BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rehabilitasi merupakan usaha yang perlu dikaji untuk dapat diambil dengan nempertimbangkan perbagai aspek, terutama pemulihan kesehatan fisik jasmaniah, pengembangan mental kepribadian, dan aspek pengembanngan kecerdasan. Tindakan rehabilitasi mental adalah untuk memulihkan kenormalan fungsi organ tubuh yang mengalami kelainan sehingga dapat mengembangkan kemampuan potensial untuk mandiri. Terlebih pada anak-anak yang mulai mengembangkan diri sesuai keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat berkarya atau bekerja secara mandiri. Namun masih ada anak-anak yang mengalami gangguan pertumbuhan fisik yang berlanjut, sehingga mempermudah berkembangnya kelainan mental dan emosional, gangguan emosi ini dapat memperparah gangguan mental pada anak atau kelainan kepribadian. Kelainan pertumbuhan anak sangat banyak ragamnya, salah satunya adalah kelompok sindroma autisme. Jika dilihat, munculnya keterlambatan perkembangan anak autis ini adalah saat menginjak usia 2-3 tahun. Pada usia tersebut anak dengan perilaku tidak mampu bersosialisasi, mengalami kesulitan menggunakan bahasa, berperilaku berulang-ulang, serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitarnya merupakan gejala autisme. 1 Sedangkan penyebab terjadinya masih belum diketahui secara pasti hanya diperkirakan. Hasil penelitian pakar autis terdapat keragaman pendapat tentang penyebab munculnya autis. Seperti: 1). Kelainan perkembangan otak atau karena kelainan perkembangan saraf 2). Virus, jamur, rubella, herpes, toksoplasma dan akibat vaksin MMR, atau thimerosal 1 Faisal Yatim, Autisme (Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-Anak), Pustaka Populer Obor, Jakarta, 2003, hlm. 10-11 1
2 3). Sistem pencernaan yang kurang baik sehingga rentan terhadap makanan tertentu, 4). Karena faktor keturunan atau genetika, misalnya kelainan kromosom. 2 Keempat alur pikir tersebut yang melandasi cara pendiagnosa dan terapi anak autistik selama ini. Selain itu, kelainan perilaku dan kepribadian anak autisme juga dapat disebabkan oleh kecelakaan, misalnya karena benturan keras (jatuh dan terpukul), demam panas tinggi, atau keracunan makanan, minuman dan atau obat-obatan. Keragaman pendapat pakar tersebut menandakan kompleksitas kelainan autisme, sehingga penanganannya perlu dilakukan secara komprehensip, terprogram dan berkelanjutan serta mendapat dukungan dan peran serta masyarakat luas, termasuk strategi dalam pembinaan mental keagamaan harus menyesuaikan dengan problematika bagi anak yang menyandang autis tersebut. Adapun rehabilitasi untuk anak autis ini masih memerlukan cara-cara yang lebih mudah digunakan oleh terapis dan dapat diterima oleh orang lain dan masyarakat sehingga mampu mengurangi perilaku agresif pada anak autis yang nantinya diharapkan bisa menyesuaikan dengan lingkungan sekitar dan bahkan mengenalkan pada mereka tentang agama. Manusia pada dasarnya ingin melanjutkan hidupnya, tetapi dalam usaha-usaha melanjutkan hidup itu, ia senantiasa menghadapi tantangan yang acapkali merupakan bahaya-bahaya, apakah itu dalam bentuk bencana, musibah atau dalam bentuk penyakit. Terhadap hal-hal ini manusia merasa dirinya lemah dan ingin mencari tempat berlindung dan tempat meminta tolong untuk kesejahteraan dan keselamatan dirinya. Dalam hal inilah, agama yang dianggap memberi petunjuk dan jalan yang harus ditempuh untuk keselamatan diri. Semua tindakan rehabilitasi ini secara stimulan dipadu dengan pelatihan dan pendidikan yang dirancang secara padu dan berkelanjutan sesuai 2 Ibid., hlm. 2-3
3 dengan kewajaran pertumbuhan anak sehingga dapat mengembangkan diri dan keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat berkarya atau bekerja secara mandiri. Sedangkan yang diharapkan para orang tua terhadap Yayasan Autisma Semarang ini adalah adanya materi agama sebagai tambahan, sehingga berbagai pendekatan dalam proses rehabilitasi akan terlaksana. Hal tersebut akan terlaksana jika anak autis ini dalam mengikuti terapi bisa memperhatikan instruksi yang diberikan, dengan begitu ada hubungan yang baik bagi para terapis dan orang tua dengan anak yang berkebutuhan khusus ini. Dari berbagai macam pentingnya usaha rehabilitasi pada anak autis dan berbagai temuan tentang keberhasilan penanganannya tentu saja memberi harapan besar bagi orang tua khususnya juga bagi para pendidik dan para penyelanggara pendidikan atau pelatihan pada umumnya. Keberadaan anak autis sebenarnya sudah lama menjadi bagian dari layanan pendidikan luar biasa (sekarang pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus). Pada intinya pelayanan ini terdiri atas layanan lanjutan yang meliputi berbagai aspek, baik fisik maupun psikisnya. Di Yayasan Autisma Semarang, misalnya menampung anak-anak autis, diselenggarakan rehabilitasi yang tidak hanya mendukung perkembangan bahasa verbal dan non verbal, akan tetapi juga mengedepankan perilaku positif. Penelitian ini berupa pendeskripsian tentang metode, penanganan dan permasalahan autisme di Yayasan Autisma Semarang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana Yayasan Autisma Semarang dalam menangani permasalahan autisme? 2. Bagaimana metode dan program yang digunakan dalam upaya rehabilitasi mental anak autis di Yayasan Autisma Semarang?
4 C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan permasalahan dan penanganan autisme yang dihadapi Yayasan Autisma Semarang. 2. Untuk mendeskripsikan metode dan program yang digunakan dalam upaya rehabilitasi mental anak autis di Yayasan Autisma Semarang. D. Tinjauan Pustaka Sejauh ini beberapa literatur telah dibaca oleh peneliti, dalam literatur tersebut banyak yang membahas tentang permasalahan seputar anak autis dan terapi pendidikannya. Namun belum ada yang menyampaikan masalah rehabilitasi mental pada anak autis yang merupakan pedoman dari pembentukan mental anak. Dari beberapa buku tersebut adalah Penatalaksanaan Holistic Autisme yang menyebutkan bahwa, maraknya gangguan autis pada anak menimbulkan berbagai keprihatinan bagi orang tua, bidang kesehatan dan juga pendidikan salah satu upaya yang telah banyak dilakukan adalah dengan mendirikan pusat-pusat terapi autis yang bertujuan membentuk perilaku positif dan mengembangkan kemampuan lain yang terhambat, seperti bicara, kemampuan motorik dan daya konsenterasinya. Pusat terapi biasanya memakai metode behavioristik yang diperkenalkan oleh Green dan Luce pada tahun 1996, atau yang biasa disebut dengan terapi ABA (Aplied Behavior Analysis) yang bertujuan untuk membentuk perilaku positif dan mengurangi perilaku negatif atau yang tidak diinginkan. Dalam buku tersebut juga dijelaskan, sebagaimana yang disampaikan Yakub Handoyo, proses terapi terutama pada anak autisme merupakan suatu proses yang memerlukan waktu yang cukup panjang, tidak ada keberhasilan yang dicapai dalam waktu yang singkat. Orang tua yang tidak sabar seringkali disebabkan karena mereka tidak mengerti akan hal ini.
normal. 3 Dalam buku yang berjudul Seputar Autisme dan Permasalahannya 5 Suatu proses pasti membutuhkan suatu waktu tertentu untuk mencapai hasil atau tujuan yang ingin dicapai. Waktu adalah suatu sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, artinya waktu tidak dapat diputar kembali. Usia ideal untuk memulai terapi adalah usia 2-3 tahun. Jangan melebihi usia 5 tahun, karena setelah usia ini perkembangan sel-sel otak anak akan melambat. Menurut Faisal Yatim, dalam bukunya Autisme (Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-Anak), mengenal anak autisme perlu sedini mungkin agar bimbingan dan pertolongan oleh seorang ahli jiwa bisa segera dilakukan, sehingga sedini mungkin anak bisa bersosialisasi dan berperilaku mendekati yang disunting oleh Leny Marijani dijelaskan bahwa bisa atau tidaknya individu autis menerima stimulan dari luar tergantung beberapa faktor, antara lain: a. Kemampuan anak mengikuti instruksi b. Pemahaman anak terhadap stimulasi lingkungan c. Kepatuhan anak terhadap aturan d. Kemampuan anak dalam mengemukakan keinginan secara baik. 4 Dalam buku ini juga dicantumkan pengalaman-pengalaman orang yang pernah dekat dengan penyandang autis atau individunya sendiri, jadi lebih bisa memahami apa sebenarnya yang sedang mereka alami atau rasakan. Inilah beberapa literatur yang akan digunakan penulis sebagai referensi dalam penulisan skripsi Rehabilitasi Mental pada Anak Autis di Yayasan Autisma Semrang. Artinya kajian ini memang sudah banyak dilakukan, akan tetapi penelitian tentang proses penyembuhan mental pada anak autis di Yayasan Autisma Semarang, sepengetahuan penulis belum ada yang menelitinya. 3 Ibid., hlm. 10 4 Leny Marijani, Seputar Autisme dan Permasalahannya, Putra Kembara Foundation, Jakarta, 2003, hlm. 35
6 Untuk memudahkan pemahaman dan untuk menjaga agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami judul penelitian, maka penegasan istilah yang ada dalam judul, antara lain sebagai berikut: Rehabilitasi : Rehabilition atau restorasi (perbaikan, pemulihan) yang mengarah pada normalitas atau pemulihan menuju status yang paling memuaskan terhadap individu yang pernah menderita luka atau menderita satu penyakit mental. 5 Mental : Menyinggung masalah pikiran, akal, ingatan atau proses-proses yang berasosiasi dengan pikiran, akal, ingatan. 6 Anak : Berarti keturunan kedua, manusia yang masih kecil. 7 Anak juga didefinisikan sebagai kelompok manusia, muda usia yang batasan umurnya 0 21 tahun, termasuk di dalamnya bayi, anak balita, dan usia sekolah. 8 Autis : (autisme, kesendirian, kecenderungan menyendiri). Autisme merupakan suatu penyakit otak yang mengakibatkan hilangnya dan berkurangnya kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, berhubungan dengan sesama dan memberi tanggapan terhadap lingkungannya. 9 Jadi implikasinya adalah bagaimana proses pemulihan mental penyandang autis pada anak di Yayasan Autisma Semarang. 425 5 TP. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 6 Ibid., hlm. 296 7 Johns M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1992, hlm. 35 8 Departeman Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, CV. Ananda Utama, Jakarta, 1993, hlm. 477 9 Dwi Wastono Dadiyanto, Autisme dan Penyembuhannya, Suara Merdeka, Minggu, 27 Januari, Semarang, 2002, hlm. 4
7 E. Metode Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan tiga tahap dalam menggali data yaitu: pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. 1. Subjek penelitian Anak autis di Yayasan Autisme Semarang periode 2005-2006 berjumlah 8 anak. Karena terbatasnya waktu, maka peneliti hanya mengambil 3 dari 8 anak untuk diikuti perkembangannya. 2. Teknik Pengumpulan Data Riset merupakan aktifitas ilmiah yang sistematik, terarah dan bertujuan, sehingga untuk mendapatkan data relevan dengan persoalan yang dihadapi, maka penulis menggunakan cara atau metode sebagai berikut: a) Metode survei Metode ini dapat juga disebut interview yaitu informasi yang diperoleh melalui permintaan keterangan kepada pihak-pihak yang memberi keterangan (responden). 10 Kegiatan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interview langsung dan tidak langsung, namun dalam penggunaan harus face to face. Di antaranya adalah kepada penyandang autis secara langsung ataupun kepada pengasuh/ pengelola. Metode ini untuk mendapatkan data tentang keadaan anak maupun metode apa yang digunakan dalam proses rehabilitasi anak autis. b) Metode observasi Sebagai metode ilmiah observasi dapat diartikan sebagai pengalaman, meliputi pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra. 11 Dalam hal ini peneliti terjun 10 Marzuki, Metodologi Riset, BPFE-UII, Yogyakarta: 2003, hlm. 58 11 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm. 145
8 langsung sebagai asisten terapis, sehingga dalam proses terapi dan belajar mengajar, peneliti diikutsertakan dalam menangani anak autis. Dalam mengikuti proses penanganan tersebut, peneliti mengikuti mulai dari jam 08.00 sampai jam 11.00. c) Metode dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang tertulis, metode dokumentasi berarti cara pengumpulan data dengan mencatat data-data yang sudah ada. 12 3. Analisis data a). Analisis psikologi Metode ini digunakan untuk mempelajari gangguan psikis, emosional dan perilaku menyimpang. 13 Psikologi juga bertugas menyelidiki apa yang kita sebut pengalaman bagian dalam sensasi dan perasaan kita sendiri, pikiran serta kehendak kita sendiri, pikiran serta kehendak kita yang bertentangan dengan setiap obyek pengalaman luar yang melahirkan pokok permasalahan ilmu alam. 14 Analisis psikologi untuk mendapatkan profil psikologis anak, antara lain: gejala maupun kondisi yang ada pada anak autis, kendala yang dialami anak, kelebihan yang dimiliki anak digunakan sebagai kompensasi, seberapa besar peran pendukung dibutuhkan oleh anak dan bagaimana bentuknya. b). Analisis deskriptif Metode ini digunakan untuk memecahkan masalah yang diselidiki dengan membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. 15 12 Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan Tinjauan Dasar, SIC, Surabaya, 1996, hlm. 83 13 Irwanto (ed.), Psikologi Umum, Gramedia Pustaka, Jakarta, 1996, hlm. 279 14 Rita L. Atkinson (ed.), Pengantar Psikologi, Erlangga, Jakarta 1996, hlm. 19 15 Moh. Nasir, Metodologi Penelitian, Ghalia, Jakarta, 1985, hlm. 63
9 Deksripsi yang digunakan adalah dengan melihat secara seksama metode dan program yang digunakan secara sistematis, yang meliputi: diagnosa dini untuk melihat tingkat keparahan penyandang autis ketika masuk di Yayasan, tindakan atau pendidikan yang diterapkan untuk penyandang autis serta faktor pendukung dan penghambat dalam proses rehabilitasi mental anak autis. 4. Pendekatan penelitian Dalam skripsi ini yang menjadi pusat penelitian adalah masalah psikologi, maka dalam pendekatannya memakai pendekatan penelitian psikologi yaitu: a). Pendekatan Perilaku Karena menggunakan pendekatan perilaku, peneliti sebelumnya mencoba memahami perilaku anak autis Yang menjadi ciri utama dari anak autis adalah : 1. Komunikasi 2. Interaksi sosial 3. Imajinasi Kemudian ciri yang kedua: 1. Hiperaktif 2. Gangguan kurangnya perhatian 3. Masalah perilaku Anak autis memiliki pandangan yang berbeda terhadap kenyataan, mereka memiliki kecacatan biologis dalam kemampuan mereka memahami makna dibalik apa yang mereka lihat. Mereka berpikir secara lebih kaku dan tidak dapat memisahkan pikiran mereka dari kenyataan unutuk bisa berbagi pembicaraan, interaksi sosial atau minat dengan kita secara normal. b). Pendekatan Kognitif Para penyandang autisme memahami dunia dengan cara yang berbeda (dengan gaya kognitif yang berbeda) ini dapat membantu kita untuk mendapatkan perilaku aneh dalam konteks reaksi dalam
10 menghadapi hidup bagi mereka terlalu rumit ini dikarenakan kognisi mengacu pada proses mental dari persepsi, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan persoalan dan merencanakan masa depan tidak dapat berfungsi bagi anak autis. F. Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Bab II Deskripsi umum autisme. Bab ini terdiri atas dua sub bab dan beberapa anak sub bab. Sub bab pertama yaitu: pengenalan autisme, terdiri atas tiga anak sub bab yaitu: pengertian autisme, gejala-gejala autisme dan faktor-faktor penyebab autisme. Sub bab kedua yaitu: penanganan autisme, yang terdiri atas tiga anak sub bab: terapi dan rehabilitasi dini, metode Lovaas atau ABA serta terapi okupasi dan wicara. Bab III Autisme problema dan penanganannya, terdiri atas dua sub bab, yaitu: Yayasan Autisma Semarang, yang memuat dua anak sub bab yaitu: keadaan umum Yayasan Autisma Semarang, kondisi anak autis di Yayasan Autisma Semarang, dan sub bab kedua yaitu: rehabilitasi mental pada anak autis di Yayasan Autisma Semarang, terdiri atas tiga anak sub bab: pendekatan diagnosis, metode dan program serta alat bantu, pendukung dan penghambat. Bab IV Analisis, yang meliputi rehabilitasi mental anak autis yang terdiri atas dua anak sub bab, yaitu program yang diterapkan dan metode yang digunakan. Sub bab kedua yaitu efektifitas program dan metode rehabilitasi. Bab V Penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.