BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan absorpsi yang diukur dari berat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kelompok usia lanjut (usila/lansia) (Badriah, 2011). Secara alamiah lansia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. dari persentase pria dan wanita dari penduduk lanjut usia berdasarkan estimasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggi Fauzi Mukti, 2014

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

KEBUTUHAN & KECUKUPAN GIZI. Rizqie Auliana, M.Kes

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB 1 PENDAHULUAN. serius karena termasuk peringkat kelima penyebab kematian di dunia.sekitar 2,8 juta

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan masukan dan pengeluaran asupan zat gizi. Asupan. ketiga zat gizi tersebut merupakan zat gizi makro yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah untuk menyejahterakan kehidupan bangsa. Pembangunan suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pertumbuhan penduduk lansia yang sangat cepat terjadi pada abad 21.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KONSUMSI ZAT GIZI DENGAN STATUS GIZI DAN STATUS GIZI DENGAN AKTIVITAS FISIK POLISI DALMAS DI POLRES WONOGIRI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi berlebihnya lemak dalam tubuh yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perubahan konsumsi pangan sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan Tingkat Kecukupan energi dan zat gizi

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

BAB I PENDAHULUAN. playstation, dan yang saat ini digemari anak dan remaja sekarang yaitu game

BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gaya hidup dan kebiasan makan remaja mempengaruhui baik asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan salah satu. penyakit tidak menular yang semakin meningkat di Indonesia.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Indeks Masa Tubuh 2.1.1. Defenisi Indeks Masa Tubuh Indeks Massa tubuh (IMT) adalah alat ukur paling umum yang digunakan untuk mendefenisikan status berat badan anak, remaja, dan dewasa. Ada empat kategori IMT anak yaitu berat badan kurang (underweight), normal, berat badan lebih (overweight), dan obes (CDC, 2011). Indeks Massa Tubuh (IMT) juga cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa lemak tubuh. Definisi klinik obesitas sering dicerminkan dengan IMT yang disebut juga dengan Quetelet s Index Ini merupakan pengukuran indeks massa tubuh paling baik untuk populasi dewasa karena memiliki tingkat kesalahan paling kecil dan mudah menghitungnya (Lisbet, 2004). IMT merupakan petunjuk untuk menemukan kelebihan berat badan berdasarkan berat badan dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2). Selama masa anak-anak dan remaja, IMT berubah berdasarkan umur dan berbeda antara laki-laki dan perempuan, sehingga diperlukan data umur dan jenis kelamin untuk menginterpretasikan pengukuran. Adapun Perhitungan Rumus IMT adalah sebagai berikut Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1-20,5 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8 (Marmi,2013). 6

2.1.2 Kategori Indeks Massa Tubuh Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, intrepretasi IMT adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin. Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obes. Standar baru untuk IMT telah dipublikasikan pada tahun 1998 mengklasifikasikan BMI di bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau underweight, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40), dan tingkat III (>40) (CDC, 2002). Batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. Dapat disimpulkan ambang batas IMT untuk indonesia adalah seperti tabel 1 dibawah ini Tabel 1. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia (Marmi, 2013). Kategori IMT Kurus Kekurangan Berat Badan tingkat berat < 17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 18,5 Normal Tidak kekurangan berat badan dan tidak >18,5 25,0 kelebihan berat badan Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0 7

2.2 Obesitas 2.2.1. Defenisi Obesitas Berat badan berlebih atau obesitas dapat diartikan sebagai akumulasi lemak tubuh secara berlebihan. Pada pria, kandungan lemak tubuh yang sehat mungkin berjumlah 15% dari keseluruhan berat badan, sedangkan pada wanita mungkin 25%, perbedaan kadar ini memcerminkan perbedaan hormonal dan kebutuhan antar jenis kelamin. Akumulasi lemak yang berlebihan dapat melebihi 50% berat badan total, dan menyebabkan konsekuensi patologis yang berat. Obesitas juga merupakan kondisi yang dahulu dianggap sebagai lambang kesejahteraan. Akan tetapi, berkaitan dengan resiko kesehatan dan dampaknya terhadap kualitas hidup, kini obesitas merupakan problem kesehatan (Elvira, 2007). Prevalensi obesitas meningkat, baik di negara maju, maupun di negara berkembang. Di Eropa, prevalensinya berkisar 10-40% dalam 10 tahun terakhir (Suarca dan Suandi, 2007). Hasil riset terbaru dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HIOSBI) tahun 2004 dibandingkan dengan data Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 1998 menunjukkan peningkatan prevalensi obesitas pada pria 9,16% dan wanita 11,02% (Lisbet, 2004). 2.3. Status Gizi Status adalah peringkat yang didefenisikan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota oleh orang lain dan gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan. Oleh karena itu, status gizi merupakan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada 8

tingkat konsumsi dan diperlukan oleh tubuh dalam susunan makanan dan perbandingannya satu dengan yang lain. Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Hasdianah dkk, 2014). Menurut Sediaoetama (2001), keadaan kesehatan gizi dibagi menjadi tiga yakni: a. Gizi lebih (over nutritional state) adalah tingkat kesehatan gizi yang diakibatkan konsumsi berlebih, ternyata kondisi tersebut mempunyai tingkat kesehatan lebih rendah, meskipun berat badan lebih tinggi dibandingkan berat badan ideal. Keadaan ini bisa menimbulkan penyakitpenyakit tertentu yang sering dijumpai pada orang gemuk antara lain menyerang jantung dan sistem pembuluh darah, diabetes melitus dan lainnya. b. Gizi baik (eunutritional state). Tingkat kesehatan gizi terbaik adalah kesehatan gizi optimum. Dalam kondisi ini, jaringan di dalam tubuh dipenuhi oleh semua zat yang dibutuhkan. Akibatnya, tubuh terbebas dari penyakit serta mempunyai daya kerja yang baik. Selain itu, tubuh mempunyai daya tahan yang tinggi. c. Gizi kurang (under nutrition) adalah kondisi tubuh mengalami defisien berbagai nutrisi. Gejala-gejala penyakit defisien gizi adalah berat badan lebih rendah dari berat badan ideal serta penyediaan zat-zat gizi bagi jaringan tidak mencukupi, sehingga menghambat fungsi jaringan tersebut. 9

2.3.1. Faktor yang mempengaruhi terjadinya Masalah Gizi Masalah gizi utama diindonesia masih didominasi oleh masalah gizi kurang energi protein (KEP). Kurang energi protein adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu (Supariasa, 2001). Disamping itu ada diduga masalah gizi mikro lainnya. Persatuan ahli gizi indonesia (Persagi) pada tahun 1999 telah merumuskan faktor yang menyebabkan gizi kurang. 2.3.2. Faktor yang mempengaruhi status gizi 2.3.2.1. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi, antara lain: a. Pendapatan Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang hubungannya dengan daya beli keluarga tersebut. b. Pendidikan Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat tentang status gizi yang baik c. Pekerjaan Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap keluarga. d. Budaya Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah dan kebiasaan. 10

2.3.2.2. Faktor Internal Faktor internal yang mempengaruhi status gizi antara lain: a. Usia Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita. b. Kondisi Fisik Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat. c. Infeksi Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunannya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan( Marmi, 2013). 2.4. Prestasi Belajar 2.4.1. Defenisi prestasi belajar Kegiatan belajar dikatakan berhasil bila dapat mencapai hasil yang optimal. Untuk mengetahui apakah hasil belajar itu dapat dicapai secara optimal, maka perlu adanya penilaian atau evaluasi. Setelah diadakan penilaian atau evaluasi belajar, maka akan diperoleh prestasi belajar. Tes hasil belajar berguna untuk mengukur materi pelajaran yang telah dikuasai sesuai dengan bidang studi yang telah diikuti oleh siswa. Prestasi dapat bersifat kualitatif ( seperti baik sekali, baik, sedang, kurang, kurang sekali dan sebagainya) atau dapat pula bersifat kuantitatif ( dalam bentuk angka- angka ). Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya 11

ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru (Cahyo, 2010). 2.4.2. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor : i. Faktor internal 1. Faktor fisiologis, mempunyai kontribusi yang besar terhadap prestasi belajar siswa, sekurang-kurangnya ada dua factor yang termasuk kedalam factor fisiologis: Kesehatan dan Cacat Tubuh 2. Faktor psikologis, sangat mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa, menurut slameto, 2003 : sekurang kurang nya ada 7 (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan) faktor yang tergolong kedalam faktor psikologis itu adalah. a. Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapai dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui / menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Intelegensi besar pengaruh terhadap prestasi belajar. Contoh: siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Walaupun begitu siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Siswa yang mempunyai intelegensi yang normal dapat berhasil dengan baik dalam belajar, jika belajar dengan baik memberi pengaruh positif, jika memiliki intelegensi yang rendah perlu mendapatkan pendidikan khusus. 12

b. perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu semata-mata tertuju pada objek (benda/hal). Contoh: jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbul kebosanan sehingga tidak lagi suka belajar. Agar siswa belajar dengan baik, usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi. c. minat adalah kecenderungan yang tetap memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terusmenerus yang disertai dengan rasa senang, berbeda dengan perhatian karena perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti perasaan senang. d. bakat adalah kemampuan untuk belajar. Penting untuk mengetahui bakat siswa dan menempatkan siswa belajar disekolah yang sesuai bakatnya. e. motif erat sekali hubungan dengan tujuan yang dicapai. f. kematangan adalah suatu tingkat dalam pertumbuhan seseorang, dimana alatalat tubuhnya sudah siap untuk melakukan kecakapan baru. Kematangan belum berarti anak dapat melakukan kegiatan secara terus-menerus,untuk itu diperlukan latihan-latihan dan pelajaran. Belajarnya akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). g. kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response atau bereaksi. Kesedian itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melakukan kecakapan. Contoh: siswa belajar dan sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik. 13

ii. Faktor Eksternal 1. Keluarga adalah ayah, ibu, dan anak-anak serta family yang menjadi penghuni rumah. Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya hubungan orang tua dengan anak-anaknya, tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semuanya itu turut mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak. 2. Sekolah, keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar. Kualitas guru, metodenya mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas/perlengkapan di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid per kelas, pelaksanaan tata tertib sekolah, dan sebagainya, semua ini turut mempengaruhi keberhasilan belajar anak. 3. Masyarakat, keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar. Bila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-ornag yang berpendidikan, terutama anak-anaknya rata-rata besekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak lebih giat belajar. Tetapi, apabila tinggal di lingkungan banyak anak-anak yang nakal, tidak bersekolah dan pengangguran, hal ini akan mengurangi semangat belajar atau dapat dikatakan tidak menunjang sehingga motivasi belajar berkurang. 4. Lingkungan sekitar, keadaan lingkungan tempat tinggal, juga sangat penting dalam mempengaruhi prestasi belajar. Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas, iklim dan sebagainya. Secara umum hasil 14

belajar siswa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang datang dari dalam diri siswa (internal) dan faktor yang datang dari luar diri siswa (eksternal), kedua faktor tersebut selalu berinteraksi, sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa (Rohim, 2011). 2.4.3. Pengukuran Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan hasil tes atau nilai angka yang diberikan oleh guru. Hasil evaluasi disampaikan pada siswa dan orang tua pada waktu ditentukan (Slameto, 2003). 15