk Berdasarkan data sekunder, didapatkan data kepadatan penduduk di Kecamatan Pulau Batam tahun 2015 disajikan seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Kepadatan Penduduk Pulau Batam Tahun 2015 No Kecamatan Kepadatan Skor Penduduk 1 Sekupang 1.815 Jiwa/km² 1 2 Batu Aji 1.426 Jiwa/km² 1 3 Sei Beduk 835 Jiwa/km² 1 4 Sagulung 39.041 Jiwa/km² 3 5 Lubuk Baja 8.248 km/km² 2 6 Batu 6.565 km/km² 2 Ampar 7 Bengkong 7.092 Jiwa/km² 2 8 Nongsa 503 Jiwa/km² 1 9 Batam Kota 1.815 jiwa/km² 1 109 Jurnal Integrasi Vol. 9, No. 2, October 2017, 106-112 e-issn: 2548-9828

Berdasarkan Tabel 11, dapat disimpulkan bahwa kepadatan penduduk di Pulau Batam cukup bervariasi. Dimana kepadatan penduduk paling tinggi berada di Kecamatan Sagulung sebesar 39.041 jiwa/km². Hal ini bisa menjadi penyebab Kecamatan Sagulung termasuk kedalam tingkat kerawanan tinggi, karena nyamuk Aedes Aegpyti lebih menyukai darah manusia dibandingkan darah yang lainnya dan Kecamatan Sagulung menjadi Gambar 4 Peta Sebaran Rawan Penyakit DBD di Pulau Batam Kecamatan dengan lingkup udara yang sempit sebagai habitat nyamuk Aedes Aegpyti. Setelah diberikan skor pada masing- masing nilai, maka dapat dipetakan seperti Gambar 5. Gambar 3. Sebaran Zona Kelembaban Udara 3.4 Sebaran Daerah Rawan DBD Penelitian ini menghasilkan peta tematik yang merupakan klasifikasi kerawanan daerah terhadap DBD dengan melihat dan memberikan nilai skor pada setiap parameter yang terkait. Dari hasil scoring dengan pengolahan software GIS, didapatkan 3 kelas klasifikasi tingkat kerawanan, dimana tingkat kerawanan tinggi berada di Kecamatan Batam Kota, Kecamatan Sagulung dan Kecamatan Batu Aji. Tingkat kerawanan sedang berada di Kecamatan Batu Ampar, Kecamatan Bengkong dan Kecamatan Sekupang. Sedangkan tingkat kerawanan rendah berada di Kecamatan Sei Beduk, Kecamatan Lubuk Baja dan kecamatan Nongsa (Gambar 6). Berdasarkan Gambar 6 mengenai sebaran daerah rawan penyakit demam berdarah di Pulau Batam tingkat kerawanan tinggi terdapat di Kecamatan Batam Kota, Kecamatan Sagulung dan Kecamatan Batu Aji. Kecamatan Batu Aji menurut data sekunder dari Dinas Kesehatan Kota Batam memang banyak kejadian penyakit DBD. Kondisi permukiman di Kecamatan Batu Aji yang sangat padat menjadi salah satu sumber penyebabnya. Untuk permukiman yang padat seharunya dalam pengelolaan kebersihan perlu dilakukan secara baik, terutama kondisi kebersihan saluran air. Secara periodik perlu dilakukan fogging nyamuk demam berdarah di lingkungan permukiman. Luasan klasifikasi rawan DBD di Pulau Batam seperti Tabel 8 dan Gambar 7. Tabel 8. Luas Zona Kerawanan DBD dipulau Batam Tahun 2015 Zona Luas Km % Kerawanan Tinggi 141.8 30.81% Kerawanan Sedang 101.5 22.05% Kerawanan Rendah 217 47.14% 110 Jurnal Integrasi Vol. 9, No. 2, October 2017, 106-112 e-issn: 2548-9828

60.00% 40.00% 20.00% 0.00% Luas Zona Kerawanan 30.81% Kerawanan Tinggi 22.05% Kerawanan Sedang 47.14% Kerawanan Rendah Batu Ampar rendah sedang Bengkong sedang sedang Nongsa rendah rendah Batam Kota tinggi tinggi Perbandingan Hasil Gambar 5. Grafik Luas Zona Kerawanan DBD di Pulau Batam Kecamatan Sagulung, Kecamatan Batam Kota dan Kecamatan Batu Aji, tergolong dalam tingkat kerawanan yang tinggi dengan luas sebesar 141.8 km atau 30.81%. Kecamatan Batu Ampar, Kecamatan Bengkong dan Kecamatan Sekupang, tergolong dalam tingkat kerawanan yang sedang dengan luas sebesar 101.5 km atau 22.05%. Sedangkan Kecamatan Nongsa, Kecamatan Lubuk Baja dan Kecamatan Sei Beduk tergolong dalam tingkat kerawanan yang rendah dengan luas sebesar 217 km atau 47.14%. Hal ini menunjukkan bahwa di Pulau Batam termasuk kedalam wilayah yang rendah sebaran penyakit DBD. 3.5 Perbandingan Hasil Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 8, menunjukkan bahwa hasil pemetaan dengan parameter fisik, terdapat 2 Kecamatan dari 9 yang tidak sesuai dengan data jumlah penderita yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Batam, yaitu Kecamatan Batu aji dan Kecamatan Batu Ampar. Parameter yang digunakan berpengaruh besar terhadap jumlah penderita DBD di Pulau Batam, karena sebagian besar sesuai antara hasil pemetaan dengan kondisi kejadian demam berdarah sebenarnya. Tabel 9. Perbandingan Tingkat Kerawanan Kecamatan hasil klasifikasi DINKES hasil klasifikasi Peta sesuai Sekupang sedang sedang tidak sesuai Batu Aji sedang tinggi Sei Beduk rendah rendah Sagulung tinggi tinggi Lubuk Baja rendah rendah hasil klasifikasi DINKES hasil klasifikasi Peta Gambar 6. Grafik Perbandingan Hasil 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan serta kaitannya untuk mencapai tujuan penelitian, maka dapat disimpulkan, yaitu: a. hasil pengolahan dengan 3 paramater yaitu, curah hujan, kelembaban udara dan kepadatan penduduk, memiliki keterkaitan dengan penyebab penyakit DBD. b. tingkat kerawanan untuk penyakit DBD di Pulau Batam termasuk daerah dengan tingkat kerawanan rendah. c. untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menambah parameter untuk memetakan sebaran DBD. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih untuk jajaran Manajemen dan P3M Politeknik Negeri Batam yang telah mendukung iklim kondusif dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Penulis ucapkan terima kasih kepada Nur Indah Kusumati dan Mahendra Pratama yang membantu dalam proses penelitian ini. Penulis juga perlu mengucapkan terima kasih untuk Mitra Bestari dan Tim Editor Jurnal Integrasi atas dipublikasikannya artikel ini. 111 Jurnal Integrasi Vol. 9, No. 2, October 2017, 106-112 e-issn: 2548-9828

Referensi [1] Achmadi U. F., Sukowati S, 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi. [2] Badan Pusat Statistik (BPS). Profil Kecamatan Kota Batam. [3] Batam Pos, 2016. Korban DBD Meninggal Bertambah, Dinkes Batam Dinilai Gagal,Website:https://suprizaltanjung.wordpre ss.com/2016/02/05/korban-meninggalbertambah-dinkes-batam-dinilai-gagal/, diakses tanggal:05 Februari 2016. [4] Dinas Kesehatan Kota Batam. Jumlah Penderita DBD Tahun 2015. [5] Kementrian Kesehatan RI. 2007. Waspada Demam Berdarah. Jakarta: Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kemenkes RI. [6] Prahasta, E. 2009. Sistem Informasi Geografis Konsep-konsep Dasar. Bandung: Informatika Bandung. [7] Roziqin, A. 2016. Pemodelan SIG untuk Kesesuaian Lahan Permukiman Wilayah Pesisir Nongsa di Pulau Batam. Seminar Nasional Teknologi Terapan (SNTT) UGM. [8] Roziqin, A., Gustin, O. 2017. Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam. Industrial Research Workshop and National Seminar (IRWNS) Politeknik Negeri Bandung. [9] Roziqin, A., Kusumawati, N.I. 2017. Analisis Pola Permukiman Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Pulau Batam. Industrial Research Workshop and National Seminar (IRWNS) Politeknik Negeri Bandung. 112 Jurnal Integrasi Vol. 9, No. 2, October 2017, 106-112 e-issn: 2548-9828