BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK SARANA APOTEK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dengan banyaknya industri rokok tersebut, membuat para produsen

BAB I PENDAHULUAN. mencapai dan mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera. 1 Kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. produknya baik barang atau jasa dapat melakukan dengan berbagai cara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub

BAB I PENDAHULUAN. modal yang sehat, transfaran dan efisien. Peningkatan peran di bidang pasar

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. berjudul Tentang Sewa-Menyewa yang meliputi Pasal 1548 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan tekhnologi dan peningkatan taraf hidup manusia yang. semakin lama semakin berkembang. Manusia cenderung untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempromosikan produknya. perjanjian itu sah, diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK APOTEK

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C

BAB I PENDAHULUAN. KUHPerdata, ketentuan ini berbunyi Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu transaksi jual beli, apapun jenis benda yang diperjual-belikan

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN ANTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA PROPINSI SUMATERA BARAT DENGAN CV. SARANA BARU PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan diantaranya adalah persaingan antara siswa sebagai peserta didik yang

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan dalam segala bidang selalu ditingkatkan dari waktu ke

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang memegang peranan penting dalam pembangunan. Teknologi. menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (bordeless) dan menyebabkan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena buruh merupakan permasalahan yang menarik dari dahulu.

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG N0. 13 TAHUN 2003 DI PT. BATIK DANAR HADI SOLO

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan bidang ekonomi adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan. mewujudkan landasan yang lebih kokoh bagi pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya suatu perjanjian berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak. Perumusan hubungan perjanjian tersebut pada umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi di antara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui proses tawar menawar. 1 Pada umumnya perjanjian berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kesepakatan. Melalui perjanjian perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya dibingkai dengan perangkat hukum sehingga mengikat para pihak. Dalam perjanjian, pertanyaan mengenai sisi kepastian dan keadilan justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada di antara para pihak terakomodir melalui mekanisme hubungan perikatan yang bekerja secara seimbang. 2 Kebebasan berkontrak yang merupakan inti dari sebuah perjanjian, secara implisit memberikan panduan bahwa dalam berkontrak para pihak diasumsikan mempunyai kedudukan yang seimbang. 3 Dengan demikian diharapkan akan muncul perjanjian yang adil dan seimbang bagi para pihak. Urgensi pengaturan perjanjian 1 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2008, h. 1. 2 Ibid 3 Agus Yudha Hernoko, Op.Cit. h. 2 1

dalam praktek bisnis adalah untuk menjamin pertukaran kepentingan (hak dan kewajiban) berlangsung secara seimbang bagi para pihak, sehingga dengan demikian terjalin hubungan yang adil dan saling menguntungkan. 4 Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya, maka pihak tersebut dapat dituntut untuk dimintakan ganti rugi. Dengan demikian pertanggungjawaban atas ganti rugi yang diajukan salah satu pihak memberikan konsekuensi kepada pihak lain untuk memenuhi prestasi yang dibuat para pihak dalam suatu perjanjian. Perjanjian menurut namanya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama. Perjanjian bernama merupakan perjanjian yang dikenal di dalam KUH Pedata. Contoh yang termasuk dalam perjanjian bernama adalah jual beli. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Jenis perjanjian ini belum dikenal pada saat KUH Perdata diundangkan. Contoh dari perjanjian tidak bernama adalah perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek. 5 Perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek dalam mengelola apotek yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dapat mengikat kedua belah pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang bagi para pihak yang melakukan suatu perjanjian, karena telah dibuat memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud oleh pasal 1320 KUH Perdata. 6 Mengenai bentuk dan isi perjanjian diserahkan kepada kesepakatan para pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Ini sesuai dengan ketentuan mengenai perikatan 4 Agus Yudha Hernoko, Op.Cit. h. 6 5 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisi, Yogyakarta, 2000, h. 42. 6 Perjanjian kerjasama, http://www.indoskripsi.com/ diakses 23 Pebruari 2010.

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), khususnya dalam Buku III KUH Perdata yang mempunyai sifat terbuka dan adanya asas kebebasan berkontrak. 7 Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam perspektif KUHPerdata, daya mengikat suatu perjanjian dapat dicermati dari rumusan Pasal 1338 (1) KUH Perdata. Pengertian isi dari pasal tersebut menunjukkan bahwa undang-undang sendiri mengakui dan menempatkan posisi para pihak dalam perjanjian sejajar dengan pembuat undang-undang. 8 Kebebasan berkontrak pada intinya mengandung pengertian bahwa para pihak bebas memperjanjikan apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Lebih jauh lagi para pihak yang membuat perjanjian mempunyai posisi yang setara dalam memperjuangkan hak dan kewajibannya, sehingga menjadi seimbang hak dan kewajiban diantara para pihak. Mengenai sebab dari suatu perjanjian haruslah halal, hal ini diatur dalam Pasal 1337 KUH Perdata yang berbunyi suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Dalam perjanjian kerjasama pengelolaan apotek, apotek yang dikelola harus telah mendapatkan izin usaha apotek. Tata cara pemberian izin apotek diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 922/Men.Kes/Per/X/1993 yang telah diubah 7 Ibid. 8 Agus Yudha Hernoko, Op. Cit, h.110.

oleh Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/Menkes/Kep/X/2002 tentang ketentuan dan tata cara penberian izin apotek. 9 Adanya kerjasama antara apoteker dengan pihak lain yang bersedia menyediakan sarana dan prasarana pendirian apotek, maka yang terjadi adalah adanya hubungan hukum antara apoteker dengan pihak lain sebagai pemilik apotek, dimana pihak yang satu mengikat diri dengan pihak lain dan begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini, tetap terjadi pemisahan antara apoteker dengan pemilik sarana apotek yang berhubungan dengan masalah tanggung jawabnya, yang juga menyangkut hak dan kewajiban para pihak. Walaupun perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek adalah suatu perjanjian timbal balik, artinya para pihak hanya mengadakan hubungan hukum terhadap kedua pihak saja, akan tetapi hal ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab apoteker sebagai pengelola apotek kepada konsumen sebagai pihak ketiga yang tidak secara langsung ikut dalam perjanjian antara apoteker dengan pemilik sarana apotek. Keterikatan antara apoteker dengan konsumen telah diatur dalam undangundang sebagai tanggung jawab apoteker dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya walaupun tidak diperjanjikan sebelumnya. Jadi, perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek yang dibuat dengan dua pihak saja, juga memberikan akibat hukum kepada pihak ketiga (konsumen). 9 Muhammad Umar, Manajemen Apotik Praktis, CV. Ar-Rahman, Solo, 2005, h. 60.

Kaitannya dengan pengelolaan apotek terhadap konsumen tidak terlepas dari pelayanan kefarmasian kepada konsumen itu sendiri. Pelayanan kefarmasian dilakukan selain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap farmasi dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan konsumen, juga untuk melindungi konsumen dari bahaya penyalahgunaan farmasi atau penggunaan farmasi yang tidak tepat dan tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Pelayanan kefarmasian juga ditujukan pada perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan terkait dengan penggunaan farmasi sehingga dapat meningkatkan mutu kehidupan manusia. Perkembangan dunia kesehatan yang semakin baik, memberikan dampak positif bagi dunia usaha dibidang kesehatan. Apoteker sebagai sarjana kefarmasian yang membutuhkan tempat untuk menerapkan keahliannya, sementara itu pengusaha dibidang kesehatan yang membutuhkan tenaga ahli dalam mengelola usahanya, menjadikan apoteker dan pengusaha mempunyai tujuan untuk melaksanakan suatu bentuk kerjasama yang dapat dibuat dalam suatu perjanjian. Dalam pelayanan kefarmasian di apotek, peranan apoteker menjadi perhatian utama karena apoteker merupakan penanggung jawab dalam praktek pelayanan kefarmasian di apotek. Disamping itu, apotek juga bukan saja merupakan tempat jual beli obat, melainkan tempat melakukan pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker pengelola apotek, dengan bantuan tenaga kesehatan dan non kesehatan. 10 10 Soerjono Seto, Manajemen Apoteker, Airlangga University Press, Surabaya, 2001, h. 8.

Peran apoteker bukanlah sekedar meracik obat, tetapi juga memberikan informasi obat yang aman dan benar. Peningkatan pengadaan dan pengelolan tenaga kesehatan, khususnya apoteker dan pemilik sarana apotek, diharapkan dapat menunjang peningkatan upaya kesehatan konsumen. Penyebaran tenaga kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan yang nyata guna mengembangkan program-program kesehatan. Apotek merupakan suatu tempat, tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada konsumen. Sebagai tenaga kesehatan kesarjanaan, apoteker dapat berperan sebagai pengusaha, tenaga kesehatan di rumah sakit dan pengelolaan apotek. 11 Akan tetapi pada hakekatnya apoteker adalah seorang profesional yang terikat oleh sumpah dan kode etik apoteker. 12 Kedudukan konsumen yang memerlukan bantuan jasa profesional, rata-rata lebih lemah. Di samping itu juga perlu dicatat, bahwa peranan profesional secara umum bersifat rahasia dan didasarkan pada kepercayaan, yang justru oleh karena kedudukannya yang lebih kuat. Oleh karenanya diharapkan kejujuran dari tenaga ahli yang berkompeten dibidang kesehatan. Mengenai kesehatan konsumen, situasi dan perkembangan perekonomian global melalui dibukanya pasar bebas menimbulkan dampak yang nyata atas perekonomian nasional, termasuk sektor kefarmasiaan dalam berbagai kegiatan, 8. 11 Soerjono Soekanto, Aspek Hukum Apotik dan Apoteker, Mandar Maju, Bandung, 1998, h. 12 Ibid.

mulai dari sektor kegiatan produksi, pengawasan produksi, distribusi dan perdagangan obat-obatan. Pembangunan kesehatan diarahkan mempertinggi derajat kesehatan termasuk keadaan gizi konsumen dalam rangka peningkatan kualitas dan taraf hidup serta kecerdasan kesejahteraan konsumen pada umumnya. Pembangunan kesehatan dilakukan dengan memberikan prioritas utama dalam pembangunan kesehatan. Sehubungan dengan itu, perlu ditingkatkan upaya untuk memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada konsumen dengan mutu yang lebih baik. Untuk memperoleh pelayanan kesehatan kepada konsumen dengan mutu yang lebih baik, perlu terus ditingkatkan mutu pelayanan rumah sakit, lembaga-lembaga pemulihan kesehatan, serta lembaga-lembaga kesehatan lainnya termasuk antara perusahaan kefarmasian dengan pengelola apotek. Kemudian ditingkatkan pula penyediaan dan pemerataan tenaga medis, paramedis dan tenaga kesehatan lainnya, serta penyediaan obat yang makin merata dan terjangkau oleh rakyat. Dalam bidang kesehatan, apotek mempunyai peran yang sangat besar dalam hal pendistribusian perbekalan kesehatan kepada konsumen. Pendistribusian perbekalan kesehatan dalam hal obat-obatan tersebut meliputi pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi, selain itu apotek juga memberikan pelayanan informasi tentang obat-obatan kepada konsumen secara umum. Satu, dalam hal pengadaan di bidang farmasi, apotek menyediakan obatobatan untuk masyarakat dan juga melayani resep dokter, dokter gigi, dan

dokter hewan. Dalam pelayanan resep tersebut sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek. Kedua, penyimpanan dibidang farmasi, dalam hal ini apotek dapat menyimpan segala obat-obatan yang merupakan kebutuhan masyarakat dan juga kebutuhahn obat-obatan guna melayani resep dokter, dokter gigi, dokter hewan. Ketiga, penyaluran dan penyerahan di bidang farmasi, dalam hal ini apotek sebagai penyalur atau pendistribusi obat-obatan untuk masyarakat, dimana masyarakat dapat membeli obat-obatan sesuai dengan kebutuhan dan resep dokter. 13 Pengelolaannya, pemilik sarana apotek dibantu oleh tenaga medis profesional yang memiliki ijasah dan surat izin kerja yang disebut sebagai apoteker pengelola apotek. Apoteker tersebut bertindak sebagai penanggung jawab operasional dan seluruh kegiatan apotek tersebut merupakan tanggung jawab sepenuhnya apoteker. Dengan adanya tanggung jawab apoteker tersebut, maka dapat dilihat bahwa adanya kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek, juga mengikat konsumen secara tidak langsung dalam pelaksanaan perjanjian yang dibuat para pihak. Dalam perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek tersebut haruslah dicermati pula apakah perjanjian yang dibuat sudah sesuai dengan baik. Perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek dilakukan dalam bentuk tertulis, agar mempunyai bukti yang sah bagi para pihak. Perjanjian tersebut dapat dibuat dengan akta otentik, yaitu suatu perjanjian tertulis yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang, dalam hal ini adalah notaris, dan dapat juga 13 Muhammad Umar, Op. Cit, h. 65.

dibuat dengan akta dibawah tangan, yaitu perjanjian tertulis yang tidak dibuat dihadapan pejabat yang berwenang. Dengan demikian dengan adanya pejanjian secara tertulis, maka pihak apoteker dengan pemilik sarana apotek masing-masing dilindungi haknya. Para pihak yang mengadakan kerja sama (apoteker dan pemilik modal) menghadap Notaris tanpa adanya paksaan dari pihak manapun juga. Keduanya secara sukarela dan penuh keyakinan, dengan cara itu masing-masing memperoleh kepastian hukum. Dalam perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek, terlebih dahulu menyatakan bahwa Apoteker melakukan tugas pengabdian profesi dengan mengelola sebuah apotek yang mempergunakan sarana pemilik sarana apotek. Apabila dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek tersebut timbul sengketa, maka dapat disepakati penyelesaiannya melalui musyawarah atau mediasi dan bilamana tidak membawa hasil penyelesian berikutnya melalui jalur hukum melalui pengadilan. 14 Mengingat semakin berkembangnya berbagai perjanjian diluar KUH Perdata, khususnya hukum perikatan dibidang kesehatan, menjadi wacana yang banyak diperbincangkan baik kalangan akademis maupun kalangan praktisi, maka menjadi 14 Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUHPerdata Buku I, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, h. 73.

keinginan penulis untuk meneliti suatu permasalahan yang dapat memberikan sumbangsih terhadap persoalan hukum perikatan dibidang kesehatan. 15 Tidak banyaknya referensi-referensi yang dapat dicari oleh setiap kalangan, baik kalangan akademis maupun kalangan praktisi dalam mempelajari ataupun menelaah hukum perikatan khusus bidang kesehatan, maka dalam hal ini saya melakukan penelitian yang memfokuskan diri pada judul tesis, yaitu ASPEK HUKUM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA APOTEKER DENGAN PEMILIK SARANA APOTEK DITINJAU DARI HUKUM PERIKATAN. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, perumusan masalah yang menjadi dasar pembahasan dalam tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek? 2. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek, jika terjadi kerugian bagi konsumen? 3. Bagaimana upaya hukum antara para pihak bila terjadi sengketa dalam perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek? 15 Budi Harry Prima, Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Skripsi, Universitas Islam Sumatera Utara, 2008, h. 3.

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian tesis ini adalah: 1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek. 2. Untuk mengetahui tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek, jika terjadi kerugian bagi konsumen. 3. Untuk mengetahui upaya hukum antara para pihak bila terjadi sengketa dalam perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek. D. Manfaat Penelitian Penelitian tesis ini memiliki manfaat teoritis dan praktis yang didasarkan pada tujuan penelitian. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagi berikut: 1. Secara teoritis Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum dan juga masukan bsgi penyempurnaan pranata hukum, khususnya dalam lapangan hukum perikatan dan hukum kesehatan yang berlaku di Indonesia yaitu mengenai perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek 2. Secara Praktis Diharapkan dapat memberikan masukan kepada para penegak hukum dan pembuat peraturan perundang-undangan untuk menyempurnakan kembali

peraturan-peraturan dibidang hukum perikatan dan hukum kesehatan, agar tercipta suatu unifikasi hukum di dalam masyarakat. E. Keaslian Penelitian Berdsarkan informasi yang didapat dari penelusuran kepustakaan di lingkungan, ternyata penelitian tentang `Aspek Hukum Perjanjian Kerjasama Antara Apoteker Dengan Pemilik Sarana Apotek Ditinjau Dari Hukum Perikatan` belum pernah ditemukan judul atau penelitian tentang judul di atas sebelumnya. Salah satu perbandingan judul tesis yang dimaksud kepunyaan Donny Parhimpunan Harahap adalah PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA EVENT ORGANIZER DENGAN MANAJEMEN BAND. Dengan demikian, maka penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. 16 Kerangka teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori keadilan berbasis perjanjian (John Rawls) yang menyebutkan keadilan yang memadai harus dibentuk dengan pendekatan perjanjian, dimana azas-azas keadilan yang dipilih 16 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, h. 80.

bersama benar-benar merupakan hasil kesepakatan bersama, bebas, rasional dan sederajat. 17 Melalui pendekatan perjanjian sebuah teori keadilan mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi semua orang. Oleh karenanya suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual, konsekuensinya setiap konsep keadilan yang tidak berbasis kontraktual harus dikesampingkan demi kepentingan keadilan itu sendiri. Definisi perjanjian menurut pendapat Subekti, Perjanjian adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu. 18 Menurut Van Dunne, ada tiga tahap teori perjanjian modern, yaitu : a. Tahap Pra Perjanjian; b. Tahap Perjanjian, adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak; c. Tahap Setelah Perjanjian, adanya pelaksanaan perjanjian. 19 Menurut Wirjono Prodjodikoro, mengemukakan pendapatnya bahwa suatu perjanjian dapat diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dimana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk 17 Agus Yudha Hernoko, Loc. Cit. h. 43 18 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2005, h. 1. 19 http://www.plnsidoarjo.com/ Aspek Hukum Perdata Dalam Kontrak, 23 Maret 2010.

melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 20 Buku III KUHPerdata, tentang perikatan, tidak mengatur mengenai perjanjian kerjasama. Mengenai perikatan bisa dilahirkan karena perjanjian dan bisa dilahirkan karena undang-undang (pasal 1233 KUHPerdata). Hukum perjanjian mempunyai cakupan yang lebih sempit dari istilah hukum perikatan. Hukum perikatan mencakup semua bentuk perikatan dalam buku III KUHPerdata, jadi termasuk ikatan hukum yang terbit dari undang-undang, sedangkan hukum perjanjian hanya dimaksudkan mengatur tentang ikatan hukum yang terbit dari perjanjian. 21 Buku III KUHPerdata bersifat terbuka, maksudnya para pihak yang ingin membuat perikatan atau perjanjian bebas menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam buku III KUHPerdata asalkan isinya tidak bertentangan dengan undangundang, kesusilaan dan ketertiban umum. Berdasarkan hal di atas, suatu hubungan antara dua orang tersebut dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Dari peristiwa ini timbul hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan 20 Prodjodikoro Wirjono, Asas-asas hukum perjanjian, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000, h. 46. 21 Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandangan Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, h. 2.

perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Apabila di antara salah satu syarat sahnya perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dianggap tidak sah. Dalam Pasal 1337 KUHPerdata disebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Dalam Pasal 1338 KUH Perdata tentang akibat suatu perjanjian disebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena selain alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemlik sarana apotek, di mana kedua pihak ini saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, yaitu dalam hal mengelola suatu apotek. Melalui perjanjian ini, ditentukan hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek yang wujud dari perjanjiannya didasarkan atas asas kebebasan berkontrak dari buku III KUH Perdata, mengenai perikatan tidak saja memberikan hak dan kewajiban serta tanggung jawab diantara kedua pihak, akan tetapi memberikan hak dan kewajiban serta tanggung jawab kepada konsumen yaitu hak dan kewajiban serta tanggung jawab antara apoteker dengan konsumen.

Hak, kewajiban dan tanggung jawab antara apoteker dengan konsumen diatur oleh undang-undang, yang tidak begitu saja dapat dikesampingkan dengan adanya perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek, karena salah satu pasal dari isi perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek, secara umum mewajibkan apoteker tunduk kepada undang-undang dan kode etik apoteker dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola apotek. 2. Konsepsi Dalam konsepsi diungkapkan beberapa pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. Konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali abstrak, sehingga diperlukan defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian. 22 Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan pengertian konsepsi yang dipakai. a. Apotek. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Nomor 992/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan 1986, h. 122. 22 Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Pers, Jakarta,

apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud sesuai dengan Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat; pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya dan pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang terdiri atas obat, bahan obat, obat asli Indonesia (obat tradisional), bahan obat asli Indonesia (simplisia), alat kesehatan dan kosmetika. b. Pemilik Sarana Apotek Dalam membahas pengertian tentang pemilik sarana apotek atau disebut juga sebagai pemilik modal penulis akan mengemukakan terlebih dahulu pengertian modal. Menurut pendapat Ahmat Ihsan, dalam bukunya hukum dagang, mengemukakan dimaksud pengertian modal adalah suatu perwujudan kesatuan benda yang dapat berupa barang, uang dan hak-hak yang dipergunakan suatu badan usaha untuk mendapatkan keuntungan. Pemilik sarana apotek atau pemilik modal adalah orang yang mempunyai uang pokok yang dipakai sebagai induk untuk berniaga, melepas uang dan sebagainya, atau harta benda yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang dapat menambah kekayaan atau dengan kata lain pihak yang memberikan sarana dan prasarana untuk berdiri dan berjalannya pengelolaan apotek. Pihak yang dapat

menjadi pemilik sarana apotek adalah pengusaha, apoteker, rumah sakit, instansi pemerintah dan swasta yang tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. c. Apoteker Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Nomor 992/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker. Apoteker sebagai seorang sarjana yang mengemban profesi, memiliki keahlian dan keterampilan dalam ilmu kefarmasian yang secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanannya, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, berpegang teguh pada sumpah yang diucapkannya dan tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apoteker dalam menjalankan profesinya harus memenuhi hak dan kewajibannya. Apoteker juga bertanggung jawab terhadap aspek pelayanan kefarmasian dan pengelolaan apotek. Di atas telah dikatakan bahwa adanya kerjasama antara apoteker dengan pihak lain yang bersedia menyediakan sarana dan prasarana pendirian apotek, maka yang terjadi adalah adanya hubungan hukum antara apoteker dengan pihak lain sebagai pemilik apotek, dimana pihak yang satu mengikat diri dengan pihak lain dan begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini, tetap terjadi pemisahan antara apoteker dengan

pemilik sarana apotek yang berhubungan dengan masalah tanggung jawabnya, yang juga menyangkut hak dan kewajiban para pihak. Walaupun perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pemilik sarana apotek adalah suatu perjanjian timbal balik, artinya para pihak hanya mengadakan hubungan hukum terhadap kedua pihak saja, akan tetapi hal ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab apoteker sebagai pengelola apotek kepada konsumen sebagai pihak ketiga yang tidak secara langsung ikut dalam perjanjian antara apoteker dengan pemilik sarana apotek. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang digunakan untuk mengkaji penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif. Pemilihan jenis penelitian ini mengingat telaah terhadap permasalahan penulisan ini bersumber pada materi peraturan perundang-undangan, teori-teori, serta konsep yang berhubungan dengan aspek hukum perjanjian. Beranjak dari jenis penelitian tersebut diharapkan dapat memperoleh bentuk perjanjian kerjasama yang memberikan kepastian hukum bagi para pihak, sehingga terjadi hubungan yang saling menguntungkan antara keduanya. 2. Sumber data penelitian Dalam penulisan ini bahan hukum yang dijadikan sebagai rujukan adalah menggunakan data sekunder, yang terdiri dari: a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoriatif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer mempunyai kekuatan yang mengikat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu berupa peraturan perundang-undangan dalam hal ini buku III KUH Perdata tentang perikatan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Apotek, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/Men/Kes/Kep/X/2002 tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Apotek serta peraturan lainnya yang ada kaitannya dengan materi yang dibahas. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer yaitu buku-buku ilmu hukum, tesis, disertasi, jurnal hukum, laporan hukum, makalah dan media cetak atau elektronik. c. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang relevan untuk melengkapi data dalam penelitian ini, yaitu seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan internet serta bahan-bahan di luar bidang hukum yang berkaitan guna melengkapi data. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian ini, metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Dalam penelitian ini, penelitian kepustakaan bertujuan untuk

menghimpun data-data yang berasal dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah maupun majalah-majalah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Beranjak dari pengumpulan data penelitian kepustakaan diharapkan dapat memperoleh suatu bentuk perjanjian kerjasama yang memberikan kepastian hukum bagi para pihak, sehingga terjadi hubungan yang saling menguntungkan antara keduanya. Penelitian lapangan bertujuan untuk mengumpulkan data yang dilakukan di Apotek Navisa dan Apotek Budi melalui wawancara langsung dan melakukan pengamatan di beberapa apotek guna memperoleh data yang lebih akurat dalam praktek sehari-hari. 4. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi dokumen, yaitu dengan mempelajari serta menganalisa bahan pustaka (data sekunder). 5. Analisis Data Analisis data dilakukan setelah diadakan terlebih dahulu pemeriksaan, pengelompokkan, pengolahan dan evaluasi sehingga diketahui realibiltitas data tersebut, lalu dianalisis secara kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban kemudian dilakukan pembahasan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan dapat memberikan kesimpulan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang benar dan akurat serta dapat dipresentasikan dalam bentuk deskriptif.