I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies ulat api yang sering di jumpai pada berbagai daerah Indonesia antara lain adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna trima, jenis yang jarang di temukan adalah Thosea veatusa, Susica palida dan Birthamula chara. Ulat api (Setothosea asigna) termasuk dalam serangga ordo Lepidopetra dan famili Limacodidae. Ciri khas ulat ini memiliki bulu-bulu yang apabila mengenai kulit kita akan terasa seperti tersengat api, panas dan gatal. Termasuk serangga dengan metamoorfosis sempurna dengan stadia telur dan larva umumnya pada daun kelapa sawit, kepompong terbungkus pada pupa yang terletak ditanah atau ketiak pelepah tanaman. Stdia imago berupa ngengat yang aktif terbang pada malam hari (Susanto, 2010). B. Botani dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Klasifikasi ulat api (Setothosea asigna) Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Species : Animalia : Arthropoda : Insekta : Lepidopera : Limacodidae : Setothosea : Setothosea asigna van Eecke 4
Gambar 1. Ulat Api Setothosea asigna Sumber: Wikipedia Larva ini merupakan salah satu jenis ulat api terpenting pada kelapa sawit. Larva yang berwarna kekuningan dengan bercak-bercak yang khas dipunggungnya memiliki panjang 30-36 mm dan lebarnya 14 mm. Populasi kritis ulat api yaitu 5-10 ekor/pelepah. Pengendalian hama ulat api (Setothosea asigna) efektif biasanya dilakukan dengan penyemprotan insektisida hayati atau kimiawi (Susanto, dkk 2010). C. Siklus Hidup Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Siklus hidup hama ulat api (Setothosea asigna) lebih dari 3 bulan yakni masa penetasan telur 6-8 hari, stadia ulat berlangsung 50 hari (8-9 instar) dan masa pupa 40 hari. Ulat hidup berkelompok disekitar tempat penetasan telur.ulat dewasa akan menjatuhkan diri ketanah untuk memulai masa berkepompong. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi daun 300-500 cm (Lubis, 2008). 5
Gambar 2. Telur Setohtosea asigna Sumber: Wikipedia Larva yang baru menetas,hidupnya secara berkelompok, memakan bagian permukaan bawah daun. Larva instar 2-3 memakan helaian daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Selama perkembangannya larva mengalami pergantian instar sebanyak 7-8 kali atau 8-9 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm² (Susanto, dkk. 2012). Serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing lebar rentangan sayapnya 41 mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna cokelat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda, telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan (Prawirosukarto, 2002). D. Gejala Serangan Ulat Api (Setothosea asigna) Ulat yang baru menetas (instar 1) biasanya bergerobol di sekitar tempat peletakan telur dan mengikis (memakan) daging daun, yaitu permukaan bawah daun kelapa sawit serta meninggalkan epidermis daun bagian atas. Bekas serangan terlihat jelas seperti jendela-jendela memanjang pada helai daun, daun yang terserang berat akan kering dan mati seperti bekas terbakar. Ulat instar ke 3 6
biasanya memakan semua helaian daun dan meninggalkan lidinya saja dan sering disebut juga gejala melidi. Gambar 3. Gejala Serangan Setothosea asigna Sumber: Wikipedia Ambang ekonomi dari hama ulat api (Setothosea asigna) pada tanaman kelapa sawit rata-rata 5-10 ekor pelepah untuk tanaman yang berumur tujuh tahun ke atas,dan lima ekor larva untuk tanaman yang lebih muda. E. Metode Pengendalian Hama Ulat Api (Setothosea asigna) 1. Pengendalian Secara Biologis Adapun cara pengendalian secara biologis diantaranya yaitu menggunakan parasitoid dan predator. a. Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya memparasit dengan cara masuk kedalam tubuh serangga lain, sedangkan imago hidup bebas menjadikan nectar dan madu sebagai makanannya. Jenis parasitoid utama ulat api Fornicia celonica. 7
b. Predator Predator adalah bintang yang memakan binatang lain (mangsa) yang lebih kecil atau lemah. Sycanus dichotomus merupakan predator yang umum ditemukan perkebunan kelapa sawit. 2. Penerapan Sistem Pengendalian Hama Terpadu Penerapan sistem pengendalian hama terpadu terhadap ulat pemakan daun diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Dalam sistem ini, pengenalan terhadap biologi hama sasaran diperlukan sebagai penyusun taktik pengendalian, tindakan pengendalian hama dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi, dan hanya dilakukan apabila populasi kritis dan ditentukan serta mengutamakan pelestarian dan pemanfaatan musuh alami yang ada dalam ekosistem di perkebunan kelapa sawit (Prawirosukarto, 2002). Dalam sistem PHT, pengenalan terhadap jenis dan biologi hama sasaran diperlukan sebagai dasar penyusunan taktik pengendalian dengan hasil monitoring populasi, dan hanya dilakukan apabila populasi hama tersebut melampaui tingkat populasi kritis yang di tentukan, serta mengutamakan pelestarian dan pemanfaatan musuh alami yang ada dalam ekosistem kelapa sawit. Monitoring populasi ulat api (Setothosea asigna) dapat dilakukan dalam jangka waktu satu bulan sekali, namun apabila dilakukan pengendalian maka monitoring populasi dilakukan sebelum dan seminggu setelah pengendalian. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pengendalian ulang. (Prawirosukarto, 2002) 8
HAMA Faktor Lingkungan Penghambat (musuh alami, dll) Pendorong Monitoring Populasi Padat Populasi Kritis TIDAK Tindakan Pengendalian? Sensus Ulang (Evaluasi) YA Pengendalian Ulang? Gambar 4. Mekanisme Pengendalian Hama Terpadu Pengendalian hama tanaman pada hakikatnya merupakan upaya untuk mengendalikan suatu kehidupan. Oleh karena itu, konsep pengendaliannya dimulai dari pengenalan dan pemahaman terhadap siklus hidup hama itu sendiri. Pengetahuan terhadap siklus hidup hama itu sendiri. Pengetahuan terhadap bagian paling lemah dari seluruh siklus hama, sangat penting, supaya pengendalian yang dilakukan dapat lebih efektif. Bagian yang dinilai paling lemah dari siklus hidup hama merupakan titik kritis karena akan menjadi dasar acuan untuk pengambilan keputusan pengendaliannya. Secara teoritis pertumbuhan populasi hama akan di ikuti oleh pertumbuhan populasinya. 9
Tabel 1. Kriteria Serangan Dan Teknik Pengendalian Hama Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit Umur Metode Pengendalian Tanaman < 3 tahun 3 7 tahun 7-15 tahun >15 tahun Bila rata rata larva < 10 ekor/pelepah dan areal terbatas, maka dilakukan handpicking Bila rata rata populasi larva > 10 ekor, maka dilakukan penyemprotan insektisida atau virus dengan knapsack sprayer atau mist blower. Semprot insektisida atau virus menggunakan mist blower atau fulsfog Infus akar dengan insektisida sistemik bila areal serangan terbatas Semprot insektisida atau virus dengan fulsfog Infus akar dengan insektisida sistemik bila areal serangan terbatas Semprot insektisida atau virus dengan fulsfog Infus akar/truk injection dengan insektisida sistemik bila areal serangan terbatas 3. Pengendalian Secara Kimiawi Pengendalian Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) dengan menggunakan insektisida kimia merupakan cara umum yang dilakukan diperkebunan kelapa sawit untuk mengatasi ledakan populasi ulat. Bahan kimia akan di gunakan untuk mengendalikan hama bilamana pengendalian lain yang telah dilakukan terdahulu tidak mampu menurunkan populasi hama yang sedang menyerang tanaman kelapa sawit (Simanjuntak, 2014). Pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit dengan menggunakan insektisida kimia merupakan cara umum yang dilakukan diperkebunan kelapa sawit untuk megatasi ledakan populasi ulat. Ulat api dikendalikan dengan penyemprotan (fogging) atau dengan injeksi batang (Trunk injection) menggunakan insektisida. 10
Tanaman yang lebih muda ( umur 2 tahun), knapsack sprayer dapat digunakan untuk penyemprotan, untuk tanaman lebih dari tiga tahun, aplkasi insektisida dapat menggunakan pengasapan (Fogging) atau dengan injeksi batang (Trunk ijnection). 4. Alat Pengendalian Ulat Api Fogging Aplikasi swingfog merupakan salah satu alat yang digunakan untuk pengendalian hama ulat api dan ulat bulu secara kimiawi. Alat ini dapat membuat asap yang disebut swingfog. Swingfog merupakan sistem penegndalian dengan cara pengabutan dengan campuran insektisida kimia dan solar sebagai pelarut. Pada alat pengabut bertekanan/aliran udara selain berfungsi sebagai pengengkut butiran-butiran racun (insektisida) melalui nozzle, sehingga menghasilkan butiran yang lebih halus (Simanjuntak, 2014). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas alat semprot udara antara lain sebagai berikut : a. Kebersihan alat semprot b. Formulasi bahan kimia c. Perbandingan bahan kimia dan bahan campuran d. Kondisi alat semprot harus dalam keadaan baik dan tidak bocor. Keuntungan dan Kelemahan alat fogging : a. Keuntungan : Cakupan luas ± 10-15 ha, sangat efektif untuk insektisida kontak, efektif untuk tanaman tinggi. 11
b. Kelemahan : Hanya dapat diaplikasikan pada malam hari/dini hari, diperlukan tenaga yang terlatih, tidak sesuai untuk areal yang bergelombang, tidak sesuai untuk tanaman dibawah 7 tahun, dan tergantung cuaca (hujan dan angin). Cara kerja fogging: a. Air dicampur dengan emulgator kemudian dicampur dengan solar dan dicampur dengan bahan kimia insektisida sesuai anjuran dalam tong/drigen/botol lalu diaduk sampai merata. b. Kemudian masukkan 5 liter larutan dalam tangki yang telah dicampur. c. Aplikasikan pada areal yang telah ditentukan. Gambar 5. Alat fogging. Sumber: Foto Langsung 12