BAB I PENDAHULUAN. Paramita, 1992), h ), h. 2011

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS MENGENAI PANDANGAN IMAM SYAFI I TENTANG STATUS WARIS ANAK KHUNTSA MUSYKIL

BAB I PENDAHULUAN. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), h.398

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Balai Pustaka, 1990) h Bulan Bintang, 1957) h Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

BAB V PENUTUP. 1. Penetapan hak waris anak dalam kandungan menurut mazhab Syafi i adalah. diperkirakan satu saja, lebih dari itu adalah langka.

BAB I PENDAHULUAN. Pustaka, 1976), hlm ), hlm 6

I. METODE PENELITIAN. normatif empiris (applied normative law) adalah perilaku nyata (in action) setiap

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Penegasan Judul

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

Berdasarkan uraian diatas, maka yang dimaksud dalam judul skripsi ini adalah sebuah kajian yang akan fokus mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum melangkah pada pembahasan selanjutnya, terlebih dahulu akan

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Umun Bahasa Indonesia Edisi ke Empat, Jakarta,, 2008,hlm. 1076

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 22

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. dengan menggunakan dua macam pendekatan yaitu : Pendekatan secara yuridis normatif adalah penelitian hukum yang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

METODE PENELITIAN. penelitian guna dapat mengolah dan menyimpulkan data serta memecahkan suatu

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB III METODE PENELITIAN. empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuanketentuan

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Penegasan Judul

III. METODE PENELITIAN. methodus yang artinya adalah cara kerja yaitu untuk memahami objek sasaran ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam dimana

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

III. METODE PENELITIAN. yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris, pendekatan yuridis normatif

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

III. METODE PENELITIAN. yang digunakan dalam kerangka penulisan ini adalah :

III. METODE PENELITIAN. mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

III. METODE PENELITIAN. konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sitematis dan konsisten.

BAB III METODE PENELITIAN. mendukung penelitian ini, maka penelitian yang sedang diteliti penulis

KEDUDUKAN AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS ISLAM (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) TESIS

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Islam merupakan agama samawi yang diturunkan oleh Allah SWT yang

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang sempurna, setiap orang yang

METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah yuridis empiris. Yuridis empiris merupakan cara penelitian

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisisnya. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. tidaknya suatu penelitian, yang merupakan cara-cara dalam melaksanakan

III. METODE PENELITIAN. upaya memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya. 1

BAB I PENDAHULUAN. atau hak setelah ada seseorang yang meninggal dunia. Maka apabila ada

METODE PENELITIAN. cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis). 39 Dengan

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

III.METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

B A B I P E N D A H U L U A N. Puasa di dalam Islam disebut Al-Shiam, kata ini berasal dari bahasa Arab

BAB III METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 19 Jenis penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

METODE PENELITIAN. perundang-undangan, asasasas, mempelajari kaedah hukum, teori-teori, doktrin-doktrin

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

terhadap penelitian normatif (penelitian yuridis normatif), maka penting sekali

BAB III METODE PENELITIAN. relevan dengan persoalan yang dihadapi. Artinya, data tersebut berkaitan,

A. LATAR BELAKANG. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

III. METODE PENELITIAN. dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan peneliti dalam

III. METODE PENELITIAN. Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah

III. METODE PENELITIAN. dalam melakukan penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

METODE PENELITIAN. sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 27

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 1976, hlm Jakarta, 1997, hlm. 5. Utama, Jakarta, 2011, hlm. 1496

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

METODE PENELITIAN. Metode penelitian dilakukan dalam usaha untuk memperoleh data yang akurat

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

III. METODE PENELITIAN. dari berbagai aspek yaitu teori, sejarah, filosofi,struktur dan komposisi, formalitas

KONSEP AHLI WARIS RADD MENURUT MUHAMMAD ALI AL SHABUNI DAN HUKUM WARIS ISLAM (STUDI KOMPERATIF) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Kematian atau meninggal dunia adalah suatu peristiwa yang pasti akan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan judul Sebelum penulis mengadakan pembahasan lebih lanjut tentang proposal judul ini, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan pengertian yang terkandung dalam judul proposal skripsi ini. Sebab judul merupakan kerangka dalam bertindak, apalagi dalam suatu penelitian ilmiah. Hal ini untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda dikalangan pembaca. Maka perlu adanya suatu penjelasan dengan memberi arti beberapa istilah yang terkandung di dalam judul: Status waris anak khuntsa musykil dalam pandangan imam Syafi i, sebagai berikut: 1. Status waris : Status berarti kedudukan hukum, keadaan. 1 Waris dalam istilah fiqh adalah orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal. 2 Jadi yang dimaksud dengan status waris adalah seseorang yang sesuai dengan kedudukan hukumnya ia menjadi berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia. 2. Anak khuntsa musykil Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. 3 Sedangkan Khuntsa musykil 1 R. Subekti, Tjitrosoedibio, Kamus Hukum (Jakarta: Pradaya Paramita, 1992), h 102 2 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), h. 2011 3 Nyul Zone, Pengertian Anak; Kronologis dan Psikologis (Online) tersedia di: http://artikelduniapsikologi.blogspot.co.id/2008/12/pengertian-anak-tinjauan-secara.htm (16 september 2016)

2 yaitu manusia yang dalam bentuk tubuhnya ada keganjilan, tidak dapat diketahui apakah dia laki-laki atau perempuan, karena tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan kelakiannya atau samar-samar tanda itu dan tidak dapat ditarjihkan. 4 Menurut Wahbah Zuhaili, khuntsa musykil adalah orang yang keadaannya sulit ditentukan, tidak diketahui kelakiannya atau keperempuanannya. Seperti dia kencing melaui alat kelamin laki-laki dan perempuan atau tampak jenggot dan payudara dalam waktu yang sama. Biasanya dengan kemajuan ilmu kedokteran modern ke-musykilan diakhiri dengan operasi yang menyebabkan kejelasan keadaannya. 5 Jadi yang dimaksud dengan anak khuntsa musykil adalah makhluk sosial yang mempunyai alat kelamin laki-laki dan perempuan yang kemudian membuat anak tersebut tidak jelas status hukumnya apakah ia berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. 3. Imam Syafi i Nama lengkapnya adalah Imam Muhammad bin Idris Al-Syafi i, lahir di Palestina tahun 150 H (767 M) dan meninggal tahun 204 H (820 M) di Mesir. Beliau adalah pendiri Mazhab Imam Syafi i yang tetap ada sampai sekarang. 6 Dari pengertian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud judul secara keseluruhan adalah seseorang yang dengan kedudukan hukumnya ia berhak atas harta peninggalan yang ditinggalkan oleh pewarisnya, akan tetapi seseorang tersebut tidak ada kejelasan tentang status jenis kelaminnya, karena dia mempunyai dua jenis kelamin 4 Hasybi Al-Shidiqy, Fiqh Al-Mawarits (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 280 5 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Penerjemah, Abdul Hayyie Al-Kattani, et. al (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 485 6 Nazar Bakry, Fiqh Dan Ushul Fiqh (Jakarta: Rajawali Press, 1993), h. 75

3 laki-laki dan perempuan, untuk itu peneliti ingin memperjelas pendapat imam Syafi i tentang hal tersebut. B. Alasan memilih judul Beberapa hal yang memotivasi penulis untuk memilih dan membahas judul skripsi ini, yaitu: 1. Alasan objektif a. Masalah status waris anak khuntsa musykil menjadi kontra dikalangan masyarakat awam. b. Penulis ingin memberikan kontribusi atau sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu dibidang Hukum Perdata Islam, khususnya tentang status waris anak khuntsa musykil dalam pandangan Imam Syafi i. c. Penulis ingin mengetahui bagaimana status waris anak khuntsa musykil dalam pandangan imam Syafi i. d. Penulis juga ingin memberikan penjelasan kepada masyarakat pada umumnya, tentang bagaimana status waris anak khuntsa musykil dalam pandangan imam Syafi i. 2. Alasan subjektif a. Kajian tentang status waris anak khuntsa musykil dalam pandangan imam Syafi i ini, sesuai dengan bidang ilmu yang dikaji penulis pada jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah. b. Terdapat banyak sarana-prasarana yang menjadi penunjang terlaksananya penelitian ini, seperti literatur-literatur yang mudah didapatkan di perpustakaan. C. Latar belakang masalah Hukum kewarisan Islam pada dasarnya berlaku untuk umat Islam di mana saja di dunia ini. Sungguhpun demikian, corak suatu negara Islam dan kehidupan masyarakat di negara atau daerah tersebut memberi pengaruh atas hukum kewarisan di daerah itu. Pengaruh itu adalah pengaruh terbatas yang tidak dapat melampaui garis pokok - garis pokok dari ketentuan hukum kewarisan Islam tersebut. Namun pengaruh tadi dapat terjadi pada bagian-

4 bagian yang berasal dari ijtihad atau pendapat ahli-ahli hukum Islam sendiri. 7 Islam mengatur ketentuan pembagian secara rinci agar tidak terjadi perselisihan antara sesama ahli waris sepeninggal orang yang hartanya diwarisi. Bahkan Allah Swt sudah menjelaskan dalam firmannya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (QS An-Nisa (4) ayat 7) Agama Islam menghendaki prinsip adil dan keadilan sebagai salah satu sendi pembinaan masyarakat dapat ditegakkan. Ketentuan tersebut tidak dapat berjalan baik dan efektif tanpa ditunjang oleh tenaga-tenaga ahli yang memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan tersebut dengan baik. 8 Untuk itu sangat penting adanya orang-orang yang mempelajari dan mengajarkannya kepada masyarakat, dan selanjutnya masyarakat dapat merealisasikannya di dalam pembagian warisan. 9 Para ulama menetapkan bahwa mempelajari fiqh mawaris hukumnya adalah fardhu kifayah, artinya kalau 7 Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 1981), h. 1 8 Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 4 9 Ibid

5 dalam suatu masyarakat atau perkampungan tidak ada yang mempelajarinya, maka berdosalah orang-orang dikampung itu. Akan tetapi sebaliknya, jika ada yang mempelajari, walau satu dan dua orang saja, maka terlepaslah semuanya dari dosa. 10 Setiap pribadi muslim adalah merupakan kewajiban untuk melaksanakan Peraturan-Peraturan hukum Islam yang ditunjuk oleh peraturan-peraturan yang jelas (nash-nash yang sharih) selama peraturan tersebut tidak ditunjuk oleh dalil nash yang lain yang menunjukkan ketidak wajibannya. 11 Demikian pula halnya dengan hukum membagi harta warisan, tidak ada suatu ketentuan atau (nash) yang menyatakan bahwa membagi harta warisan menurut ketentuannya (faraidh) itu tidak wajib. 12 Bahkan sebaliknya Allah jelas sudah menetapkan dalam firmannya: (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuanketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam surga yang mengalir didalamnya sungaisungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (QS An-Nisa (4) ayat 13) Hukum Islam merupakan hukum Allah, dan sebagai hukum Allah ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya, diantara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan Allah adalah aturan 10 Firdaweri, Fiqh Mawaris (Bandar Lampung: IAIN Raden Intan Lampung, 2015), h. 6 11 Ibid 12 Ibid, h. 7

6 tentang harta warisan, yaitu harta dan pemilikan yang timbul sebagai akibat dari suatu kematian. Harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang tentang siapa yang berhak menerimanya, berapa jumlahnya dan bagaimana cara mendapatkannya. 13 Allah menciptakan Nabi Adam A.S dan Hawa sebagai cikal bakal manusia seluruhnya. 14 Dari keduanya berkembang biak laki-laki dan perempuan. Masing-masing jenisnya memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang berbeda, di antaranya adalah penampilan, gaya bicara, tingkah laku, bahasa tubuh dan alat kelamin. Kedua alat kelamin mempunyai urgensi yang tidak diragukan lagi kebenarannya untuk menentukan seseorang kepada jenis laki-laki atau perempuan. Tidak ada alat kelamin lain yang dapat digunakan untuk menentukan suatu makhluk kepada jenis ketiga. 15 Tetapi dalam kenyataannya, terdapat seseorang yang tidak mempunyai status yang jelas, bukan laki-laki dan bukan perempuan. Orang dengan ketidakjelasan status jenis kelaminnya ini disebut khuntsa, orang ini adalah kelompok yang tidak dimarginalkan tetapi dilindungi hak-haknya oleh Islam. Islam sebagaimana agama yang sangat tingi menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, Islam mengkover kepentingan dasar manusia termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan keadilan bagi siapa saja. Termasuk hak seorang khuntsa musykil untuk mendapatkan warisan. Al- Qur an dan Hadits Rasul telah banyak menjelaskan aturan hukum yang berkaitan dengan laki-laki dan perempuan, tapi tidak menjelaskan satu hukum pun yang berkaitan dengan khuntsa. Allah Swt telah menjelaskan pula pusaka bagi laki-laki dan perempuan sejelas-jelasnya dalam ayat mawarist, tetapi tidak menjelaskan bagian seseorang yang 482 13 Firdaweri, Op.Cit, h. 12 14 Fatchur Rachman, Ilmu Waris (Bandung: Alma arif, 1971), h. 15 Ibid

7 khuntsa. 16 Kejelasan kelamin seseorang akan mempertegas status hukumnya, ia berhak menerima atau tidak harta waris sesuai bagiannya. Adanya dua jenis kelamin pada seseorang atau bahkan sama sekali tidak ada disebut sebagai musykil. Keadaan ini membingungkan karena tidak ada kejelasan. 17 Terhadap orang banci atau khuntsa ini dalam hukum kewarisan, tidak menjadi persoalan bila orang tersebut dapat diketahui atau dapat ditetapkan secara jelas dan pasti tentang status jenis kelaminnya. Kalau jenis kelaminnya diketahui laki-laki maka ditentukanlah ia sebagai ahli waris laki-laki, dan kalau jenis kelaminnya perempuan maka ditentukan atau ditetapkan sebagai ahli waris perempuan. 18 Sehubungan dengan tidak dijelaskannya pusaka khuntsa dalam Al-Qur an, para pakar hukum Islam berusaha berijtihad untuk menghindari kepakuman hukum dalam penyelesaian pusaka khuntsa, para ulama telah membahas ini dalam kitab-kitab fiqh. Imam-imam fiqh seperti Hanafi, Maliki, Syafi i, dan Hambali. Masingmasing memiliki perhitungan sendiri dalam hal menentukan status khuntsa musykil apakah sebagai laki-laki atau sebagai perempuan, yang mana akan berpengaruh dalam hal bagian warisan. Dalam menentukan bagian warisan khuntsa musykil, para ulama sepakat bahwa memperkirakan khuntsa musykil sebagai laki-laki dan perempuan, tetapi dalam menentukan berapa bagian yang harus diterima oleh khuntsa musykil, para ulama berselisih dalam berpendapat. Dengan adanya perbedaan pendapat di antara fuqaha mengenai pembagian waris khuntsa musykil, pendapat imam Hanafi dan Maliki tidak ada sisa harta yang ditangguhkan (disimpan), sedangkan pendapat imam Syafi i ada sisa harta yang ditangguhkan (disimpan) menunggu kejelasan status si khuntsa. 16 Ibid 17 Muhammad Ali Ash-Shabuni, Loc.Cit, h. 161 18 M. Damrah Khair, Op.Cit, h. 144

8 Perbedaan-perbedaan mengenai pendapat inilah yang membuat penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut pendapat ulama fiqh dengan mengangkat judul: Status Waris Anak Khuntsa Musykil Dalam Pandangan Imam Syafi i. D. Rumusan masalah Adapun pokok permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pandangan imam Syafi i tentang status waris anak khuntsa musykil? E. Tujuan dan kegunaan penelitian 1. Tujuan penelitian Berdasarkan pokok masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk menjelaskan bagaimana pandangan imam Syafi i tentang status waris anak khuntsa musykil? 2. Kegunaan penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi ilmiah dalam studi hukum Islam khususnya mengenai khuntsa kelompok yang tidak di marginalkan tetapi dilindungi hak-haknya. b. Sebagai sumbangan pemikiran untuk fakultas Syari ah dan hukum khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. c. Sebagai bahan dan penelitian awal untuk dilakukan penelitian-penelitian selanjutnya. F. Metode penelitian Metode penelitian merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan

9 selanjutnya dicarikan pemecahannya. 19 Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif teoritis, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 20 Adapun pendekatan penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu cara berpikir rinci dan detail dalam koridor hukum atau menurut aturan-aturan hukum Islam. Dalam hal ini hukum normatif berupa ketentuan kewarisan menurut aturan hukum Al- Qur an dan Hadits dalam pandangan imam Syafi i. sehingga penelitian ini menggunakan seperangkat metode sebagai berikut: 1. Pengumpulan data Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk studi kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi dengan beberapa macam materi yang terdapat diruang perpustakaan. 21 Karenanya dalam penelitian ini menekankan pada data-data yang dihasilkan dari bukubuku yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Karena kajiannya adalah kepustakaan, maka penyusun menggunakan tiga sumber data yang digunakan sebagai bahan referensi. 22 a. Bahan data primer yaitu, data yang diperoleh dari buku-buku yang berkaitan dengan skripsi ini, seperti buku fiqh mawarist, buku hukum waris dalam Islam, serta buku kewarisan dalam Islam. 19 Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 1 20 Soerjono Soekanto, Sri Mahmudji, Penelitian Normatif, Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 15 21 Abdul Kadir muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum (Bandar Lampung, PT, Citra Aditya Bakti, 2004), h. 131 22 Ibid, h. 13

10 b. Bahan data sekunder yaitu, data yang diperoleh dari Al-Qur an, Al- Hadits, buku-buku fiqh dan data-data tertulis yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini. c. Bahan data tersier yaitu, sumber-sumber data yang digunakan sebagai pelengkap dari bahan data primer dan bahan data sekunder yang meliputi: Kamus, Ensiklopedia, dan sumber-sumber sejenis yang diakses dari internet. 2. Pengolahan data Setelah penulis memperoleh data yang cukup untuk penulisan skripsi ini, maka selanjutnya penulis melakukan pengolahan data dengan melakukan beberapa langkah sebagai berikut yaitu: a. Pemeriksaan data (editing) Pemeriksaan data adalah pembenaran apakah data yang terkumpul melalui studi pustaka, dokumen sudah dianggap relevan dengan masalah, jelas, tidak berlebihan dan tanpa kesalahan. b. Rekonstruksi data (reconstructing) Rekonstruksi data adalah menyusun ulang data secara teratur, berurutan dan logis. Sehingga mudah dipahami dan di interpretasikan. c. Penyusunan atau sistematisasi data (constructing atau systematizing) Penyusunan atau sistematisasi data adalah mengelompokkan secara sistematis data yang sudah diedit dan diberi tanda menurut klasifikasi data dan urutan masalah. 23 Adapun dalam pengolahan data, digunakan metode berfikir induktif yaitu: Metode yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus itu ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat 23 Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit, h. 9

11 umum. 24 Dengan metode ini dapat menyaring dan menimbang data yang telah terkumpul dan dengan metode ini juga dapat dianalisis, sehingga di dapatkan jawaban yang benar dari permasalahan, yaitu mengenai pendapat imam Syafi i mengenai status waris anak khuntsa musykil. 3. Metode analasis data Analisis dalam penelitian ini merupakan bagian dalam proses penelitian yang sangat penting, karena dengan analisis inilah data yang akan nampak manfaatnya terutama dalam memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian. 25 Pada dasarnya analisis adalah kegiatan untuk memanfaatkan data sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu hipotesa. 26 Dalam menganalisis data, digunakan metode analisis kualitatif, yaitu analisis yang hanya melihat mutu dengan tidak diangkakan, akan tetapi pengungkapan kualitas yang ada. 27 24 Sutrisno Hadi, Metodology research (Yogyakarta:Fakultas Psikologi UGM, 1983), h. 80 25 Jiko Subagio, Metode Penelitian dalam teori Dan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 105 26 Ibid, h. 106 27 Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1981), h. 270

12

13