BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling umum di jumpai. Peningkatan tekanan arteri dapat mengakibatkan perubahan patologis pada sistem sirkulasi dan hipertrofi ventrikel kiri. Sebagai konsekuensinya, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang dapat menyebabkan penyakit arteri koroner disertai infark miokardial dan kematian jantung mendadak, dan merupakan kontributor utama gagal jantung, insufisiensi ginjal, serta aneurisma diseksi pada aorta (Hardman dan Limbird, 2008). The Seventh Report of the Join National Committee (JNC VII) on Detection, Evalution, and Treatment of High Blood Pressure mengklasifikasikan tekanan darah berdasarkan pada nilai sistolik dan diastolik. Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler. Secara global jumlah penderita penyakit kardiovaskuler yang meninggal sebanyak 17 juta pertahun diseluruh dunia, yaitu hampir sepertiga dari total kematian. Total kematian akibat kardiovaskuler, yang disebabkan oleh hipertensi yaitu berjumlah 9,4 juta kematian. Hipertensi bertanggung jawab setidaknya 45% kematian akibat penyakit jantung dan 51% kematian akibat stroke (World Health Organization, 2013). Hipertensi di Indonesia memiliki angka cukup tinggi, yaitu 15%. Apabila 230 juta penduduk Indonesia, berarti hampir 35 juta penduduk 1
Indonesia terkena hipertensi (Susilo dan Wulandari, 2010). Penyebaran jumlah penderita hipertensi di Indonesia sangat tidak merata, misalnya saja hasil survei kesehatan menunjukkan bahwa jumlah penderita hipertensi yang sangat rendah terdapat di daerah lembah Baliem, Pegunungan Jaya Wijaya, Papua. Didaerah Lembah Baliem ini yang terkena hipertensi hanya 0,6%. Sedangkan daerah yang memiliki jumlah penderita hipertensi paling tertinggi terdapat di Talang, Sumatera Barat yaitu sebesar 17,8% (Susilo dan Wulandari, 2010). Dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas yang menderita hipertensi pada tahun 2012 sebesar 30.007 orang (1,5% penderita hipertensi dari total penduduk di Kabupaten Banyumas). Pada tahun 2013 pada bulan januari hingga September dari sepuluh besar kasus penyakit, hipertensi menempati urutan pertama dari sepuluh besar penyakit tidak menular yaitu sebanyak 6.320 kasus (Anonim, 2012; Radar Banyumas, 2013). Berdasarkan pola penyakit penderita rawat jalan di Puskesmas Purwokerto Selatan 2011, penyakit hipertensi menempati urutan kedua dari sepuluh besar penyakit di Puskesmas Purwokerto Selatan (Sulastin, 2011). Kondisi sosiodemografi saat ini bervariasi dimana kondisi sosiodemografi menunjukan pentingnya kepatuhan dalam pengobatan (Theofilou, 2012). Kepatuhan biasanya menjadi masalah pada pasien-pasien penyakit kronik yang membutuhkan modifikasi gaya hidup dan terapi jangka panjang. Ketidakpatuhan pada pasien hipertensi secara potensial dapat meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan (Ogedegbe, et al, 2009; Fung et
al, 2007). Beberapa alasan pasien tidak menggunakan obat antihipertensi ialah dikarenakan sifat penyakit yang secara alami tidak menimbulkan gejala, terapi yang berjalan jangka panjang, efek samping obat yang terjadi, regimen terapi yang kompleks, pemahaman yang kurang tentang pengelolaan dan risiko hipertensi serta biaya pengobatan yang relati tinggi (Margado, Rolo, & Branco, 2011; Lin, Huang, Yang,Wu, Chang, & Lu, 2007). Healthy people 2010 for Hypertension menganjurkan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dan intensif guna mencapai pengontrolan tekanan darah secara optimal. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan partisipasi aktif para sejawat apoteker yang melaksanakan praktek profesinya pada setiap tempat pelayanan kesehatan. Apoteker dapat bekerjasama dengan dokter dalam memberikan edukasi ke pasien mengenai hipertensi, memonitor respon pasien melalui farmasi komunitas, adherence terhadap terapi obat dan non-obat, mendeteksi dan mengenali secara dini reaksi efek samping, serta mencegah dan/atau memecahkan masalah yang berkaitan dengan pemberian obat. Penurunan tekanan darah yang efektif dengan obat-obatan telah terbukti mencegah kerusakan pembuluh darah bahkan menurunkan angka kesakitan dan kematian secara nyata (Depkes, 2007; Katzung, 2010). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa intervensi farmasis dalam hal pemberian konseling pada pasien hipertensi berhasil meningkatkan kepatuhan, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik (Hughes et al, 2001; Mulyasih 2011; dan Purwanto, 2013). Konseling pasien secara efektif
akan membuat pasien mengerti tentang penyakit, terapi dengan antihipertensi dan pentingnya modifikasi gaya hidup. Berdasarkan hasil wawancara pada observasi awal terhadap pasien hipertensi yang melakukan penebusan resep obat hipertensi di Puskesmas Purwokerto Selatan, diketahui bahwa sebagian pasien hipertensi tidak patuh terhadap pengobatan yang diberikan. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk menilai pengaruh konseling farmasis dan kondisi sosiodemografi terhadap kepatuhan dan hasil terapi berupa perbaikan penurunan tekanan darah pasien yang berobat jalan di Puskesmas Purwokerto Selatan. B. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah yang hendak dicari jawabannya melalui penelitian ini adalah: 1. Adakah pengaruh konseling farmasis terhadap kepatuhan pada pasien hipertensi di Puskesmas Purwokerto Selatan selama periode Januari Maret 2014? 2. Adakah pengaruh kondisi sosiodemografi terhadap kepatuhan pada pasien hipertensi di Puskesmas Purwokerto Selatan setelah mendapatkan konseling selama periode Januari Maret 2014? 3. Adakah hubungan kepatuhan terhadap hasil terapi pada pasien hipertensi di Puskesmas Purwokerto Selatan selama periode Januari Maret 2014?
C. Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas dan tenaga kesehatan, khususnya farmasis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pentingnya konseling yang dilakukan farmasis pada pasien yang menerima pengobatan jangka panjang termasuk pasien hipertensi rawat jalan di Puskesmas Purwokerto Selatan. 2. Dapat diketahui tingkat kepatuhan pasien hipertensi di Puskesmas Purwokerto Selatan setelah mendapat konseling dan pengaruhnya terhadap hasil terapi. D. Tujuan penelitian 1. Mengetahui pengaruh konseling farmasis terhadap kepatuhan pasien hipertensi di Puskesmas Purwokerto selatan selama periode Januari Maret 2014. 2. Mengetahui pengaruh kondisi sosiodemografi terhadap kepatuhan pasien hipertensi di Puskesmas Purwokerto Selatan setelah mendapatkan konseling selama periode Januari Maret 2014. 3. Mengetahui hubungan kepatuhan pasien hipertensi terhadap hasil terapi di Puskesmas Purwokerto Selatan selama periode Januari Maret 2014.
E. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Lee et al., (2006) di Amerika menguji efikasi dari program pharmacy care dalam meningkatkan kepatuhan dan pengaruhnya terhadap tekanan darah dan kadar kolestrol LDL. Penelitian dilakukan pada 200 pasien lansia yang didaftar (77,1% pria, umur rata-rata 78 tahun), dengan kepatuhan medikasi rata-rata meningkat dari (61,2% ± 13,5%) menjadi (96,9% ± 5,2%) (ρ<0,001) setelah intervensi apoteker. Dari penelitian tersebut juga tampak adanya penurunan tekanan darah sisitolik sebesar rata-rata 6,9 mmhg pada pasien yang mendapatkan intervensi Apoteker, yang secara signifikan berbeda dengan kelompok pasien yang memperoleh pelayanan biasa, (penurunan rata-rata 1,0 mmhg). Sementara penurunan kadar kolesterol LDL untuk kedua kelompok pasien tersebut tidak berbeda secara signifikan. Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan pengaruh konseling terhadap hasil terapi adalah Kusumaningjati (2008) mengenai Pengaruh Konseling Farmasis Terhadap Luaran Terapetik Pasien Hipertensi di RSU Kardinal Tegal. Penelitian Kusumaningjati (2008) bertujuan untuk mengetahui pengaruh konseling apoteker terhadap penurunan tekanan darah dan kualitas hidup pasien hipertensi lanjut usia. Total pasien adalah 49 pasien yang rentang usia 18 - <65 tahun dengan menggunakan metode wawancara dan pengisian kuisioner short form -36 (SF-36), diperoleh hasil penurunan bermakna rerata tekanan darah sistolik pada kelompok intervensi lebih besar daripada kelompok kontrol (21,92>11,74 mmhg) dan penurunan rerata
diastolik pada kolompok intervensi lebih besar dari pada kelompok kontrol (6,92>5,22) walaupun pada penilaian kualitas hidup pasien hipertensi tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok. Mulyasih (2010) pernah meneliti mengenai Pengaruh Konseling Apoteker Terhadap Hasil Terapi Pasien Hipertensi Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Kraton Kabupaten Pekolangan. Total Pasien adalah 75 pasien dengan rentan usia 18 - < 65tahun dengan menggunakan metode pembagian leaflet, konseling secara verbal dan pengisian kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS). Hasil yang diperoleh yaitu adanya penurunan tekanan darah yang bermakna pada akhir penelitian yaitu sistolik sebesar 11,28 mmhg dan diastolik sebesar 7,18 mmhg pada kelompok perlakuan, sedangkan pada kelompok kontrol tidak mengalami penurunan tekanan darah yang bermakna yaitu sitolik sebesar 2,22 mmhg dan diastolik sebesar 0,28 mmhg. Terdapat korelasi yang bermakna antara skor MMAS dengan perubahan sistolik (P=0,019) dan diastolik (P=0,001) yang berarah positif. Purwanto (2013) pernah meneliti mengenai Evaluasi Pengaruh Konseling Farmasis Terhadap Kepatuhan dan Hasil Terapi Pasien Hipertensi Di Apotek-Apotek Wilayah Kabupaten Kendal. Diperoleh 102 pasien dengan rentan usia 18 - < 65 tahun dengan metode wawancara dan pemberian konseling secara verbal dan pengisian kuesioner MMAS. Hasil yang diperoleh ialah terjadi penurunan tekanan darah pada akhir penelitian yaitu tekanan darah sitolik sebesar 20,72 poin dan tekanan darah diastolik sebesar 9,37 poin pada kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol tidak
terdapat perubahan rerata yang bermakna hasil uji korelasi kepatuhan dan hasil terapi menunjukkan hubungan yang positif dan bermakna antara kategori MMAS dengan tekanan darah sistolik (p=0,000; r=0,565) dan diastolik (p=0,000 ; r=0,481). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian Pengaruh Konseling Farmasis Dan Kondisi Sosiodemografi Terhadap Kepatuhan Dan Hasil Terapi Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas ini berbeda dengan penelitian tersebut diatas dalam hal subyek yang diteliti, kondisi sosiodemografi subyek, dan tujuan penelitian. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas, tujuan penelitian ini ialah melihat kepatuhan pasien terhadap pengobatan dengan konseling farmasis dan kondisi sosiodemografi, hasil terapi dan hubungan keduanya, pengukuran kepatuhan pasien dengan MMAS.