IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. Metode Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

3. METODE DAN PELAKSANAAN

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN A.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN. Agustus Bertempat di green house Universitas Muhammadiyah Malang.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry

BUDIDAYA DAN PEMELIHARAAN TANAMAN STROBERI

BAHAN DAN METODE. = Respon pengamatan µ = Rataan umum α i = Pengaruh perlakuan asal bibit ke-i (i = 1,2) β j δ ij

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN METODE PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB III METODE PENELITIAN. secara faktorial yang terdiri atas dua faktor dan tiga kali ulangan.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian UMY dan

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

BAB III BAHAN DAN METODE. Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan September November 2016.

Tata Cara penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai pada bulan September 2015

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

METODE Lokasi dan Waktu Materi Penelitian Alat Perlakuan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN. (Completely Randomized Block Design) dengan dua faktor yang disusun secara

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian. Penah atau pensil, Buku pengamatan. C.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Gedung Hortikultura Universitas Lampung

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

III. BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE

II. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Gambar 2. Bibit Caladium asal Kultur Jaringan

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

UNTUK BIBIT TANAMA SIFAT FISIK DAN PAGAR AN JARAK F SKRIPSI. Oleh:

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Green House, Lahan Percobaan, Laboratorium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian. C. Rancangan Penelitian dan Analisis Data

TATA CARA PENELITIAN

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Lapang Terpadu dan Laboratorium

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik dan Mekanik Media Tanam Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik media tanam pada penelitian ini berupa densitas partikel, kerapatan lindak dan porositas, tahanan penetrasi, dan uji Proctor. 1. Pengukuran Densitas Partikel Pengukuran densitas partikel dilakukan di Laboratorium Mekanika dan Fisika Tanah. Nilai densitas partikel sebelum dan sesudah pembibitan sama besar karena merupakan rasio massa padatan media tanam dan volume padatan. Tabel 4 di bawah ini merupakan nilai densitas partikel masing-masing media tanam. Tabel 4. Nilai densitas partikel media tanam Media Massa (g) Densitas ma mb m (kering) m cawan ms partikel (g/cc) M1 152.12 165.31 70.64 48.61 22.03 148.95 157.37 65.13 51.62 13.51 2.57 M2 146.34 154.33 54.32 40.3 14.02 146.82 155.92 52.8 38.44 14.36 2.528 M3 148.12 153.58 60.24 51.66 8.58 147.06 154.74 60.8 48.66 12.14 2.736 Nilai densitas partikel M1 dan M2 berturut-turut adalah 2.57 dan 2.528 g/cc. Lebih kecil daripada nilai densitas partikel M3 sebesar 2.736 g/cc. Perbedaan nilai densitas partikel ini disebabkan oleh adanya bahan organik pada media tanam campuran pupuk kandang dan pupuk kulit jarak. Media tanah (M3) tidak mengandung bahan organik tambahan sehingga massa padatan per volume padatannya lebih besar dari kedua jenis media lain. Menurut Sarwono (1989), penambahan bahan organik akan meningkatkan porositas tanah. Selain itu, terjadi juga peningkatan kapasitas pengikatan air oleh media tanam. Semakin banyak bahan organik yang dimiliki media tanam, semakin banyak ruang-ruang tanah yang diisi oleh udara dan air sehingga semakin kecil densitas partikel media tanam. Nilai densitas partikel diperlukan juga untuk menentukan porositas media tanam dan memplotkan kurva jenuh sempurna (curve of complete saturation) dalam pengujian pemadatan standar (standard Proctor test). 42

2. Pengukuran Kerapatan Lindak dan Porositas Pengukuran nilai kerapatan lindak dan porositas media tanam dilakukan pada saat sebelum dan sesudah masa pembibitan. Hasil pengukuran kerapatan lindak dan porositas sebelum tanam dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Nilai kerapatan lindak dan porositas media sebelum pembibitan Media Ulangan Volume (cc) Massa (g) ρb (g/cc) Densitas partikel (g/cc) Porositas M1 1 1193.99 800.00 0.67 0.74 2 1193.99 870.00 0.69 0.73 2.57 3 1127.65 820.00 0.69 0.73 M2 1 1260.32 880.00 0.70 0.72 2 1260.32 870.00 0.69 0.73 2.528 3 1193.99 830.00 0.70 0.73 M3 1 1260.32 970.00 0.77 0.72 2 1193.99 910.00 0.76 0.72 2.736 3 1193.99 900.00 0.75 0.72 Nilai kerapatan lindak M1 sebelum masa pembibitan berkisar antara 0.67-0.69 g/cc dan porositas media tanam sebesar 73-74%. Nilai kerapatan lindak M2 sedikit lebih besar dari M1 yaitu 0.7 g/cc dan porositas rataannya adalah 72.6%. Nilai rataan kerapatan lindak M3 dari tiga ulangan adalah 0.76 g/cc dan porositas rataannya 72%. Nilai kerapatan lindak media yang memiliki kandungan bahan organik (M1 dan M2) lebih kecil daripada media berupa tanah saja (M3). Porositas media tanam M1 dan M2 menjadi lebih besar daripada M3. Setelah masa pembibitan kembali dilakukan pengukuran nilai kerapatan lindak dan porositas dari masing-masing media. Tabel 6 berikut merupakan tabel pengukuran kerapatan lindak dan porositas setelah masa pembibitan. Tabel 6. Kerapatan lindak dan porositas media tanam sesudah pembibitan Media Ulangan Volume Massa (g) ρb (g/cc) Densitas Porositas (cc) partikel (g/cc) 1 795.99 551.67 0.70 0.73 M1 2 844.63 698.33 0.83 2.57 0.68 3 804.83 735.00 0.91 0.65 1 955.19 716.67 0.75 0.70 M2 2 857.90 693.33 0.82 2.528 0.68 3 818.10 711.67 0.89 0.65 1 726.56 625.00 0.86 0.69 M3 2 765.03 625.00 0.86 2.736 0.69 3 961.82 1005.00 1.06 0.61 43

Sesudah masa pembibitan, nilai kerapatan lindak dan porositas masingmasing media tanam mengalami perubahan. Nilai rataan kerapatan lindak M1 naik menjadi 0.81 g/cc sehingga porositas rataannya turun menjadi 68%. Nilai rataan kerapatan lindak M2 juga mengalami kenaikan menjadi 0.82 g/cc dan porositasnya menjadi 68%. Nilai kerapatan lindak M3 naik menjadi 0.926 g/cc dan porositasnya menjadi 66%. Nilai kerapatan lindak mempengaruhi kemampuan akar menembus tanah. Menurut Taylor et al. (1966) dalam Arkin et al. (1981) akar tanaman akan sulit menembus tanah dengan struktur masif ketika tahanan mekanis media tanam meningkat. Semakin besar nilai kerapatan lindak, porositas media tanam semakin kecil dan membentuk struktur media yang lebih masif sehingga menurunkan kemampuan akar menembus tanaman. 3. Tahanan Penetrasi Pengujian tahanan penetrasi, merupakan salah satu cara sederhana untuk mengetahui besarnya gaya yang diperlukan oleh akar atau alat pertanian untuk menembus tanah. Pada pengujian ini, semua sampel media tanam diuji tahanan penetrasinya. Setiap sampel tanaman dikenakan 3 ulangan. Pada ulangan pertama dan kedua, penetrometer mengukur besarnya indeks CI pada bagian atas media tanam. Ulangan ke-3, penetrometer mengukur indeks CI pada bagian bawah polibag. Pada ulangan ke-3, nilai CI yang dihasilkan jauh lebih besar karena pada bagian bawah polibag media tanam lebih padat daripada bagian atas. Histogram pengukuran tahanan penetrasi pada Gambar 17 berikut ini menunjukkan gaya nilai CI pada bagian permukaan media tanam dan dasar polibag tanaman B1 (biji jarak). 44

CI (kg/cm 2 ) 2,60 2,40 2,20 2,00 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 1 2 3 Jenis Media Gambar 17. Nilai CI B1 Permukaan Dasar Nilai CI pada permukaan media tanam berturut-turut sebesar 0.9, 0.95, dan 0.4 kg/cm 2. Jika dikonversikan dalam satuan kilo Paskal maka diperoleh nilai CI berturut-turut 88.25 kpa, 93 kpa, dan dan 39 kpa. Nilai CI pada bagian dasar polibag berturut-turut sebesar 2.06 kg/cm 2 (202 kpa), 233 kg/cm 2 (228.5 kpa), dan 1.52 kg/cm 2 (149 kpa). Dari hasil pengukuran nilai CI, terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai CI biji jarak yang cukup besar antara bagian permukaan media tanam dan dasar polibag. Pengujian tahanan penetrasi untuk jenis bibit stek jarak (B2) menunjukkan hasil seperti yang terdapat pada Gambar 18 di bawah ini. CI (kg/cm 2 ) 2,80 2,60 2,40 2,20 2,00 1,80 1,60 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 1 2 3 Jenis Media Gambar 18. Nilai CI B2 Permukaan Dasar 45

Nilai CI di permukaan media tanam stek jarak pada berbagai media berturutturut sebesar 0.43, 0.40, dan 0.56 kg/cm 2. Jika dikonversikan, nilai CI stek jarak tersebut berturut-turut 42.16 kpa, 39.26 kpa, dan 55 kpa. Nilai CI pada bagian dasar polibag berturut-turut sebesar 1.99 kg/cm 2 (195.15 kpa), 2.52 kg/cm 2 (247.12 kpa), dan 2.36 kg/cm 2 (231.4 kpa). Jika dibandingkan dengan media tanam yang ditanami biji jarak, terdapat perbedaan nilai CI stek jarak yang cukup besar antara permukaan media tanam dan bagian dasar polibag. Grafik nilai CI pada berbagai media untuk tanaman yang ditanam dengan menggunakan B3 (ex-vitro jarak) terlihat pada Gambar 19 di bawah ini. 1,20 1,00 CI (kg/cm 2 ) 0,80 0,60 0,40 Permukaan Dasar 0,20 0,00 1 2 Jenis Media 3 Gambar 19. Nilai CI B3 Nilai CI ex-vitro jarak pada permukaan media tanam berturut-turut sebesar 0.19 kg/cm 2 (18.6 kpa), 0.08 kg/cm 2 (7.8 kpa), dan 0.21 kg/cm 2 (20.5 kpa). Sedangkan nilai CI bagian dasar polibag berturut-turut sebesar 1.08 kg/cm 2 (105.9 kpa), 0.57 kg/cm 2 (55.89 kpa), dan 0.41 kg/cm 2 (40.2 kpa). Nilai CI media tanam ex-vitro ini lebih kecil daripada jenis bibit lainnya. Berdasarkan hasil pengukuran nilai CI terlihat bahwa media 1 (tanah, pupuk kandang, dan pasir malang) dan media 2 (tanah dan pupuk kulit jarak) memberikan reaksi mekanis yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan media yang hanya berupa tanah. Penyebab lebih rendahnya reaksi mekanis media 1 dan 2 adalah karena kedua media tersebut memiliki struktur yang lebih lengas dan 46

berpori daripada media 3 akibat adanya unsur organik yang terkandung dalam tanah. Media 3 juga memiliki unsur organik alami karena berasal dari lapisan top soil. Akan tetapi, kandungan bahan organik media 3 jauh lebih kecil daripada media 1 dan 2. Besarnya kerapatan lindak media tanam mempengaruhi nilai tahanan penetrasinya. Semakin besar nilai kerapatan lindaknya, nilai tahanan penetrasi yang ditunjukkan penetrometer semakin tinggi. Nilai kerapatan lindak, porositas, dan CI mempengaruhi kemampuan akar untuk menembus tanah. Akar tanaman akan berhenti tumbuh jika dikenai gaya sebesar 850 kpa (Arkin, 1981). Nilai CI maksimum yang diperoleh dari semua jenis media tanam sebesar 247.12 kpa. Dapat disimpulkan bahwa akar tanaman masih terus tumbuh pada tekanan tersebut. Meskipun demikian, pertumbuhan akar tanaman akan berkurang seiring dengan pertambahan tekanan (lihat Gambar 8). Jika gaya tekan akar lebih besar daripada kerapatan lindak, pertumbuhan akar terus berlangsung. Sebaliknya, jika gaya tekan akar lebih kecil daripada kerapatan lindak, pertumbuhan akar terhenti, akar tanaman tumbuh ke arah horizontal dan terjadi peningkatan diameter akar. Pada pembahasan pembibitan jarak pagar akan disajikan data perakaran dan pertumbuhan akar jarak yang nantinya dapat dihubungkan dengan besarnya nilai CI. Tabel pengukuran grafik tahanan penetrasi pada semua media terdapat pada Lampiran 3. 4. Kerapatan Lindak terhadap Kadar Air (Uji Proctor Standar) Pengujian pemadatan standar Proctor dilakukan pada masing-masing media tanam sebelum maupun sesudah digunakan untuk kegiatan pembibitan. Hasil dari pengujian ini adalah mengetahui perubahan berat isi maksimum dan kadar air optimum pada masing-masing media sebelum dan sesudah digunakan untuk kegiatan pembibitan. Kegunaan uji Proctor ini adalah untuk mengetahui berat isi kering maksimum yang menyebabkan pemadatan tanah. Kondisi pemadatan tanah harus dihindarkan agar akar tanaman terus tumbuh dan menyerap nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Melalui hasil pengujian kondisi M1 sebelum pembibitan, diperoleh berat isi kering maksimum (ρd) sebesar 1.362 t/m 3 dengan kadar air optimum 33.79%. 47

Setelah tanah tersebut digunakan untuk pembibitan, ternyata berat isi kering maksimumnya turun menjadi 1.123 t/m 3 dengan kadar air optimum 29.46%. Hal ini menunjukkan pada M1 terdapat banyak bahan organik yang mempengaruhi komposisi tanah yang terdapat pada media tersebut. Pada akhir masa pembibitan, kandungan bahan organik dalam media tanam telah banyak berkurang, sehingga menyebabkan kemampuan media tanam mengikat air juga berkurang. Media tanam lebih mudah melepaskan air sehingga berat isi kering maksimum dan kadar air optimum menjadi berkurang. Tabel dan grafik pengukuran berat isi kering maksimum dan kadar air optimum untuk M1 sebelum dan sesudah pembibitan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Hasil pengujian Proctor M2 sebelum digunakan untuk pembibitan menunjukkan hasil berat isi kering sebesar 1.246 t/m 3 dengan kadar air optimum 36.14%. Setelah digunakan untuk pembibitan, berat isi kering maksimum M2 adalah sebesar 1.204 t/m 3 dengan kadar air optimum sebesar 37.57%. Berat isi kering M2 sebelum dan sesudah masa pembibitan turun sedikit, demikian pula dengan kadar air optimum. Hal ini dikarenakan tanah merupakan penyusun utama media tanam 2, sehingga berat isi kering maksimumnya merupakan berat isi kering maksimum tanah. Sedangkan pupuk kulit jarak mempengaruhi besar kecilnya kadar air optimum. Melalui uji Proctor M2 sebelum masa pembibitan, pengujian dengan kadar air berbeda-beda dilakukan hingga 12 kali, karena pupuk kulit jarak menyerap air dengan sangat baik. Sedangkan sesudah pembibitan, kegiatan pengujian cukup dilakukan sebanyak 10 kali. Tabel perhitungan dan grafik M2 sebelum dan sesudah penanaman dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Uji Proctor M3 untuk kondisi tanah sebelum tanam menunjukkan hasil berat isi kering maksimum sebesar 1.310 t/m 3 dengan kadar air optimum sebesar 37.74%. Setelah masa pembibitan, berat isi kering maksimum menjadi sebesar 1.281 t/m 3, akan tetapi kadar air optimumnya berubah sangat sedikit yaitu menjadi sebesar 37.73 %. Melalui hasil pengukuran terlihat bahwa tidak terjadi perubahan berat isi kering maksimum maupun kadar air optimum yang signifikan pada M3 sebelum dan sesudah pembibitan. Ternyata selama pembibitan jarak pagar, M3 48

tidak banyak terjadi perubahan sifat mekanik. Tabel perhitungan dan grafik uji Proctor M3 sebelum dan sesudah pembibitan terdapat pada Lampiran 9 dan 10. Grafik di bawah ini merupakan grafik perbandingan hasil uji Proctor pada berbagai media sebelum masa pembibitan. ρd (t/m 3 ) 1,500 1,400 1,300 1,200 1,100 1,000 0,900 0,800 0,700 0,600 0,500 0,400 0,300 0,200 0,100 0,000 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 Kadar Air (%) Media I Media II Media III Gambar 20. Grafik uji Proctor berbagai media sebelum tanam Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui grafik tersebut, terlihat bahwa M1 memiliki kadar air optimum dan berat isi kering maksimum tertinggi di antara media lainnya. Setelah kegiatan pembibitan, kadar air optimum dan berat isi kering maksimum mengalami perubahan, sebagaimana dapat dilihat dari grafik di bawah ini. ρd (t/m3) 1,500 1,400 1,300 1,200 1,100 1,000 0,900 Media I 0,800 Media II 0,700 0,600 Media III 0,500 0,400 0,300 0,200 0,100 0,000 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Kadar Air (%) Gambar 21. Grafik uji Proctor berbagai media sesudah tanam 49

Melalui pengujian sifat fisik dan mekanik media tanam berupa uji tahanan penetrasi, kerapatan lindak, dan uji standard Proctor, terlihat bahwa M1 menyediakan lingkungan tumbuh yang optimal bagi jarak pagar untuk semua jenis bibit dibanding media lainnya. Nilai kerapatan lindak, porositas, dan pengujian Proctor M2 berada di antara M1 dan M3. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan organik yang terdapat pada pupuk kulit jarak yang mempengaruhi sifat fisik dan mekanik media tanam. Kemampuan M1 untuk menunjang pertumbuhan bibit secara optimal dengan sifat fisik dan mekanis tersebut dibuktikan lebih lanjut dengan pengamatan perkembangan bibit dan perakaran. Pengamatan terhadap kemampuan tumbuh bibit yang ditanam pada M2 juga dilakukan untuk mengetahui potensi M2 sebagai media tanam pembibitan jarak pagar. C. Perkembangan Bibit Kegiatan pembibitan tidak dimulai secara serempak karena lama waktu penyiapan bibit yang berbeda-beda. Pembibitan dengan biji dimulai paling awal karena penyiapan bibit dari biji yang cukup singkat. Setelah kulit biji terkelupas dan mengeluarkan rambut akar, biji dapat langsung dipindahkan ke media tanam yang telah disiapkan. Sebanyak masing-masing 15 tanaman dimasukkan ke dalam tiap media dan diletakkan di tempat berbeda-beda tergantung pada ulangan masing-masing. Pembibitan dimulai pada tanggal 15 April 2009 bertempat di sebuah greenhouse Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan berlangsung selama 10 minggu. Lama waktu ini merupakan jangka waktu yang optimal dalam pembibitan jarak pagar. Bibit yang berasal dari biji kemudian dinotasikan dengan nama B1. Gambar 21 dan 22 berikut ini adalah gambar penyiapan bibit dari biji dan stek. 50

Gambar 22. Penyiapan bibit dari biji Gambar 23. Penyiapan bibit dari stek Pembibitan stek jarak dimulai pada tanggal 16 April 2009. Kegiatan awal pembibitan di mulai dari pengambilan tanaman dari tanaman induk, kemudian ditanam pada media tanam sementara hingga kondisi perakaran yang cukup kuat. Kegiatan ini dilakukan di Bagian Bioteknologi Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang. Lama waktu yang diperlukan untuk mendapatkan kondisi perakaran yang cukup kuat selama 3 minggu. Kemudian, tanaman dibawa ke greenhouse di Laboraturium Lapangan Leuwikopo dan dipindahkan ke media tanam yang telah disediakan. Tanaman yang digunakan jumlahnya sebanyak 15 tanaman untuk masing-masing media tanam pada ulangan yang berbeda-beda. Bibit yang berasal dari stek kemudian dinotasikan dengan nama B2. Kegiatan ex-vitro jarak juga dilakukan di Bagian Bioteknologi Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang. Curah hujan yang cukup tinggi pada bulan April-Mei menyebabkan penyiapan bibit diulang sebanyak dua kali akibat banyaknya bibit yang mengalami busuk batang sebagai akibat dari tingginya kelembaban udara. Bibit yang berasal dari ex-vitro selanjutnya disebut sebagai B3. Gambar 24 dan 25 berikut ini adalah gambar penyiapan bibit dari exvitro dan penyimpanan bibit di dalam sungkup. 51

Gambar 24. Penyiapan bibit dari ex-vitro Gambar 25. Bibit dalam sungkup Setelah penyiapan masing-masing jenis bibit dilakukan dan sistem perakaran diperkirakan cukup kuat untuk dipindahkan ke media tanam yang sebenarnya, bibit kemudian dipindahkan ke dalam greenhouse dan disusun berdasarkan susunan yang telah dipersiapkan menurut Rancangan Acak Kelompok (RAK). Terdapat 3 media tanam yang digunakan untuk masing-masing jenis bibit. Media 1 berasal dari campuran tanah, pasir malang, dan pupuk kandang (dinotasikan sebagai M1). Media 2 merupakan media tanam yang berasal dari campuran tanah dan kulit jarak hasil pembusukan yang telah dikeringkan (dinotasikan sebagai M2). Dan media tanam yang menggunakan tanah tanpa campuran apapun disebut sebagai M3. Untuk masing-masing perlakuan terdapat 3 ulangan dan masingmasing tanaman ditanam sebanyak 5 sampel. Skema pengaturan penanaman dan susunan ulangan dapat dilihat pada Lampiran 11. Kegiatan pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi beberapa indikator seperti tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun. Pengamatan dilakukan setiap minggu karena tanaman termasuk dalam kategori tanaman dengan pertumbuhan cepat. 1. Tinggi Bibit Pada minggu-minggu awal kegiatan pertumbuhan, semua jenis bibit jarak yang ditanam pada M1 menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi dibandingkan media-media lainnya. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengukuran pertumbuhan yang dilakukan tiap minggu. Namun, setelah memasuki minggu ketiga, bibit yang ditanam pada M2 menunjukkan tingkat pertumbuhan yang mendekati tingkat pertumbuhan bibit pada M1. Pada bibit yang berasal dari biji dan ditanam pada M2 (B1M2), baik tinggi tanaman, jumlah daun maupun diameter batang dari ketiga ulangan menunjukkan pertumbuhan tanaman yang 52

cukup tinggi dan mendekati bibit dari biji (B1M1) sejak 3 MST (minggu setelah tanam). Gambar 25 di bawah ini adalah grafik pertumbuhan tinggi tanaman B1 tiap minggu pada ketiga media tanam selama masa pembibitan. 45 40 35 Tinggi Tnaman (cm) 30 B1M1 25 B1M2 20 B1M3 15 10 5 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Minggu ke Gambar 26. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman dengan biji Hasil pertumbuhan B1 ulangan 1 pada minggu ke-1, tinggi tanaman pada masing-masing media adalah 7.82 cm (B1M1), 5.84 cm (B1M2), dan 3.48 cm (B1M3). Baik B1M1 dan B1M2 menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang cukup tinggi memasuki minggu ketiga, sedangkan B1M3 mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup tinggi pada antara minggu ke-2 dan minggu ke-3. Namun, setelahnya, tingkat pertumbuhan mengalami peningkatan yang tidak terlalu banyak. Pada akhir masa pembibitan, tinggi B1M1 mencapai 40.02 cm, B1M2 mencapai 36.5 cm dan B1M3 mencapai 30.5 cm. Pertambahan tinggi B1M1 selama masa pembibitan adalah sebesar 32.2 cm, B1M2 mengalami pertambahan tinggi tanaman rata-rata sebesar 30.66 cm, dan 27.02 cm pada B1M3. Pertambahan tinggi tanaman yang ditanam dalam media pupuk kandang merupakan yang tertinggi dibandingkan bibit yang ditanam pada media lainnya. Pada bibit yang berasal dari stek (B2) menunjukkan hasil yang cukup bervariasi dari tiga ulangan selama proses pertumbuhannya. Akan tetapi, stek yang ditanam pada M2 (B2M2) tetap menunjukkan hasil pertumbuhan yang cukup memuaskan. Gambar 27 berikut ini adalah grafik pertumbuhan tinggi tanaman B2 tiap minggu pada ketiga media tanam selama masa pembibitan. 53

Tinggi Tanaman (cm) 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Minggu ke Gambar 27. Grafik pertumbuhan tanaman dengan stek B2M1 B2M2 B2M3 Seperti yang terlihat pada grafik, pada awal pertumbuhan tinggi B2M1, B2M2, dan B2M3 berturut-turut adalah 28.58 cm, 24.62 cm, dan 27.82 cm. B2M2 pada minggu-minggu awal pertumbuhan menunjukkan hasil pertumbuhan di bawah media lainnya. Akan tetapi, menjelang akhir masa pembibitan, pertumbuhan B2M2 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan hingga dapat menyamai tingkat pertumbuhan B2M1. Pada akhir masa pertumbuhan, tinggi B2M1 adalah 45.8 cm, B2M2 44.88 cm, dan B2M3 42.48 cm. Pertambahan tinggi stek jarak pada media 2 (B2M2) selama masa pembibitan menunjukkan hasil pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 20.26 cm, kemudian B2M1 dengan pertambahan tinggi sebesar 17.22 cm, dan B2M3 sebesar 14.66 cm. Karena berasal dari bagian tanaman yang telah dewasa, pertumbuhan tanaman yang berasal dari stek lebih cepat daripada kedua jenis bibit lainnya dan lebih tahan terhadap serangan hama kutu daun. Pembibitan dengan menggunakan ex-vitro baru dapat dilakukan setelah perakaran kuat. Tidak seperti stek, karena berasal dari bagian tanaman muda (pucuk tanaman), bibit ex-vitro memerlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan kondisi perakaran yang cukup kuat dan pertumbuhan yang lebih stabil. Karena pada bulan April-Mei 2009 kondisi cuaca banyak hujan dan lembab mengakibatkan pada minggu awal pembibitan terdapat sejumlah bibit yang mengalami busuk akar karena media tanam yang terlalu lembab. Hal ini 54

menyebabkan jumlah bibit yang berasal dari ex-vitro yang bertahan hidup lebih sedikit dibandingkan jenis bibit yang lain. Hasil pengamatan pertumbuhan B3 secara umum pertumbuhan bibit dengan M1 (B3M1) menunjukkan hasil pertumbuhan yang paling signifikan dibandingkan media-media lainnya. Hal ini disebabkan kondisi media tanam yang lebih berpori sehingga air lebih mudah dilewatkan dan kondisi buruk akar pada media ini merupakan yang paling minimal. Pada media lain, busuk akar dapat dihindarkan dengan pengecekan secara berkala pada tanaman pada saat hujan dan kelembaban yang tinggi. Gambar 28 di bawah ini adalah grafik pertumbuhan tinggi tanaman B3 tiap minggu pada ketiga media tanam selama masa pembibitan. Tinggi Tanaman (cm) 36 32 28 24 20 16 12 8 4 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Minggu ke Gambar 28. Grafik pertumbuhan tanaman dengan ex-vitro B3M1 B3M2 B3M3 Grafik di atas menunjukkan tinggi pertumbuhan tanaman rataan yang fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh beberapa tanaman yang mengalami busuk batang pada minggu awal pembibitan sehingga mempengaruhi rataan umum tinggi tanaman. Bibit yang paling banyak terkena busuk batang terutama bibit yang ditanam pada M3. Melalui grafik di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan tanaman pada masing-masing media mengalami perbedaan yang cukup signifikan. Pada awal masa pembibitan, tinggi B3M1, B3M2, dan B3M3 berturut-turut adalah 16.7 cm, 14.6 cm, dan 13.6 cm. Karena pada minggu-minggu awal pembibitan curah hujan pada daerah penelitian cukup tinggi, banyak tanaman yang mengalami gugur daun 55

sehingga tinggi tanaman menurun dan jika kelembaban terlalu tinggi, tanaman akan mengalami busuk batang. Kondisi ini menyebabkan batang tanaman tidak dapat menopang pertumbuhan serta tidak dapat menyalurkan air dan nutrisi yang diserap oleh akar ke daun. Tanaman yang mengalami busuk batang akan cepat mengalami kematian. Kondisi busuk batang pada awalnya ditandai kondisi batang yang lembek atau lunak karena serat-serat dalam batang yang membusuk. Jika kondisi terus berlanjut, warna batang yang semula berwarna hijau segar akan berubah menjadi coklat dan kisut. Tanaman yang mengalami busuk batang pada minggu awal pertumbuhan diganti dengan tanaman baru. Akan tetapi, jika tanaman mengalami busuk batang setelah minggu ke-4, sampel tanaman tersebut tidak diganti dengan tanaman baru. Gambar 29 di bawah ini menunjukkan kondisi tanaman yang mengalami busuk batang pada minggu awal kegiatan pembibitan. Gambar 29. Busuk batang pada jarak pagar Pada akhir masa pembibitan, B3M1 menunjukkan hasil yang paling tinggi dibandingkan bibit-bibit lain yang ditanam pada media berbeda. Dari tabel rataan, baik B3M1 maupun B3M2 terdapat 3 dari 5 sampel yang ditanam pada masa pembibitan yang masih dapat bertahan. Sedangkan pada M3, hanya satu sampel tanaman saja yang dapat bertahan hidup. Pengamatan hasil kegiatan pembibitan jarak pagar yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tanaman yang ditanam pada M2 secara umum memiliki memberikan hasil pertumbuhan yang tak kalah dengan M1. Kandungan hara yang terdapat pada kulit jarak diteliti dengan melakukan pengujian di Laboraturium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tabel 7 berikut ini adalah tabel perbandingan kandungan hara pupuk kulit jarak dari hasil pengujian. 56

Tabel 7. Perbandingan kandungan hara pupuk kulit jarak dengan pupuk kandang Komposisi (%) Kulit jarak* Pupuk kotoran sapi** Nitrogen 1.84 0.97 3.04 Fosfor 0.28 0.69 6.27 Pupuk kotoran ayam** Potassium 7.96 1.66 2.08 Sumber : * Lab Tanah IPB ** Makkar et al. (1997) dalam Hambali et al. (2006) Hasil pengujian kandungan hara menunjukkan bahwa kandungan bahan organik M2 tidak kalah dengan M1 sehingga dapat digunakan sebagai media tanam yang cocok untuk pembibitan jarak pagar. Meskipun demikian, perlu juga dilakukan analisis statistik untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nyata antara pertumbuhan tanaman yang ditanam pada M1 dan M2. Kegiatan perawatan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan, pengecekan kondisi tanaman dan lingkungan, dan pemupukan serta penyemprotan pestisida. Penyiraman air pada lima minggu pertama dilakukan pada pagi dan sore hari, tergantung kondisi cuaca harian. Jika curah hujan tinggi, penyiraman air cukup sekali sehari atau tidak sama sekali. Setelah 5 minggu, barulah tanaman cukup disiram sehari sekali. Penyiangan bertujuan mengendalikan tumbuhan liar yang ikut tumbuh dalam polibag dan mengganggu tanaman. Penyiangan dilakukan seminggu sekali. Dengan demikian, pertumbuhan tanaman tidak terganggu oleh tanaman lain. Pengecekan kondisi tanaman dan lingkungan meliputi pengamatan kondisi batang, daun, dan kondisi di dalam greenhouse. Jika kondisi daun dan batang kurang baik, dilakukan pemupukan atau pemberian pestisida. Jika kondisi lingkungan yang kurang baik, dilakukan pembersihan lantai greenhouse. Pemupukan perlu dilakukan pada tanaman, karena media tanam tidak dapat terus menerus menyuplai nutrisi pada tanah. Pupuk yang diberikan untuk tanaman antara lain urea, SP-36, dan KCL. Pemupukan dilakukan tiap 2 minggu sekali, atau tergantung kondisi tanaman pada 1 minggu setelah pemberian pupuk. Selain itu, pemupukan juga dilakukan untuk daun. Pupuk yang diberikan adalah Gandasil D, yang diberikan tiap 10 hari sekali. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman selama proses pembibitan juga turut mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman. Hama yang menyerang jarak 57

pagar selama pembibitan diduga adalah kutu daun (Myzus persicae). Kutu daun mengelompok pada bagian bawah permukaan daun serta pada tunas dan menghisap cairan pada daun (Pracaya, 2007). Cara meminimalisir serangan kutu daun adalah dengan pemberian Decis setiap sepuluh hari sekali. Gambar di bawah ini adalah gambar tanaman yang terkena hama kutu daun dan kondisi tanaman yang sakit. Gambar 30. Hama kutu daun Gambar 31. Kondisi tanaman yang sakit Agar kutu daun tidak menyebar ke tanaman lain, penyemprotan Decis dilakukan secara teratur dan penyiraman air dilakukan secara hati-hati sehingga tanaman lain tidak terkena. Namun, karena pengaruh lingkungan yang besar akibat dari kondisi lingkungan yang heterogen, sebagian besar tanaman terkena kutu daun dalam berbagai tingkat serangan. Tanaman yang terkena kutu daun tingkat ringan, tanaman tersebut tetap tumbuh dengan baik. Akan tetapi jika sudah tingkat serangan termasuk kategori berat, daun tanaman mengering dan akhirnya mati (Gambar 31). Hasil analisis statistik tinggi tanaman jarak dengan menggunakan software SAS 6.0.12, diperoleh bahwa tinggi tanaman yang ditanam pada jenis media tanam yang berbeda tidak mengalami perbedaan nyata pada 1 MST dan 2 MST (pada taraf 5%). Memasuki 3 MST, terdapat perbedaan nyata tinggi tanaman antara M1 dengan M2 dan M3. Sementara itu, tinggi tanaman antara M2 dan M3 tidak terdapat perbedaan yang nyata. Mulai 4 MST, antara M1 dan M2 tidak terdapat perbedaan nyata sedangkan M3 menunjukkan perbedaan nyata dengan jenis media lainnya. Hal ini terjadi hingga 10 MST. Hasil ini kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%, diperoleh hasil pada akhir masa pembibitan, tinggi tanaman ditanam pada M1 tidak berbeda nyata dengan 58

tinggi tanaman yang dibibitkan dalam M2. Tinggi tanaman ditanam pada M1 dan M2 berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada M3. Ringkasan hasil analisis statistik tinggi tanaman terhadap jenis media dan jenis bibit dan uji lanjut Duncan terdapat pada Lampiran 18 dan 19. 2. Jumlah Daun dan Diameter Batang Parameter lain yang diamati pada perkembangan bibit adalah jumlah daun dan diameter batang. Hasil dari pengamatan tersebut diplotkan ke dalam grafik hubungan pertambahan jumlah kumulatif daun dan perkembangan diameter batang (ΔǾ) terhadap minggu pembibitan. Pertambahan jumlah daun tiap minggunya tidak tetap, karena adanya daun yang gugur akibat adanya serangan kutu daun. Oleh karena itu, Gambar 32 di bawah ini menunjukkan grafik pertambahan jumlah daun kumulatif bibit biji jarak. Jumlah Daun (helai) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Minggu ke Gambar 32. Grafik pertambahan jumlah daun kumulatif B1 B1M1 B1M2 B1M3 Jumlah daun kumulatif pada masing-masing jenis bibit di ulangan 1 ini tiap minggu selalu mengalami peningkatan meskipun tidak sama tingkat kenaikan tiap minggunya. Hal ini disebabkan oleh adanya penyakit yang dialami oleh tanaman maupun sebab-sebab luar yang menyebabkan daun kering dan gugur. Pada perkembangan diameter batang tiap minggu pada masing-masing jenis mengalami peningkatan sebesar 0.1 cm/minggu. Perkembangan diameter batang dari awal hingga akhir pembibitan mencapai 0.646 cm untuk bibit yang ditanam pada M1, 0.55 cm untuk bibit yang ditanam pada M2, dan 0.59 cm untuk bibit 59

yang ditanam pada M3. Grafik di bawah ini merupakan grafik perkembangan diameter batang tiap minggu. 0,700 0,600 ΔǾ (cm) 0,500 0,400 0,300 0,200 0,100 0,000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Minggu ke Gambar 33. Grafik laju pertumbuhan diameter batang B1 B1M1 B1M2 B1M3 Laju pertumbuhan diamater batang bibit biji jarak yang ditanam pada media 1 dan 2 menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih stabil daripada tanaman yang ditanam pada media 3. Pertumbuhan jumlah daun pada B2 menunjukkan nilai yang fluktuatif. Bibit jarak yang ditanam pada M1 mengalami pertumbuhan jumlah daun yang relatif lebih stabil dan memiliki jumlah daun tertinggi pada akhir masa pembibitan, diikuti tanaman yang ditanam pada M2 dan M3. Gambar 34 berikut ini menyajikan grafik pertumbuhan jumlah daun kumulatif pada B2. 14 12 Jumlah Daun (helai) 10 8 6 4 2 B2M1 B2M2 B2M3 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Minggu ke Gambar 34. Grafik pertumbuhan jumlah daun kumulatif B2 60

Pertumbuhan jumlah daun yang fluktuatif pada B2 disebabkan oleh gugur daun akibat serangan hama kutu, daun menguning karena kekurangan unsur hara, dan (pada beberapa kesempatan) rusaknya daun akibat terkena air ketika siang hari. Perkembangan diameter batang tanaman yang ditanam pada masing-masing media pada B2 secara umum mengalami tingkat pertumbuhan yang sama. Grafik di bawah ini adalah grafik perkembangan diamter batang B2 pada ulangan 1. 0,450 0,400 0,350 ΔǾ (cm) 0,300 0,250 0,200 0,150 0,100 0,050 0,000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Minggu ke Gambar 35. Grafik laju pertumbuhan diameter batang B2 B2M1 B2M2 B2M3 Perkembangan diameter batang stek jarak yang ditanam pada media 2 (B2M2) menunjukkan tingkat laju pertumbuhan yang terbesar dari ketiga media tanam. Pertumbuhan jumlah daun pada B3 menunjukkan hasil yang kurang bagus dibandingkan dengan bibit lainnya. Pertumbuhan jumlah daun tanaman di media lainnya mengalami fluktuasi mulai dari awal hingga akhir pembibitan. Gambar 36 berikut ini menunjukkan pertumbuhan jumlah daun kumulatif tanaman ex-vitro jarak selama masa pembibitan. 61

Jumlah daun (helai) 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Minggu ke B3M1 B3M2 B3M3 Gambar 36. Grafik pertumbuhan jumlah daun kumulatif B3 Perkembangan diameter batang B3 juga mengalami fluktuasi. Seperti yang terlihat pada Gambar 36, terlihat bahwa bibit yang ditanam pada M1 dan M2 mengalami penurunan antara minggu ke-5 dan ke-6, hal ini dikarenakan banyak tanaman yang mengalami busuk batang, sehingga rataan diameter batang pun mengalami penurunan. Gambar 37 berikut ini menunjukkan perkembangan diameter batang ex-vitro jarak. 0,800 0,700 0,600 Δø (cm) 0,500 0,400 0,300 0,200 0,100 B3M1 B3M2 B3M3 0,000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Minggu ke Gambar 37. Perkembangan diameter batang B3 62

Pada akhir masa pembibitan, ex-vitro jarak yang ditanam pada M2 memiliki diameter batang lebih besar daripada kedua media lainnya. Setelah itu, berturutturut diameter batang jarak pada M1 dan M3. Data pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang pada masing-masing media dalam 3 ulangan terdapat pada Lampiran 12-17. Hasil analisis statistik terhadap diameter batang jarak pagar yang ditanam pada berbagai media tanam tidak berbeda nyata dari 1 hingga 5 MST pada taraf 5%. Seperti halnya dengan jumlah daun, mulai dari 6 10 MST, terdapat perbedaan nyata antara M3 dengan M1 dan M2. Sedangkan M1 dan M2 tidak berbeda nyata. Hasil ini kemudian di uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Hasil dari uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa perkembangan diameter batang pada M1 dan M2 tidak menunjukkan perbedaan nyata. Ringkasan hasil analisis statistik diameter batang terhadap jenis media dan jenis bibit serta uji lanjut Duncan terdapat pada Lampiran 20 dan 21. Jumlah daun yang berasal dari jenis media tanam yang berbeda tidak berbeda nyata dari 1 hingga 5 MST pada taraf 5%. Mulai dari 6 hingga akhir masa pembibitan (10 MST), M1 dan M2 tidak berbeda nyata. Sedangkan M3 menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan media lainnya. Hasil ini juga di uji dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5%. Dari hasil uji lanjut Duncan, pertumbuhan jumlah daun pada M1 dan M2 tidak memiliki perbedaan nyata. Hasil analisis dan uji lanjut Duncan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 22 dan 23. Melalui hasil analisis statistik berupa tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan M2 sebagai media tanam bibit jarak pagar memberikan hasil pertumbuhan yang optimal bagi bibit karena M1 dan M2 lebih baik daripada M3. Pada pengaruh penggunaan jenis bibit selama pembibitan baik terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang melalui uji statistik menunjukkan bahwa B2 berbeda nyata dengan B1 dan B3 pada taraf 5% mulai dari 1 MST hingga 10 MST (dari awal hingga akhir masa pembibitan). Hal ini terjadi karena B2 berasal dari stek yang telah mengalami pertumbuhan tinggi dan jumlah daun lebih dari jenis bibit lainnya. Oleh karena itu, hasil yang ditunjukkan 63

pada bibit B2 menunjukkan hasil pertumbuhan yang lebih tinggi pada pengujian analisis statistik. Pengaruh interaksi antara media tanam dan jenis bibit yang digunakan selama pembibitan ternyata tidak menunjukkan adanya hubungan nyata. Artinya, baik media tanam dan jenis bibit yang digunakan merupakan kejadian saling bebas dan tidak saling mempengaruhi. Jenis bibit yang akan dipilih tergantung pada tujuan pembibitan tersebut. Bibit yang berasal dari stek dan ex-vitro memiliki produktivitas yang tinggi sehingga cocok jika bertujuan untuk mengembangkan jarak pagar dalam waktu singkat dan juga untuk mengembangkan produksi minyak jarak (CPO). Jika tujuan pembibitan jarak pagar adalah untuk produksi bibit, maka bibit yang berasal dari biji lebih baik. Selain itu, kondisi perakaran yang lebih kuat dan stabil daripada bibit yang merupakan hasil pengembangbiakan vegetatif. 3. Perkembangan Akar Parameter lain yang diamati pada saat awal penanaman adalah pertumbuhan akar dan distribusi akar. Sistem perakaran jarak pagar adalah akar tunggang. Pada bibit yang berasal dari biji, akar tunggang jarak pagar terlihat jelas. Sedangkan pada bibit yang berasal dari pengembangbiakkan vegetatif, akar jarak yang muncuk menyerupai akar serabut, di mana akar primer belum terlihat jelas. Masa pembibitan hanya berlangsung selama 10 minggu sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengamati perkembangan akar primer jarak tersebut. Gambar di bawah menunjukkan kondisi perakaran B1 sebelum ditanam dan ketika masa pembibitan selesai dan akan dipindah tanam. Gambar 38. Kondisi akar awal B1 Gambar 39. Kondisi akar akhir B1 64

Pada awal pembibitan, rata-rata panjang akar untuk masing-masing media antara lain 5 cm untuk B1M1 dan B1M2, dan 4 cm untuk B1M3. Pada akhir masa pembibitan, panjang akar B1M1 rata-rata adalah 17.5 cm, pada B1M2 adalah 16 cm, dan pada B1M3 adalah 20 cm. Distribusi akar B1 ini vertikal dengan struktur akar tunggang. Panjang akar pada masa awal pembibitan B2 rata-rata berkisar 4-6 cm. Pada akhir masa pembibitan, panjang akar untuk B2M1 dan B2M2 adalah 13 cm, sedangkan pada B2M3 berkisar 15 cm. Gambar 40. Kondisi akar awal B2 Gambar 41. Kondisi akar akhir B2 Distribusi akar untuk B2 adalah horizontal dan struktur akar adalah akar tunggang. Sebagaimana halnya pengaruh perakaran dan tahanan penetrasi pada B1 terhadap pertumbuhan tanaman, pada B2 pun terjadi kondisi yang sama. Panjang akar M3 pada akhir masa pembibitan merupakan yang paling panjang. Akan tetapi, karena tahanan penetrasi M3 juga cukup besar, pertumbuhan bibit yang ditanam pada M3 kurang optimal sehingga secara umum tingkat pertumbuhannya berada di bawah bibit yang ditanam pada M1 dan M2. Panjang akar pada masa awal pembibitan untuk B3 berkisar 3-5 cm. Pada masa akhir pembibitan, B3M1 memiliki panjang akar 12 cm, B3M2 memiliki panjang akar 14 cm, dan B3M3 panjang akar rataannya adalah 18 cm. Distribusi akar terjadi secara horizontal dengan struktur akar adalah akar tunggang yang masih menyerupai struktur akar serabut. 65

Gambar 42. Kondisi akar awal B3 Gambar 43. Kondisi akar akhir B3 Melalui hasil pengujian tahanan penetrasi untuk semua media, diperoleh nilai tahanan M3 lebih besar daripada M1 dan M2. Akan tetapi, pada hasil pengukuran panjang akar diperoleh panjang akar bibit yang ditanam pada M3 lebih panjang dari media lain. Hal ini karena kandungan bahan organik M3 lebih rendah sehingga akar tanaman memanjangkan akarnya untuk mendapatkan nutrisi tanaman. Kerapatan lindak dan tahanan penetrasi M3 lebih besar daripada kedua media lain. Untuk mengatasinya, tanaman mengecilkan diameter akar dan distribusi akar secara horizontal. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman pada M3 secara umum menunjukkan hasil yang tidak optimal. Hasil pengamatan terhadap perkembangan bibit yang meliputi tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun dan perkembangan akar, terlihat bahwa bibit yang ditanam pada M1 mengalami pertumbuhan optimal yang ditunjang oleh kondisi fisik dan mekanis media tanam yang optimal. Pertumbuhan optimal juga ditunjukkan oleh tanaman jarak yang ditanam pada M2. Ketika akar tanaman mengalami hambatan untuk pertumbuhan dan penetrasi akar karena kerapatan lindak media tanam yang tinggi, pertumbuhan tanaman juga terganggu meskipun kondisi lingkungan pembibitan mendukung. Demikian juga halnya jika porositas media tanam rendah, pertumbuhan dan penetrasi akar juga terganggu. 66