Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Crimen Vol. V/No. 3/Mar/2016. PENANGANAN ANAK GUNA KEPENTINGAN PENYIDIKAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh : Fernando Reba 2

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015. PENANGKAPAN ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA 1 Oleh: Joice H. Hontong 2

SANKSI PIDANA PELANGGARAN KEWAJIBAN OLEH APARATUR HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Wailan N. Ransun 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex et Societatis, Vol. I/No.3/Juli/2013. PENYIDIKAN TERHADAP PERKARA ANAK DALAM SISTEM PERADILAN ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Juhadi 2

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENUNTUTAN TERHADAP PERKARA ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Robert Andriano Piodo 2

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan pembahasan dan analisis, penulis dapat. menyimpulkan:

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

OLEH ANAK BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

IMPLEMENTASI DIVERSI TERHADAP ANAK PELAKU PEMBUNUHAN BERENCANA (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK, TANGGAL 12 NOVEMBER 2014, NOMOR: 03/PID

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

Lex Crimen Vol. IV/No. 8/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAHAP-TAHAP DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA (ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM) DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI JAMBI

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) OLEH : PUTU ELVINA Komisioner KPAI

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik,

UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, LPKA, HAK-HAK ANAK DALAM LPKA DAN PROSES PEMBINAAN ANAK DALAM LPKA

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki hak serta kewajiban yang harus dilindungi dari segala

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

HAK ANAK MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN DARI PERKAWINAN CAMPURAN 1 Oleh: Yunanci Putri Sugeha 2

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

Lex et Societatis, Vol. II/No. 7/Ags/2014. PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. skripsi ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

Pelaksanaan Diversi Dengan Ganti Kerugian Untuk Korban Tindak Pidana

Negeri Gresik Nomor 04/Pen Pid Sus Anak/2014/PN Gsk. sebelum memutuskan suatu perkara.

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM PROSES PENUNTUTAN PERKARA PIDANA DI KEJAKSAAN NEGERI PADANG JURNAL. Oleh:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

Lex Crimen Vol. III/No. 4/Ags-Nov/2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENERAPAN DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. (Studi Kasus Pengadilan Negeri Boyolali)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

Transkripsi:

PENYELESAIAN PERKARA ANAK DI LUAR PENGADILAN MENURUT SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh: Gishella A. Mewengkang 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan hukum mengenai penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum dan bagaimanakah penyelesaian perkara anak di luar pengadilan menurut sistem peradilan pidana anak. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pengaturan hukum mengenai penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Apabila proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan, maka perkara anak akan diselesaikan melalui proses peradilan di pengadilan. 2. Penyelesaian perkara anak di luar pengadilan menurut sistem peradilan pidana anak melalui diversi bertujuan mencapai perdamaian antara korban dan Anak; menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. Diversi sebagaimana dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Kata kunci: Penyelesaian perkara, anak, di luar Pengadilan. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menyatakan dalam Pasal 1 angka 2: Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana dan Pasal 1 angka 3 menyatakan: Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Sengketa atau konflik dalam bahasa Inggris conflict yang berarti bentrokan, pertempuran, perselisihan dan atau pencederaan, sedangkan di dalam kamus bahasa Indonesia berarti pertentangan. 3 Sengketa, yaitu sebuah konflik yang berkembang atau berubah menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keperihatinannya baik secara tidak langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain. 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyatakan dalam Pasal 17 (1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk : a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Prinsip pelindungan hukum terhadap Anak harus sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Robert N. Warong, S.H., M.H; Laurens L. S. Hermanus, S.H., M.H; Dr. Jemmy Sondakh, S.H., M.H. 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi. NIM. 110711246 3 Edi As Adi, Hukum Acara Perdata Dalam Perspektif Mediasi (ADR) di Indonesia, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012, hal. 5. 4 Anonim, Kamus Hukum, Penerbit Citra Umbara, Bandung, 2008, hal. 433 197

(Convention on the Rights of the Child) sebagaimana telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak). Penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum menurut sistem peradilan pidana anak memerlukan penanganan secara khusus melalui pendekatan keadilan restoratif dan pemberlakuan diversi. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menyatakan dalam Pasal 1 angka 6: Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Pasal 1 angka 7: Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah pengaturan hukum mengenai penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum? 2. Bagaimanakah penyelesaian perkara anak di luar pengadilan menurut sistem peradilan pidana anak? C. METODE PENELITIAN Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan cara pengumpulan bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan untuk mempelajari peraturan perundang-undangan dan literaturliteratur hukum yang membahas mengenai penyelesaian perkara anak di luar pengadilan menurut sistem peradilan pidana anak ditambah dengan kamus-kamus hukum untuk menjelaskan beberapa istilah dan pengertian yang digunakan dalam penulisan ini. PEMBAHASAN A. PENGATURAN HUKUM MENGENAI PENYELESAIAN PERKARA ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal 1 angka 2: Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Pasal 1 angka 3: Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Secara garis besar bentuk penyelesaian sengketa dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Bentuk penyelesaian sengketa secara litigasi (peradilan); 2. Bentuk penyelesaian sengketa secara non litigasi (alternative dispute resolution). 5 Penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum sesuai Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menyatakan Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas: a. pelindungan; b. keadilan; c. nondiskriminasi; d. kepentingan terbaik bagi Anak; e. penghargaan terhadap pendapat Anak; f. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; g. pembinaan dan pembimbingan Anak; h. proporsional; i. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan j. penghindaran pembalasan. Pasal 3 Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak: a. diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; b. dipisahkan dari orang dewasa; c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; d. melakukan kegiatan rekreasional; e. bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak 5 D.Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi (Dalam Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama Menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Cetakan Kesatu, Alfabeta, 2011, hal. 5 198

manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya; f. tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup; g. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; h. memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum; i. tidak dipublikasikan identitasnya; j. memperoleh pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh Anak; k. memperoleh advokasi sosial; l. memperoleh kehidupan pribadi; m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat; n. memperoleh pendidikan; o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan p. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Konvensi mengenai Hak-hak anak (Convention on the Rights of Child tahun 1989. Konvensi ini menegaskan hak-hak anak-anak untuk memperoleh perlindungan dan kesempatan serta fasilitas khusus bagi kesehatan dan pertumbuhan mereka secara normal. Konvensi juga membentuk Komite tentang Hak-hak anak yang mengawasi implementasi ketentuan-ketentuan Konvensi dan membahas laporan-laporan yang 6 disampaikan negara-negara anggota. Perlindungan anak adalah suatu usaha mengadakan kondisi dan situasi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif yang merupakan pula perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Dengan demikian perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai bidang penghidupan dan kehidupan bernegara, bermasyarakat dan berkeluarga berdasarkan hukum, demi perlakuan benar, adil dan kesejahteraan anak. 7 Hak yaitu: (1) kekuasaan, kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum; (2) tuntutan sah agar orang lain bersikap dengan cara tertentu. 8 Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara (Pasal 1 angka (12) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 16 ayat: (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. (2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. (3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Hak-hak khusus bagi perlindungan kelompok khusus perlu dikembangkan dengan memperhatikan beberapa karakteristik yang berbeda-beda di antara kelompok. Mengingat kebutuhan dari setiap kelompok sangat beraneka ragam maka perlakuan khusus yang merupakan interpretasi dari hak-hak khusus yang dimiliki oleh kelompok. Setiap kelompok dapat menuntut agar haknya terpenuhi dan dijamin oleh negara dalam pemenuhannya. Hal ini sesuai dengan apa yan telah ditentukan dan menjadi kepedulian setiap negara sebagai anggota masyarakat internasional. 9 Perlindungan kelompok khusus telah dikembangkan oleh Komnas HAM melalui Sub- Komisi Perlindungan Kelompok khusus. Sebagai wujud penghormatan, perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia di Indonesia, perlu ada kerjasama yang erat di antara pemerintah dan rakyat untuk sesegera mungkin mewujudkan standar hak asasi manusia bagi kelompok khusus yang saat ini dianggap perlu untuk dibantu penanganannya adalah perempuan, anak, penyandang cacat dan orang lanjut usia, IDPs dan fakir miskin, buruh 6 Boer Mauna, Hukum Internasional (Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Cetakan ke-3, PT. Alumni. Bandung. 2001, hal 606-607. 7 Moch Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Cetakan I, Mandar Maju, Bandung, 2005, hal. 2. 8 Anonim Penerbit Citra Umbara, Kamus Hukum, Bandung, 2008, hal. 124. 9 Ruswiati Suryasaputra, Op.Cit, hal. 43-44. 199

termasuk buruh migran serta minoritas dan masyarakat adat. 10 Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 4 (1) Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak: a. mendapat pengurangan masa pidana; b. memperoleh asimilasi; c. memperoleh cuti mengunjungi keluarga; d. memperoleh pembebasan bersyarat; e. memperoleh cuti menjelang bebas; f. memperoleh cuti bersyarat; dan g. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Anak yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 (1) Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif. (2) Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini; b. persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan c. pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan. (3) Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan Diversi. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menyatakan dalam Pasal 1 angka 6: Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari 10 Ibid, hal. 44. penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Pasal 1 angka 7: Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. B. PENYELESAIAN PERKARA ANAK DI LUAR PENGADILAN MENURUT SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 1 angka 7: Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Pasal 6 Diversi bertujuan: a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak; b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. Pasal 7: (1) Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. (2) Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Penjelasan Pasal 7 Ayat (2) Huruf (a) Ketentuan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun mengacu pada hukum pidana. Huruf (b) Pengulangan tindak pidana dalam ketentuan ini merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh Anak, baik tindak pidana sejenis maupun tidak sejenis, termasuk tindak pidana yang diselesaikan melalui Diversi. Pasal 8: (1) Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang 200

tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. (2) Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat. (3) Proses Diversi wajib memperhatikan: a. kepentingan korban; b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak; c. penghindaran stigma negatif; d. penghindaran pembalasan; e. keharmonisan masyarakat; dan f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Pasal 8 Ayat (1) Orang tua dan Wali korban dilibatkan dalam proses Diversi dalam hal korban adalah anak. Ayat (2) Yang dimaksud dengan masyarakat antara lain tokoh agama, guru, dan tokoh masyarakat. Pasal 9: (1) Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan: a. kategori tindak pidana; b. umur Anak; c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. (2) Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk: a. tindak pidana yang berupa pelanggaran; b. tindak pidana ringan; c. tindak pidana tanpa korban; atau d. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat. Penjelasan Pasal 9 Ayat (1) Huruf (a) Ketentuan ini merupakan indikator bahwa semakin rendah ancaman pidana semakin tinggi prioritas Diversi. Diversi tidak dimaksudkan untuk dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana yang serius, misalnya pembunuhan, pemerkosaan, pengedar narkoba, dan terorisme, yang diancam pidana di atas 7 (tujuh) tahun. Huruf b Umur anak dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menentukan prioritas pemberian Diversi dan semakin muda umur anak semakin tinggi prioritas Diversi. Ayat (2) Ketentuan mengenai Persetujuan keluarga Anak Korban dimaksudkan dalam hal korban adalah Anak di bawah umur. Huruf b Yang dimaksud dengan tindak pidana ringan adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara atau pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan. Pasal 10: (1) Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat dilakukan oleh penyidik bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat. (2) Kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dapat berbentuk: a. pengembalian kerugian dalam hal ada korban; b. rehabilitasi medis dan psikososial; c. penyerahan kembali kepada orang tua/wali; d. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau e. pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan. Pasal 11 Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain: a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian; b. penyerahan kembali kepada orang tua/wali; c. keikutsertaandalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau d. pelayanan masyarakat. Pasal 12: (1) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dituangkan dalam bentuk kesepakatan Diversi. 201

(2) Hasil kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan. (3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi. (4) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan. (5) Setelah menerima penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan penghentian penuntutan. Penjelasan Pasal 12 Ayat (1) Kesepakatan Diversi dalam ketentuan ini ditandatangani oleh para pihak yang terlibat. Pasal 13 Proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal: a. proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan; atau b. kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan. Pasal 14: (1) Pengawasan atas proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan berada pada atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan. (2) Selama proses Diversi berlangsung sampai dengan kesepakatan Diversi dilaksanakan, Pembimbing Kemasyarakatan wajib melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan. (3) Dalam hal kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan dalam waktu yang ditentukan, Pembimbing Kemasyarakatan segera melaporkannya kepada pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari. Tugas pokok badan-badan peradilan yaitu menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Perbuatan mengadili berintikan memberikan keadilan yaitu hakim melakukan kegiatan dan tindakan. Terlebih dahulu dicari kebenaran peristiwa yang diajukan, kemudian menghubungkan dengan hukum yang berlaku untuk memberikan putusan. Hakim berusaha menegakkan kembali hukum yang telah dilanggar sesuai dengan status hakim sebagai penegak hukum. 11 Ruang lingkup dalam hal memeriksa dan memberi putusan berkaitan dengan perkara: 12 a. Anak nakal; b. Anak terlantar; c. Perwalian; d. Pengangkatan anak. Dalam praktik pengadilan, hakim yang memeriksa kenakalan anak banyak yang kurang supel dalam mengajukan pertanyaan sedemikian rupa memaksa anak untuk mengaku saja. Anak karena ketakutan akan membenarkan hakim walaupun kenyataannya berlainan. Kesabaran sangat diperlukan dalam memeriksa anak, bukan kekuasaan dan keformilan. Demikian juga bagi jaksa maupun polisi yang diberi tugas mengusut harus mengutamakan kesabaran supaya anak berani menjelaskan sesuai dengan kejadian sesungguhnya tanpa rasa terpaksa dan supaya anak tidak selalu merasa ketakutan pada aparat penegak hukum, bahkan menimbulkan trauma yang menganggap semua aparat penegak hukum itu jelek, jahat, kejam. Perlu diberikan pelajaran kinderpsychologie bagi aparat penegak hukum, khusus yang menangani, kasus anak supaya dapat lebih sabar dan memahami perasaan, kejiwaan anak demi masa depan dan kesejahteraan anak. 13 Anak yang kebetulan melakukan kejahatan tetaplah sebagai anak, oleh karena itu ia tetaplah untuk mendapatkan hak-haknya sebagai anak serta melakukan kewajiban sebagai anak. Terhadap anak yang melakukan kejahatan sehingga disebut anak nakal, perlu 11 Ibid, hal. 61-62. 12 Ibid, hal. 62 13 Ibid, hal. 62. 202

segera untuk dilakukan berbagai tindakan sampai pada dengan pengajuan anak dalam proses pengadilan anak, namun demikian, kita tidak dapat mengharapkan sepenuhnya kepada proses pengadilan anak, karena masih terdapat kekurangan-kekurangannya dan kelemahankelemahannya 14 PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Pengaturan hukum mengenai penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Apabila proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan, maka perkara anak akan diselesaikan melalui proses peradilan di pengadilan. 2. Penyelesaian perkara anak di luar pengadilan menurut sistem peradilan pidana anak melalui diversi bertujuan mencapai perdamaian antara korban dan Anak; menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi. Diversi sebagaimana dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. B. SARAN 1. Pengaturan hukum mengenai penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum perlu pengawasan dalam pelaksanaannya oleh pemerintah agar dapat berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan tindak dilaksanakan secara diskriminatif karena pendekatan restoratif dan diversi perlu diutamakan bagi semua anak-anak yang berkonflik dengan hukum. 2. Penyelesaian perkara anak di luar pengadilan perlu dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. DAFTAR PUSTAKA Adi As Edi, Hukum Acara Perdata Dalam Perspektif Mediasi (ADR) di Indonesia, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012. Anonim, Kamus Hukum, Penerbit Citra Umbara, Bandung, 2008. Aristiarini Agnes dan Maria Hartiningsih, Seandainya Aku Bukan Anakmu, (Makalah) Dalam St. Sularto (Editor) Seandainya Aku Bukan Anakmu (Potret Kehidupan Anak Indonesia). PT. Kompas Media Nusantara (Penerbit Buku Kompas) Jakarta, 2000. Hamzah Andi, Terminologi Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Huraerah Abu, Kekerasan Terhadap Anak, cetakan 1, Nuansa, Bandung. 2006. Kamil Ahmad dan H.M., Fauzan, Hukum Perlindungan Dan Penangkatan Anak Di Indonesia, Edisi. 1. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008. Krisnawati Emeliana, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Cetakan Pertama, CV. Utomo, Bandung, 2005. Mahmud Marzuki Peter, Penelitian Hukum, Edisi Pertama Cetakan ke-2, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006. Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia: Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, PT. Refika Aditama, Cetakan Pertama. Bandung. 2009. Mauna Boer, Hukum Internasional (Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Cetakan ke-3, PT. Alumni. Bandung. 2001. 14 Setya Wahyudi, Op.Cit, hal. 21. 203

Muhamad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2004. Panjaitan Irwan Petrus & Chairijah, Pidana Penjara Dalam Perspektif Penegak Hukum Masyarakat dan Narapidana, CV. Indhili. Co, Jakarta, Juni 2009. Salam Faisal Moch, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Cetakan I, Mandar Maju, Bandung, 2005. Salam Faisal Moch, Pengadilan HAM Di Indonesia, Pustaka, Bandung, 2002. Soekanto Soerjono & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995. Soetodjo Wagiati, Hukum Pidana Anak, Cetakan Kedua, PT. Refika Aditama, Febuari 2008. Sudarsono, Kamus Hukum, Cet. 6. Rineka Cipta, Jakarta, 2009. Supramono Gatot, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, 2000. Suryasaputra Ruswiati, Perlindungan Hak Asasi Bagi Kelompok Khusus Terhadap Diskriminasi dan Kekerasan, Restu Agung, Jakarta. 2006. Syamsuddin Aziz, Tindak Pidana Khusus, (Editor) Tarmizi, Ed. 1. Cet.1, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Wahyono Agung dan Siti Rahayu, Peradilan Anak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Januari 1993. Wahyudi Setya, Iplementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Genta Publishing, Cetakan Pertama, Yoyakarta, Mei 2011. Wisnubroto Al. dan G. Widiartana, Pembaharuan Hukum Acara Pidana, Cetakan Ke-1, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005. Zein Ahmad Yahya, Problematika Hak Asasi Manusia, Edisi Pertama. Cetakan Pertama, Liberty. Yoyakarta, 2012. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 204