BAB I PENDAHULUAN. Prilaku menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI.

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MENYONTEK PADA MAHASISWA. Skripsi

PERILAKU MENYONTEK DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMA NEGERI 1 WIROSARI. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar perkembangan manusia melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dimana kunci suksesnya terletak pada dunia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku menyontek atau cheating merupakan salah satu fenomena dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan. Keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tangguh baik secara fisik, mental maupun intelektual dan kepribadian. pendidikan di indonesia yaitu Madrasah Aliyah (MA).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari hari tetapi jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecurangan akademik merupakan fenomena umum di sekolah menengah dan perguruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kadang berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Salah satu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prestasi belajar mahasiswa merupakan salah satu faktor penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemalsuan data laboratorium dan tindak kecurangan. Menurut Mujahidah (2012 :4)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi di Indonesia sangat banyak, sehingga terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Perilaku Menyontek. Dalam institusi pendidikan atau sekolah terdapat perilaku yang dengan

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. 1. Pendidikan nasional Indonesia memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ujian Nasional merupakan gerbang dari sebuah keinginan besar bahwa

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan yang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. dari segi budaya, social maupun ekonomi. Sekolah menjadi suatu organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan

PENGARUH BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP PENURUNAN KECURANGAN AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 2 BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

PENDAHULUAN. mengajar yang berkaitan dengan program studi yang diikutinya serta hasil

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN. FEAR of SUCCESS PADA WANITA BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah ( Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sangat cepat. Seiring dengan perkembangan zaman, siswa selaku peserta didik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan Proses Pelaksanaan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Menyontek. tidak sah dan mengaku jawaban itu dari diri sendiri, menggunakan catatan

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dicita-citakan bangsa ini berada di tangan mereka. Banyak orang menganggap bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. perkembangan siswa karena siswa menghabiskan hampir sepertiga waktunya berada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan tahap memasuki masa dewasa dini. Hurlock (2002)

HUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN INTENSI MENYONTEK

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di dalam kamus lengkap Psikologi ( Chaplin, 2011 ) perilaku berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi. Selain itu, pada tanggal 4 Mei 2011 juga ada penanda-tanganan Deklarasi

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah karyawan yang relatif banyak dan memiliki karakteristik pola

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mental sehingga menghasilkan perubahan-perubahan dalam bersikap (Ihsan,

(Penelitian PTK Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Nogosari) SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan

BAB I PENDAHULUAN. potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran (Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

Juara 1 Lomba Essay LSP FKIP UNS dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2015

BAB V PENUTUP. yaitu tentang pengaruh prestasi belajar Pendidikan Agama Islam terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial (homo sosius), yang dibekali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Bangsa yang memiliki karakter tangguh lazimnya tumbuh berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu hal yang menjadi tonggak ukur kesuksesan

BAB I PENDAHULUAN. belajar baik di sekolah maupun di kampus. Hasil survey Litbang Media Group

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyontek tidak dapat ditemukan secara langsung, kata menyontek dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah. Dikenal karena ada yang melakukan atau hanya sebatas mengetahui perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terus membangun dan meningkatkan sumber daya manusia melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam proses belajar karena motivasi dapat mempengaruhi apa,

LAMPIRAN C ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pendidikan merupakan hal yang penting bagi

SKALA AKTUALISASI DIRI REMAJA DITINJAU DARI KELEKATAN REMAJA DAN IBU

BAB I PENDAHULUAN. pada kesiapannya dalam menghadapi kegiatan belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB II LANDASAN TEORI. kebutuhan ini tercermin dengan adanya dorongan untuk meraih kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAGAIMANA PANDANGAN ISLAM TENTANG BERBISNIS

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa ditandai oleh tingkat sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang diketahui pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. kata lain, setiap individu ingin mengembangkan potensi-potensi atau kemampuankemampuan

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Robert K Merton menulis beberapa pernyataan penting tentang

Transkripsi:

1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Prilaku menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari-hari, tetapi jarang mendapat pembahasan dalam wacana pendidikan kita di Indonesia. Kurangnya pembahasan mengenai cheating mungkin disebabkan karena kebanyakan pakar menganggap persoalan ini sebagai sesuatu yang sifatnya sepele. Padahal masalah cheating sesungguhnya merupakan sesuatu yang sangat mendasar. Demikian mendasarnya, sehingga pelaku cheating dalam ujian penerimaan pegawai pada jaman kerajaan cina kuno dapat diganjar dengan hukuman mati. Ternyata praktik menyontek banyak macamnya, dimulai dari bentuk yang sederhana sampai kepada bentuk yang canggih. Teknik menyontek tampaknya mengikuti pula perkembangan teknologi, artinya semakin canggih teknologi yang dilibatkan dalam pendidikan semakin canggih pula bentuk menyontek Menurut Alhadza (dalam www.bsi.ac.id, 2004) perbuatan yang termasuk kategori cheating yang dilakukan siswa antara lain adalah meniru pekerjaan teman, bertanya langsung pada teman ketika sedang mengerjakan test/ujian, membawa catatan pada kertas, pada anggota badan atau pada pakaian, menerima dropping jawaban dari pihak luar, mencari bocoran soal dan saling tukar menukar tugas dengan teman.

2 Bervariasi dan beragamnya bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai menyontek maka sekilas dapat diduga bahwa hampir semua pelajar pernah melakukan menyontek meskipun mungkin wujudnya sangat sederhana dan sudah dalam kategori yang dapat ditolerir. Meskipun demikian dapat dikatakan bahwa apapun bentuknya, dengan cara sederhana ataupun dengan cara yang canggih, dari sesuatu yang sangat tercela sampai kepada yang mungkin dapat ditolerir, menyontek tetap dianggap oleh masyarakat umum sebagai perbuatan ketidakjujuran, perbuatan curang yang bertentangan dengan moral dan etika serta tercela untuk dilakukan oleh seseorang yang terpelajar. Datangnya musim ujian disikapi siswa dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang tenang-tenang saja karena sudah mempersiapkannya jauh sebelum ujian, ada juga yang sibuk dengan SKS Sistem Kebut Semalam sementara tidak jarang pula yang acuh tak acuh. Dua sikap terakhir inilah yang umumnya akan memunculkan kebiasaan buruk saat ujian seperti menjawab soal dengan asal-asalan, menebak jawaban, melirik kanan-kiri, gelisah, mencocokkan jawaban dengan teman, dan menyontek, yang semuanya sudah menjadi tradisi saat ujian. Menurut (Alhadza, 2001) siswa umumnya akan menyontek bila merasa dalam kondisi terjepit seperti dalam penyelenggaraan tes yang mendadak, terlalu banyak materi yang di ujikan, atau adanya beberapa tes yang di selenggarakan pada hari yang sama, sehingga siswa merasa kurang memiliki kesempatan untuk mempelajari materi tes objektifitas, sikap atau cara penilaian. Faktor penyebab

3 lainnya adalah kurang percaya diri, kebutuhan akan pengakuan jenis kelamin, soal tes yang sulit, iklim kompetisi yang tinggi di dalam kelas dan lain-lain (Indarto, 2003). Menurut (Indarto, 2003) Dampak negatif yang ditimbulkan dari menyontek ini tidak hanya merugikan diri individu itu sendiri tetapi juga merugikan orang lain. Kerugian yang diderita pelaku menyontek antara lain : terpupuknya sikap tidak jujur, tidak mampu mengikuti tuntutan pendidikan atau kerja yang dimasukinya. Karena pemberian nilai oleh guru yang mengalami kekaburan akibat dari perilaku menyontek Jika masalah menyontek ini masih saja dianggap sepele oleh smua orang, tidak ada respon dan tanggapan dari guru, pengawas, dinas pendidikan, para pakar pendidikan dan pengambilan kebijakan dalam bidang pendidikan, penulis pesimis dunia pendidikan akan maju, kreatifitas siswa akan hilang yang tumbuh mungkin orangorang yang tidak jujur yang bekerja di semua sektor kehidupan. Dalam dunia pendidikan menyontek adalah masalah lama yang tetap aktual dibicarakan. Bicara tentang pendidikan, tentunya menyontek tidak bisa lepas dari pembahasan ini dan dapat dipastikan hampir smua orang pernah melakukannya ketika dibangku sekolah. Menurut Bower 1991) menyatakan bahwa menyontek adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah dalam mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari kegagalan akademis. Menurut Surya (2001) menyontek merupakan jalan pintas yang mementingkan hasil yang dicapai tanpa mau mengalami maupun memperhatikan prosesnya.

4 Penelitian Aiken (dalam Ester, 2013) melaporkan bahwa kecenderungan prilaku menyontek tidak hanya memperihatinkan dunia pendidikan tetapi juga telah memperhatikan kalangan politisi. Dari laporan tersebut ditemukan bahwa kasus menyontek tidak hanya melibatkan individu pelaku penyontek tetapi disinyalir telah dilakukan oleh institusi serta pejabat-pejabat pendidikan seperti guru, superintendant, school distric, dan lain-lain. Menurut Rossen (dalam Indarto, 2003) yang menyatakan bahwa seseorang melakukan kegiatan menyontek karena ingin mencapai derajat harga diri tertentu dan tempat di kelompoknya, serta dipandang dan dinilai bagus oleh teman-temannya. Menurut Fuhrmann menyatakan bahwa harga diri mencakup konsep dasar pada individu mengenai diri sendiri, kesadaran terhadap apa dan siapa dirinya, serta perbandingan antara dirinya dengan orang lain dan dengan gambaran ideal yang telah dikembangkannya. Hick dan Gullet (dalam Ester, 2013) juga menjelaskan bahwa harga diri merupakan kebutuhan yang cukup penting. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan kepercayaan diri, kehormatan diri, prestasi dan kebebasan. Harga diri tidak terbentuk sendiri dan bukan merupakan faktor bawaan, melainkan dapat di peroleh dari pengalaman dan proses belajar yang terus menerus terjadi dalam diri seseorang (Branden, 2000). Cooley (dalam Ester, 2013) mengatakan bahwa pandangan dan penghargaan terhadap diri sendiri sangat

5 dipengaruhi oleh pendapat dan anggapan orang lain tehadap dirinya, karena harga diri seseorang merupakan refleksi dari konsep-konsep orang lain tentang dirinya. Harga diri bukanlah rasa percaya diri yang berlebihan tetapi kemampuan untuk mengenal dan dapat menerima diri sendiri dengan segala keterbatasannya, realistis, percaya diri dan dapat membina hubungan yang sehat dengan orang lain, melihat diri sendiri sebagai individu yang berhasil memperlakukan orang tanpa kekerasan. Coopersmith (1967) juga menjelaskan bahwa harga diri merupakan hasil evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri, penilaian tersebut mencerminkan penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek. Berdasarkanan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri sangat menentukan kecenderungan seseorang dalam berprilaku, yang dalam hal ini adalah perilaku menyontek. Artinya siswa cenderung menyontek atau tidak tergantung dari kepercayaan siswa tersebut terhadap kemampuannya sendiri, apakah ia akan berhasil atau tidak dalam menyelesaikan ujian dengan baik atau tidak. Selain harga diri terdapat korelasi positif dan signifikan antara motif untuk berprestasi dengan prestasi akademik siswa. Siswa yang memiliki motif untuk berprestasi tinggi akan memiliki prestasi akademis yang tinggi. Abdullah Alhadza dalam Admin (2004) mengutip pendapat Smith yang menemukan bahwa keputusan moral (moral decision) dan motivasi untuk berprestasi/ ketakutan untuk gagal menjadi alasan yang signifikan seseorang untuk melakukan menyontek.

6 Menurut John W. Atkinson, motivasi berprestasi dapat tinggi atau rendah, didasarkan pada dua aspek yang terkandung di dalamnya, yaitu harapan untuk sukses atau berhasil (motive of success) dan juga ketakutan akan kegagalan (motive of avoid failure). Seseorang dengan harapan untuk berhasil lebih besar daripada ketakutan akan kegagalan dikelompokkan ke dalam mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, sedangkan seseorang yang memiliki ketakutan akan kegagalan yang lebih besar daripada harapan untuk berhasil dikelompokkan ke dalam mereka yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Kecenderungan untuk menghindari kegagalan ini dikaitkan dengan adanya kecemasan, umpamanya malu bila prestasi atau nilai yang dipeolehnya buruk. Di samping itu adapula yang disebut sebagai motivasi untuk menghindar sukses. Motivasi jenis ini timbul karena adanya keyakinan bahwa suatu keberhasilan akan mengantarkan pada konsekuensi negatif. Umumnya motivasi demikian muncul pada wanita dan dalam situasi yang bersifat kompetitif. Zanden (1980) menekankan kembali bahwa motivasi berprestasi (achievement motivation) merupakan sikap. Seseorang bisa saja memiliki kebutuhan untuk berprestasi, tetapi karena satu dan lain hal tidak pernah mencapai keberhasilan. Mc.Clelland juga mengartikan motivasi berprestasi sebagai standard of exellence yaitu kecenderungan individu untuk mencapai prestasi secara optimal (McClelland,1987). Selanjutnya menurut Haditono (Kumalasari, 2006), motivasi berprestasi adalah kecenderungan untuk meraih prestasi dalam hubungan dengan nilai standar keunggulan. Motivasi berprestasi ini membuat prestasi sebagai sasaran itu

7 sendiri. Individu yang dimotivasi untuk prestasi tidak menolak penghargaan itu, tidak sungguh-sungguh merasa senang jika dalam persaingan yang berat ia berhasil memenangkannya dengan jerih payah setelah mencapai standar yang ditentukan. Individu yang mempunyai dorongan berprestasi tinggi umumnya suka menciptakan risiko yang lunak yang bisa memerlukan cukup banyak kekaguman dan harapan akan hasil yang berharga, keterampilan dan ketetapan hatinya yang menunjukkan suatu kemungkinan yang masuk akal dari pada hasil yang dicapai dari keuntungan semata. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, artinya apakah siswa tersebut akan menyontek atau tidak tergantung pada kepercayaan siswa tersebut terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam menjawab dan menyelesaikan ujian dengan baik atau tidak, dan adanya motivasi siswa untuk belajar agar mendapatkan prestasi atau mampu menjawab dan menyelesaikan ujian tanpa menyontek. Maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara Harga diri dan Motivasi Berprestasi dengan Prilaku Menyontek Pada Mahasiswa. B. IDENTIFIKASI MASALAH Saat ini, kata menyontek bukanlah hal yang asing lagi dalam kehidupan seorang pelajar dan mahasiswa. Setiap orang tentunya ingin mendapatkan nilai yang baik dalam segala hal, baik dalam hal kehidupan, karier dan pendidikan. Pendidikan adalah salah satu hal yang menjadi keinginan setiap orang untuk berhasil. Sehingga saat ini, menyontek selalu dikaitkan dengan tes atau ujian.

8 Beberapa orang memandangnya sebagai sesuatu yang wajar dan biasa terjadi, dan sebagian lainnya menganggap menyontek adalah prilaku yang tak baik dan merupakan hal yang serius. Dunia pendidikan sering sekali mengalami masalah menyontek dikalangan muridnya. Seperti halnya yang terjadi di lokasi penelitian yang bertempat di SMU Negeri 8 Medan, terjadi masalah-masalah menyontek pada saat ujian berlangsung yang menggunakan berbagai cara-cara yang tidak sah seperti berbisik-bisik dan melihat catatan yang seakan tidak sadar dengan apa yang sedang di perbuatnya. Hal ini terjadi dikarenakan oleh orentasi seorang siswa yang hanya mencari nilai yang tinggi saja, tanpa menilai kembali tentang keaktifannya selama belajar, kehadirannya dikelas, tugas individu dan kelompok yang dikerjakannya. Oleh sebab itu, prilaku menyontek merupakan kasus perkembangan moral yang harus di perbaiki dalam berbagai kalangan, tidak hanya pada diri siswa namun juga dalam diri setiap individu. Berdasarkan uraian diatas maka, peneliti dapat mengidentifikasikan bahwa adanya permasalahan perilaku menyontek yang disebabkan atas dasar kebutuhan harga diri dan motivasi berprestasi dikalangan siswa yang berada dibawah tekanan untuk mendapat prestasi yang baik. C. RUMUSAN MASALAH

9 Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada hubungan antara harga diri dengan prilaku menyontek pada siswa SMA 2. Apakah ada hubungan antara motivasi berprestasi dengan prilaku menyontek pada siswa SMA 3. Apakah ada hubungan antara harga diri dan motivasi berprestasi dengan prilaku menyontek pada siswa SMA. D. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui : 1. Hubungan antara harga diri dengan prilaku menyontek pada siswa SMA 2. Hubungan antara motivasi berprestasi dengan prilaku menyontek pada siswa SMA 3. Hubungan antara harga diri dan motivasi berprestasi dengan prilaku menyontek pada siswa SMA. 4. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Bila berdasarkan hasil penelitian diketahui ada hubungan antara harga diri dan motivasi berprestasi dengan prilaku menyontek maka informasi ini dapat menambah khasanah dalam bidang psikologi, khususnya psikologi pendidikan. 2. Manfaat Praktis

10 Secara praktis hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi bahan masukan bagi segenap elemen pendidikan bahwa perilaku menyontek diduga dipengaruhi oleh kebutuhan akan harga diri dan motivasi berprestasi pada siswa. Guru atau dosen dan orang tua khususnya juga dapat membantu anak untuk menghargai diri sendiri dan memiliki motivasi berprestasi dengan cara orang tua dan guru mengerti dan paham untuk tidak terlalu mendesak anak menjadi yang terbaik di luar kemampuan nya, dan menjadikan diri sebagai teladan siswa dalam menanamkan nilai kebenaran dan kejujuran. Serta agar dapat memahami sukses dan tidak suksesnya seseorang tidak hanya ditentukan oleh nilai yang bagus atau tidak.