BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas ini cenderung semakin meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan, krisis ekonomi, tekanan dalam pekerjaan dan deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005). Depertemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010, menyatakan jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta. Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Rabba, Dahrianis dan Rauf, 2014). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, 1
2 baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010). Gangguan jiwa tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya tetapi juga bagi orang yang terdekatnya. Biasanya keluargalah yang paling terkena dampak bagi hadirnya gangguan jiwa di keluarga mereka. Selain biaya perawatan tinggi pasien juga membutuhkan perhatian dan dukungan yang lebih dari masyarakat terutama keluarga, sedangkan pengobatan gangguan jiwa membutuhkan waktu yang relative lama, bila pasien tidak melanjutkan pengobatan maka akan mengalami kekambuhan (Arif, 2006 dalam Suhita, 2013). Keluarga merupakan orang terdekat dengan klien, dimana perlu mengetahui proses munculnya halusinasi yang dialami anggota keluarganya, dan perlu memonitor perilaku klien yang menunjukkan tanda-tanda munculnya halusinasi. Keluarga memiliki tanggungjawab untuk merawat, namun dalam pelaksanan memyebabkan beban bagi keluarga (Suwardiman, 2011). Beban keluarga adalah tingkat pengalaman yang tidak menyenangkan dalam keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya. Kondisi ini dapat menyebabkan meningkatnya stres emosional dan ekonomi dari keluarga adalah tingkat pengalaman distress keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya (Fontaine, 2009, dalam Ngadiran, 2010). Keluarga mempersepsikan kondisi keluarga dengan klien halusinasi sebagai beban keluarga. Keluarga mengalami rasa takut, malu, dan bersalah sebagai respons terhadap penyakit yang diderita anggota keluarga (Videbeck, 2008). Keluarga sebagai suatu sistem dengan adanya anggota keluarga yang mengalami
3 halusinasi akan menjadi stressor tersendiri bagi setiap anggota keluarga yang lain. Penurunan kemampuan kognitif dan psikomotor pada klien dengan halusinasi juga merupakan konsekuensi yang harus dihadapi sebagai beban keluarga dalam membantu mengontrol perilaku halusinasi yang ditunjukkan oleh anggota keluarganya yang mengalami halusinasi (Suwardiman, 2011) Kondisi keluarga dengan salah satu anggota keluarganya mengalami halusinasi menjadi suatu kondisi yang sulit bagi keluarga. Halusinasi merupakan masalah keperawatan sebagai interpretasi dari penyakit kronis. Adanya salah satu anggota keluarga yang sakit kronis tentu saja akan menyebabkan ketegangan dan keputusasaan dalam keluarga yang berlangsung tidak hanya sementara (Suwardiman, 2011). Brady dan McCain (2004) dalam Suwardiman (2011), menjelaskan bahwa halusinasi dapat menyebabkan keluarga dihadapkan pada rasa bosan, ketakutan dan rasa malu. Beban lain yang dapat diidentifikasi adalah perasaan tidak berdaya dan stres dalam merawat anggota keluarga dengan halusinasi. Gangguan emosional, sosial dan finansial merupakan konsekuensi yang harus dihadapi oleh keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan halusinasi. Berbagai dampak yang dihadapi keluarga sebagai beban keluarga akan mempengaruhi perilaku keluarga dalam merawat penderita halusinasi termasuk bagaimana mendukung untuk patuh berobat atau regimen terapeutik. Menurut WHO (2003), secara umum dampak yang dirasakan oleh keluarga dengan adanya anggota keluarga mengalami halusinasi adalah tingginya beban ekonomi, beban emosi keluarga, stress terhadap perilaku pasien yang terganggu,
4 gangguan dalam melaksanakan kegiatan rumah tangga sehari-hari dan keterbatasan melakukan aktivitas sosial. Pandangan masyarakat atau stigma masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa, gangguan jiwa di anggap penyakit akibat dosa dari keluarganya dan merupakan aib bagi pasien dan keluarganya, sehingga masih banyak keluarga yang menyembunyikan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa, keluarga merasa malu, kecewa dan putus asa. Beban sosial ekonomi diantaranya adalah gangguan dalam hubungan keluarga, keterbatasan melakukan aktivitas sosial, pekerjaan, dan hobi, kesulitan finansial, dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik keluarga. Beban psikologis menggambarkan reaksi psikologis seperti perasaan kehilangan, sedih, cemas dan malu terhadap masyarakat sekitar, stres menghadapi gangguan perilaku dan frustasi akibat perubahan pola interaksi dalam keluarga (Ngadiran, 2010). Keluarga menghadapi situasi penuh stres dan ketegangan karena memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Situasi penuh stres ini diperberat dengan tuntutan ekonomi akan perawatan anggota keluarga yang mengalami halusinasi tersebut dalam jangka waktu yang tidak singkat dalam perawatan, kesabaran tinggi dalam menghadapi emosi, kekhawatiran akan perilaku maladaptif dan masa depannya. Situasi-situasi tersebut menimbulkan beban keluarga yang tidak ringan, jika tidak mendapatkan intervensi secara optimal dapat mengantarkan keluarga ke dalam krisis psikologis (Suwardiman, 2011).
5 Bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwardiman(2011) mengenai Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Beban Keluarga Untuk Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Keluarga Klien Halusinasi di RSUD Serang tahun 2011, yaitu beban keluarga pada keluarga klien halusinasi masih bisa dirasakan oleh keluarga sebagai hal yang cukup menggangu untuk mengikuti regimen terapeutik. Hasil penelitian Sari (2009) dan Saunders (2003) bahwa beban keluarga akan dirasakan lebih berat pada individu yang mempunyai hubungan langsung dengan klien. Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. Yuliddin Away Tapaktuan, ditemukan sebanyak 39 penderita Halusinasi berobat jalan di Poli Klinik Jiwa selama bulan Januari sampai Maret 2015. Beberapa keluarga yang anggota keluarganya mengalami halusinasi ditemukan bahwa mereka merasakan perasaan sedih dan malu memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Dampak dari beban yang dirasakan keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat pasien. Jika keluarga terbebani kemungkinan keluarga tidak mampu merawat pasien dengan baik. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti beban keluarga merawat pasien halusinasi. 1.2. Pertanyaan Penelitian Bagaimana beban keluarga dalam menghadapi anggota keluarganya yang mengalami halusinasi?
6 1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui gambaran beban keluarga dalam menghadapi anggota keluarganya yang mengalami halusinasi. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan dibagian keperawatan jiwa dan keperawatan komunitas dalam hal pemberian asuhan keperawatan pada klien dan keluarga gangguan jiwa 1.4.2. Praktik Keperawatan Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar dalam melakukan intervensi pada keluarga yang mengalami gangguan jiwa yang berkaitan dengan memenimalkan beban keluarga dalam membantu proses kesembuhan klien dan sebagai peningkatan motivasi terhadap perawat untuk melakukan kunjungan rumah. 1.4.3. Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan yang berharga bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai program perawatan klien gangguan jiwa beserta keluarganya..