BAB 1V PENUTUP. sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: yaitu Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor

dokumen-dokumen yang mirip
Instrumen Perdata untuk Mengembalikan Kerugian Negara dalam Korupsi

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

A. KESIMPULAN. Penggunaan instrumen..., Ronny Roy Hutasoit, FH UI, Universitas Indonesia

Model Pengembalian Aset (Asset Recovery) Sebagai Alternatif Memulihkan Kerugian Negara Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan

Lex Crimen Vol. IV/No. 5/Juli/2015

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

RESENSI ISBN

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Aset. Aset Negara. Aset Tindak Pidana. Pemulihan.

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

HAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

Sudarto Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNS Surakarta

BAB I. Seiring dengan perkembangan internasional yang berdampak pada semakin

KEWENANGAN JAKSA SEBAGAI PENGACARA NEGARA DALAM PENGAMBILAN ASET NEGARA HASIL KORUPSI MAKBUL MUBARAK/ D ABSTRAK

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 3 MEKANISME PERAMPASAN ASET BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

KEKOSONGAN HUKUM PERAMPASAN ASET TANPA PEMIDANAAN DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

PENGEMBALIAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI PELAKU DAN AHLI WARISNYA MENURUT SISTEM HUKUM INDONESIA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

URGENSI PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG PERAMPASAN ASET HASIL TINDAK PIDANA DI INDONESIA THE URGENCY OF ASSETS RECOVERY ACT IN INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

BAB II PENGATURAN PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JUNTO UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBUKTIAN TERBALIK MENGENAI PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

PENEGAKAN HUKUM. Selasa, 24 November

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

GUGATAN GANTI RUGI DALAM UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA YANG TERKAIT DENGAN TINDAK PIDANA KORUPSI

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. :

2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

PENGEMBALIAN ASET HASIL TINDAK PIDANA (Asset Recovery) LIABILITY

Institute for Criminal Justice Reform

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik

PERAN JAKSA TERHADAP ASSET RECOVERY DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 1 Oleh : Maggie Regina Imbar 2

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

PERAN KEJAKSAAN NEGERI KUDUS DALAM UPAYA PENGEMBALIAN ASET NEGARA HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB 1V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan undang-undang pemberantasan korupsi yang berlaku saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, pengembalian kerugian keuangan negara dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur instrument hukum, yaitu melalui instrument jalur pidana dan jalur perdata. Instrumen pidana dilakukan oleh penyidik dengan menyita harta benda milik pelaku dan selanjutnya oleh penuntut umum dituntut agar dirampas oleh hakim, sedangkan instrumen perdata dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) atau instansi yang dirugikan terhadap pelaku korupsi, yaitu tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya bila terpidana meninggal dunia. Kedua jalur ini menempatkan pidana perampasan sebagai pidana tambahan, sehingga apabila terdakwa dibebaskan atau dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum dari perkara pokok, maka tuntutan perampasan harta benda harus ditolak oleh hakim. Dalam perkembangannya, kedua jalur ini memliki beberapa kelemahan yang kemudian berdampak pada kurang efektifnya pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi. Salah satu yang utamanya ialah bahwa upaya untuk merampas aset hasil tindak pidana korupsi hanya dapat dilaksaksanakan jika pelaku oleh pengadilan telah dinyatakan 97

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, padahal dalam praktiknya terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menghambat proses peradilan tersebut, seperti pelaku buron, meninggal dunia, mempunyai imunitas, terlalu kuat untuk dihukum di yuridiksi domestik si pelaku, dan hal-hal lainnnya yang menyebabkan pelaku tidak dapat dirampas aset perolehan hasil korupsinya. Dengan demikian, diperlukan suatu kebijakan hukum dalam upaya pengembalian kerugian keuangan negara melalui perampasan aset tanpa tuntutan pidana atau NCB Asset Forfeiture dengan tetap mempedomani ketentuan dalam UNCAC 2003. 2. Perampasan aset dalam perspektif NCB Asset Forfeiture atau perampasan aset secara perdata dengan menggunakan sistem pembalikan pembuktian merupakan sautu alternatif yang potensial guna mengefektifkan upaya pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi. Hal ini dikarenakan NCB Asset Forfeiture memfokuskan gugatan terhadap aset, bukan mengejar pelaku (tersangka). Perampasan aset dalam perspektif NCB Asset Forfeiture ini lebih cepat setelah diduga adanya hubungan aset dengan tindak pidana, sehingga aset negara dapat diselamatkan meskipun tersangka telah melarikan diri atau meninggal dunia. Karena pada prinsipnya NCB Asset Forfeiture ialah hak negara harus kembali ke negara demi kesejahteraan rakyat. Terdapat beberapa perbedaan mendasar secara umum antara NCB Asset Forfeiture dibandingkan dengan perampasan aset yang dianut oleh undang-undang 98

pemberantasan korupsi Indonesia saat ini, yang mana antara lain: Pertama, NCB Asset Forfeiture tidak berhubungan dengan sebuah tindak pidana, sehingga penyitaan dapat lebih cepat diminta kepada pengadilan. Penyitaan dalam proses pidana mengharuskan adanya seorang tersangka atau putusan bersalah. Kedua, NCB Asset Forfeiture menggunakan standar pembuktian perdata, tetapi dengan menggunakan sistem pembalikan beban pembuktian, sehingga lebih ringan dalam melakukan pembuktian terhadap gugatan yang diajukan. Ketiga, NCB Asset Forfeiture merupakan proses gugatan terhadap asset (in rem), sehingga pelaku tindak pidana tidak relevan lagi, Keempat, NCB Asset Forfeiture berguna bagi kasus dalam hal penuntutan secara pidana mendapat halangan atau tidak mungkin untuk dilakukan. Dengan demikian, pemberantasan korupsi bukan lah hanya dalam lingkup penegakan hukum pidana lewat penuntutan (conviction) atau lewat suatu proses peradilan pidana (criminal proceedings) semata mata, melainkan juga dapat dilaksanakan lewat upaya keperdataan (civil proceeding). Strategi pencegahan korupsi harus dilihat sebagai upaya strategis disamping upaya pemberantasan (represif) dan yang lebih penting lagi adalah strategi pengembalian aset atau kerugian keuangan negara hasil tindak pidana korupsi. 3. Dalam perkembangannya beberapa negara telah menerapkan sistem perampasan melalui prosedur gugatan perdata terhadap bendanya atau NCB Asset Forfeiture tanpa didasari dari kesalahan pemilik aset tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut penulis mengambil negara Swiss dan 99

Filipina sebagai perbandingannya, karena didasarkan pada sistem hukum yang sama dan keterwakilan georgrafis dari setiap negara tersebut. Swiss menerapkan perampasan aset tanpa tuntutan pidana dalam ketentuan undang-undang formalnya yang mengatur bahwa hakim akan memerintahkan perampasan aset yang dihasilkan dari tindakan pidana atau yang dimaksudkan untuk membujuk atau memberi hadiah kepada pelaku tindak pidana dengan ketentuan bahwa harta yang dirampas tersebut tidak harus dikembalikan kepada pihak yang dirugikan dalam rangka memulihkan hak-haknya. Sebelum dilakukannya perampasan aset, proses penuntuan harus membuktikan terlebih dahulu bahwa telah terjadi tindak pidana dan bahwa aset tersebut merupakan hasil dari tindak pidana. Dalam hal ini, aset diartikan secara luas yaitu dapat suatu objek atau nilai atau setiap keuntungan ekonomis yang dapat diprediksi baik berupa kenaikan aset ataupun penurunan hutang. Sedangkan di negara, Filipina, suatu pengadilan dapat dimintakan perampasan aset melalui prosedur perdata in rem guna menentukan asal-usul dari suatu properti atau aset tersebut. Apabila berdasarkan kaidah perdata ditentukan bahwa aset tersebut diperoleh dari hasil kejahatan, maka pengadilan bisa menjatuhkan perintah perampasan. 100

B. SARAN Adapun yang menjadi saran penulis dalam permasalahan yang diangkat pada skripsi ini terkait dengan kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu: 1. Mendorong restrukrisasi di bidang hukum, antara lain menghendaki adanya reformasi bidang hukum materiil dan formil. Bidang hukum formil antara lain hukum acara perdata yang harus diformat kembali, mengingat Indonesia masih menggunakan hukum acara perdata biasa yang hanya berlaku dalam kasus-kasus yang bersifat individual atau private to private. Sementara NCB Asset Forfeiture menuntut legal expertise dan pengetahuan teknis yang tinggi. 2. Mendorong political will pemerintah dalam menanggulangi masalah tindak pidana korupsi terutama dalam proses perampasan aset dengan melanjutkan pembahasan tentang RUU Perampasan Aset yang sudah tersendat sejak tahun 2008 dan menempatkannya dalam RUU prioritas nasional di tahun mendatang. 3. Mendorong terbentuknya lembaga tersendiri mengenai perampasan aset sebab pengaturan perampasan aset dalam perspektif NCB Asset Forfeiture sangat luas sehingga diperlukan undang-undang tersendiri dan pemerintah Indonesia serius mengoptimalkan pengembalian kerugian keuangan negara dalam kebijakankebijakan legislasi anti korupsi. 101