Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

dokumen-dokumen yang mirip
Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Anak

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi dan perkembangan teknologi dan komunikasi, telah menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial

Peran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

Bentuk Kekerasan Seksual

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai

BAB I PENDAHULUAN tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 (selanjutnya UU Perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senan

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan

24 HUKUM DALAM PERMASALAHAN PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA. Oleh: Andi Rezky Aprilianty Punagi, Ishartono, & Gigin Ginanjar Kamil Basar

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

Kekerasan Seksual. Sebuah Pengenalan. Bentuk

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pada pembahasan penulis paparkan sebelumnya maka. dapat disimpulkan:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN Oleh : Yulia Monita 1.

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Transkripsi:

1 Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Novelina MS Hutapea Dosen Fakultas Hukum USI Ringkasan Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang sangat mulia, berakal budi, berakhal dan bermartabat. Oleh sebab itu, pelanggaran terhadap hak asasi manusia seperti memperdagangkan sesuatu barang dagangan yang dapat dibeli, dijual, dipindahkan, dipekerjakan dan diabaikan hak-haknya adalah suatu perbuatan yang tidak manusiawi dan harus diberantas. Penanggulangan tindak pidana perdagangan manusia (orang) bertujuan untuk mencegah dan memberantas tindak kriminal tersebut. Upaya penanggulangan telah direalisasikan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 yang telah mengatur secara khusus tentang tindak pidana perdagangan orang sekaligus dengan sanksi pidana yang diancamkan bagi pelakunya. Namun selain penanggulangan yang mengandalkan hukum sebagai instrumennya, perlu pula dilaksanakan upaya lain tanpa menggunakan instrument hukum (pidana) untuk mencapai efektivitas penanggulangan tindak pidana perdagangan orang. Kata kunci : perdagangan orang, tindak pidana, manusiawi -------------------------------------------------------------------- Pendahuluan Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia dan juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat serta martabat manusia. Tidak ada satupun negara di dunia ini yang menyetujui bentuk-bentuk perdagangan orang dan terus mengupayakan pemberantasan terhadap tindakan tersebut didasari pemahaman bahwa manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang paling sempurna dan harus dijunjung tinggi harkat serta martabatnya sehingga tidak layak untuk diperdagangkan. Perdagangan orang dari waktu ke waktu khususnya perempuan dan anak telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik yang terorganisasi maupun tidak terorganisasi, baik bersifat antar negara maupun dalam negeri. Keadaan ini telah mengancam masyarakat, bangsa dan negara serta ancaman pula terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Kajian terhadap masalah kejahatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat memang tidak cukup sampai penjatuhan pidana saja terhadap pelaku tanpa mencari apa latar belakang yang menjadi pemicu terjadinya kejahatan tersebut. Hal ini didasari pada pengamatan di beberapa kasus yang terjadi bahwa faktor penyebab terjadinya kejahatan sebagai akar permasalahan justru menjadi faktor penyebab sulitnya menanggulangi kejahatan tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa penelitian empiris menunjukkan bahwa perempuan dan anak adalah orang-orang yang tergolong rentan menjadi objek perdagangan orang. Salah satu faktor penyebabnya adalah kemiskinan. Kemiskinan membuat orang kadangkala mau

2 www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 melakukan apa saja demi dapat bertahan hidup dan menopang kehidupan anggota keluarga yang lainnya.kondisi kemiskinan ini pula yang menjadi objek perhatian manusia lainnya yang mau mengambil kesempatan dari kesulitan sesamanya manusia. Tawaran untuk mendapatkan pekerjaan pun akan mudah diterima oleh pihak yang membutuhkannya, tanpa menyadari adanya jebakan di balik tawaran pekerjaan yang diajukan, seperti kemujngkinan untuk tujuan pelacuran atau eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan dan bentuk-bentuk lain dari eksploitasi yang menimbulkan penderitaan bagi korban baik secara fisik maupun psikis. Dengan demikian, harus dipahami bahwa meskipun telah ada sanksi yang tegas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang, namun penegakan hukum harus tetap dibarengi dengan perbaikan taraf perekonomian masyarakat, pendidikan formal dan informal yang memadai serta kesadaran hukum masyarakat sebagai basis untuk dapat hidup layak, mandiri serta tidak mudah terpengaruh terhadap bujuk rayu untuk memperoleh pekerjaan tanpa tujuan yang jelas. Pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, masyarakat dan keluarga. Upaya ini dilakukan dengan mewujudkan langkah-langkah yang komprehensif dan terpadu maupun dengan mengembangkan kerja sama internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Rumusan Masalah 1. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang? 2. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana perdagangan orang? Metode Penelitian 1. Metode penelitian kepustakaan (library research) Dengan menggunakan metode kepustakaan, data sekunder yang diperlukan untuk menjawab/membahas permasalahan yang telah dirumuskan diperoleh dengan mengumpulkan, membaca dan menganalisa secara sistematis dan logis buku-buku kepustakaan dan juga perundang-undangan yang ada relevansinya dengan permasalahan yang telah dirumuskan. 2. Metode penelitian lapangan (field research) Selain membutuhkan data sekunder, data primer juga sangat dibutuhkan untuk penyelesaian penelitian ini dan untuk itu penelitian dilaksanakan di Pengadilan Negeri Pematangsiantar untuk mempelajari kasus yang telah diputus berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang dan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku sebagai salah satu upaya penanggulangannya setelah Undang-undang Nomor 1 Tahun 2007 berlaku.

3 Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang - Novelina MS Hutapea Pembahasan a. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang Usaha untuk memahami kejahatan itu sebenarnya telah berabad-abad lalu dipikirkan oleh para ilmuwan terkenal. Plato (427-347 sm) menyatakan dalam bukunya Republiek bahwa emas, manusia merupakan sumber dari banyak kejahatan. Sementara itu, Aristoteles (382-322 sm) menyatakan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk kemewahan. Sedangkan Thomas Aquino (1226-1274) memberikan pendapatnya tentang pengaruh kemiskinan atas kejahatan. Orang kaya yang hidup untuk kesenangan dan memboros-boroskan kekayaannya, jika suatu kali jatuh miskin, mudah menjadi pencuri. Bonger menempatkan satu lagi penulis masa lampau yaitu Thomas More (1478-1535). Penulis buku Utopia (1516) ini menceritakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan kepada penjahat pada waktu itu tidak berdampak banyak untuk menghapus kejahatan yang terjadi. Untuk itu katanya, harus dicari sebab musabab kejahatan dan menghapuskannya. Dengan demikian, mencari sebab musabab atau faktor-faktor penyebab terjadinya suatu kejahatan sebagaimana halnya dengan kejahatan perdagangan perempuan dan anak menjadi suatu penelitian yang penting untuk membahas kejahatan itu dan mengupayakan penanggulangannya. Di dalam ilmu kriminologi sebagai ilmu yang berobjekan kejahatan adalah etilogi kriminologi yang merupakan cabang ilmu kriminologi yang mencari sebab musabab dari kejahatan. Dalam kriminologi, etilogi kejahatan merupakan kajian yang paling utama. Dengan berpedoman pada kajian secara kriminologi khususnya etilogi kriminologi, maka dalam penulisan/ penelitian ini dapat dikemukakan beberapa faktor penyebab tindak pidana perdagangan orang terutama perempuan dan anak, sebagai berikut: 1. Faktor Ekonomi. Kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor yang mempunyai andil dalam menciptakan kerentanan terhadap perdagangan, tetapi keinginan untuk menikmati penghasilan yang lebih tinggi dapat mendorong orang untuk memasuki siklus migrasi dengan menghadapi resiko diperdagangkan. Penduduk yang miskin mungkin akan lebih rentan terhadap perdagangan. Hal ini tidak hanya disebabkan lebih sedikitnya pilihan yang tersedia untuk mencari nafkah, tetapi juga karena mereka memegang kekuasaan sosial yang lebih kecil, sehingga mereka tidak mempunyai terlalu banyak akses untuk memperoleh bantuan dan ganti rugi. Disamping itu dengan status sosial mereka yang lebih rendah, penduduk miskin juga mempunyai kekuatan yang lebih sedikit untuk menyuarakan keluhannya.

4 www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 Pada saat ini peran perempuan dalam keluarga bukan lagi hanya sekedar sebagai istri dan ibu, tapi lebih dari itu, peran perempuan sudah meluas sampai kepada harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa keluarganya masih dapat bertahan hidup. Banyak perempuan dalam sebuah keluarga menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga. Keadaan seperti ini memungkinkan bahwa perempuan memutuskan untuk meninggalkan keluarganya bermigrasi. Dalam situasi inilah maka perempuan tersebut rentan menjadi korban kekerasan, eksploitasi dan perdagangan dalam proses migrasi. Banyak perempuan Indonesia membantu menghidupi keluarga mereka dengan bekerja di sawah atau di perkebunan, atau dengan bekerja di rumah dalam industri rumah tangga. Pendapat dari kegiatankegiatan ini pada masa sekarang sudah tidak cukup lagi untuk menghidupi keluarga, atau karena keluarga tidak mempunyai tanah lagi, anggota keluarga bermigrasi untuk mencari pekerjaan. Untuk menghidupi keluarga mereka, perempuan bermigrasi ke kota-kota besar dan ke luar negeri untuk menjadi pembantu rumah tangga atau pengasuh anak/orang lanjut usia. Demikian juga halnya dengan anakanak yang terpaksa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena faktor kemiskinan juga sangat rentan terhadap perdagangan untuk tujuan eksploitasi seksual. Biasanya anak-anak korban perdagangan ini bekerja pada tempat-tempat kasar dengan upah rendah, seperti di perkebunan, jermal, pekerja restoran, tenaga penghibur, perkawinan kontrak, dan dijadikan pekerja seks komersial. 2. Faktor pendidikan dan ketrampilan. Dewasa ini memang tingkat pendidikan di Indonesia telah mencapai kemajuan, tetapi tetap saja masih banyak penduduk yang mengecap tidak lebih dari beberapa tahun pendidikan di bangku sekolah dasar. Keadaan ini lebih dipertajam lagi dengan situasi yang menggambarkan kehadiran perempuan di sekolah justru cenderung lebih rendah dari laki-laki. Tingkat pendidikan juga jelas dapat dilihat dari perbedaannya antara di desa dan di kota, dimana perempuan yang berada di pedesaan mempunyai pendidikan yang sangat rendah dibandingkan dengan perempuan yang tinggal di kota. Apa yang melatarbelakangi keadaan ini adalah tidak terlepas dari pendapatan pencaharian yang jelas berbeda antara di desa dan di kota. Di dalam keluarga yang tidak mampu, mengirimkan semua anak mereka bersekolah adalah sangat sulit. Berdasarkan kesulitan itu, prioritas utama biasanya akan diberikan pada anak laki-laki. Tingkat pendidikan yang rendah dan kebutahurufan akan membuat perempuan menghadapi resiko yang lebih besar untuk menghadapi eksploitasi dan perdagangan, karena mereka tidak mampu membaca atau memahami kontrak kerja atau dokumen imigrasi. Hambatan itu juga akan semakin

5 Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang - Novelina MS Hutapea menyulitkan mereka dalam mencari bantuan, karena mereka tidak mengetahui hak-hak mereka. Tidak hanya pendidikan yang rendah menyebabkan kaum perempuan terutama di pedesaan yang sulit memperoleh pekerjaan, akan tetapi ditambah lagi dengan tidak adanya ketrampilan yang dapat diperoleh dari pendidikan informal sebagai bekal untuk mencari nafkah. Hal ini menyebabkan adanya sejumlah janji akan dipekerjakan di luar daerah ataupun di luar negeri dengan penghasilan yang cukup tinggi, menjadi faktor pendorong bagi mereka untuk menerima tawaran tanpa menyadari maksud-maksud buruk dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan kesulitan hidup para kaum perempuan yang berasal dari keluarga tidak mampu tersebut. 3. Faktor Hukum. Faktor hukum sangat menentukan terselenggaranya perlindungan terhadap hak-hak seseorang. Faktor hukum dalam hal ini dimaksudkan berkaitan dengan undang-undang yang bias gender dan juga undang-undang yang mengatur tentang penghapusan perdagangan orang khususnya perempuan dan anak di Indonesia. Undangundang dan kebijakan dapat membuat perempuan semakin rentan terhadap perdagangan. Sebagai contoh, jika ada persoalan yang menempatkan seorang perempuan meminta cerai dari suaminya karena suaminya suka melakukan kekerasan yang menyebabkan dirinya telah mengalami cukup lama dan banyak penderitaan. Menurut undang-undang perkawinan seorang perempuan yang menuntut cerai dengan alasan apapun tidak berhak menuntut tunjangan dari mantan suaminya. Dengan demikian ia harus mencari jalan untuk menghidupi dirinya sendiri. Jika perempuan itu berpendidikan rendah dan tidak mempunyai banyak pengalaman kerja, pilihan yang ada terbatas jumlahnya, sehingga sangat rentan menjadi korban perdagangan orang. Contoh kasus yang dikemukakan di atas hanyalah salah satu dari masih banyaknya kasus yang menggambarkan belum terakomodasinya dengan maksimal pengaturan perlindungan terhadap hak-hak perempuan Indonesia menjadi potensi kerentanan perempuan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. b. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tujuan pembangunan suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam proses pelaksanaan pemerataan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, dalam realitanya menunjukkan masih banyak rakyat marginal. Kenyataan ini menggambarkan bahwa memang masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menikmati hasilhasil pembangunan dan hidup dalam kemiskinan. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya kemiskinan menjadi salah satu faktor rentannya

6 www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 perempuan dan anak menjadi korban perdagangan. Sampai saat ini pemerintah belum mampu mengentaskan masalah kemiskinan ini. Demikian juga masalah lapangan kerja dan kesempatan kerja yang masih membuat diskriminasi antara perempuan dan laki-laki membuat kaum perempuan mempunyai peluang yang lebih sempit untuk mendapatkan pekerjaan. Banyak perusahaan-perusahaan yang tidak mau menerima calon tenaga kerja perempuan yang sudah menikah. Kebutuhan hidup keluarga membuat perempuan yang menganggur mudah tergiur menerima bujukan atau janji dari penyalur tenaga kerja untuk bekerja di luar negeri, tanpa menyadari bahwa tujuan sebenarnya adalah untuk mengeksploitasi mereka. Dengan demikian dilema pengangguran dan diskriminasi gender dalam memperoleh pekerjaan juga menjadi kendala pemerintah dalam menanggulangi perdagangan perempuan, sementara untuk mengungkapkan tindak pidana ini pun masih banyak kendala yang dihadapi oleh pemerintah. Banyak tindak kriminal perdagangan orang ini yang tidak dilaporkan, apalagi dalam kasus-kasus perdagangan perempuan dan anak dengan tujuan eksploitasi seksual. Biasanya hal itu dianggap sebagai aib yang harus ditutup rapat-rapat dan tidak perlu diketahui orang banyak. Di sisi lain banyaknya kasus yang tidak dilaporkan adalah disebabkan kurangnya pengetahuan korban atau keluarganya untuk mengadukan kasus yang menimpa korban sendiri ataupun keluarganya. Keadaan ini lebih dipersulit lagi dengan keadaan perekonomian korban atau keluarga dari korban yang pada umumnya berasal dari keluarga tidak mampu untuk membiayai segala sesuatu yang berkaitan selama proses pelaporan sampai persidangan berlangsung, misalnya biaya transport. Faktor lainnya yang menyebabkan sulitnya menanggulangi tindak pidana perdagangan orang adalah telah teroganisasinya dengan rapi jaringan kejahatan tersebut, dan sudah melintasi batas negara (transnasional). Pola dan pelakunya sangat susah untuk dilacak sebab domisili mereka biasanya tidak jelas dan selalu berpindah-pindah. Dengan kerapian dan luasnya jaringan kejahatan trafficking ini, pemerintah khususnya aparat penegak hukum maupun aparat lainnya yang terkait dalam masalah ini sulit untuk membekuk para pelakunya dan kemudian memprosesnya secara hukum sampai akar-akarnya. Disisi lain praktek penyuapan terhadap aparat penegak hukum yang masih membudaya di Indonesia juga mempengaruhi sulinya mengungkapkan tindak pidana perdagangan orang ini. Pada ketika proses hukum berlangsung apabila kasus perdagangan orang itu terungkap, banyak yang tidak dilanjutkan ketahap penuntutan dan persidangan dengan alasan tidak cukup bukti. Hal ini dapat dipahami karena sebagai kejahatn terorganiser dibidang perdagangan perempuan dan anak maka

7 Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang - Novelina MS Hutapea orang atau organisasi yang menjadi pelaku kejahatan ini adalah pemilik modal yang besar dan memungkinkan mereka melakukan penyuapan terhadap aparat penegak hukum. Secara juridis langkah yang tepat untuk menganggulangi tindak pidana perdagangan orang adalah dengan upaya penegakan hukum dan menjatuhkan saksi pidana yang tepat bagi pelakunya. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, sebenarnya sudah ada perundang-undangan di Indonesia yang sudah merumuskan tentang tindak pidana perdagangan orang, seperti KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) walaupun peraturannya belum sejelas ketentuan yang sudah diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dengan demikian dapat dipahami bahwa selama ini bukan berarti bahwa para pelaku perdagangan orang khususnya perempuan dan anak tidak dapat dijerat dengan hukum positif Indonesia. Ada beberapa ketentuan perundang-undangan yang dapat dipakai untuk menjerat hukum para pelaku kejahatan itu karena sudah mengkriminalisasi sejumlah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perdagangan yang dapat dihukum. Undang-undang yang mengkriminalisasi kejahatan perdagangan (trafficking) orang ini tersebut, dapat berfungsi : 1. Menyusun pedoman bagi para penegak hukum untuk mengambil tindakan hukum terhadap pelaku trafficking dengan menggunakan undang-undang yang sudah ada itu, 2. Membuat rekomendasi untuk reformasi hukum nasional terutama KUHP agar sejalan dengan peraturan-peratura internasional, seperti konvensi PBB. Selama belum keluarnya Undang- Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang tersebut, maka untuk menerapkan ketentuan pidana terhadap pelaku perdagangan perempuan, landasan juridis yang dipergunakan adalah KUHP, sedangkan untuk pelaku perdagangan anak dipakai KUHP dan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan penelitian di lapangan yaitu Pengadilan Negeri Pematangsiantar, telah diterapkan sanksi pidana yang maksimal bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 seperti dalam putusan Nomor : 101/Pid.B/2008 PN-PMS, tanggal 13 Agustus 2008, dalam upaya menanggulangi tindak pidana perdagangan orang. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan 1. Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang adalah faktor kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan, dan pengaturan hukum yang masih kurang memberikan perlindungan, khususnya terhadap perempuan.

8 www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 2. Penanggulangan tindak pidana perdagangan orang dapat diupayakan dengan cara penegakan hukum dan menerapkan sanksi yang tegas bagi pelaku sekaligus mencari dan menanggulangi faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang tersebut. b. Saran Agar pemerintah mengusahakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi masyarakat khususnya bagi yang masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah untuk menghindari banyaknya pengangguran terutama perempuan yang rentan menjadi korban perdagangan orang dan perlu dilaksanakan penyuluhan yang terprogram dengan baik kepada masyarakat khususnya di desa yang penduduknya masih hidup dengan taraf ekonomi yang sulit agar memahami tindak pidana perdagangan orang dan akibatnya, sehingga dapat menghindarkan diri menjadi korban perdagangan orang. Sedangkan bagi setiap pelaku perdagangan orang agar dijatuhi sanksi pidana yang maksimal sesuai dengan pengaturan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 mengingat bahwa akibat tindak pidana ini sangat berbahaya dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Daftar Pustaka Rosenberg Ruth, 2003. Perdagangan Perempuan Dan Anak Di Indonesia, Internasional Catholik Migration Cimission (JCMC), Jakarta. Santoso Topo Dan Zulfa Eva Achjani, 2004. Kriminologi, PT. Raja Grafindo, Jakarta. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Pemberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang. Putusan Pengadilan Negeri Nomor 101/Pid.B/2008PN-PMS, tanggal 13 Agustus 2008. Catatan : Tulisan ini telah dipublikasi pada Jurnal : Habonaron Do Bona; Edisi 2, Juli ; ISSN : 2085-3424. Atmasasmita Romli, 2007. Teori Dan Kapita Selecta Kriminologi, Refika Aditama, Bandung. Bassar M. Sudradjat, 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Dalam KUHP, CV. Karya Remadja, Bandung.