DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

DEWAN RISET DAERAH PROVINSI LAMPUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKELAPASAWITAN

Ketentuan DPR, Alokasi Anggaran dan Kendala Implementasinya

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG BADAN KOORDINASI SERTIFIKASI PROFESI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

BUPATI TABALONG KEPUTUSAN BUPATI TABALONG NOMOR : / 136 /2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG KEINSINYURAN: Harapan Baru Tingkatkan Profesionalisme Insinyur Oleh: Wiwin Sri Rahyani*

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN PENGGUNAAN DANA OTONOMI KHUSUS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DINAS PENATAAN RUANG DAN PERMUKIMAN Jl. Willem Iskandar No. 9 Telepon : (061) M E D A N

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2002 TENTANG DEWAN PENGEMBANGAN KAWASAN TIMUR INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 96 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT,

PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA PALU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU,

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH (BKPRD) KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2005 TENTANG DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA TEGAL

M E M U T U S K A N :

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA

LAPORAN PELAKSANAAN PEMBEKALAN TENAGA AHLI

2016, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara R

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyerasikan dan mensinergikan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG ASPIRATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

INTISARI PP NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN OLEH : SADU WASISTIONO

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR / 473 / /2010 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA SURABAYA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 26 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG DEWAN STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR : 04 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 105 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KE PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2017

BAGIAN I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan unsur kemajuan peradaban manusia yang sangat penting karena melalui kemajuan dimaksud, manusia dapat mendayagunakan kekayaan dan lingkungan alamnya untuk menunjang kesejahteraan dan meningkatkan kualitas kehidupannya. Dalam perkembangan peradaban umat manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi juga sangat mewarnai persaingan antar bangsa dalam kehidupan global. Kemampuan dalam membangun ilmu pengetahuan dan teknologi, akan menentukan kelayakan suatu negara untuk menghadapi persaingan, baik di tingkat regional maupun internasional. Negara yang mampu menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berada di garis terdepan. Sebaliknya negara yang tidak mampu menguasai, mengembangkan, memanfaatkan, dan turut memajukannya akan semakin tersisih dalam percaturan internasional. Terkait dengan hal ini, telah ada politik hukum DPR RI bersama Pemerintah dalam pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 29 Juli 2002. Namun penerapan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tidak selaras dengan perkembangan jaman yang begitu cepat dan sampai saat ini masih belum cukup mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam pembangunan nasional. Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2002 yang saat ini berlaku terdapat kelemahan dan kekurangan sehingga diperlukan adanya amademan 1

atau penggantian yang disesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman. Kelemahan tersebut diantaranya; (1) belum mengatur mekanisme koordinasi antar lembaga dan sektor pada level agenda setting, level perencanaan program/anggaran serta level pelaksanaan secara jelas dan lugas, (2) belum mengatur secara jelas dan lugas aspek pembinaan pemerintah terhadap kelembagaan, SDM, dan jaringan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (litbangjirap Iptek), (3) perlu adanya harmonisasi UU No 18 Tahun 2002 dengan perkembangan peraturan perundang-undangan lainnya terutama dengan peraturan perundangundangan sistem keuangan negara dan sistem perencanaan nasional, (4) belum mengatur hal-hal khusus dan strategis lainnya seiring perkembangan lingkungan sistem Iptek saat ini. Keempat hal tersebut menjadi alasan utama perlunya pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RUU Sisnas Iptek). Dalam rangka proses pembahasan RUU Sisnas Iptek, maka diperlukan masukan, referensi, aspirasi dan data-data tambahan dari daerah. Selain itu, sebagai salah satu tahapan dalam proses pembahasan rancangan undang-undang perlu untuk melakukan diseminasi kepada publik dan stakeholder agar dapat memberikan masukan dan tanggapan. Tanggapan dari publik dan stakeholder akan sangat bermanfaat bagi Pansus RUU Sisnas Iptek DPR RI untuk menjadi pertimbangan dan referensi dalam proses pembahasan RUU. Berdasarkan hal tersebut, Pansus RUU Sisnas Iptek menganggap penting dan perlu untuk melakukan kunjungan kerja ke daerah, salah satunya ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 2

B. DASAR HUKUM Dasar Hukum pelaksanaan kunjungan kerja Pansus RUU Sisnas Iptek ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib beserta perubahannya. 3. Keputusan Rapat Internal Pansus RUU Sisnas Iptek tentang Pembahasan Agenda Kegiatan Pansus RUU Sisnas Iptek Tahun Sidang 2017-2018. C. MAKSUD DAN TUJUAN KUNJUNGAN KERJA Maksud kunjungan kerja Pansus RUU Sisnas Iptek adalah untuk mendapatkan informasi dan menyerap apirasi serta mendapatkan data melalui forum FGD (Focus Group Discussion) dengan pemerintah daerah, pakar di daerah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat serta stakeholder lainnya guna menambah kualitas dan perspektif substansi dalam pembahasan RUU Sisnas Iptek. Sedangkan tujuan kunjungan ini adalah: 1. Untuk mendapatkan masukan dan pandangan dari pemerintah daerah dan pemangku kepentingan di daerah dalam rangka pembahasan RUU Sisnas Iptek. 2. Untuk menjaring aspirasi dari pemerintah daerah dan pemangku kepentingan di daerah. 3. Untuk memperoleh tanggapan atas pokok-pokok pengaturan dalam RUU Sisnas Iptek. 4. Sebagai bagian dari tahapan dalam pembahasan RUU untuk melibatkan dan memberikan ruang untuk partisipasi publik. 3

D. LOKASI, WAKTU DAN MITRA KUNJUNGAN KERJA Kunjungan kerja di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan pada tanggal 12 14 Oktober 2017 (jadwal terdapat dalam lampiran) dengan tempat kegiatan di ruang pertemuan kantor Gubernur. Kegiatan kunjungan kerja dilaksanakan bersama mitra kerja serta diikuti oleh pemangku kepentingan sebagai berikut: 1. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, 2. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 3. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), 4. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Bappeda, Dinas Pendidikan, Libang Provinsi, dll), 5. Pimpinan Perguruan Tinggi di Kota Banda Aceh, 6. Pakar dan akademisi di daerah, E. METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN Pelaksanaan kegiatan kunjungan kerja Pansus RUU Sisnas Iptek dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Persiapan (menghimpun data dan informasi awal sebagai informasi sekunder, koordinasi dengan pihak terkait, dan persiapan administrasi kegiatan) 2. Pelaksanaan kegiatan dalam bentuk fokus grup diskusi (FGD). 3. Pelaporan, berisi seluruh rangkaian kegiatan dan hasil kegiatan beserta rekomendasinya. 4. Pembahasan dan tindaklanjut hasil-hasil kunjungan pada rapatrapat pembahasan RUU Sisnas Iptek. F. ANGGOTA TIM KUNJUNGAN KERJA Kunjungan kerja ini diikuti oleh Pimpinan dan Anggota Pansus RUU Sisnas Iptek, Tenaga Ahli Pansus RUU Sisnas Iptek, Sekretariat Pansus RUU Sisnas Iptek, dan Legal Drafter BKD, sebagaimana daftar dalam lampiran. 4

BAGIAN II PELAKSANAAN KEGIATAN DAN HASIL KUNJUNGAN KERJA Pelaksanaan kegiatan kunjungan Panitia Khusus Rancangan Undang- Undang tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dilakukan dengan pertemuan Fokus Grup Diskusi (FGD) yang difasilitasi oleh Asisten Sekretaris Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan hasil mendapatkan masukan-masukan untuk penyempurnaan RUU Sisnas Iptek sebagai berikut: 1. RUU Sisnas Iptek perlu memuat pengaturan yang cukup tentang anggaran dan pembiayaan kegiatan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan, pengaturan tentang fungsi dan peran pengawasan terhadap kegiatan penelitian, dan materi yang memuat tentang perlunya mempertimbangkan dan mengakomodir kearifan lokal dalam setiap kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Pengaturan mengenai perlindungan terhadap sistem pengetahuan tradisional (Local Wisdom) diperlukan agar pengetahuan kearifan lokal tidak tergerus dengan pengetahuan modern karena kearifan lokal dapat memberikan manfaat terhadap kehidupan manusia. 2. Untuk mendukung program penelitian yang baik dan berkualitas diperlukan dana yang cukup, untuk itu perlu ada upaya menjamin pengaturan tentang pembiayaan bagi kepentingan penelitian. Pengaturan tentang kewajiban menyediakan anggaran bagi penelitian harus diatur secara jelas dan tegas, misalnya diatur dalam APBN minimal 2%. Hal ini tidak hanya untuk instansi pemerintah, tetapi juga perlu ada kewajiban bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pihak swasta untuk mengalokasikan sekian persen anggarannya untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian. 5

3. Perlu ada pengaturan tentang priorotas penelitian yang perlu dikembangkan sehingga lebih fokus dan terarah disesuaikan dengan kepentingan dan tujuan nasional. 4. Keterlibatan sektor privat dan pihak-pihak swasta dalam kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan perlu lebih dimaksimalkan. Untuk itu perlu ada pengaturan yang mendorong dan memberikan insentif bagi pihak swasta yang berperan aktif dalam kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. 5. Pengaturan terhadap kegiatan pengawasan penelitian dan pengembagan ilmu pengetahuan di dalam kampus perguruan tinggi perlu diatur dengan baik dan bijaksana, karena perlu menjadi perhatian bahwa kampus mempunyai otonomi kampus yang dalam hal tertentu tidak dapat dicampuri oleh pihak luar. Sehingga pengaturan tentang pengawasan harus juga menjamin dan mengakomodir otonomi kampus. 6. Sanksi pidana dalam RUU masih terlalu rendah, untuk itu perlu dibuat agar sanksi pidana lebih tinggi karena agar melindungi kemuliaan dan tujuan utama dari kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Ketentuan mengenai sanksi pidana dalam RUU sebesar Rp2.000.000.000,00 tidak sebanding dengan manfaat hasil penelitaian yang diperoleh bagi pihak industri, contoh living material pada tanaman obat dan bakteri yang mampu menghasilkan sesuatu (kekayaan plasma nutfah) yang mempunyai potesial tinggi apabila hal tersebut dibawa peneliti ke luar negeri maka ancaman pidana denda tersebut tidak sebanding dengan hasil penelitian yang diperoleh oleh peneliti asing. 7. Perlu ada pengaturan tentang penelitian yang melibatkan atau oleh peniliti asing, pengaturan tentang perizinan bagi penelitian asing dan kerja sama dengan peneliti asing ini sangat diperlukan. Namun demikian harus menjamin dilakukan engan sangat praktis dan mudah serta tetap menjamin kepentingan nasional. 6

8. Pengaturan tentang pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi perlu menjadi perhatian khusus, mengingat perkembagan teknologi informasi berjalan sangat cepat dan mempunyai dampak sosial yang sangat besar. 9. Sumber anggaran biaya yang berasal dari Kementerian Ristek Dikti tidak boleh dialokasikan atau dimanfaatkan oleh perguruan tingga di bawah Kementerian Agama. Oleh karena itu perlu diatur agar ada kebijakan bahwa hal ini dimungkinkan karena prinsipnya pengembangan penelitian bisa dilakukan oleh perguruan tinggi baik di bawah Kementerian Ristek Dikti ataupun di bawah Kementerian Agama. Pengaturan ini diperlukan agar dikemudian hari tidak terjadi masalah hukum. 10. Perlu juga diatur tentang eksistensi perguruan tinggi Islam negeri yang berada di bawah Kementerian Agama untuk dapat dukungan dalam kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. 11. Perlu diatur tentang jenis penghargaan bagi penelitian yang berasal dari daerah untuk merangsang dan memacu peneliti-peneliti dari daerah lebih aktif. 12. Dalam RUU perlu ada bab atau pasal khusus yang mengatur tentang kerja sama dan hubungan koordinasi diantara pemerintah, perguruan tinggi dan kalangan industri. 13. Perlu ada pengaturan tentang pendidikan vokasi, pendidikan vokasi perlu mendapatkan peran yang maksimal. 14. Perlu ada pengaturan tentang pengembangan seni budaya dan kegiatan penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan perlu mempertimbangkan unsur seni dan budaya. Aspek seni dan budaya agar tidak hanya menjadi pemanis dalam kebijakan dan pengatuaran. 15. Pengaturan tentang eksistensi kelembagaan dalam RUU Sisnas Iptek perlu diperjelas, terutama dalam hal eksistensi kedudukan, fungsi 7

dan hierakhi serta hubungan dengan kelembagaan lain yang terkait. Dalam Pasal 38 RUU Sisnas iptek perlu pengaturan secara jelas mengenai fungsi dan tanggung jawab masing masing lembaga, yang meliputi lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pengkajian dan penerapan, perguruan tinggi, badan usaha dan lembaga penunjang. Selain itu perlu dipertimbangkan pengaturan mengenai hirarkhi kelembagaan antara pusat dan daerah, mengingat adanya lembaga ristek yang berkedudukan di daerah. Selain itu perlunya pengaturan mengenai koordinasi antar lembaga. 16. Pemanfaatan hasil-hasil penelitian juga perlu diatur agar hasil penelitian tidak hanya menjadi dokumen yang tidak aplikatif. Hasil penelitian harus didorong agar dapat dimanfaatkan dan diimplementasikan dalam hal menghasilkan sesuatu yang akan bermanfaat. 17. Alokasi anggaran untuk tindaklanjut hasil penelitian juga harus dijamin pengaturannya. Tanpa penyediaan anggaran untuk tindaklanjut hasil penelitian, maka hasil kegiatan penelitian tersebut menjadi tidak mempunyai manfaat yang optimal. 18. Pemerintahan Aceh berharap dibentuk science center yang bertujuan agar masyarakat dengan mudah mengetahui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Science center dapat berbentuk penyiapan sarana prasarana pendidikan luar sekolah yang dapat memacu kapasitas pengembangan Iptek, penyiapan hiburan dengan unsur Iptek supaya masyarakat dapat menemukan dan mengenali konsep penerapan Iptek secara mudah, menarik dan inspiratif melalui berbagai peragaan interaktif. Selain dibangun science center, perlu juga dibentuk science and techno park, yaitu dengan menyiapkan inkubator-inkubator teknis supaya Iptek bisa disinergikan dengan kekayaan alam sehingga dapat menaikkan nilai nilai yang ada. Dengan didirikannya science and techno park maka Indikator keberhasilannya yaitu: 8

a. Jumlah produk berbasis potensi daerah yang dikembangkan; b. Jumlah usaha pemula yang dibina; c. Jumlah teknologi hasil Litbang domestik yang diterapkan; d. Bentuk organisasi pengelola TP (Tim Kerja/Satker/BLUD/BMUD) e. Prosentasi biaya operasional yang dipenuhi sendiri; f. Jumlah usaha pemula yang lulus; g. Jumlah kontrak pembiayaan pengembangan produk inovatif; h. Jumlah tenant industry yang masuk dalam kawasan; i. Jumlah tenaga kerja yang diserap dalam kawasan; j. Jumlah produk yang telah dilepas ke pasar;dan k. Besarnya pendapatan usaha dalam kawasan terhadap PAD. 19. Semangat RUU Sisnas Iptek adalah untuk meningkatkan kompetisi bangsa yang dilakukan melalui empower research. Untuk mendukung riset yang bermutu diperlukan funding yang cukup, sumber daya manusia yang memadai, dan fasilitas yang memadai serta dilakukan dengan mengintegrasikan lembaga riset yang ada di Indonesia. 20. Banyak teknologi buatan dalam negeri yang belum dimanfaatkan secara nasional seperti mobil atau sepeda motor, sehingga dalam RUU ini harus memberi ruang, memproteksi dan menggunakan produksi/teknologi dalam negeri sehingga tidak bergantung pada produk asing. 21. Dalam RUU Sisnas Iptek perlu mengatur mengenai penyebaran teknologi ke berbagai daerah. Hal ini disebabkan karena saat ini penyebaran teknologi hanya terpusat di daerah tertentu (Pulau Jawa) sehingga diharapkan adanya pemerataan penyebaran teknologi di setiap daerah untuk menghindari kesenjangan teknologi antara Pulau Jawa dan Luar Jawa. 22. Perlu ada riset yang berkaitan dengan kekuatan angkatan bersenjata bangsa untuk memperkuat Negara Kesatuan RI. 9

23. Dalam Pasal 45 Huruf d RUU Sisnasiptek mengatur mengenai sumber daya manusia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi lainnya yang melakukan kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan/atau penerapan. Dalam Pasal tersebut tidak dijelaskan siapa saja yang disebut dengan sumber daya manusia sehingga perlu ada penjelasan lebih lanjut siapa saja yang dimaksud dengan sumber daya manusia lainnya tersebut. 10

BAGIAN III KESIMPULAN DAN PENUTUP A. KESIMPULAN Dalam kunjungan kerja ini kegiatan dalam bentuk fokus grup diskusi untuk menampung sebanyak-banyaknya masukan dan pemikiran dari peserta sehingga tidak terdapat kesimpulan, pada prinsipnya semua catatan hasil diskusi dan masukan dari peserta yang telah disajikan dalam Bab II akan menjadi pertimbangan dan perhatian bagi Pansus RUU Sisnas Iptek dalam pembahasan materi RUU Sisnas Iptek. B. PENUTUP Demikian Laporan Kegiatan Kunjungan Kerja Pansus RUU Sisnas Iptek ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan harapan hasil kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi lebih baiknya RUU Sisnas Iptek. Jakarta, Oktober 2017 Pansus RUU Sisnas Iptek DPR RI Ketua Tim, Ir. Daryatmo Mardiyanto 11