BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kepribadian bangsa dan pengakaran nilai-nilai budaya sebagai salah satu upaya

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WEWENANG, ADMINISTRASI PERTANAHAN, OTONOMI DAERAH, TANAH DAN PERUMAHAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

HUKUM AGRARIA NASIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II PENGATURAN HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH NEGARA. Istilah hak pengelolaan pertama kali muncul pada saat diterbitkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Hak atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional (HTN), memberikan ruang yang

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia

Lex Administratum, Vol. II/No.2/Apr-Jun/2014. PENGATURAN DAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH RUMAH SUSUN 1 Stefano Sampouw 2

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK PAKAI NO. 765 MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 981K/PDT/2009

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri daerahnya. Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dalam

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 1999 TENTANG KAWASAN SIAP BANGUN DAN LINGKUNGAN SIAP BANGUN YANG BERDIRI SENDIRI

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Republik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia merupakan negara yang agraris. Suasana

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, tempat manusia

BERITA NEGARA. KEMEN-ATR/BPN. Kantor Layanan Pertanahan Bersama. Pembentukan.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Kebutuhan akan tanah semakin hari semakin meningkat,

PENYIMPANGAN DALAM PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH. Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai

Transkripsi:

BAB II KONSEP WEWENANG ADMINISTRASI PERTANAHAN BAGI PENYELENGGARAAN PERUMAHAN A. Konsep Kebijakan Pertanahan Berdasarkan UUPA Konsep kebijakan pertanahan nasional bersumber pada rumusan Pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketentuan pasal ini bermakna bahwa, pada konsepnya semua tanah adalah tanah bangsa Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang penguasaannya ditugaskan kepada negara sebagai pemegang hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, untuk digunakan sebasar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. 1. Hak Menguasai dari Negara Hak menguasai dari negara adalah sebutan yang diberikan oleh UUPA kepada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret antara negara dan tanah Indonesia, 23 yang rincian isi dan tujuannya dirumuskan dalam Pasal 2 UUPA sebagai berikut : (1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada 23 Boedi Harsono, Op.Cit, hal. 268.

tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. (2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk : a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air dan ruang angkasa; c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. (3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. (4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakatmasyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Hak menguasai negara atas tanah bersumber dari hak bangsa Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan Bangsa Indonesia yang mengandung unsur hukum publik. Bersifat publik berarti mengandung amanat, berupa beban tugas untuk mengelolanya dengan baik. Tugas mengelola tersebut berupa mengatur dan memimpin penguasaan dan penggunaan atas tanah sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA. Tugas mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut, pada tingkatan tertinggi dikuasakan kepada negara Republik Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. 24 24 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta, Kencana, 2010, hal 117-118.

2. Pembebanan Hak Menguasai dari Negara Hak menguasai dari negara tidak dapat dipindahkan kepada pihak lain, tetapi tanah negara dapat diberikan dengan suatu hak atas tanah kepada pihak lain baik perorangan maupun badan hukum. Pemberian hak atas tanah kepada seseorang atau badan hukum, bukan berarti melepasakan hak menguasai tersebut dari tanah yang bersangkutan. Kewenangan negara terhadap tanah-tanah yang sudah diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak lain menjadi terbatas yaitu sampai batas kewenangan yang merupakan isi hak yang diberikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 25 3. Pelimpahan Pelaksanaan Hak Menguasai dari Negara Hak menguasai negara tidak dapat dipindahkan kepada pihak lain, tetapi pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah dan masyarakatmasyarakat hukum adat, sepanjang hal itu diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Wewenang yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah dalam rangka tugas pembantuan, pada hakikatnya akan terbatas pada apa yang disebutkan Pasal 2 ayat (2) huruf a UUPA, yaitu wewenang mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah. 26 25 Boedi Harsono, Op.Cit, hal. 273. 26 Ibid, hal. 275.

B. Prinsip Dasar Administrasi Pertanahan Kata administrasi berasal dari bahasa latin administrare yang berarti to manage (mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola). Derivasinya antara lain menjadi administratio yang berarti besturing atau pemerintahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), administrasi diartikan sebagai; (1) usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-cara penyelenggaraan pembinaan organisasi; (2) usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaran kebijaksanaan serta mencapai tujuan; (3) kegiatan yang penyelenggaraan pemerintahan; (4) kegiatan kantor dan tata usaha. 27 Pertanahan berasal dari kata tanah. Dalam hukum tanah, kata sebutan tanah dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan sesuai oleh UUPA. Dalam Pasal 4 ayat (1) dinyatakan, bahwa : Atas dasar hak menguasai dari Negara... ditentukan adanya macammacam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum. Dengan demikian, tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Pasal 4 ayat (2) menyatakan hak-hak atas tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang 28 27 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Op.Cit, hal. 25. 28 Boedi Harsono, Loc.Cit, hal. 18.

bersangkutan, yang disebut tanah, tetapi juga tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta ruang yang ada di atasnya. 29 Dengan demikian, pengertian tanah meliputi permukaan bumi yang ada di daratan dan permukaan bumi yang berada di bawah air, termasuk air laut. 30 Berdasarkan pengertian yang dikemukakan diatas, maka pengertian administrasi pertanahan dapat dinyatakan sebagai usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaran kebijaksanaan menyangkut segala sesuatu yang berkenaan dengan tanah dan hak-hak atas tanah dengan tujuan untuk menjamian kepastian hukum dan tertib pertanahan. Hukum agraria apabila dilihat dari isi aturan hukum adalah hukum yang mengatur hal yang bertalian dengan tanah. Ini berarti bukan saja menyangkut pengaturan tentang hubungan hukum antara manusia dengan tanah saja tetapi juga mengatur penyelenggaraan peruntukan, penggunaan, dan penyediaan serta pemeliharaan. 31 Setiap kegiatan badan atau pejabat negara dalam mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, dan penyediaan, serta pemeliharaan tanah tersebut merupakan kegiatan administrasi pertanahan. 1. Lingkup Kegiatan Administrasi Pertanahan a. Peruntukan dan Penggunaan Tanah Peruntukan dan penggunaan tanah berkenaan dengan tata guna tanah. Rencana tata guna tanah dapat diartikan sebagai optimalisasi dari produktifitas 29 Ibid, hal. 18. 30 Ibid, hal. 7. 31 Faried Ali, Hukum Tata Pemerintahan dan Proses Legislatif Indonesia, ( Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1997), hal. 65.

bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dilaksanakan secara terpadu dan seimbang untuk berbagai kegiatan pembangunan, berdasarkan peta-peta kemampuan yang dikeluarkan oleh BPN yang diatur dalam satu perencana tata ruang sehingga dapat memberikan manfaat bagi rakyat banyak masa kini dan masa yang akan datang. Dalam hal ini istilah tata guna tanah lebih ditekankan pada konteks penataan ruang. 32 Ketentuan yuridis yang mengatur tentang penataan ruang adalah UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Kegiatan administrasi dalam penataan ruang terutama diterapkan pada pelaksanaan tata ruang. Tugas pelaksanaan penataan ruang meliputi : 1) perencanan tata ruang Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana struktur ruang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. Sedangkan rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya. 33 Rencana struktur dan pola ruang merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang. 2) pemanfaatan ruang 32 Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, ( Medan : Pustaka Bangsa Press, 2009 ), hal. 166-167. 33 Lihat Pasal. 17 UUNo.26Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. 34 Untuk memaksimalkan pemanfaatan ruang maka ditetapkanlah pedoman teknis penggunaan dan pemanfaatan tanah. Pedoman teknis ini menjadi pedoman dalam menyusun dan menerbitkan Pertimbangan Teknis Pertanahan. 35 Pertimbangan Teknis Pertanahan adalah pertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penggunaan dan pemanfaatan tanah. Pertimbangan teknis tersebut tersebut menjadi persyaratan dalam penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi atau Izin Perubahan Penggunaan Tanah. Izin tersebut penting sebab merupakan salah satu persyaratan bagi menerbitan izin mendirikan bangunan (IMB). IMB termasuk pula sebagai syarat administratif bagi pelaksanaan pemanfaatan tanah berupa pembangunan rumah ataupun bangunan lainnya. 3) pengendalian pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. 36 Ketentuan perizinan pemanfaatana ruang diatur oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 37 Perizinan yang dimaksud di sini adalah perizinan yang terkait dengan pemanfaatan ruang 34 Lihat Pasal. 33 angka (1). 35 Lampiran i, Peraturan Ka.BPN No. 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah. 36 Lihat Pasal. 35 UU No.26 Tahun 2007. 37 Lihat Pasal 37 angka (1).

yang menurut peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang. 38 Tugas-tugas penyelenggaraan penataan ruang tersebut dilaksanakan oleh pejabat pemerintahan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebagai bagian dari tugas administrasi pertanahan. b. Penyediaan Tanah Kegiatan penyediaan tanah berkenaan dengan kebijakan pengadaan tanah. Dasar yuridis kebijakan pengadaan tanah adalah Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo. Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagai pengganti Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, namun demikian sebagai petunjuk pelaksanaan terhadap Perpres tersebut masih mengacu pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanaha Nasional Nomor 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 55 Tahun 1993. Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. 39 38 Lihat Penjelasan. 39 Lihat Pasal. 1 angka (3) Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Prosedur pengadaan tanah yang berkaitan erat dengan tugas administrasi pertanahan meliputi : 40 1) Penetapan Lokasi Pembangunan Instansi berdasarkan Surat Permohonan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) untuk kepentingan umum kepada Bupati/Walikota/Gubernur melalui Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat, dengan melampirkan peta koridor kasar. 2) Apabila rencana penggunaan tanah untuk kepentingan umum sudah sesuai dengan RUTR, maka Bupati/Walikota/Gubernur memberikan persetujuan penetapan lokasi pembangunan yang dipersiapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat. 3) Instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan untuk memulai pelaksanaan pengadaan tanah kepada Panitia pengadaan Tanah dengan melampirkan surat persetujuan penetapan lokasi pembangunan. 4) Panitia Pengadaan Tanah bersama instansi terkait menetapkan batas lokasi tanah yang terkena pembangunan dengan memasang batas lahan dan melakukan inventarisasi lahan, bangunan, tanaman serta benda-benda lainnya. 5) Panitia pengadaan Tanah menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Harga setelah ada atau tidak ada kesepakatan harga ganti rugi hasil musyawarah, selanjutnya instansi yang memerlukan tanah membuat daftar nominatif pemberian ganti rugi. 40 M. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, II, Pencabutan Hak, Pembebasan, dan Pengadaan tanah, Bandung, Mandar Maju, 2011, hal. 66-95.

6) Pelepasan Hak yang ditandatangani oleh pemegang hak atas tanah dan Kapala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. 7) Instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan sesuatu hak atas tanah kepada Kepala Kantor Pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional untuk diproses sertifikasi lahan atas nama instansi yang memerlukan tanah. c. Pemeliharaan Tanah Ketentuan Pasal 15 UU Nomor 5 Tahun 1960 menyatakan bahwa pemeliharaan tanah, termasuk kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu. Ketentuan tersebut memberikan pengertian bahwa pemeliharaan tanah berkaitan dengan hubungan hukum dengan tanah, dengan kata lain pemeliharaan tanah juga menyangkut dengan pengaturan hak-hak atas tanah. Hak-hak atas tanah berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUPA adalah meliputi : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Aspek administrasi pertanahan dalam pengaturan hak-hak atas tanah adalah mengenai pendaftaran tanah. Manurut ketentuan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa yang terkait segi administratif disebutkan adalah data yuridis, sedangkan segi teknis adalah data fisik. Data yuridis maksudnya adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain

serta beban-beban lain yang membebaninya. Bila dinyatakan sebagai status hukum bidang tanah yang terdafta, berarti terdapat bukti yang menunjukkan adanya hubungan hukum antara orang dengan tanahnya. Adanya bukti hubungan hukum tersebut kemudian diformalkan melalui kegiatan pendaftaran tanah. 41 Kegiatan pendaftaran tanah yang memformalkan pemilikan tanah baik berdasarkan bukti-bukti pemilikan maupun penguasaan atas tanah selain menyangkut aspek yuridis dan aspek teknis, juga pelaksanaan pendaftaran tanah terkait dengan tugas-tugas keadministrasian. Dengan kata lain dalam kegiatan pendaftaran tanah terdapat tugas-tugas penata-usahaan, seperti dalam hal penetapan hak atas tanah dan pendaftaran peralihan hak tanah. Bahkan dapat dikatakan bahwa kegiatan yang menyangkut aspek yuridis atau pengumpulan data yuridis sampai kepada penerbitan buku tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya serta pencatatan perubahan di kemudian hari hampir seluruhnya menyangkut tugas-tugas administrasi. 42 Berikut ini adalah pengaturan dari kegiatan administrasi dalam hal pendaftaran tanah yaitu sebagai berikut : 43 1) Kegiatan pendaftaran tanah sebelum penerbitan sertipikat tanah berupa penetapan hak atas tanah dalam rangka kegiatan administrasi pendaftaran tanah tersebut dapat diperinci lagi sebagai berikut : a. Konversi hak atas tanah. b. Pengakuan dan penegasan hak atas tanah c. Pemberian Hak Atas Tanah d. Penolakan hak atas tanah e. Redistribusi Tanah dan Konsolidasi tanah. f. Perwakafan Tanah 41 M. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Op.Cit, I, hal. 208. 42 Ibid, hal. 208-209. 43 Ibid, hal. 210-211.

2) Kegiatan yang bersifat administratif setelah penerbitan sertifikat tanah yang dilakukan karena terjadinya perubahan data yuridis (subjek hak, jenis hak, dan jangka waktu hak atas tanahnya), terdiri dari : a. Peralihan Hak Atas Tanah dan. b. Pemindahan Hak Atas Tanah. c. Perpanjangan Jangka Waktu Hak Atas Tanah. d. Pembaharuan Hak Atas Tanah. e. Perubahan Hak Atas Tanah. f. Pembatalan hak atas tanah. g. Pencabutan Hak atas tanah h. Pembebanan Hak atas Tanah i. Perubahan Data Karena Putusan dan Penetapan Pengadilan j. Perubahan Data karena Perubahan Nama k. Hapusnya Hak atas Tanah l. Penggantian Sertipikat 3) kegiatan yang bersifat administratif setelah penerbitan sertipikat tanah yang dilakukan karena terjadinya perubahan data fisik atau obyek hak atas tanahnya, terdiri dari : a. Pemecahan Bidang Tanah b. Pemisahan Bidang Tanah c. Penggabungan Bidang Tanah C. Pelimpahan Wewenang dalam Administrasi Pertanahan Bagi Penyelenggaraan Perumahan Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan dalam lapangan hukum publik. Namun sesungguhnya terdapat perbedaan diantara keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, yaitu kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang atau legislatif kepada kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya, merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang

pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang menyeluruh. Sedangkan wewenang hanya merngenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan. 44 Dalam negara hukum, setiap tindakan bagi penyelenggaraan pemerintahan hanya dapat dijalankan berdasarkan adanya suatu kewenangan sebagaimana telah diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. 45 Secara teoritis kewenangan yang bersumber dari peraturan perundangundangan diperoleh melalui tiga cara yaitu : 46 a. Atribusi Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Indroharto mengatakan bahwa atribusi ini ditunjukan bagi wewenang yang dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan kewenangan baru yang dibentuk oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Disini berarti wewenang yang diperoleh melalui atribusi merupakan suatu wewenang asli dan baru sehingga bukan berasal dari suatu kewenangan yang telah ada. b. Delegasi H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan delegasi sebagai pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan. Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, 2010. 44 http://www.jdih.bpk.go.id/informasihukum/pelimpahan_we2nang.pdf, 26 Agustus 45 Ridwan. HR, hal. 103. 46 Ibid, hal. 104-105

melainkan hanya ada pelimpahan wewenang dari pejabat yang memperoleh wewenang secara atributif kepada pejabat lainnya. c. Mandat Algemene Wet Bestuursrecht (Awb) mendefinisikan mandat sebagai pemberian wewenang oleh organ pemerintah kepada organ lainnya untuk mengambil keputusan atas namanya. Penerima mandat (mandataris) hanya hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans), tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris tetap berada pada mandans. 47 Secara formal, kewenangan pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan bersumber dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemudian diwujudkan secara kokoh dalam UUPA. Selanjutnya prinsip ini direduksi ke berbagai peraturan organik sebagai peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Presiden, dan peraturan yang diterbitkan oleh pimpinan instansi teknis di bidang pertanahan. 48 Sedangkan secara substansial, kewenangan pemerintah untuk mengatur bidang pertanahan didasarkan pada ketentuan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UUPA yang menyatakan bahwa pada tingkatan tertinggi negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat memiliki wewenang untuk mengatur dan 47 Ibid, hal. 106-107. 48 M.Yamin dan Abd. Rahim, Op.Cit,I, hal. 1

menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah, termasuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan tanah dan juga menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah. Dengan ketentuan tersebut Pemerintah telah diberi wewenang yuridis untuk membuat aturan dan peraturan (bestemming) dalam lapangan agraria berupa tanah, serta menyelenggarakan aturan tersebut. 49 Pelimpahan wewenang oleh pemerintah kepada pejabatnya di daerah untuk menjalankan fungsi-fungsi terinci disebut dengan dekonsentrasi. Pada dekonsentrasi tersebut wewenang untuk mengurus dilimpahkan oleh pemerintah pusat tetapi wewenang pengaturannya masih tetap di tangan pemerintah pusat. 50 Dekonsentarasi menciptakan kesatuan administrasi atau instansi vertikal untuk mengemban perintah atasan. Kesatuan administrasi atau instansi vertikal tersebut merupakan bawahan dari pemerintah pusat sehingga segala sesuatu yang dilakukan oleh penerima pelimpahan kewenangan (daerah) adalah atas nama pemberi pelimpahan kewenangan (pemerintah pusat) dalam wilayah yurisdiksi tertentu. Selain itu, di dalam dekonsentrasi juga tidak terdapat keputusan yang mendasar atau keputusan kebijaksanaan di tingkat daerah. 51 Dasar yuridis pelimpahan wewenang admininistrasi pertanahan adalah berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUPA. Pasal ini menegaskan bahwa hak menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar 49 Ibid, hal. 1 50 Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Op. Cit, hal. 109. 51 Ibid, hal. 110.

diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Dalam penjelasan pasal 2 UUPA disebutkan pula bahwa pelimpahan wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan dari Negara atas tanah itu dilakukan dalam rangka tugas medebewind atau tugas pembantuan. 52 Tugas pembantuan pada dasarnya adalah tugas melaksanakan peraturan perundang-undangan yang tingkatnya lebih tinggi. Tugas pembantuan sama halnya dengan otonomi, yang mengandung unsur penyerahan, bukan penugasan. Yang membedakan secara mendasar bahwa kalau otonomi adalah penyerahan penuh, maka tugas pembantuan adalah penyerahan tidak penuh. 53 Kewenangan yang pelaksanaannnya dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah ditetapkan dalam pasal 2 ayat (2) huruf a UUPA, yaitu wewenang mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan tanah di daerah yang bersangkutan, sebagaiman yang dimaksudkan dalam pasal 14 ayat 2 UUPA yang meliputi perencanaan tanah pertanian dan tanah nonpertanian sesuai dengan keadaan daerah msing-masing. Perihal kewenangan pemerintah bagi penyelenggaraan perumahan diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembangian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan 52 Ibid, hal. 113. 53 Agussalim Andi Gadjong, Op.Cit, hal.91-93.

rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Pasal 7 PP Nomor 38 Tahun 2007 menyatakan bahwa pemerintah yang wajib dilimpahkan kepada pemerintah daerah antara lain mengenai perumahan. Namun pelimpahan wewenang ini bukanlah untuk seleuruhnya, melainkan ada pembagian kewenangan yang dilimpahkan dengan rincian yang dimuat dalam lampiran D PP Nomor 38 Tahun 2007. Ketentuan mengenai kewenangan penyelenggaraan perumahan tersebut juga dirinci dalam UU Nomor 1 Tahun 2011. Pasal 19 menyatakan penyelenggaraan rumah dan perumahan dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau setiap orang untuk menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Kewenangan pemerintah pusat dalam melaksanakan penyelenggaraan perumahanan antara lain meliputi kewenangan merumuskan, menetapkan, dan mengawasi kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman dan menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Kementerian Perumahan Rakyat, namun khusus kewenangan dalam administrasi pertanahannya dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kewenangan pemerintah provinsi dalam melaksanakan penyelenggaraan perumahanan antara lain meliputi kewenangan merumuskan, menetapkan, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di bidang

perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional, menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota, dan memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi. Sedangkan Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan penyelenggaraan perumahanan antara lain meliputi kewenangan menyusun dan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi, menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah perumahan, dan kawasan permukiman, melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota, dan melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. Ketentuan dalam PP Nomor 38 Tahun 2007 dan UU Nomor 1 Tahun 2011 tersebut menuntut adanya pelimpahan kewenangan penyelenggaraan perumahan yang lebih terarah, efektif dan terkoordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.