BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2005, lebih dari 529.000 wanita di dunia meninggal setiap tahunnya akibat persalinan, dan hal ini 99% terjadi di negara miskin dan berkembang. Angka kematian ibu bersalin berbeda-beda di berbagai wilayah dunia, wanita di Asia Selatan dan Afrika ternyata mempunyai resiko kematian akibat bersalin tertinggi di dunia. Diantara Negara-negara Asia yang mempunyai resiko kematian ibu tertinggi di dunia adalah Banglades dan India. Kematian ibu bersalin di Banglades adalah 600 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di India mencapai 874 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2005). Berdasarkan laporan Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2005, mengenai angka kematian ibu bersalin dari 320 wanita usia produktif tercatat 38 kematian maternal. Masalah utama ibu bersalin dipengaruhi oleh faktor demografi, status kesehatan ibu, perilaku dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Laporan MDGs juga menyatakan bahwa proporsi kematian dari 38 kasus kematian maternal, 29% terjadi saat hamil, 45% pada saat persalinan, dan 26% pada masa nifas. Hal ini menunjukkan bahwa persentase kematian ibu saat persalinan lebih besar. Selain itu menurut laporan MDGs Tahun 2005, proporsi kematian ibu bersalin di pedesaan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan perkotaan. Hal ini terjadi ketika tenaga 1
2 penolong persalinan adalah dari tenaga non kesehatan dan tenaga profesional khususnya bidan. Lebih jauh mengenai data tersebut, khususnya mengenai pertolongan persalinan di pedesaan diketahui sebanyak 31,2% ibu untuk pertolongan awal persalinan meminta pertolongan tenaga non kesehatan, sisanya 68,8% ibu meminta pertolongan tenaga kesehatan. Diantara ibu-ibu yang meminta pertolongan dari tenaga non kesehatan, kebanyakan meminta pertolongan dari dukun atau dibantu oleh sanak keluarga. Berdasarkan profil Kesehatan Indonesia Tahun 2005, angka kematian ibu mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup atau sebanyak 18.000 ibu meninggal per tahun yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan dan nifas. Kasus ini jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai pada tahun 2010 adalah masih jauh dari yang diharapkan yaitu 125 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu secara langsung adalah komplikasi yang terjadi pada saat persalinan yang dikenal dengan Trias Klasik yaitu pendarahan menjadi penyebab terbanyak eklampsia dan infeksi. Berdasarkan penolong dalam persalinan, kematian ibu terbanyak diakibatkan oleh karena meminta pertolongan dengan dukun (67,9%), bidan (21,0%), dokter (6,8%), keluarga (2,5%), dan tenaga medis lainnya (1,8%) (Depkes RI, 2005). Berdasarkan keadaan tersebut maka upaya pelayanan kesehatan ibu bersalin oleh tenaga kesehatan terutama bidan menjadi suatu program penting dalam pembangunan kesehatan secara menyeluruh (Depkes RI, 2005). Program ini merupakan bagian integral dari konsep pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 (Depkes RI, 2006).
3 Salah satu upaya Pemerintah untuk mengatasi kekurangan tenaga kesehatan adalah dengan kebijakan untuk mengangkat bidan sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) melalui Keppres No. 23/1994. Surat Edaran Direktur Pembinaan Kesehatan Masyarakat No.429/Binkesmas/DJ/BM/BKK/1994, juga ditetapkan untuk menerangkan mengenai tugas pokok bidan PTT di desa. Tugas tersebut adalah melaksanakan dan mengelola program pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Pelayanan yang diberikan diantaranya adalah kesehatan ibu hamil, ibu bersalin dan nifas, pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan pelayanan Keluarga Berencana (KB). Termasuk di dalam tugas ini juga sebagai pendorong untuk meningkatkan dukun bayi dan kader (Depkes. RI, 1997). Angka Kematian Ibu bersalin di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) masih tinggi yaitu sebesar 373 per 100.000 kelahiran hidup. Pertolongan persalinan belum mencapai target standar pelayanan minimal yaitu cakupan 90% yang harus dilakukan oleh bidan. Berdasarkan data di Provinsi NAD, secara umum sebanyak 71,6% pertolongan persalinan dilakukan oleh bidan, 21,2% dilakukan oleh dukun bayi, 6,4% oleh dokter, dan 0,8% oleh tenaga kesehatan lainnya. (Dinkes Prov. NAD, 2005). Salah satu Kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam yang masih tinggi angka kematian ibu bersalinnya adalah di Kabupaten Bireuen. Pata tahun 2007 angka kematian ibu bersalin di Kabupaten menempati urutan ke 15 dari 23 kabupaten lainnya yaitu 35 per 100.000 kelahiran hidup. Cakupan persalinan di Kabupaten ini dilakukan oleh bidan desa sebanyak 44,4%, dukun bayi 38,4%, dokter 16,9%, sedangkan oleh tenaga kesehatan lainnya 0,3% (Dinkes RI, 2006).
4 Pada Kabupaten Bireuen terdapat satu kecamatan dengan angka kematian ibu bersalin tertinggi yaitu kecamatan Peudada. Berdasarkan profil Puskesmas (2007), dari 454 orang pertolongan persalinan, diketahui 50,6% ditolong oleh dukun bayi, 42,0% bidan, 4,3% dokter dan 3,1% ditolong oleh tenaga medis lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertolongan oleh dukun bayi merupakan pertolongan terbanyak di Kecamatan Peudada, sehingga berpotensi untuk terjadinya kematian ibu bersalin, hal ini juga dibuktikan dengan data kematian ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Peudada tahun 2007, bahwa 8 kematian ibu bersalin, 3 diantaranya adalah akibat terlambatnya dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan setelah bersalin ditempat praktek dukun bayi, 4 akibat pendarahan dan 1 lagi terlambat mendapat pertolongan. Sebenarnya, di Kecamatan Peudada di Kabupaten Bireuen selalu terdapat 1 orang bidan untuk 1 desa (terdapat 52 desa), akan tetapi hanya ada 8 orang bidan saja yang menetap di desa, seharusnya semua bidan menetap didesa sesuai dengan SK yang telah ditetapkan. Dibandingkan dengan jumlah dukun bayi, lebih sedikit yaitu 22 orang saja, tetapi dukun bayi lebih siaga dalam membantu kelahiran. Berbagai faktor lain diperkirakan menjadi penyebab rendahnya pemanfaatan bidan di kecamatan ini, tingginya animo ibu hamil dan bersalin untuk memilih dukun bayi, dari pada bidan desa dapat disebabkan karena umur bidan desa yang dianggap relatif masih muda yaitu rata-rata berumur 27 tahun (Registrasi KIA Kabupaten Bireuen, 2007). Menurut Green (1980) dalan Notoatmodjo (2003), kondisi ini merupakan masalah reinforcing factor, yaitu salah satu faktor dari ketiga faktor yang penting dalam menggambarkan perilaku masyarakat dalam mencari pelayanan kesehatan.
5 Kegagalan tindakan petugas kesehatan atau bidan desa menunjukkan sikap dan perilaku yang menyakinkan akan menyebabkan ibu hamil dan bersalin memilih pelayanan di tempat yang lain. Berdasarkan penelitian Novi (2006) tentang bidan desa diketahui bahwa pengetahuan ibu juga sangat penting dalam peningkatan kesehatan ibu hamil dan bersalin. Tingkat pengetahuan ibu sangat penting dalam menjaga kesehatan diri terutama saat hamil. Tingkat pengetahuan ibu juga menentukan kemana ibu akan memeriksakan kehamilannya. Pengetahuan dan sikap ibu beserta kondisi ekonomi ibu menurut Green (1980) dalam Notoadmodjo (2003) adalah faktor kedua yaitu predisposing factor dari tiga faktor pencarian pelayanan kesehatan oleh ibu bersalin. Faktor penting lain (yang ketiga) menurut Green (1980) adalah faktor pemungkin (enabling factor) yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi ibu bersalin, misalnya puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta. Untuk berperilaku sehat ibu hamil dan bersalin memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya pada saat pemeriksaan kehamilan dan persalinan. Ibu hamil yang mau memeriksa kehamilan atau bersalin tidak hanya sudah tahu harus dan sadar manfaat pemeriksaan kehamilan dan bersalin dengan tenaga kesehatan, melainkan ibu tersebut juga harus dengan mudah dapat memperoleh fasilitas atau tempat pemeriksaan kehamilan dan bersalin, misalnya puskesmas, polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit. Penelitian yang dilakukan Murni (2003) di puskesmas kabupaten Aceh Jaya, menunjukkan bahwa hanya 34,6% persalinan dibantu oleh bidan desa selebihnya dilakukan oleh tenaga non kesehatan. Hal ini disebabkan
6 karena bidan desa tidak tinggal didesa tempat mereka bertugas. Haris (2005), dengan judul penelitian analisis pelaksanaan tugas bidan desa sehubungan dengan penyelenggaraan program kesehatan ibu dan anak yang juga melaksanakan penelitian tentang bidan desa di Kabupaten Aceh Barat dengan alasan yang sama beliau mendapat hanya 35,6% persalinan dibantu oleh bidan desa. Dengan demikian dirasakan sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang sangat berperan bagi ibu besalin dalam pemanfaatan bidan desa di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen sebagai usaha untuk menurunkan angka kematian ibu hamil dan bersalin. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara predisposing factor (faktor pendidikan, pengetahuan, sikap ekonomi dan nilai-nilai kepercayaan), enabling factor (ketersediaan sarana dan prasarana) dan reinforcing factor (faktor tindakan petugas kesehatan, tindakan tokoh masyarakat dan tokoh agama) dalam pemanfaatan bidan desa oleh ibu hamil dan bersalin di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis hubungan predisposing factor (faktor pendidikan, pengetahuan, sikap, ekonomi dan nilai-nilai kepercayaan), enabling factor (ketersediaan sarana dan prasara), dan reinforcing factor (faktor tindakan petugas
7 kesehatan, tindakan tokoh masyarakat dan tokoh agama) dengan pemanfaatan bidan desa oleh ibu hamil dan bersalin di Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen. 1.4. Hipotesis Terdapat hubungan antara predisposing factor (faktor pendidikan, pengetahuan, sikap, ekonomi dan nilai-nilai kepercayaan), enabling factor (faktor sarana dan prasarana) dan reinforcing factor (faktor tindakan petugas, tindakan tokoh masyarakat dan tokoh agama) dengan pemanfaatan bidan desa oleh ibu hamil dan bersalin di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Peudada Kabupaten Bireuen tahun 2007. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen dalam meningkatkan upaya pelayanan kesehatan ibu bersalin 2. Sebagai masukan bagi puskesmas untuk membantu bidan-bidan di wilayah kerjanya dalam memberikan pelayanan Kesehatan masyarakat khususnya ibu bersalin. 3. Bagi peneliti lain, sebagai bahan perbandingan dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan oleh bidan terhadap ibu bersalin.