1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Rumah sakit harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Asas lingkungan ke 2 menyatakan bahwa tidak ada perubahan atau penyaluran energi yang efisien. Penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan menggunakan berbagai bahan, energi, air, udara dan gas. Bahan-bahan yang digunakan tersebut adalah bahan kimia, bahan mikrobiologi, dan bahan lain, guna keperluan layanan medis maupun non medis. Sebagian bahan digunakan untuk kegiatan rumah sakit, namun sebagian tersisa karena volume lebih ataupun akibat lain, seperti penanganan yang kurang baik (Sutrisnowati, 2004). Rumah sakit merupakan penghasil limbah klinis terbesar. Limbah tersebut berasal dari unit perawatan, ruang operasi, laboratorium, farmasi, bagian rumah tangga, kamar mayat dan unit penunjang layanan kesehatan yang lain, yang menghasilkan limbah yang bersifat berbahaya, beracun dan infeksius (Pruss, 2002). Asas lingkungan ke 4 menyatakan semua sumber daya itu jika penggunaannya melebihi batas, akan menimbulkan dampak negatif. Limbah cair yang berasal dari kegiatan rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial, disebabkan karena limbah cair rumah sakit selain mengandung konsentrasi senyawa organik juga kemungkinan mengandung senyawa-senyawa kimia lain serta berbagai mikroorganisme. Limbah dapat masuk ke dalam badan air seperti sungai, danau atau laut, yang umumnya dimanfaatkan sebagai sumber air oleh masyarakat baik untuk sumber air minum, kebutuhan rumah tangga, industri, irigasi atau untuk keperluan rekreasi. Limbah ini juga dapat memasuki air tanah apabila terdapat retakan pada tanah yang dilalui oleh limbah (Atlas dan Bartha, 1998).
2 Pengelolaan limbah rumah sakit telah diupayakan oleh pemerintah dengan menyiapkan perangkat lunak berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan lingkungan di rumah sakit. Selain peraturan-peraturan tersebut, secara bertahap dan berkesinambungan, Kementerian Kesehatan telah mengupayakan dan menyediakan dana untuk pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) rumah sakit melalui anggaran pembangunan maupun sumber anggaran yang lain. Dengan demikian, sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengolahan limbah, meskipun perlu secara berkesinambungan perlu untuk disempurnakan. Data terakhir hasil Rapid Asessement yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota, bahwa sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476 rumah sakit yang ada yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebanyak 36%. Pengolahan kualitas limbah cair tersebut, yang telah melalui proses pengolahan yang memenuhi syarat adalah 52%. Pencapaian efluen rumah sakit belum sesuai dengan standar baku mutu. Hasil pemantauan IPAL oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Tahun 2014 di beberapa rumah sakit (Lampiran 1). Dari 18 sampel rumah sakit (meliputi Rumah Sakit Kelas B, C, dan D), rerata fosfat adalah 6,973 mg/l dan amonia adalah 1,305 mg/l serta lemak dan minyak adalah 5,167 mg/l. Konsentrasi tersebut di atas telah melebih melebihi baku mutu limbah cair bagi kegiatan pelayanan kesehatan yang tercantum di dalam SK Gubernur DIY No. 7 Tahun 2010 (Lampiran 2). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prambanan merupakan Pusat Kesehatan Masyarakat Prambanan di Kabupaten Sleman DIY, yang meningkat menjadi rumah sakit. Rerata persentase kenaikan jumlah pasien setiap tahun adalah 13%. Kenaikan jumlah pasien tentu akan meningkatkan volume limbah yang dihasilkan, dan mempengaruhi kualitas limbah. Rumah sakit ini telah dilengkapi sarana IPAL dengan kapasitas 20 m 3 /hari. IPAL tersebur dilaporkan masih memiliki beberapa kendala, antara lain pada unit pelayanan dapur pembuangan air limbah belum dilengkapi perangkap lemak setempat. Sistem pengolahan limbah
3 cair dilaporkan belum optimal, di mana diketahui polutan amonia dan fosfat melebihi baku mutu (Lampiran 3). Parameter polutan penting lainnya seperti minyak dan lemak serta logam berat juga diketahui tidak dijadikan analisa kualitas limbah. Dampak pencemar limbah cair rumah sakit memberikan nilai parameter, antara lain BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand). Air limbah rumah sakit mempunyai sifat biodegradable, maka dari itu pengolahan air limbah yang lebih sesuai dilakukan adalah dengan cara pengolahan biologis. Pengolahan air limbah rumah sakit dengan kapasitas besar umumnya menggunakan teknologi pengolahan air limbah lumpur aktif (active sludge process). Untuk rumah sakit dengan kapasitas kecil, cara tersebut kurang ekonomis karena biaya opersi cukup mahal (Nurdjianto, 2011). Perpaduan proses biologi aerobik dengan anaerobik, dan penambahan adsorben adalah pengolahan alternatif yang efektif untuk pengolahan polutan dalam air limbah. Salah satu cara pengolahan limbah cair dengan kandungan organik cukup tinggi dan dapat mendegradasi bahan organik dengan baik adalah dengan sistem reaktor anaerob-aerob menggunakan media penyangga tetap (Kulkarni dan Kherde, 2015). Reaktor untuk pengolahan limbah dengan menggunakan dukungan media plastik sebagai penyangga mikroba dalam bioreaktor dengan sistem aerobik dan sistem anaerobik. Bioball merupakan media yang terbuat dari fiber plastik yang dapat dimanfaatkan dalam penyisihan polutan (Borker et al, 2013). Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme terpenting dalam sistem penanganan air limbah. Dalam air dan air limbah bakteri penting, karena kultur bakteri dapat digunakan untuk menghilangkan bahan organik dan mineral-mineral yang tidak diinginkan dari air limbah (Jennie dan Rahayu, 1995). Penghilangan polutan dipengaruhi oleh waktu tinggal hidrolisis limbah cair di dalam reaktor (Said, 2005). Teknologi pengolahan limbah dengan proses biologi lebih menekankan kepada waktu tinggal limbah cair. Disebutkan retensi waktu tinggal untuk biodegradasi lengkap adalah 18-24 jam (Jafrudeen dan Ahsan, 2012). Proses perkembangan bakteri secara anaerob dan aerob diharapkan terjadi secara alami dalam air limbah, maka komposisi penyusun media penyangga dan adsorben harus tersedia (Schroeder, 1997). Pengolahan biologi tersebut, dapat ditambahkan
4 adsorben sebagai penyerap senyawa terurai. Bahan padat yang digunakan sebagai penyerap umumnya mempunyai permukaan yang luas (Sugiharto, 1987). Proses adsorbsi oleh adsorben seperti zeolit dapat dilakukan untuk menyisihkan senyawa fenol dan organik lainnya (Asmadi, 2013). Waktu tinggal adalah salah satu faktor yang berperan dalam proses biologi dan adsorbsi oleh adsorban. Penghilangan polutan dipengaruhi oleh waktu tinggal limbah cair di dalam reaktor (Said, 2005), oleh karena itu pengolahan biologi tersebut dapat ditambahkan adsorben sebagai penyerap senyawa terurai. Bahan padat yang digunakan sebagai penyerap umumnya mempunyai permukaan yang luas (Suharto, 2011). Proses adsorbsi oleh adsorben seperti zeolit dapat dilakukan untuk menyisihkan atau mereduksi senyawa-senyawa kimia di dalam limbah (Asmadi, 2013). Pengolahan limbah rumah sakit melalui kombinasi antara media perkembangbiakan mikroorganisme dengan adsorben dengan bioreaktor yang terkondisikan fakultatif, merupakan kebaharuan penelitian. Penelitian ini adalah penelitian desain komposisi media bioball-zeolit dan waktu tinggal limbah pada bioreaktor sehubungan dengan reduksi polutan BOD, COD, amonia, fosfat, dan fenol. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah efisiensi reduksi BOD, COD, amonia, fosfat dan fenol limbah cair rumah sakit berdasarkan komposisi volume zeolit dan bioball dalam wadah bioreaktor? 2. Bagaimanakah efisiensi reduksi konsentrasi BOD, COD, amonia, fosfat dan fenol limbah cair rumah sakit berdasarkan variasi waktu tinggal hidraulik? 3. Bagaimanakah identifikasi kultur bakteri dalam pengolahan limbah cair rumah sakit menggunakan bioreaktor?
5 C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui komposisi volume bioball-zeolit pada bioreaktor, yang paling efisien dalam mereduksi BOD, COD, amonia, fosfat dan fenol limbah cair rumah sakit 2. Mengetahui variasi waktu tinggal hidraulik yang paling efisien dalam mereduksi BOD, COD, amonia, fosfat dan fenol limbah cair rumah sakit. 3. Identifikasi kultur bakteri dalam pengolahan limbah cair rumah sakit menggunakan bioreaktor penelitian. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Manajemen RSUD Prambanan dan Rumah Sakit Kelas D lainnya Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihak manajemen pengelola rumah sakit sebagai masukan untuk pengelolaan limbah medis rumah sakit. 2. Pemerintah Kabupaten Sleman dan Pemerintah Provinsi DIY Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam penyusunan peraturan daerah yang terkait dengan pengelolaan limbah rumah sakit di lingkup kabupaten maupun provinsi. 3. Peneliti lainnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian sejenis.