II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

BAB 2 LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Melalui sistem pemerintahan yang baik, setidaknya hal tersebut dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB III RETRIBUSI DAERAH. Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 34

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan di suatu daerah dimaksudkan untuk membangun masyarakat

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna ( efektivitas )

BAB II PENGATURAN RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK DOKUMEN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BONTANG TAHUN ANGGARAN 2001

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

Ketentuan Formal Retribusi Daerah MATA KULIAH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS INDONESIA

manajemen sebagai suatu seni (suatu art) dan sebagi suatu ilmu. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan yang diberikan yaitu dalam bentuk sarana dan prasarana baik itu yang berupa sarana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II KAJIAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. sekaligus mendukung terciptanya suatu tujuan nasional. Pembangunan nasional. rakyat serta kemakmuran yang adil dan merata bagi publik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan sosial

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

PROVINSI JAWA TENGAH

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Terminologi Retribusi Daerah. Nomor 34 Tahun 2000 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 07 Tahun 2012 Seri A PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. pemungutan itu adalah suatu perbuatan hal, cara atau proses dalam memungut

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 3 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB II PENENTUAN TARIF LAYANAN JASA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

NOMOR : 15 TAHUN 2013 TANGGAL : 11 DESEMBER 2013

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG

Transkripsi:

19 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari Pembangunan Nasional dilaksanakan melalui otonomi daerah dan kinerja daerah yang berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk itu diperlukan keikutsertaan masyarakat, keterbukaan, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat. Pengertian otonomi daerah sendiri menurut Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah : hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

20 Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan, maka pemerintahan suatu negara pada hakikatnya mengemban tiga fungsi utama, yaitu : fungsi alokasi, yang meliputi antara lain, sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat ; fungsi distribusi, yang meliputi antara lain, pendapatan dan kekayaan masyarakat serta pemerataan pembangunan ; dan fungsi stabilisasi yang meliputi antara lain, pertahanan keamanan, ekonomi dan moneter. Fungsi distribusi dan stabilisasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, sedangkan fungsi alokasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, karena daerah pada umumnya lebih mengetahui kebutuhan serta standar pelayanan masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan kondisi dan situasi yang berbeda-beda dari masing-masing wilayah. Dengan demikian, pembagian ketiga fungsi dimaksud sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasar-dasar perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara jelas dan tegas. Adapun tujuan hubungan antara pusat dan daerah menurut Davey dalam (Ibnu Syamsi, 2004 : 224) adalah : 1. Adanya pembagian wewenang yang rasional antara tingkat-tingkat pemerintahan mengenai sumber-sumber pendapatan dan penggunaannya.

21 2. Pemerintah Daerah mendapat cukup dari sumber-sumber dana sehingga dapat menjalankan tugas atau fungsi yang lebih baik (penyediaan dana untuk menutup kebutuhan rutin dan pembangunan). 3. Pembagian yang adil antara pembelanjaan daerah yang satu dan yang lainnya. 4. Pemerintah Daerah dalam mengusahakan pendapatan (pajak dan retribusi) sesuai dengan pembagian yang adil terhadap keseluruhan beban pengeluaran pemerintah. Untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Agar daerah otonom tersebut mampu mengatur dan mengurus rumah tangga yang telah diserahkan itu, maka daerah itu harus memiliki bermacam-macam kemampuan. Kemampuan yang perlu dimiliki antara lain : kemampuan keuangan, kemampuan aparatur, kemampuan ekonomi dan lain sebagainya (Ibnu Syamsi, 2004 : 221). Sumber pembiayaan Pemerintah Daerah dalam rangka perimbangan perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Untuk pemahaman sistem pemerintahan, perlu dipahami perbedaan pengertian antara istilah desentralisasi dan dekonsentrasi. Menurut M. Suparmoko (2002 : 19),

22 desentralisasi diartikan sebagai pengembangan otonomi daerah, sedangkan dekonsentrasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan atau perangkat pusat di daerah. Tidak semua urusan pemerintah dapat diserahkan kepada daerah menurut asas desentralisasi, maka penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh perangkat pemerintah di daerah berdasarkan asas dekonsentrasi. Urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggungjawab daerah sepenuhnya, termasuk penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaan. Begitu juga dengan urusan-urusan yang dilimpahkn oleh Pemerintah Pusat kepada pejabat-pejabatnya di daerah menurut asas dekonsentrasi ini tetap menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat baik mengenai perencanaan, pelaksanaan maupun pembiayaannya. Kewenangan Pemerintah Provinsi sebagai daerah otonom mencakup bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten / kota, kewenangan yang belum dilaksanakan oleh daerah kabupaten / kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan lainnya, seperti : perencanaan dan pengendalian pembangunan regional, alokasi sumber daya manusia yang potensial, serta penelitian yang mencakup wilayah Provinsi.

23 Kewenangan Pemerintah Provinsi sebagai daerah administrasi meliputi bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat. Pelaksanaan asas dekonsentrasi ini dimaksudkan untuk melaksanakan Kewenangan Pemerintah Pusat yang tidak diserahkan kepada daerah otonom kabupaten / kota. Selanjutnya kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mencakup seluruh bidang peradilan, kebijakan fiskal dan moneter, agama, serta kewenangan yang meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan yang sifatnya makro, penentuan dana perimbangan keuangan, sistem perekonomian negara dan sistem administrasi negara. Dengan adanya otonomi daerah serta berlakunya Undang-Undang otonomi daerah, maka hampir seluruh kewenangan sudah berada pada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota untuk mengurus rumah tangganya sendiri, sehingga intervensi Pemerintah Pusat ke daerah akan menjadi sempit. Semua instansi vertikal yang menjadi perangkat Pemerintah Daerah, semua kekayaannya dialihkan menjadi milik daerah. Menurut M. Suparmoko (2002 : 18), yang menjadi tujuan dari pengembangan otonomi daerah adalah : 1. Memberdayakan masyarakat 2. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas 3. Meningkatkan peran serta masyarakat, dan 4. Mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

M. Suparmoko juga menjelaskan keuntungan dan kerugian dari diselenggarakannya otonomi daerah. Secara singkat, keuntungan adanya otonomi daerah adalah : 1. Lebih mampu menyediakan jasa pelayanan publik yang bervariasi sesuai dengan potensi (keinginan) masing-masing masyarakat. 2. Penduduk akan bebas berpindah tempat tinggal ke daerah yang sesuai dengan keinginannya. 3. Pemerintah Daerah akan lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat sendiri. 4. Proses politik akan lebih cepat, sederhana, dan efisien dengan Pemerintah Daerah, karena proses politik dalam masyarakat yang lebih sempit akan lebih cepat dan efisien daripada dalam masyarakat yang luas. 5. Eksperimen dan inovasi dalam bidang administrasi dan ekonomi yang dapat dilakukan akan lebih banyak. 24 Sedangkan kerugian/kelemahan dari otonomi daerah adalah : 1. Dalam hal-hal tertentu Pemerintah Daerah akan kurang efektif dan efisien dalam mengatasi permasalahan yang ada, misalnya dalam hal menyediakan barang publik nasional, seperti : pertahanan keamanan nasional, redistribusi penghasilan, dan pemecahan ekonomi makro. 2. Dalam hal pertahanan dan keamanan, apabila hal ini diserahkan kepada Pemerintah Daerah, tentu setiap daerah akan bertanggungjawab pada daerahnya masing-masing dalam menghadapi serangan dari luar. 3. Dalam hal redistribusi pendapatan, Pemerintah Daerah juga kurang efektif. (2002 : 19-23)

25 B. Sumber-Sumber Keuangan Daerah Dalam Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan daerah, menyebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD). Terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. 2. Dana perimbangan. Adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan terdiri atas : dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Adalah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah.

26 Sedangkan pembiayaan bersumber dari : 1. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah. 2. Penerimaan pinjaman daerah. 3. Dana cadangan daerah, dan 4. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. C. Retribusi Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat potensial bagi peningkatan pendapatan daerah berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa perpajakan merupakan salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan. Undang-Undang Dasar 1945 juga menjelaskan bahwa tindakan yang menempatkan beban kepada masyarakat, seperti pajak dan lain-lain, harus ditetapkan dengan Undang-Undang. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pajak daerah dan retribusi daerah juga harus ditetapkan dengan Undang-Undang. Adapun ketentuan mengenai objek, subjek, dan pengenaan pajak daerah atau retribusi daerah diatur dengan peraturan daerah. Retribusi daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat.

27 Pengertian retribusi daerah sesuai PP No. 66 tahun 2001 tentang retribusi daerah adalah : pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah sebagaimana diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Retribusi dikelompokkan menjadi tiga macam sesuai dengan objeknya, yaitu : 1. Retribusi jasa umum, yaitu retribusi yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemenfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Adapun jenis-jenis retribusi jasa umum adalah : a. Retribusi pelayanan kesehatan b. Retribusi pelayanan persampahan / kebersihan c. Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan Akte catatan sipil d. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat e. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum f. Retribusi pelayanan pasar g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor h. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran i. Retribusi pengujian kapal perikanan 2. Retribusi jasa usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena seyogyanya disediakan oleh

28 sektor swasta tetapi belum memadai atau tepatnya, harta yang dimiliki atau dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah. Jenis-jenis retribusi jasa usaha, antara lain : a. Retribusi pemakaian kekayaan daerah b. Retribusi pasar grosir dan pertokoan c. Retribusi tempat pelelangan d. Retribusi terminal e. Retribusi tempat khusus parkir f. Retribusi tempat penginapan / pesanggrahan / villa g. Retribusi penyedotan kakus h. Retribusi rumah potong hewan i. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal j. Retribusi tempat rekrasi dan olah raga k. Retribusi penyebrangan di atas air l. Retribusi pengolahan limbah cair m. Retribusi penjualan produksi usaha daerah 3. Retribusi perizinan tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah daerah dala rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan ataskegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu, yaitu :

29 a. Retribusi izin mendirikan bangunan (IMB) b. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol c. Retribusi izin gangguan d. Retribusi izin trayek Dalam menentukan besarnya masing-masing retribusi diperlukan prinsip dan sasaran penetapan retribusi daerah. Adapun prinsip dan sasaran tersebut menurut Mardiasmo (2002 : 103) adalah : 1. Untuk retribusi jasa umum, berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. 2. Untuk retribusi jasa usaha, berdasarkan kepada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. 3. Untuk retribusi perizinan tertentu, berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Mengenai penetapan tarif retribusi, dapat ditinjau kembali paling lama 5 tahun sekali.

30 D. Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan Sebagai Salah Satu Sumber Penerimaan Daerah yang Potensial Retribusi sebagai salah satu sumber penerimaan daerah tidak dapat diabaikan perannya dalam usaha peningkatan pendapatan daerah. Penerimaan dari sektor retribusi merupakan sumber pendapatan yang penting dalam mengisi kas negara guna membiayai kegiatan pemerintahan daerah dalam rangka pembangunan daerah. Retribusi sebagaimana halnya dengan pajak, mempunyai fungsi sebagai pengisi kas (budgeter) dan sebagai pengatur (reguler). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa retribusi banyak jenisnya, alasan ini yang memungkinkan retribusi merupakan sumber pendapatan daerah yang potensial dalam meningkatkan pendapatan daerah. Retribusi merupakan pembayaran atas jasa yang telah diberikan. Pegertian tersebut sesuai dengan definisi retribusi yang terdapat dalam PP No.66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, yaitu : pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh Pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Dalam pemungutan retribusi menganut azas manfaat (benefit principles), yang maksudnya ialah besarnya retribusi ditentukan berdasarkan manfaat yang diterima oleh pengguna jasa.

Untuk mengatasi masalah dalam menentukan besarnya manfaat, maka menurut M. Suparmoko (2002 : 85-86), perlu dilakukan langkah berikut, pertama, diidentifikasi manfaat fisik yang dapat diukur besarnya, kemudian ditetapkan nilai rupiahnya dengan cara menggunakan harga pasar, atau harga barang pengganti atau survei tentang kesediaan membayar (willingness to pay). 31 Untuk lebih jelasnya, berdasarkan PP No.66 tahun 2007 tentang retribusi daerah disebutkan bahwa pasar grosir dan pertokoan adalah : pasar grosir berbagai jenis barang, termasuk tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan fasilitas pasar / pertokoan yang dikontrakkan yang disediakan atau diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh perusahaan daerah (PD) pasar atau pihak swasta. Sedangkan pengertian retribusi pasar grosir dan pertokoan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan No. 09 tahun 2007 tentang retribusi pasar grosir dan pertokoan adalah : pembayaran atas pelayanan fasilitas pasar grosir berbagai jenis barang termasuk tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi dan fasilitas pasar pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan atau diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Perusahaan Daerah (PD) pasar dan pihak swasta. Jadi, retribusi pasar grosir dan pertokoan merupakan biaya yang harus dibayarkan oleh pengguna fasilitas pasar / pertokoan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.

Retribusi pasar grosir dan pertokoan ini berperan penting dalam pendapatan daerah dan berpotensi untuk meningkatkan pendapatan daerah, terutama sejalan dengan pembangunan bidang ekonomi khususnya perdagangan yang menuntut tersedianya fasilitas / tempat-tempat berdagang. 32 E. Pengelolaan Retribusi Daerah 1. Aspek Perencanaan Perencanaan merupakan langkah awal yang sebaiknya dilakukan sebelum seseorang / badan melakukan kegiatan. Perencanaan sangat berperan dalam mengambil keputusan. Perencanaan juga dapat dipandang sebagai tolok ukur dari keberhasilan dan kegagalan suatu kegiatan, sehingga mengandung pengertian bahwa kegiatan yang gagal bisa dibebabkan karena perencanaannya tidak baik. Perencanaan sendiri dapat diartikan bermacam-macam namun pada dasarnya mempunyai pengertian yang sama, yaitu suatu proses penentuan bagaimana mencapai tujuan. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1990 : 5), perencanaan dalam arti seluas-luasnya adalah : suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu terdapat pada setiap jenis usaha manusia.

33 Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, perencanaan memegang peranan yang penting, kerana dengan adanya perencanaan langkah yang akan ditempuh dalam pembangunan akan jelas dan terarah. Ini seperti yang dikemukakan oleh Albert Waterson, dalam (Bintoro Tjokroamidjojo, 1990 : 12) yang menyebutkan perencanaan dalam pembangunan adalah : melihat kedepan dengan mengambil pilihan berbagai alternative dari kegiatan untuk mencapai tujuan masa depan tersebut dengan terus mengikuti agar supaya pelaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan. Jadi jelaslah bahwa perencanan adalah hal yang sangat penting sebelum melakukan kegiatan atau mengambil keputusan. Sedangkan menurut Zulkarnain Djamin (1993:9), tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah : 1. Meningkatkan tersedianya serta memperluas distribusi kebutuhan dasar rakyat banyak. 2. Meningkatkan taraf hidup, antara lain pendapatan yang meningkat, kesempatan kerja yang cukup, pendidikan yang lebih baik, perhatian yang lebih besar kepada nilai-nilai kebudayaan dan kemanusiaan (dalam arti kesejahtaraan sosial, jasmani dan rohani). 3. Memeperluas pilihan-pilihan sosial sosial ekonomi dari perorangan dan bangsa dengan memeberikan kebebasan dari ketergantungan. Penetapan target retribusi merupakan suatu perencanaan, karena didalamnya terdapat unsur tentang bagaimana mencapai tujuan. Dalam menetapkan target retribusi ini

34 hendaknya didasarkan pada potensi yang ada, atau didasarkan pada potensi dari retribusi itu sendiri. Penghitungan potensi dilakukan dengan cara mengalikan terif retribusi dengan tingkat penggunaan objek retribusi tersebut. Adapun cara menetapkan target rasional dalam upaya meningkatkan PAD, menurut Hamrolie Harun (2004 : 79) sebagai berikut : Proyeksi penerimaan retribusi tahun yang akan dating + Potensi yang mau digali Apabila terdapat kesenjangan atau penyimpangan antara realisasi dengan rencana atau target, maka ini menunjukkan ada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan atau dari segi pelaksanaannya kurang baik.masalah yang timbul karena perencanaannya yang kurang baik maupun karena dari segi pelaksanaanya, harus segera dicari solusinya guna tercapainya suatu tujuan dimasa datang. 2. Aspek Pelaksanaan Pelaksanaan merupakan fungsi untuk melaksanakan rencana dalam bentuk realisasi yang telah disusun secara sistematis. Pelaksanaan sangat erat kaitannya dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan pemungutan retribusi terkadang ditemukan beberapa faktor penghambat yaitu : a. Struktur organisasi keuangan daerah yang tidak mendukung dan kurang memadai. b. Mental pelaksana pemungut yang kurang baik c. Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi.

35 3. Pengawasan Menurut Alex Nitisemito, Pengawasan adalah usaha untuk mencegah kemungkinan penyimpangan dari rencana-rencana, instruksi-instruksi, sarana-sarana, dan sebagainya yang telah ditetapkan. (Muhammad Nur, 2001 : 29) Tujuan dari pengawasan menurut Bintoro Tjokroamidjojo adalah : 1. Mengusahakan supaya pelaksanaan rencana berjalan sesuai dengan rencananya. 2. Apabila terdapat penyimpangan maka perlunya diketahui seberapa jauh penyimpangan tersebut dan apa sebabnya, dan 3. Dilakukannya tindakan korektif terhadap adanya penyimpangan-penyimpangan.