PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI DALAM PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT PEPAYA DI KECAMATAN RANCABUNGUR, BOGOR LIA NAZIRAH

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN TAHUNAN PENYAKIT PADA KOMODITAS PEPAYA. disusun oleh: Vishora Satyani A Listika Minarti A

HASIL DAN PEMBAHASAN

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

KARAKTERISTIK PETANI KARAKTERISTIK USAHATANI

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

I. PENDAHULUAN. Tanaman pepaya merupakan tanaman herba yang berasal dari Amerika. Tengah, Hindia Barat, Meksiko dan Costa Rica. Tanaman yang masuk ke

BAB I PENDAHULUAN. 1993). Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu dan

A MANAJEMEN USAHA PRODUKSI. 1. Pencatatan dan Dokumentasi pada : W. g. Kepedulian Lingkungan. 2. Evaluasi Internal dilakukan setiap musim tanam.

Teknologi Produksi Ubi Kayu Monokultur dan Tumpangsari Double-Row

PRODUCT KNOWLEDGE PEPAYA CALINA IPB 9

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis

BUDIDAYA DAN PEMELIHARAAN TANAMAN STROBERI

KUISIONER WAWANCARA PETANI PENGELOLAAN TANAMAN DAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) LADA DI BANGKA

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknologi Produksi Ubi Jalar

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

Bercocok Tanam Tomat dalam Pot/Polybag Oleh: Muhamad Ichsanudin (Produk Spesialis Terong dan Tomat PT EWINDO)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BUDIDAYA CENGKEH SECARA MUDAH OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO

PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

BUDIDAYA DURIAN PENDAHULUAN

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Cara Menanam Cabe di Polybag

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lahan

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Teknik Budidaya Tanaman Durian

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

I. PENDAHULUAN. Pepaya merupakan salah satu tanaman yang digemari oleh seluruh lapisan

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

KUESIONER PENGENDALIAN HAMA TERPADU TANAMAN PADI

UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG. Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 7 m, daun tanaman

Welcome! Seminar Praktek Lapangan Bogor, 07 Desember 2006

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

III. METODE KEGIATAN TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir (TA) dilaksanakan di Dusun Selongisor RT 03 RW 15, Desa Batur,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

LAMPIRAN. Kuisioner Untuk Petani Bawang Merah. A1. Nama Responden : A4. Pendidikan : (1) tidak Sekolah (2) SD Tidak Tamat. A6.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

Strategi Pengelolaan untuk Mengurangi Serangan Phythopthora capsici pada Tanaman Lada

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

DAFTAR GAMBAR. optimal, dan yang tidak dipupuk

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

Sumber : Setiadi (2005) Oleh : Ulfah J. Siregar. ITTO Training Proceedings, Muara Bulian 4 th -6 th May

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

VI. PEMBAHASAN 6.1. Identifikasi Sumber-sumber Risiko

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry

BUDIDAYA BROKOLI ORGANIK DI DATARAN RENDAH. Oleh : Team PENDAHULUAN

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TUGAS KULIAH TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH. Teknologi Produksi Benih Jagung Hibrida

Transkripsi:

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI DALAM PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT PEPAYA DI KECAMATAN RANCABUNGUR, BOGOR LIA NAZIRAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

ABSTRAK LIA NAZIRAH. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani dalam Pengelolaan Hama dan Penyakit Pepaya di Kecamatan Rancabungur, Bogor. Dibimbing oleh KIKIN HAMZAH MUTAQIN dan SURYO WIYONO. Pepaya merupakan salah satu tanaman buah yang banyak ditanam dan dikonsumsi di Indonesia. Bogor merupakan salah satu daerah sentra produksi tanaman pepaya di Indonesia. Serangan hama dan penyakit merupakan masalah terpenting yang dapat menghambat produksi dari tanaman pepaya. Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi dan analisis tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan petani responden dalam pengelolaan hama dan penyakit tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur, Bogor. Penelitian dilaksanakan di beberapa desa di Kecamatan Rancabungur yaitu Rancabungur, Bantar Sari, Bantar Jaya, dan Mekar Sari. Penelitian berlangsung dari Mei hingga Agustus 2010. Data diperoleh melalui wawancara dengan 40 petani menggunakan kuesioner tentang karakteristik petani, karakteristik usaha tani, budidaya tanaman, dan pengelolaan hama dan penyakit. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis dengan menggunakan uji χ 2 (chi-square) untuk melihat hubungan antara umur, pendidikan, pengalaman usaha tani, keanggotaan kelompok tani (gapoktan), dan keikutsertaan petani dalam Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) terhadap pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dalam budidaya tanaman mereka. Petani responden umumnya memperoleh pengetahuan usaha tani dari berbagi pengalaman dengan petani lain atau pengetahuan yang turun-temurun. Petani respondan melakukan pemupukan tanaman dengan pupuk kandang, pupuk buatan, dan pupuk cair. Sebagian besar petani melakukan pemupukan berdasarkan pengalaman dan kebiasaan mereka, dengan tidak terlalu memperhatikan dosis anjuran dan cara aplikasi. Petani responden umumnya telah mengetahui bahwa kutu putih dan penyakit antraknosa merupakan hama dan penyakit paling merugikan dalam budidaya pepaya Hasil penelitian menunjukkan bahwa budidaya tanaman, tindakan pengendalian, dan penggunaan pestisida terhadap pengetahuan dan tindakan petani sesuai dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Namun sikap petani kurang sesuai dengan konsep PHT. Hubungan antara usia, pendidikan, pengalaman usaha tani, keanggotaan gapoktan, dan keikutsertaan petani dalam SLPHT, menunjukkan bahwa pengetahuan petani berasosiasi dengan tingkat pendidikan dan keikutsertaan petani dalam SLPHT. Sikap petani berasosiasi dengan tingkat pendidikan, keanggotaan gapoktan, dan keikutsertaan petani dalam SLPHT. Sedangkan tindakan petani hanya berasosiasi dengan tingkat pengalaman usaha tani.

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI DALAM PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT PEPAYA DI KECAMATAN RANCABUNGUR, BOGOR, LIA NAZIRAH Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Judul Nama NRP : PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI DALAM PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT PEPAYA DI KECAMATAN RANCABUNGUR, BOGOR : Lia Nazirah : A34062490 Disetujui Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc.Agr. NIP. 19680602 199302 1 003 NIP. 19690212 199203 1 003 Diketahui Ketua Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Dadang, MSc. NIP. 19640204 199002 1 002 Tanggal Pengesahan:

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sigli, Aceh, pada tanggal 17 Februari 1988. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Mansur dan Ibu Hayati. Pada tahun 1994 penulis memulai sekolah di SD No. 2 Teupin Raya, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh dan lulus tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di MTsN Glumpang Minyuek, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh dan lulus tahun 2003, kemudian melanjutkan di MA Jeumala Amal, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh dan lulus tahun 2006. Pada tahun 2006, penulis lulus seleksi beasiswa Kementerian Agama RI dan diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Semasa kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2007-2009 penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) dan Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR). Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Laboratorium Taksonomi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB, pada bulan Juni-Agustus 2008.

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani dalam Pengelolaan Hama dan Penyakit Pepaya di Kecamatan Rancabungur, Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, arahan, dan bimbingan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan tugas akhir penelitian dan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi. dan Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc.Agr. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan inspirasi, bimbingan, arahan, dan motivasi bagi penulis. Dr. Ir. Purnama Hidayat, MSc. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, dan semangat bagi penulis. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis. Terima kasih kepada para petani pepaya di Kecamatan Rancabungur atas waktunya untuk wawancara dan izin menggunakan lahan untuk pengamatan. Terima kasih kepada Didah, Himmah, Sulis, Vani, Amel, Ita C, Meike, dan Atrie, atas bantuannya dalam penelitian dan penulisan skripsi. Kepada temanteman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 43 dan Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) atas kebersamaan dan kenangannya selama ini. Terima kasih kepada Kementerian Agama RI atas beasiswa, bimbingan, dan bantuannya yang telah diberikan selama penulis melaksanakan studi. Terima kasih kepada kedua orang tua, Abang Fadli, Dekda, Dekkar, Dekfan, Kakjah, dan seluruh keluarga atas do a, dukungan, dan kebersamaannya selama ini. Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan dalam menyusun skripsi ini. Penulis mengharapkan penelitian ini dapat berguna bagi semua pihak. Bogor, Maret 2011 Penulis

vii DAFTAR ISI Halaman RIWAYAT HIDUP... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN... 1 Latar belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Asal-usul pepaya... 4 Taksonomi pepaya... 4 Syarat-syarat tumbuh pepaya... 4 Hama dan penyakit penting pepaya... 5 Pengendalian hama terpadu... 7 BAHAN DAN METODE... 9 Tempat dan waktu... 9 Bahan dan alat... 9 Metode... 9 Analisis data... 10 HASIL DAN PEMBAHASAN... 12 Keadaan umum lokasi... 12 Karakteristik petani... 12 Karakteristik usaha tani... 14 Permasalahan dalam usaha tani pepaya... 15 Pengetahuan petani dalam budidaya pepaya... 19

vii Sikap petani dalam budidaya pepaya... 21 Tindakan petani dalam budidaya pepaya... 24 Varietas pepaya yang ditanam... 24 Pengolahan tanah... 25 Tumpang sari... 26 Rotasi tanaman... 26 Pemupukan... 27 Pengendalian gulma... 28 Pengendalian hama dan penyakit... 28 Pengamatan hama dan penyakit... 28 Pengendalian hama dan penyakit... 29 Pengamatan musuh alami... 30 Aplikasi pestisida... 30 Pestisida yang digunakan petani pepaya di rancabungur... 30 Frekuensi penggunaan pestisida... 31 Pencampuran pestisida... 31 Hubungan antara usia, pendidikan, pengalaman usaha tani, keanggotaan gapoktan, dan keikutsertaan petani dalam SLPHT dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dalam budidaya tanaman dan pengelolaan hama dan penyakit... 33 KESIMPULAN DAN SARAN... 36 Kesimpulan... 36 Saran... 36 DAFTAR PUSTAKA... 37 LAMPIRAN... 39

x DAFTAR TABEL Halaman 1. Karakteristik petani pepaya di Kecamatan Rancabungur... 13 2. Karakteristik usaha tani petani pepaya... 14 3. Permasalahan utama yang dihadapi petani pepaya di Rancabungur... 15 4. Permasalah hama dan penyakit penting yang dihadapi petani dalam budidaya pepaya... 16 5. Persepsi petani terhadap efektivitas pengendalian... 16 6. Pendapat petani tentang serangan kutu putih dan penyakit antaknosa dalam budidaya pepaya... 17 7. Pengetahuan petani tentang budidaya tanaman... 19 8. Pengetahuan petani tentang pestisida dan penyemprotan... 20 9. Pengetahuan petani tentang musuh alami... 20 10. Sikap kerasionalan petani dalam penggunaan pestisida... 21 11. Sikap kecenderungan petani untuk mencampur pestisida... 21 12. Sikap kepedulian petani terhadap dampak panggunaan pestisida. 22 13. Sikap petani terhadap pengendalian non-kimiawi... 23 14. Petani yang melakukan tumpang sari dan rotasi tanaman... 26 15. Pengamatan hama dan penyakit dalam selang waktu tertentu yang dilakukan oleh petani... 29 16. Jenis pestisida yang banyak digunakan petani pepaya di kecamatan Rancabungur berdasarkan bahan aktif... 30 17. Frekuensi penggunaan pestisida yang digunakan petani... 31 18. Tindakan petani dalam melakukan pencampuran pestisida... 32 19. Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dalam budidaya tanaman dan pengelolaan hama dan penyakit... 32 20. Hubungan antara usia, pendidikan, pengalaman usaha tani, keanggotaan gapoktan, dan keikutsertaan petani dalam SLPHT dengan pengetahuan dalam budidaya tanaman dan pengelolaan hama dan penyakit... 33

x 21. Hubungan antara usia, pendidikan, pengalaman usaha tani, keanggotaan gapoktan, dan keikutsertaan petani dalam SLPHT dengan sikap dalam budidaya tanaman dan pengelolaan hama dan penyakit... 34 22. Hubungan antara usia, pendidikan, pengalaman usaha tani, keanggotaan gapoktan, dan keikutsertaan petani dalam SLPHT dengan tindakan dalam budidaya tanaman dan pengelolaan hama dan penyakit... 35

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Serangan kutu putih pada batang (A), serangan kutu putih pada buah (B) 18 2. Gejala serangan Ntraknosa (A), serangan antraknosa di lahan (B)... 18 3. Tanaman pepaya varietas California (A), Tanaman pepaya varietas Bangkok (B)... 25

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Tindakan petani dalam pengolahan tanah... 40 2. Dosis pemupukan dalam budidaya pepaya (pertanaman)... 41 3. Dosis pemupukan dalam budidaya pepaya (pertanaman), menurut RISTEK 2007... 43 4. Penggunaan pupuk cair oleh petani responden dalam budidaya tanaman pepaya... 43 5. Kuesioner penelitian... 44

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah yang memiliki berbagai fungsi dan manfaat. Sebagai buah segar, pepaya banyak dipilih konsumen karena memiliki kandungan nutrisi yang baik selain harganya yang relatif terjangkau dibandingkan buah lainnya. Sebagai bahan baku industri, pepaya adalah penghasil papain, dimana permintaan papain cukup tinggi untuk dalam negeri maupun untuk ekspor. Semula tanaman pepaya hanya diusahakan sebagai tanaman perkarangan untuk memenuhi keperluan sendiri dan menjadi tanaman hias. Namun, ketika permintaan akan buah pepaya mulai meningkat, tanaman pepaya mulai ditanam dalam skala luas. Serangan hama dan patogen merupakan masalah terpenting yang dapat menghambat produksi dari tanaman pepaya. Penyakit-penyakit penting pada tanaman pepaya antara lain penyakit busuk akar dan pangkal batang, bercak daun corynespora, bercak daun cercospora, penyakit tepung, penyakit bakteri, bercak cincin, mosaik, antraknosa, dan busuk rhizopus (Semangun 2000). Sedangkan hama utama yang menyerang tanaman pepaya yaitu kutu putih Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae), yang berasal dari Amerika Tengah. Kutu putih merupakan hama baru yang menjadi masalah penting pada pertanaman pepaya di Indonesia, yang diketahui keberadaannya pertama kali pada bulan Mei 2008 pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat (Miller & Miller 2002). Hama lainnya yaitu tungau Tetranychus cinnabarinus (Acarina: Tetranychidae) (Evayani 1990). Permasalahan hama dan penyakit tanaman merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari budidaya tanaman. Sejak Perang Dunia II, konsep pengendalian hama dan penyakit beralih ke penggunaan pestisida, setelah ditemukan dan digunakannya insektisida sintetik diklorodifeniltrikloretana (DDT). Penggunaan pestisida ini menunjukkan hasil yang mengagumkan dalam keefektivan dan keefisienan pengendalian, sehingga dalam pembangunan

2 pertanian menimbulkan pandangan bahwa peningkatan produksi pertanian tidak dapat dilepaskan dari jasa pestisida (Untung 1996). Pestisida digunakan secara terjadwal atas dasar daur hidup hama dan penyakit, sebelum diperkenalkan konsep ambang ekonomi. Serangan hama dan penyakit dipengaruhi oleh aplikasi pestisida dan menghasilkan hubungan yang searah antara serangan hama dan penyakit dengan pestisida. Tetapi setelah diperkenalkan konsep ambang ekonomi dalam strategi pengendalian hama dan penyakit, hubungan antara aplikasi pestisida dan serangan hama dan penyakit adalah bolak-balik, yaitu serangan hama dan penyakit dipengaruhi oleh aplikasi pestisida, dan sebaliknya aplikasi pestisida dipengaruhi oleh serangan hama dan penyakit (Mariyono 2002). Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan masalah baru dalam pembangunan pertanian. Seperti pencemaran lingkungan, merugikan kesehatan manusia dan hewan lain, populasi serangga sasaran menjadi resisten terhadap insektisida yang digunakan secara terusmenerus, terjadinya resurgensi setelah perlakuan insektisida, serta banyaknya organisme yang bukan sasaran menjadi mati seperti predator, parasitoid, agens antagonis, dan penyerbuk (Untung 2007). Munculnya masalah-masalah baru dalam pembangunan pertanian ini, menggugah para ahli untuk mencetuskan konsep Pengelolaan dan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada tahun 1950. Prinsip PHT adalah meminimalkan penggunaan pestisida dengan mengintegrasikan berbagai cara pengendalian yang kompatibel dengan tetap memperbaiki keberlanjutan lingkungan hidup. Hal ini dapat berlangsung dengan mengutamakan pengendalian hayati, cara budidaya tanaman sehat termasuk penggunaan tanaman tahan, serta penggunaan pestisida dengan selalu mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan hidup. Dengan demikian, dalam budidaya tanaman seharusnya ada populasi tertentu dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang ditoleransi bila populasi tersebut tidak merugikan (Sinaga 2006). PHT sebagai pendekatan dan teknologi pengendalian OPT yang berwawasan ekonomi dan ekologi telah menjadi kebijakan dasar perlindungan tanaman. Pada kenyataannya di lapangan, PHT belum begitu melembaga di

3 kalangan pemerintah, pejabat, dan petani. Ketergantungan petani kepada pemerintah dalam penyampaian informasi teknologi pertanian merupakan salah satu kelemahan dalam penerapan PHT. Meskipun sudah terbentuk struktur kelembagaan di kalangan petani, petani masih pasif, kurang mandiri, dan hanya menunggu perintah dan bantuan dari pemerintah. Hanya sedikit kelompok tani yang benar-benar berani mengambil keputusan sendiri, sehingga metode penyuluhan dari pemerintah tidak memberdayakan petani tetapi lebih meningkatkan ketergantungan mereka (Untung 2007). Kajian dasar tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan petani dalam pengelolaan OPT pepaya belum tersedia di Kecamatan Rancabungur. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh informasi tersebut, yang nantinya dapat digunakan untuk pengembangan PHT pepaya. Tujuan Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi dan analisis tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan petani responden dalam pengelolaan hama dan penyakit tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor.

4 TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.) Asal-usul Pepaya Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba yang diduga berasal dari Amerika Tropis, diantaranya Meksiko dan Nikaragua. Penyebaran tanaman pepaya bersamaan dengan pelayaran bangsa Portugis di abad ke-16 ke berbagai benua dan negara, termasuk Benua Afrika dan Asia. Sekitar abad ke-17, tanaman ini disebarkan di daerah tropis termasuk Indonesia (Kalie 2010). Taksonomi Pepaya Pepaya termasuk kelas Dicotyledonae, ordo Caricales, famili Caricae, genus Carica dan termasuk tumbuhan herba besar dengan biji berkeping dua. Tanaman pepaya dapat mencapai tinggi antara 2-10 m dengan batang bulat dan mempunyai rongga yang berdiameter 10-20 cm dengan jaringan lunak. Daun berselang-seling, tersusun seperti spiral melingkari batang, tunggal, dan menjari. Permukaan daun bagian atas licin dan berwarna hijau tua, sedangkan permukaan bawah daun berwarna agak pucat dan kasar. Tanaman pepaya mempunyai bunga yang khas dengan bentuk bermacam-macam dan dikenal dengan bunga betina, bunga jantan, dan bunga sempurna yang akan menghasilkan bentuk buah yang berbeda (Soegondo 1990). Syarat-syarat Tumbuh Pepaya Tanaman pepaya memerlukan tanah ringan yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainase tanahnya baik dengan ph mendekati netral (6-7). Tanaman pepaya membutuhkan iklim yang hangat dengan penyinaran matahari penuh dan langsung setiap hari dan tidak tahan terhadap naungan. Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman pepaya berkisar antara 22-26 o C. Tanaman pepaya akan tumbuh baik pada daerah yang mempunyai curah hujan merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

antara 1000-2000 mm/tahun, dengan bulan kering (CH < 60 mm) 3-4 bulan, serta beriklim basah (PKBT 2004). 5 Hama dan Penyakit Penting Pepaya Serangan hama dan patogen merupakan masalah utama dalam budidaya tanaman. Manusia mencoba untuk selalu mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanaman budidaya mereka dengan berbagai cara, yaitu cara fisik, mekanik, kultur teknik, penggunaan pestisida, dan musuh alami. Berikut ini adalah beberapa hama dan penyakit penting pada tanaman pepaya. Kutu putih pepaya. Kutu putih pepaya Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) berasal dari Amerika Tengah. Kutu putih merupakan hama baru yang menjadi masalah penting pada pertanaman pepaya di Indonesia. Serangga ini diketahui keberadaannya pertama kali pada bulan Mei 2008 pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat (Muniappan et al. 2008). Kutu putih pepaya ini merupakan serangga polifag dan menjadi hama pada berbagai komoditas buah-buahan, sayur-sayuran, dan tanaman hias. Kisaran inang dari kutu putih ini antara lain pepaya, jeruk, alpukat, terong, kembang sepatu, dan acalypha. P. marginatus merupakan salah satu hama yang banyak menyerang tanaman pepaya, dan menimbulkan kerugian yang besar (Miller dan Miller 2002). Tungau Tetranychus sp.. Tungau ini pertama kali dilaporkan pada tanaman ubi kayu di daerah Jawa dengan nama spesies Tetranychus cinnabarinus (Acarina: Tetranychidae). Selain menyerang tanaman ubi kayu T. cinnabarinus juga menyerang tanaman pepaya. Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh tungau berupa mengeringnya daun yang terserang. Pada daun yang terserang mula-mula timbul bintik-bintik berwarna kuning pada pangkal daun dan sepanjang pangkal daun. Bintik-bintik kemudian menyebar ke seluruh helai daun, daun menguning seperti karat. Tungau tampak sebagai bintik-bintik merah pada permukaan bawah daun (Kalshoven 1981). Penyakit antraknosa. Penyakit antraknosa merupakan masalah penting dalam usaha tani pepaya, yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum

6 gloeosporioides. Serangan penyakit ini terutama dijumpai di daerah pertanaman pepaya yang mempunyai curah hujan yang relatif tinggi seperti Bogor, dan sekitarnya serta beberapa daerah lain di Jawa Barat. Penyakit antraknosa ini merupakan penyakit yang sudah lama ada dan dikenal di Indonesia, namun ledakan dalam skala yang luas di lapangan baru terjadi akhir-akhir ini. Dari berbagai literatur sebelumnya, antraknosa lebih dikenal sebagai penyakit pasca panen atau penyakit gudang. Perkembangan terakhir berdasarkan pengamatan, selain menyerang buah penyakit ini dapat menyerang batang, pucuk, daun, dan pembibitan. Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian besar bahkan terjadi gagal panen (Wiyono dan Manuwoto 2009). Penyakit Busuk akar dan pangkal batang. Penyakit Busuk akar dan pangkal batang adalah penyakit yang cukup penting dan tersebar luas di Indonesia, khususnya di daerah Jawa. Penyakit dapat timbul pada berbagai stadia umur, serta menyerang akar, batang, dan buah. Mula-mula daun bawah layu, menguning, dan menggantung di sekitar batang sebelum rontok. Seterusnya daundaun yang agak muda menunjukkan gejala yang sama sampai akhirnya tanaman mati. Jika digali, tampak akar-akar lateral membusuk, menjadi massa berwarna coklat tua, lunak, dan sering berbau tidak enak. Pada persemaian pepaya, penyakit ini timbul sebagai penyakit semai (damping off). Pangkal batang membusuk dan tampak seperti selai. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora (Butl.) Butl. (Semangun 2000). Penyakit bercak pada daun. Penyakit bercak pada daun yang disebabkkan oleh Corynespora cassiicola (Berk. et Curt.) Wei. Penyakit ini tersebar luas di daerah-daerah penanaman pepaya diseluruh dunia, meskipun pada umumnya dianggap sebagai penyakit yang kurang merugikan. Gejala pada daundaun bawah terdapat bercak-bercak bulat dengan garis tengah, berwarna coklat muda. dan meluas ke atas, kedaun-daun yang lebih muda. Pusat bercak sering pecah sehingga bercak berlubang. Bercak-bercak pada tangkai daun berbentuk jorong dan diliputi oleh miselium jamur yang berwarna coklat tua. Serangan pada buah menyebabkan terjadinya bercak kecil, coklat tua, dan melekuk pada buah, tetapi bercak tidak menyebabkan tejadinya pembusukan buah (Semangun 2000).

7 Pengendalian Hama Terpadu Salah satu masalah penting yang dihadapi petani dalam budidaya tanaman yaitu serangan hama dan penyakit yang dapat menurunkan produksi tanaman baik secara kuantitas maupun kualitas. Berbagai strategi pengendalian telah dikenal mulai dengan penggunaan varietas tahan, musuh alami, cara fisik mekanik, kultur teknik, hingga penggunaan senyawa kimia (pestisida). Di samping itu pemerintah telah membuat peraturan-peraturan dalam bidang perkarantinaan sebagai upaya mencegah masuk dan keluarnya hama dan pathogen tanaman (Dadang dan Prijono 2008). Penggunaan pestisida tidak bijaksana menimbulkan masalah baru seperti pencemaran lingkungan hidup, merugikan kesehatan manusia dan hewan lain, resistensi hama, serta organisme yang bukan sasaran menjadi mati (Untung 2007). Munculnya beberapa masalah ini, menggugah para ahli untuk mencetuskan konsep pengelolaan dan pengendalian hama terpadu (PHT) pada tahun 1950 (Sinaga 2006). Program pelatihan PHT untuk petani dikenal dengan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang didahului dengan pelatihan terhadap petugas pemandu dan memandu para petani SLPHT (Untung 2007). Pelatihan, penyuluhan dan penerapan PHT melalui SLPHT dapat meningkatkan pengetahuan baru dikalangan petani. Pengetahuan ini merupakan tahap awal terjadinya persepsi yang kemudian melahirkan sikap dan pada akhirnyanya melahirkan perbuatan atau tindakan. Dengan adanya pengetahuan atau wawasan baru di kalangan petani, akan mendorong terjadinya sikap yang akhirnya mendorong terjadinya perubahan perilaku. Sikap petani terhadap inovasi teknologi sangat tergantung dari pengetahuan dan pengalaman lapangan mereka (Suharyanto et al. 2006). Sikap merupakan potensi pendorong yang ada pada individu untuk bereaksi terhadap lingkungan. Sikap tidak selamanya tetap dalam jangka waktu tertentu tetapi dapat berubah karena pengaruh orang lain melalui interaksi sosial. Sikap petani dalam penerapan inovasi baru dalam pertanian juga dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa,

8 institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi di dalam diri individu. Sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap tindakan berikutnya (Suharyanto et al. 2006). Soekartawi (1988) mengatakan bahwa tindakan penerapan inovasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam diri petani maupun faktor lingkungan. Faktor dari dalam diri meliputi umur, pendidikan, status sosial, pola hubungan sikap terhadap pembaharuan, keberanian mengambil resiko, fatalisme, aspirasi, dan dogmatis (sistem kepercayaan tertutup). Faktor lingkungan meliputi jarak sumber informasi, frekuensi mengikuti penyuluhan, keadaan prasarana dan sarana serta proses memperoleh sarana produksi.

9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor di beberapa desa, yaitu Rancabungur, Bantar Sari, Bantar Jaya, dan Mekar Sari. Survei dilaksanakan dari Mei hingga Agustus 2010. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam survei ini yaitu kantong plastik, alkohol 70%, bahan peraga, alat tulis, kamera digital, dan kuesioner (Lampiran 5). Bahan peraga yang digunakan berupa potongan daun yang terdapat imago kutu putih, koleksi kering kumbang coccinellidae, dan laba-laba. Metode Penelitian ini dilakukan dengan dua metode yaitu wawancara terstruktur menggunakan kuesioner dan wawancara secara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan dengan menanyakan beberapa pertanyaan yang telah tersedia kepada petani melalui kuesioner. Sedangkan wawancara secara tidak terstruktur dilakukan dengan menanyakan hal-hal yang tidak tercantum dalam kuesioner seperti sumber air untuk pertanaman, cara pembibitan, cara pengendalian hama dan penyakit secara mekanik, dan sistem perdagangan komoditas pepaya. Jumlah petani yang dijadikan sebagai responden sebanyak 40 petani. Wawancara dilakukan di rumah penduduk, kantor gapoktan atau di lahan pepaya. Pengamatan di lahan pertanaman pepaya dilakukan untuk melihat langsung cara petani dalam budidaya pepaya, keadaan tanaman, keberadaan hama dan penyakit tanaman, serta kondisi pertanaman yang ada di sekitar lahan pepaya. Pengamatan hama dan penyakit dilakukan dengan mengamati jenis-jenis hama dan penyakit dan serangan yang ditimbulkan. Pengamatan hama dan penyakit ini bertujuan untuk membandingkan informasi dari petani responden terhadap hama dan penyakit yang ada di lapangan. Hama dan Penyakit yang di amati dilakukan pengambilan contoh dan foto kemudian di identifikasi di

10 Laboratorium Taksonomi Serangga dan Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Analisis Data Analisis data, hubungan antara umur, pendidikan, pengalaman usaha tani, keanggotaan gapoktan, dan keikutsertaan petani dalam SLPHT terhadap pengetahuan, sikap, dan tindakan petani menggunakan uji χ 2 (chi-square) untuk menentukan keterkaitan antar variabel tersebut pada taraf α=5%. Data diolah dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Uji χ 2 dihitung menggunakan rumus: Frekuensi harapan di hitung dengan menggunakan rumus: total kolom x total baris Frekuensi harapan = total pengamatan Bila χ 2 > χ 2 α dengan v = (r - 1) (c - 1) derajat bebas, tolak hipotesis nol bahwa kedua penggolongan itu bebas pada taraf nyata α, bila selainnya, terima hipotesis nol (Walpole 1993). Dari data yang diperoleh dilakukan penggolongan pengetahuan, sikap, dan tindakan dinilai dengan prinsip-prinsip PHT atas jawaban yang benar dari petani responden. Penggolongan atas pengetahuan, sikap, dan tindakan tersebut adalah: Pengetahuan: Rendah: < 50% Sedang: 50 x < 70% Tinggi: 70%

11 Sikap: Kurang sesuai PHT: < 50% Agak sesuai PHT: 50 x < 70% Sesuai PHT: 70% Tindakan: Tidak sesuai PHT < 60% Sesuai PHT: 60%.

12 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kecamatan Rancabungur merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kecamatan Rancabungur berada pada ketinggian lebih kurang 200 m dpl, dengan intensitas curah hujan harian rata-rata 24,00 mm/hari (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), 27 Juli 2010, komunikasi pribadi). Kecamatan Rancabungur merupakan salah satu sentra produksi tanaman pepaya. Komoditas tanaman lain yang diusahakan oleh petani di Kecamatan Rancabungur antara lain bengkuang, terong, ubi kayu, ubi jalar, jagung, kacangkacangan, dan pare. Karakteristik Petani Petani pepaya yang menjadi responden berkisar antara umur 20 80 tahun, dan semuanya adalah laki-laki. Umumnya, petani responden berusia diatas 40 tahun. Petani yang usianya kurang dari 40 tahun sebanyak 20%. Pendidikan formal petani responden mulai dari yang tidak pernah sekolah sampai lulusan perguruan tinggi. Pada umumnya, petani responden hanya lulusan sekolah dasar (57,5%). Jumlah anggota keluarga untuk setiap kepala keluarga petani responden berkisar antara 1 8 orang. Sebagian besar petani (55%) memiliki keluarga 4 6 orang (Tabel 1). Sebagian besar petani responden menyatakan bahwa bertani merupakan pekerjaan utama (70%), dan sebagian kecil lainnya mempunyai pekerjaan utama sebagai pedagang, buruh, sopir, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain bertani, beberapa petani responden juga mempunyai pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan mereka seperti berdagang dan buruh (Tabel 1). Petani pepaya di Kecamatan Rancabungur sudah lama mengenal budidaya tanaman pepaya. Pengetahuan budidaya pepaya ini diperoleh dari pengalaman turun-temurun dari keluarganya dan dari petani-petani lain. Sebagian besar petani responden (57,5%) tidak pernah mengikuti SLPHT, petani responden yang

mengikuti kegiatan SLPHT hanya 42,5%. Petani yang mengikuti SLPHT ini, umumnya adalah petani yang tergabung dalam anggota gapoktan (37,5%). 13 Tabel 1 Karakteristik petani pepaya di Kecamatan Rancabungur No Karakteristik Petani Jumlah Petani (n) Proporsi Petani (%) 1 Kisaran umur (tahun) < 40 40 49 50 59 60 8 12 12 8 20 30 30 20 2 Pendidikan formal Tidak sekolah Sekolah Dasar SLTP SLTA Perguruan Tinggi 3 Jumlah anggota keluarga (orang) 1 3 4 6 7 8 4 Pengalaman usaha tani pepaya (tahun) < 10 10 19 20 5 Pekerjaan utama Petani Dagang PNS Sopir Buruh 6 Pekerjaan Sampingan Petani Dagang Buruh 7 Keanggotaan Gapoktan Anggota Bukan Anggota 8 Mengikuti SLPHT Ya Tidak 2 23 7 5 3 16 22 2 17 10 13 28 7 2 1 2 13 5 2 15 25 17 23 5 57,5 17,5 12,5 7,5 40 55 5 42,5 25 32,5 70 17,5 5,0 2,5 5,0 32,5 12,5 5,0 37,5 62,5 42,5 57,5

14 Karakteristik Usaha Tani Luas lahan yang dimiliki petani untuk budidaya pepaya berkisar antara 300 15.000 m 2, pada umumnya adalah lahan kering. Status kepemilikan tanah adalah pemilik penggarap (40%), penyewa penggarap (50%), dan pemaro (10%) (Tabel 2). Usaha tani pepaya di Kecamatan Rancabungur ini masih tergolong usaha tani subsisten. Skala usaha taninya masih kecil dan bertujuan memenuhi kebutuhan keluarga dan manajemen usaha taninya sederhana. Biaya yang banyak dikeluarkan petani selama proses produksi adalah untuk pembelian pupuk, baik pupuk kandang, pupuk buatan, maupun pupuk cair (67,5%) dan pestisida (27,5%). Kebanyakan petani lebih memilih mengolah lahan sendiri untuk menghemat biaya tenaga kerja. Biaya untuk pembelian bibit pepaya, umumnya dikeluarkan petani pada awal penanaman pepaya. Benih penanaman selanjutnya diperoleh petani dari hasil panen sebelumnya (60%) (Tabel 2). Tabel 2 Karakteristik usaha tani petani pepaya No Karakteristik Petani Jumlah Petani (n) Proporsi Petani (%) 1 Kepemilikan tanah Pemiliki penggarap Penyewa Penggarap Pemaro 16 20 4 40 50 10 2 Luas garapan (m 2 ) < 2000 2000 x < 4000 4000 x < 6000 6000 3 Varietas yang ditanam California Bangkok 4 Asal benih yang ditanam Hasil panen sebelumnya Petani lain Kios saprotan IPB 5 Biaya yang paling banyak dikeluarkan selama proses produksi Pupuk Pestisida Tenaga kerja Bibit 14 15 6 5 24 16 24 4 9 3 27 11 2 0 35 37,5 15 12,5 60 40 60 10 22,5 7,5 67,5 27,5 5 0

15 Pemasaran hasil panen dilakukan petani dengan menjual kepada pedagang pengumpul atau gapoktan dengan sistem ditimbang. Kisaran harga jual pepaya di kalangan petani dari bulan Mei Agustus 2010 yaitu varietas California rata-rata Rp. 2500-3500/kg, sedangkan harga jual varietas Bangkok rata-rata Rp. 1500-500/kg. Permasalahan dalam Usaha Tani Pepaya Permasalahan utama petani pepaya di Kecamatan Rancabungur adalah gangguan hama dan penyakit. Hama utama pada tanaman pepaya adalah kutu putih pepaya Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae). Penyakit utama pada tanaman pepaya adalah penyakit antraknosa yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum gloeosporioides. Hama dan penyakit ini dapat menimbulkan kerugian besar dalam budidaya. Kutu putih merupakan hama baru yang menjadi masalah penting pada pertanaman pepaya di Indonesia. Serangan kutu putih ini dapat menyebabkan penurunan hasil panen. Menurut petani responden, kutu putih umumnya muncul ketika musim kemarau yang ditandai dengan terdapatnya koloni kutu putih pada bagian pangkal buah dan daun. Pengendalian kutu putih umumnya dilakukan petani secara kimiawi. Menurut petani responden, penyakit antraknosa merupakan penyakit utama dalam budidaya pepaya. Penyakit ini dapat menghancurkan tanaman dan menggagalkan panen. Penyakit ini muncul pada musim hujan, ketika musim kemarau penyakit ini jarang ditemukan di lahan pertanaman pepaya. Tabel 3 Permasalahan utama yang dihadapi petani pepaya di Rancabungur Permasalahan Jumlah Petani (n) Proporsi Petani (%) Gangguan Hama dan Penyakit 36 90 Fluktuasi Harga 2 5 Banyaknya Gulma 2 5 Kecocokan Lahan 0 0 Pemasaran 0 0

Tabel 4 Permasalahan hama dan penyakit penting yang dihadapi petani dalam budidaya pepaya Varietas Petani responden (n) Kutu Putih Antraknosa n % N % California 24 21 87,5 23 95,8 Bangkok 16 12 75 8 50 Jumlah 40 16 Penyakit antraknosa merupakan penyakit penting yang menyerang tanaman pepaya. Serangan penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan yang parah dan menggagalkan panen. Penyakit ini dapat menyerang bagian batang, daun, dan buah. Serangan berat dapat menimbulkan gejala mati pucuk sehingga dapat menyebabkan tanaman mati. Gejala pada daun berupa bercak kecoklatan, terdapat titik-titik oranye pada daun yang terserang, dan daun yang terserang berat bisa gugur. Serangan pada daun tidak berperan besar dalam kehilangan hasil tetapi lebih berperan dalam penyebaran patogen (Wiyono dan Manuwoto 2009). Pengendalian penyakit antraknosa umumnya dilakukan petani responden secara mekanik, dengan memotong batang tanaman sakit dan membuangnya. Sisa potongan bagian tanaman di lahan, ditutup dengan menggunakan plastik supaya patogen yang terdapat pada bagian potongan tersebut tidak menyebar ke tanaman yang lain. Sedangkan buah yang terserang dikumpulkan oleh petani dan kemudian dibuang. Penyakit antraknosa yang menyerang daun jarang diperhatikan oleh petani karena daun pepaya jarang dimanfaatkan. Tabel 5 Persepsi petani terhadap keefektivan pengendalian Keefektivan Kutu Putih Antraknosa Pengendalian n % n % Efektif 31 77,5 18 45 Tidak Efektif 9 22,5 22 55 Menurut sebagian besar petani (77,5%), penggunaan pestisida untuk pengendalian kutu putih memberikan dampak keefektivan pengendalian yang baik. Sedangkan petani lainnya (22,5%) beranggapan, pengendalian kutu putih

17 tidak memberikan dampak keefektivan pengendalian yang baik (Tabel 5). Pada umumnya petani tidak memperhatikan kegunaan dari pestisida yang digunakan, misalnya pestisida berbahan aktif mankozeb yang merupakan fungisida, digunakan petani untuk mengendalikan serangan kutu putih. Pengendalian ini tidak memberikan keefektivan terhadap pengendalian yang dilakukan oleh petani. Namun ada juga sebagian petani yang jarang mengendalikan kutu putih karena menurut petani tersebut, serangan kutu putih tidak memberikan dampak kerugian yang besar seperti serangan penyakit antraknosa, sehingga pengendaliannya hanya dilakukan ketika terjadi serangan berat dari kutu putih tersebut. Menurut petani responden (55%), pengendalian penyakit antraknosa tidak memberikan keefektivan pengendalian yang baik, karena setelah dilakukan pengendalian penyakit ini dapat timbul lagi pada tanaman pepaya yang akan ditanam selanjutnya. Menurut petani responden, pengendalian penyakit antraknosa secara kimiawi belum ada, sehingga petani kurang mengerti cara efektif untuk pengendalian penyakit ini. Petani yang melakukan pengendalian penyakit antraknosa secara kimiawi, menggunakan pestisida berbahan aktif mankozeb. Namun, pengendalian secara kimiawi, tidak memberikan keefektivan pengendalian yang baik dibandingkan pengendalian secara mekanik. Tabel 6 Pendapat petani tentang serangan kutu putih dan penyakit antraknosa dalam budidaya pepaya Tahun Serangan awal Serangan berat n % n % Kutu putih Sebelum 2007 17 42,5 1 2,5 2007 2008 15 37,5 13 32,5 Setelah 2008 8 20 26 65 Antraknosa Sebelum 2007 3 7,5 0 0 2007 2008 24 60 5 12,5 Setelah 2008 13 32,5 35 87,5 Serangan awal kutu putih di Kecamatan Rancabungur menurut petani responden, dimulai sekitar akhir tahun 2006, namun serangan berat kutu putih berawal sekitar tahun 2008 (Tabel 6). Pada awal terjadi serangan kutu putih, petani jarang mengendalikan karena dianggap tidak terlalu merugikan. Ketika

terjadi serangan berat sekitar tahun 2008, petani baru mengendalikan kutu putih dikarenakan sudah menimbulkan kerugian yang besar. 18 A B Gambar 1 Serangan kutu putih pada batang (A), serangan kutu putih pada buah (B) Serangan penyakit antraknosa dalam budidaya pepaya, menurut petani responden berawal sekitar tahun 2006. Serangan berat penyakit ini dimulai sekitar tahun 2008, yang menyebabkan budidaya tanaman pepaya banyak yang mati. Serangan penyakit ini menimbulkan kerugian besar dikalangan petani, banyak petani yang harus menebang tanaman pepaya karena serangan penyakit ini. Serangan penyakit ini memusnahkan kurang lebih 80% dari tanaman pepaya yang ada di Kecamatan Rancabungur (Anwar Musadat, 20 Juli 2010, Komunikasi Pribadi). A B Gambar 2 Gejala serangan antraknosa (A), serangan antraknosa di lahan (B)

19 Pengetahuan Petani dalam Budidaya Pepaya Petani responden sudah mengetahui bahwa biji untuk benih harus berasal dari tanaman sehat (100%). Sebagian besar petani kurang mengetahui, pupuk urea bila tidak ditutupi tanah sebagian akan menghilang karena menguap terbawa air (Tabel 7). Namun sebagian petani beranggapan, pupuk urea perlu ditutupi tanah supaya uap dari urea tersebut tidak merusak permukaan daun dan buah. Gulma yang ada dipertanaman menurut sebagian besar petani tidak menjadi sumber penyakit tetapi merupakan sumber pupuk organik yang bisa dimanfaatkan. Tabel 7 Pengetahuan petani tentang budidaya tanaman Pernyataan 1 Biji untuk benih sebaiknya berasal dari tanaman yang sehat 2 Pupuk kandang perlu diberikan agar tanah menjadi gembur 3 Pengendalian hama dan penyakit perlu dilakukan secara berkala 4 Pupuk urea bila tidak ditutupi tanah sebagian akan hilang karena menguap terbawa air 5 Pemupukan sebaiknya diberikan secara lengkap dengan menggunakan campuran urea/za dengan TSP dan KCL 6 Gulma yang ada dipertanaman dapat menjadi sumber penyakit 7 Sebagian penyakit tanaman dapat bertahan hidup di dalam tanah Proporsi petani menjawab (%) Benar Salah Tidak tahu 100 0 0 80 0 20 95 0 5 32,5 25 42,5 75 15 10 12,5 60 27,5 70 2,5 27,5 Sebagian besar petani sudah mengetahui tentang cara penyemprotan yang baik dan cara penggunaan pestisida. Dalam kehidupan sehari-hari petani tidak menerapkan pengetahuan yang sudah dimiliknya, seperti petani sudah mengetahui, tangki bekas semprot sebaiknya langsung dicuci setelah melakukan penyemprotan (57,5%) (Tabel 8). Menurut petani, sisa penyemprotan dari tangki dapat digunakan untuk penyemprotan selanjutnya, jika tangki dicuci maka sisa penyemprotan sebelumnya akan hilang. Pada waktu melakukan penyemprotan, sebagian besar petani sudah mengetahui sebaiknya menggunakan penutup hidung dan mulut (87,5%), namun hal ini jarang dilakukan. Petani beranggapan bahwa ketika melakukan penyemprotan cukup berjalan sejalan dengan arah angin, sehingga pestisida yang digunakan tidak akan terkena pada bagian mulut dan hidung. Penyemprotan untuk

20 tanaman pepaya yang sudah tinggi, dilakukan petani dengan menggunakan penutup hidung dan mulut. Hal ini bertujuan, supaya cairan semprot tidak terkena pada bagian hidung dan mulut petani tersebut. Penyemprotan untuk tanaman yang sudah berbuah dilakukan petani setelah panen untuk menghindari terjadinya keracunan terhadap buah yang akan dikonsumsi (95%) (Tabel 8). Tabel 8 Pengetahuan petani tentang pestisida dan penyemprotan Pernyataan 1 Pada saat penyemprotan, sprayer perlu dilonggarkan agar pengendalian berhasil dengan baik 2 Semakin tua/besar tanaman, jumlah cairan semprot yang dibutuhkan harus ditambah 3 Pada saat menyemprot, sebaiknya berjalan sejalan dengan arah angin 4 Pada saat menyemprot, sebaiknya menggunakan penutup mulut dan hidung 5 Sebaiknya tangki bekas semprot langsung dicuci setelah melakukan penyemprotan 6 Mencuci tangki bekas semprot tidak boleh dilakukan didekat kolam/kali/sumur 7 Untuk menghindari bahaya keracunan petisida, penyemprotan tidak boleh dilakukan menjelang waktu panen 8 Pestisida sebaiknya disimpan ditempat tersendiri dan tidak mudah terjangkau oleh anak-anak Proporsi petani menjawab (%) Benar Salah Tidak tahu 50 17,5 32,5 95 5 0 85 5 10 87,5 5 7,5 57,5 20 22,5 50 27,5 22,5 95 2,5 2,5 100 0 0 Pengetahuan petani tentang musuh alami yang terdapat di pertanaman masih kurang. Menurut sebagian besar petani responden, kumbang cocconellidae dan laba-laba merupakan hama di pertanaman yang dapat menyebabkan kerusakan bagi tanaman, sehingga perlu dikendalikan (Tabel 9). Hanya sebagian kecil dari petani (di bawah 20%) yang mengetahui bahwa kumbang coccinellidae, laba-laba, dan tabuhan adalah musuh alami yang ada di pertanaman dan perlu dilestarikan (Tabel 9). Tabel 9 Pengetahuan petani tentang musuh alami Proporsi Petani Menjawab (%) Pernyataan Betul Salah Tidak Tahu Kumbang Coccinellidae predator adalah musuh alami 20 45 35 Laba-laba adalah musuh alami hama 15 40 45 Tabuhan adalah musuh alami 5 25 70

21 Sikap Petani dalam Budidaya Pepaya Sebagian besar petani (70%) melakukan penyemprotan pestisida seawal mungkin bila terdapat gejala serangan hama dan penyakit. Namun, untuk menyelamatkan hasil panen dari serangan hama dan penyakit, petani responden (92,5%) melakukan penyemprotan pestisida secara terjadwal 1-2 minggu sekali. Tindakan petani melakukan penyemprotan, umumnya tidak dipengaruhi oleh petani lain yang menyemprot (87,5%) (Tabel 10). Keputusan melakukan penyemprotan dikalangan petani juga terkait dengan biaya yang dimiliki. Jika biaya yang dimiliki rendah, penyemprotan hanya dilakukan ketika terjadi serangan hama dan penyakit. Tabel 10 Sikap kerasionalan petani dalam penggunaan pestisida Pernyataan 1 Bila harga hasil panen meningkat, penyemprotan perlu dilakukan lebih sering 2 Hanya dengan melakukan penyemprotan secara berjadwal, kita dapat menyelamatkan hasil panen 3 Adanya tetangga yang menyemprot menunjukkan bahwa kita perlu melakukan penyemprotan 4 Penyemprotan pestisida perlu dilakukan seawal mungkin begitu terlihat gejala serangan hama dan penyakit 5 Bila tersedia cukup uang untuk membeli pestisida, penyemprotan sebaiknya dilakukan secara berjadwal 6 Bila setelah penyemprotan turun hujan, maka keesokan harinya tanaman perlu disemprot lagi Proporsi petani menjawab (%) Setuju Tidak setuju Ragu-ragu 12,5 85 2,5 92,5 2,5 5 2,5 87,5 10 70 20 10 87,5 7,5 5 5 92,5 2,5 Sebagian besar petani setuju (60%) bahwa semua pestisida dapat dicampur (Tabel 11). Menurut petani responden, Pencampuran pestisida dapat menghemat waktu, biaya, dan meningkatkan daya bunuh. Menurut petani, peningkatan daya bunuh pestisida adalah pestisida yang dicampur dapat mengendalikan hama dan penyakit sekaligus, sehingga daya bunuhnya lebih tinggi dibandingkan pestisida tidak dicampur, hanya dapat mengendalikan hama atau penyakit tertentu saja. Tindakan petani melakukan pencampuran pestisida disebabkan pertanaman mereka diserang berbagai jenis hama dan penyakit secara bersamaan. Sebagian petani (12,5%) tidak setuju jika semua pestisida dapat dicampur, karena zat yang

terkandung dalam setiap pestisida berbeda, ketika pestisida dicampur dapat menurunkan daya bunuhnya (Tabel 11). 22 Tabel 11 Sikap kecenderungan petani untuk mencampur pestisida Proporsi petani menjawab (%) Pernyataan Tidak Setuju Ragu-ragu setuju 1 Semua jenis pestisida dapat dicampur 60 27,5 12,5 2 Pencampuran pestisida dapat menghemat waktu 97,5 0 2,5 3 Pencampuran pestisida perlu dilakukan bila pertanaman diserang berbagai jenis hama dan penyakit secara bersamaan 90 5 5 4 Pencampuran pestisida mengurangi biaya penyemprotan 100 0 0 5 Kelemahan dari pestisida yang dicampurkan adalah daya bunuhnya menurun 6 Dengan mencampur pestisida, beberapa jenis hama dan penyakit dapat dikendalikan sekaligus 25 65 10 80 5 15 Sebagian besar petani melakukan penyemprotan tanaman sesudah panen. Hal ini karena kesadaran petani akan bahaya pestisida pada hasil panen, sehingga penyemprotan dilakukan sesudah panen supaya tidak mengandung racun bagi kesehatan. Di sisi lain banyak petani (37,5%) yang tidak setuju kalau tanaman yang sering disemprot mengandung racun, karena sesudah dipanen tanaman dicuci terlebih dahulu, sehingga sisa penyemprotan yang terdapat pada tanaman akan hilang (Tabel 12). Petani responden umumnya menghentikan penyemprotan ketika serangan hama dan penyakit tidak terlihat lagi di pertanaman. Tabel 12 Sikap kepedulian petani terhadap dampak penggunaan pestisida Pernyataan 1 Tanaman yang sering disemprot pestisida mengandung racun yang berbahaya bagi konsumen 2 Penyemprotan yang sering dapat menyebabkan hama dan penyakit reisten terhadap pestisida 3 Pestisida yang digunakan telah memperoleh izin dari pemerintah, karena itu tidak berbahaya bagi kesehatan 4 Penyemprotan pestisida tidak hanya dapat membunuh hama/penyakit, tetapi dapat juga membunuh musuh alami yang ada dipertanaman 5 Berkurangnya udang dan berbagai jenis ikan yang hidup disungai berkaitan dengan penggunaan pestisida Proporsi petani menjawab (%) Setuju Tidak setuju Ragu-ragu 47,5 37,5 15 17,5 62,5 20 100 0 0 42,5 50 7,5 17,5 57,5 25

23 Menurut petani responden (62,5%), penyemprotan yang sering tidak dapat menyebabkan hama dan penyakit resisten terhadap pestisida. Petani beranggapan bahwa hama dan penyakit akan resisten apabila pestisida yang digunakan sering diganti-ganti, tetapi apabila pestisida yang digunakan tidak diganti-ganti, hama dan penyakit tidak akan resisten terhadap pestisida tersebut. Petani responden (57,5%) tidak setuju, jika berkurangnya udang dan berbagai jenis ikan yang hidup disungai berkaitan dengan penggunaan pestisida, karena menurut mereka pestisida yang digunakan tidak berbahaya untuk hewan lain selain hama dan penyakit yang akan dikendalikan. Sebagian dari petani responden (50%) juga tidak setuju, jika penyemprotan yang dilakukan dapat membunuh musuh alami di pertanaman (Tabel 12). Tabel 13 Sikap petani terhadap pengendalian non-kimiawi Pernyataan 1 Pergiliran tanaman dapat membantu mengurangi serangan hama dan penyakit 2 Musuh alami yang ada dipertanaman perlu dilestarikan karena dapat mengurangi serangan hama dan penyakit 3 Membuang atau memusnahkan sisa-sisa tanaman yang sakit merupakan tindakan yang baik, karena dapat membantu menekan serangan penyakit pada tanaman 4 Menyiangi gulma/rumput dengan tangan atau alat lebih baik daripada menyemprot dengan racun Proporsi petani menjawab (%) Setuju Raguragu Tidak setuju 70 0 30 35 22,5 42,5 95 0 5 80 0 20 Pengetahuan petani tentang musuh alami yang terdapat dipertanaman masih kurang, sehingga petani tidak memperhatikan musuh alami yang terdapat di lapangan (Tabel 9). Musuh alami yang ada di lapangan, pada umumnya dianggap sebagai hama atau penyakit oleh petani. Pergiliran tanaman dan pembuangan atau pemusnahan sisa-sisa tanaman sakit sudah dilakukan oleh petani (95%) yang bertujuan mengurangi serangan hama dan penyakit yang terdapat di lapangan (Tabel 13). Pergiliran tanaman dalam budidaya pepaya dilakukan petani pada umumnya dengan tanaman sayur-sayuran seperti kangkung, kacang-kacangan, terong, singkong, bayam, dan cabe.

24 Tindakan Petani dalam Budidaya Pepaya Varietas Pepaya yang Ditanam Sebagian besar petani responden (60%) memperoleh benih dari hasil panen sebelumnya. Sedangkan lainnya memperoleh benih dari petani lain (10%), membeli dari kios saprotan (22,5%), dan dari IPB (7,5%) (Tabel 2). Menurut pengalaman petani, benih dari hasil panen sendiri memberikan hasil yang lebih baik dari pada benih yang dibeli dari kios saprotan. Biasanya kualitas benih dari kios saprotan tidak sebaik benih dari hasil panen sendiri. Benih yang dibuat sendiri oleh petani biasanya diambil dari buah pepaya yang bagus dan tanaman pepaya berkisar antara umur 3-4 tahun. Varietas yang ditanam oleh petani responden adalah California dan Bangkok. Sebagian besar petani responden menanam pepaya varietas California (60%), karena memiliki kualitas buah yang baik, kandungan vitamin lebih tinggi, pemasarannya mudah, dan harganya relatif tinggi di banding dengan varietas Bangkok (Tabel 2). Buah yang dihasilkan oleh varietas California lebih banyak dibandingkan buah yang dihasilkan oleh varietas Bangkok. Kisaran harga jual pepaya dari bulan Mei-Agustus 2010 yaitu varietas California rata-rata Rp. 2500-3500/kg, sedangkan varietas Bangkok rata-rata Rp. 1500-2500/kg. Walaupun harga jual varietas California lebih tinggi dibandingkan varietas Bangkok, namun varietas California lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Petani responden yang menanam varietas Bangkok (40%), umumnya dikarenakan selain varietas Bangkok lebih tahan terhadap terhadap penyakit, perawatannya juga lebih mudah dibanding varietas California (Tabel 2). Namun, permintaan konsumen untuk varietas Bangkok saat ini sangat rendah, karena konsumen lebih menyukai varietas California. Pepaya varietas Bangkok mempunyai ciri-ciri buah yang panjang, bulat, dan besar. Sedangkan varietas California mempunyai ciri-ciri buah panjang, dan lingkar buahnya lebih kecil dibandingkan varietas Bangkok. Pada bagian daun, varietas California terdapat taji pada bagian atas daun yang mengarah ke atas.

25 A B Gambar 3 Tanaman pepaya varietas California (A), Tanaman pepaya varietas Bangkok (B) Pengolahan Tanah Tindakan pengolahan tanah yang dilakukan petani responden meliputi persemaian, penggunaan jarak tanam, kedalaman lubang tanam, dan ukuran lubang tanam. Petani responden (90%) yang melakukan pembibitan, lamanya pembibitan sampai waktu tanam umumnya diatas 40 hari (Lampiran 1). Menurut petani (58,33%), tanaman yang sudah berumur diatas 40 hari pada masa pembibitan, ketika dipindahkan ke lapang tanaman cepat beradaptasi dengan lingkungan karena akar dan kondisi tanaman sudah tumbuh dengan baik (Lampiran 1). Sedangkan untuk tanaman yang pembibitannya dibawah 30 hari, ketika dipindah kelapangan tanaman akan lama beradaptasi dengan lingkungan, sehingga banyak tanaman yang akan mati. Pembibitan merupakan upaya untuk mendapatkan bibit pepaya yang sehat dan akan tumbuh berproduksi optimal serta mempunyai daya tahan adaptasi yang tinggi. Bibit dipindahkan ke lapangan setelah berumur 30 40 hari atau setelah memiliki 2 3 pasang daun sejati dengan tinggi tanaman 10 15 cm. Penanaman bibit sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari pada bedengan yang sehari sebelumnya telah disiram air terlebih dahulu sampai basah. Penyiapan lahan dilakukan dengan mencangkul tanah untuk memecah tanah menjadi agregatagregat kecil dan membalik tanah agar humus yang ada pada lapisan bawah terangkat kepermukaan sehingga tanah menjadi gembur dan subur. Pembuatan bedengan dengan lebar bedengan 1 1,5 m dengan jarak antar bedengan 0,5 1 m