MANAJEMEN KEUANGAN Modul ke: 12 Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Keuangan www.mercubuana.ac.id Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE
Faktor yang menentukan persediaan Besar kecilnya persediaan bahan baku dan bahan penolong dipengaruhi oleh faktor : Volume atau jumlah yang dibutuhkan, yaitu yang dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan (kontinuitas) proses produksi. Semakin banyak jumlah bahan baku yang dibutuhkan, maka akan semakin besar tingkat persediaan bahan baku. Kontinuitas produksi tidak terhenti, diperlukan tingkat persediaan bahan baku yang tinggi dan sebaliknya. Sifat bahan baku, apakah cepat rusak (durable goods) atau tahan lama (undurable good).
Jenis Persediaan Pembagian jenis persediaan dapat berdasarkan proses manufaktur yang dijalani dan berdasarkan tujuan. Pembagian berdasarkan proses manufaktur, maka persediaan dibagi dalam tiga kategori, yaitu : 1. 2. 3. Persediaan bahan baku. Persediaan bahan setengah jadi. Persediaan barang jadi.
Pembagian jenis persediaan berdasarkan tujuannya, terdiri dari : Persediaan pengamanan (safety stock) Persediaan pengaman atau sering pula disebut safety stock adalah persediaan yang dilakukan untuk mengantisipasi unsur ketidakpastian permintaan dan penyediaan. Apabila persediaan pengaman tidak mampu mengantisipasi ketidakpastian tersebut, maka akan terjadi kekurangan persediaan (stockout).
Faktor-faktor yang menentukan besarnya safety stock adalah : a. Penggunaan bahan baku rata-rata. Salah satu dasar untuk memperkirakan penggunaan bahan baku selama periode tertentu, khusunya selama periode pemesanan adalah rata-rata penggunaan bahan baku pada masa sebelumnya. b. Faktor waktu. Lead time adalah lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan bahan-bahan sampai dengan kedatangan bahan-bahan yang dipesan tersebut dan diterima di gudang persediaan. c. Persediaan antisipasi. Persediaan antisipasi disebut sebagai stabilization stock merupakan persediaan yang dilakukan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang sudah dapat diperkirakan sebelumnya. d. Persediaan dalam pengiriman (transit stock). Persediaan dalam pengiriman disebut work-in process stock adalah persediaan yang masih dalam pengiriman, yaitu : External transit stock adalah persediaan yang masih berada dalam transportasi. Internal transit stock adalah persediaan yang masih menunggu untuk diproses atau menunggu sebelum dipindahkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya safety stock adalah sebagai berikut : Risiko kehabisan persediaan, yang biasanya ditentukan oleh : 1. Kebiasaan pihak supplier dalam pengiriman barang yang dipesan, apakah tepat waktu atau sering kali terlambat dari waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak pembelian. a.dapat diduga atau tidaknya kebutuhan bahan baku untuk produksi. b.biaya simpan di gudang dan biaya ekstra bila kehabisan persediaan 2.Sifat persaingan. Persaingan yang terjadi antar perusahaan dapat ditentukan dari kecepatan pelayanan pemenuhan permintaan pelanggan, maka perusahaan perlu memiliki persediaan yang besar.
Biaya-Biaya dalam Persediaan 1.Biaya Pemesanan Biaya pemesanan (ordering cost, procurement costs) adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan/barang, sejak dari penempatan pemesanan sampai tersedianya barang di gudang. Biaya pemesanan ini meliputi semua biaya administrasi dan penempatan order, biaya pemilihan vendor/pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan pemeriksaan barang 2.Biaya Penyimpanan Biaya penyimpanan (carrying costs, holding costs) adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya persediaan barang. Yang termasuk biaya ini, antara lain biaya sewa gudang, biaya administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik, biaya modal yang tertanam dalam persediaan, biaya asuransi ataupun biaya kerusakan, kehilangan atau penyusutan barang selama penyimpanan.
3.Biaya Kekurangan Persediaan Biaya kekurangan persediaan (shortage costs, stockout costs) adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya barang pada waktu diperlukan. Biaya kekurangan persediaan ini pada dasarnya bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan. Dalam perusahaan manufaktur, biaya ini merupakan biaya kesempatan yang timbul misalnya karena terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak adanya bahan yang diproses, yang antara lain meliputi biaya kehilangan waktu produksi bagi mesin dan karyawan.
Klasifikasi ABC dalam Persediaan Kriteria masing-masing kelas dalam klasifikasi ABC, sebagai berikut : 1. Kelas A Persediaan yang memiliki volume tahunan rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total persediaan, meskipun jumlahnya hanya sedikit, biasa hanya 20% dari seluruh item. Persediaan yang termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian yang tinggi dalam pengadaannya karena dalam kelas ini memerlukan perhatian tinggi dalam pengadaannya karena berdampak biaya yang tinggi. Pengawasan harus dilakukan secara intensif. 2. Kelas B Persediaan dengan nilai volume tahunan rupiah yang menengah. Kelompok ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan tahunan, dan sekitar 30% dari jumlah item. Di sini diperlukan teknik pengendalian yang moderat. 3. Kelas C Barang yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah, yang mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50% dari jumlah item persediaan. Di sini diperlukan teknik pengendalian yang sederhana, pengendalian hanya dilakukan sesekali saja. Nilai persentase di atas tidak mutlak, namun tergantung dari kebijakan perusahaan. Demikian pula jumlah kelas, tidakterbatas pada tiga kelas, tetapi dapat dilakukan untuk lebih dari tiga kelas atau kurang.
Teknik Persediaan EOQ Metode Economic Order Quantity (EOQ) adalah salah satu metode dalam manajemen persediaan yang klasik dan sederhana. Perumusan metode EOQ pertama kali ditemukan oleh FW Harris pada tahun 1915, tetapi metode ini sering disebut EOQ Wilson Karena metode ini dikembangkan oleh seorang peneliti bernama Wilson pada tahun 1934. Metode ini digunakan untuk menghitung minimalisasi total biaya persediaan berdasarkan persamaan tingkat atau titik equlibriumkurva biaya simpan dan biaya pesan (Divianto, 2011). Metode EOQ mengasumsikan permintaan secara pasti dengan pemesanan yang dibuat secara konstan serta tidak adanya kekurangan persediaan.
asumsi yang harus dipenuhi dalam metode EOQ (Rangkuti 2007), yaitu: a.tingkat permintaan datang secara konstan, berulang-ulang dan diketa b.tidak diperbolehkan terjadinya kehabisan persediaan c.bahan yang dipesan dan diproduksi pada satu waktu d.biaya pemesanan setiap unit adalah konstan e.barang yang dipesan tunggal
EOQ adalah pendekatan tradisional untuk pengelolaan persediaan. Dengan tujuan jumlah pesanan optimal minimalisasi biaya pemesanan, penggudangan, dan kekurangan persediaan sehingga produksi tidak terganggu. Dengan pendekatan ini, jumlah order optimal dihitung dengan meminimumkan jumlah biaya-biaya sebagai berikut: 1. Ordering costs / replenishment costs Biaya yang dikeluarkan dalam mempersiapkan dan memproses pesanan pembelian serta dalam menerima dan memeriksa barang yang dibeli. Contoh biaya pemesanan termasuk gaji pegawai pembelian, telepon, dan alat tulis. Biaya Memesan naik sebagai entitas meningkatkan jumlah pembelian jumlah kecil. Jumlah biaya pemesanan ditambah biaya total tercatat sama dengan total biaya persediaan. 2. Carrying costs / Holding costs Biaya-biaya yang berkaitan dengan penyimpanan atau penahanan (carrying) persediaan sepanjang waktu tertentu. Oleh karena itu, biaya penyimpanan juga mencakup biaya yang berkaitan dengan gudang, seperti biaya asuransi, staffing tambahan, dan pembayaran bunga.
Komponen komponen holding costs adalah: Capital Costs Biaya ini timbul karena hilangnya kesempatan pengguna an modal untuk pembelian aset aset lain yang lebih menguntungkan bagi perusahaan. Pajak Pajak ini dikenakan terhadap barang yang disimpan. Asuransi Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menanggung r esiko kerusakan barang yang disimpan. Obsolescence Merupakanpenyusutan kualitas dari produk yang disimpan. Storage Meliputi biaya yang dikeluarkan untuk fasilitas fasilitas penyimpanan barang.
Stockout costs / Shortage costs Biaya yang harus dikeluarkan sebagai konsekuensi kekurangan atau kelangkaan persediaan. biaya kelangkaan atau shortage costs terjadi apabila jumlah stok yang ada tidak dapat memenuhi permintaan. Akibat terjadinya stockout, kepercayaan konsumen menjadi berkurang atau hilang. Kerugian ini bersifat intangible yang menyebabkan stockout cost sulit untuk dihitung. Rumus EOQ juga digunakan untuk menghitung reorder point, yaitu tingkat persediaan saat pemesanan harus dilakukan. Reorder point berdasar waktu pengiriman dan tingkat persediaan aman mengatasi fluktuasi permintaan.
Untuk memudahkan dalam pengambilan keputusan, telah dikembangkan beberapa model dalam manajemen persediaan : Model Persediaan Kuantitas Pesanan Ekonomis (Economics Order Quantity/EOQ) Kuantitas pesanan ekonomis (economics order quantity/eoq) merupakan salah satu model klasik, diperkenalkan oleh FW Harris pada tahun 1914, tetapi paling banyak dikenal dalam teknik pengendalian persediaan. EOQ banyak dipergunakan sampai saat ini karena mudah dalam penggunaannya, meskipun dalam penerapannya harus memperhatikan asumsi yang dipakai. Asumsi tersebut sebagai berikut : Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam Kebutuhan / permintaan barang diketahui dan konstan Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui dan konstan Barang yang dipesan diterima dalam satu kelompok Harga barang tetap dan tidak tergantung dari jumlah yang dibeli Waktu tenggang (lead time) diketahui dan konstan
Sebagai suatu model, tentunya memerlukan asumsi-asumsi dalam penerapannya. Asumsi yang harus dipenuhi dalam penerapan model EOQ adalah: Biaya inventory hanya diklasifikasikan kedalam 2 jenis biaya inventory, yaitu: biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Kuantitas inventory yang dipesan selalu sama untuk setiap pemesanan. Permintaan, biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan diketahui dengan pasti. Selain itu, purchase-order lead time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mulai dari pemesanan sampai barang diterima di gudang, juga diketahui dengan pasti. Cost per unit dari barang yang dibeli tidak dipengaruhi oleh kuantitas yang dipesan. Tidak terjadi stockout. Meskipun model EOQ mengabaikan cost barang yang dibeli, stockout, kualitas, dan shrinkage costs, namun model ini tetap dapat digunakan untuk mengoptimalkan pengelolaan inventory, karena memberikan informasi berapa order kuantitas yang dipesan dengan biaya pemesanan dan penyimpanan inventory yang paling minimal.
Contoh aplikasi: Perusahaan Glare menjual kacamata renang, SW1. Glare membeli SW1 dari pemasok senilai $14 per unit. Semua biaya angkutan pengiriman barang dari pemasok ditanggung oleh pemasok. Tidak diperlukan inspeksi atas kualitas kacamata yang dibeli dari pemasok, karena Glare selalu memilih pemasok yang terpercaya. Rata-rata permintaan konsumen atas SW1 sebanyak 13.000 unit per tahun atau 250 unit per minggu. Tingkat ROI yang diharapkan Glare atas setiap investasi, termasuk investasi dalam inventory, adalah 15% per tahun. Biaya penyimpanan inventory seperti asuransi, material handling, kerusakan, kehilangan inventory diestimasikan per tahun $3.20 per unit. Biaya relevan pemesanan inventory sebesar $200. Dari informasi tersebut dapat dihitung: Biaya relevan penyimpanan inventory: ROI atas inventasi dalam inventory: 15% X $14 = $2.10 Biaya relevan pengelolaan penyimpanan inventory per tahun = $3.10 Total biaya relevan penyimpanan inventory adalah $5.20 per unit per tahun.
EOQ dapat dihitung: Dengan order pembelian SW1 sebanyak 1,000 unit setiap order akan diperoleh biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang paling ekonomis. Biaya inventory total = 13 X $200 + 500 X $5.20 = $2,600 + $2,600 = $5,200 Catatan: EOQ dicapai pada biaya pemesanan = biaya penyimpanan. Setelah keputusan penentuan order quantity dibuat, keputusan selanjutnya adalah menentukan kapan order dilakukan (reorder point). Reorder point merupakan kuantitas inventory tersisa di gudang yang memicu untuk melakukan order pembelian baru. Reorder point dihitung dengan menggunakan rumus: Contoh aplikasi: Anggaplah purchase order lead time untuk pemesanan SW1 adalah 2 minggu, maka reorderpoint: Reorder point = 250 unit per minggu X 2 minggu = 500 unit. Dus, bila stock SW1 digudang tinggal 500 unit, Glare harus melakukan order pembelian. Barang yang dipesan tidak selalu datang tepat waktu sesuai lead time yang diharapkan. Beberapa kejadian bisa menyebabkan barang tidak datang tepat waktu, seperti penundaan shipping, faktor cuaca, perubahan permintaan, dan faktor-faktor lain yang memengaruhi lead time pengiriman barang. Untuk mengantisipasi ini, umumnya manajer menerapkan safety stock. Safety stock merupakan inventory yang disimpan sepanjang waktu sebagai buffer untuk mengantisipasi peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan. Untuk menentukan berapa tingkat safety stock yang optimal, manajer harus mempertimbangkan beberapa faktor yang merupakan implikasi safety stock: stockout costs dan carrying costs.
DAFTAR PUSTAKA kuliah-manajemen.blogspot.com/2009/12/manajemen-persediaan.html belajartanpabuku.blogspot.co.id Belajar Tanpa Buku pengertian Diposting oleh persediaan.bogspot.com di 20.37 This entry was posted in Management Produksi and tagged inventory, persediaan, volume. Bookmark the permalink. http://repository.upi.edu/6299/6/s_mtk_0900409_chapter3.pdf http://sigitpamungkas.com/wp-content/uploads/2012/03/week-7-seminar-1-siklus-pengeluaran.pdf (Referensi: Cost Accounting, A Managerial Emphasis, 15 th Edition, Horngren, Datar, Rajan, 2015)