BAB I PENDAHULUAN. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami dan menemukan sendiri apa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses. pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

P N E D N A D H A U H L U U L A U N

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip dasar pembelajaran IPA antara lain adalah prinsip keterlibatan, prinsip

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sekarang ini telah mulai

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah menyentuh segala aspek kehidupan dan melahirkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran materi IPA, seorang guru dan seorang siswa. diharapkan menyenangi materi ini, karena menyenangi mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar ( PGSD) Oleh :

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pendidikan adalah salah satu upaya dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam pelaksanaan pendidikan di lingkungan formal dilakukan oleh

logis yang dapat diterapkan pada masalah-masalah kongkrit.

I. PENDAHULUAN. sekolah. Proses pembelajaran yang terjadi selama ini kurang mampu. mengembangkan kemampuan berfikir anak, karena keberhasilan proses

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

siswa yang memilih menyukai pelajaran fisika, sedangkan 21 siswa lagi lebih memilih pelajaran lain seperti bahasa Indonesia dan olahraga, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai terobosan baru terus dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana siswa mendapatkan ilmu secara

BAB I PENDAHULUAN. mengajar yaitu terdapatnya interaksi antara siswa dan guru. Belajar menunjuk. dan evaluasi pembelajaran (Hamalik, 2005).

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dede Sofiatun,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pendidikan sangat penting dilakukan dalam rangka

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada tingkat sekolah dasar adalah merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

BAB I PENDAHULUAN. beragam situasi dan kondisi. Dengan pengajaran IPS, diharapkan siswa dapat memiliki sikap

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB II MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DAN HASIL BELAJAR. bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan disiplin intelektual

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 9 ISSN X

Skripsi. Oleh: Alanindra Saputra K

BAB I PENDAHULUAN. proses penemuan (Depdiknas, 2003(a)). Oleh karena itu, tuntutan untuk terus. melakukan aktivitas ilmiah (Hidayat, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam

I. PENDAHULUAN. jenjang pendidikan menengah, sehingga tanggung jawab para pendidik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

PENCAPAIAN HASIL BELAJAR BIOLOGI DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENGALAMAN DAN INKUIRI DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ilmu yang mempelajari benda-benda beserta fenomena dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah telah merumuskan peningkatan daya saing atau competitiveness

BAB I PENDAHULUAN. dan teori-teori sains semata, siswa kurang dilatih untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Guna mencapai derajat sarjana S-1. Pendidikan Matematika. Disusun Oleh: ERWIN SETYANINGSIH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi keterampilan mengamati dengan seluruh indera, mengajukan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran Sains SMP umumnya belum menggunakan metode/strategi. yang dapat menarik minat belajar siswa. Pembelajaran Sains di SMPN 1

BAB I PENDAHULUAN. wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna. diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk

Hasil belajar biologi siswa ditinjau dari penggunaan berbagai metode mengajar dengan pendekatan discovery

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVIII/Mei 2014 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA SD

PENCAPAIAN HASIL BELAJAR BIOLOGI DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENGALAMAN DAN INKUIRI DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN. beragam situasi dan kondisi. Dengan pengajaran IPS, diharapkan siswa dapat memiliki sikap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada lembaga pendidikan formal merupakan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan alam maupun lingkungan sosial di masyarakat. berasal dari kata science yang berarti pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. inovatif oleh pihak-pihak terkait, mulai dari tingkat pusat, daerah, maupun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan dewasa ini cenderung kembali kepada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik lagi jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami dan menemukan sendiri apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Selama proses pembelajaran siswa seharusnya terlibat secara langsung agar siswa memperoleh pengalaman dari proses pembelajaran. Pendidikan IPA pada khususnya, menekankan pada pemberian pengalaman untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Carl Sagan (Supriyono Koes H, 2003: 5) mendefinisikan IPA lebih sebagai sebuah cara berpikir daripada satu kumpulan pengetahuan. Mata pelajaran IPA memberikan pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar guru mampu mengembangkan suatu strategi dan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sehingga pada nantinya hasil belajar siswa pun ikut meningkat. Berdasarkan observasi awal pada pembelajaran IPA di SD Negeri Gedongkiwo, 1

penggunaan metode ceramah yang merupakan metode konvensional masih mendominasi dalam proses pembelajaran IPA. Metode ceramah hanya mengutamakan produk atau hasilnya saja. Padahal, dalam pembelajaran IPA proses dan produk sama pentingnya serta tidak dapat dipisahkan. Penggunaan metode dan pendekatan yang tepat dan bervariasi diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, dan dengan meningkatnya aktivitas siswa selama pembelajaran, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Guru dapat meningkatkan aktivitas siswa salah satunya melalui metode inquiry. Inquiry merupakan metode pembelajaran IPA yang mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan, informasi, atau mempelajari suatu gejala (Supriyono Koes H, 2003: 12). Siswa belum pernah mempunyai pengalaman belajar dengan kegiatan-kegiatan inquiry, maka diperlukan bimbingan yang cukup luas dari guru, apalagi dengan karakteristik siswa SD yang masih memerlukan bimbingan yang cukup banyak dari guru, maka di sini diperlukan metode inquiry yang disertai dengan adanya bimbingan dari guru pada proses pembelajarannya. Kenyataan yang ditemui di SD Negeri Gedongkiwo pada saat observasi awal, masih banyak guru di SD Negeri Gedongkiwo yang menggunakan pembelajaran konvensional (ceramah). Siswa hanya mendengar dan mencatat. Proses pembelajaran cenderung berpusat pada guru, siswa menjadi terlihat tidak perhatian, jenuh dan bosan. Beberapa alasan mengapa mereka kembali menggunakan pembelajaran konvensional seperti yang dikemukakan oleh beberapa sumber informasi (guru SD Negeri Gedongkiwo) antara lain: 2

terbenturnya oleh waktu tatap muka di kelas, kesulitan untuk menyusun bahan pelajaran yang menggunakan pendekatan yang menarik, sarana dan prasarana yang kurang mendukung. Alasan tersebut menjadikan guru lebih memilih kembali metode ceramah daripada metode lain. Berdasarkan hasil pengamatan/observasi di SD Negeri Gedongkiwo, dengan metode pembelajaran konvensional yang selama ini diterapkan oleh guru-guru di SD tersebut, hasil pembelajaran yang diinginkan belum dapat tercapai secara optimal, karena siswa belum diberi kesempatan secara luas untuk mengembangkan minat, bakat, dan kemampuannya. Pembelajaran yang dilakukan terkesan monoton dan tidak menggairahkan siswa untuk belajar lebih aktif lagi. Hal itu mengakibatkan siswa kurang berminat untuk mengikuti dan melaksanakan proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan tidak dapat tercapai secara optimal. Kebanyakan guru yang ada di SDN Gedongkiwo masih menerjemahkan pendidikan IPA sebagai sekedar transfer of knowledge yang dimiliki guru kepada siswa dengan hafalan teori-teori maupun rumus-rumus, sekedar untuk bisa menjawab soal-soal ujian, tetapi sering tidak sanggup untuk menerjemahkannya ke dalam realitas yang ada di sekelilingnya, guru di SD tersebut kebanyakan juga masih menerapkan paradigma lama yaitu guru merupakan pusat kegiatan belajar di kelas (teacher center). Setelah tanya jawab dengan guru kelas IVA SD Negeri Gedongkiwo, Ibu Siti Hindariyati, S.Pd menyatakan bahwa di kelasnya masih banyak siswa yang memiliki tingkat keaktifan yang masih rendah. Hal ini dapat dilihat ketika peneliti melakukan observasi awal di SDN Gedongkiwo kelas IVA, ketika guru 3

menerangkan selama pembelajaran berlangsung siswa yang aktif hanya 40% dari 30 jumlah siswa yaitu hanya 12 siswa. Sedangkan siswa yang lainnya hanya diam sebagai pendengar dan mencatat. Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa pra tindakan, peneliti mengobservasi proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Dari hasil observasi, guru masih menggunakan metode ceramah dari awal hingga inti kegiatan pembelajaran dan tanya jawab diakhir pembelajaran. Pada proses pembelajaran yang dilakukan masih banyak siswa yang tidak memperhatikan gurunya yang sedang menerangkan materi pelajaran yang disampaikan. Ketika guru sedang memberikan materi pelajaran seringkali siswa diam atau malah ramai sendiri, tidak memperhatikan penjelasan guru. Bahkan saat guru bertanya pun hanya sebagian siswa yang merespon. Metode pembelajaran yang digunakan masih cenderung monoton dan kurangnya penggunaan metode yang bervariasi dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan pembelajaran IPA kurang menarik bagi siswa. Akibatnya siswa kurang aktif, kurang adanya keterlibatan siswa secara langsung, hasil belajar siswa kurang seperti yang diharapkan dan pembelajarannya pun menjadi kurang bermakna. Metode yang sering digunakan di kelas IVA SD Negeri Gedongkiwo biasanya menggunakan metode ceramah, sedangkan metode pembelajaran dengan menggunakan inquiry belum atau masih jarang dipakai. Pembelajaran yang sering dengan metode ceramah menyebabkan siswa bosan dan kurang tertarik dengan pelajaran IPA sehingga berpengaruh pada hasil belajar siswa yang masih kurang baik, terlihat pada hasil nilai ulangan harian siswa sebelum tindakan rata-rata kelasnya hanya 59,33. 4

Adapun data awal pra tindakan dari hasil nilai ulangan harian siswa kelas IVA dengan menggunakan soal tes buatan guru untuk mengetahui kemampuan awal hasil belajar IPA siswa kelas IVA SD Negeri Gedongkiwo sebagai berikut. Tabel 1. Daftar Nilai Ulangan Harian Pra Tindakan No. Subjek Nilai No. Subjek Nilai Penelitian UH Penelitian UH 1 A 70 16 P 60 2 B 50 17 Q 50 3 C 50 18 R 50 4 D 60 19 S 60 5 E 50 20 T 70 6 V 60 21 U 50 7 G 60 22 V 70 8 H 50 23 W 70 9 I 40 24 X 50 10 J 60 25 Y 50 11 K 80 26 Z 80 12 L 60 27 A1 70 13 M 60 28 B1 60 14 N 50 29 C1 60 15 O 50 30 D1 80 Jumlah 1780 Rata-rata 59,33 Menurut peneliti, metode inquiry ini adalah metode yang sudah lama diperkenalkan di Indonesia. Namun kenyataannya metode ini masih jarang dipakai dan masih belum cukup dikenal oleh sebagian guru-guru khususnya guruguru di sekolah dasar. Metode inquiry merupakan metode yang dapat memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan lebih aktif dalam belajarnya. Metode inquiry menghindarkan pembelajaran dari cara belajar tradisional, yaitu guru yang menjadi pusat kegiatan dikelas. Metode inquiry juga membantu mengembangkan/ memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan berpikir dan proses 5

kognitif siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar ingin tahu. Sehingga harapan yang diinginkan yaitu melalui metode inquiry aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE INQUIRY PADA SISWA KELAS IVA SD NEGERI GEDONGKIWO. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut. 1. Guru masih menerapkan paradigma lama, yaitu guru merupakan pusat kegiatan belajar di kelas (teacher center), yang akibatnya siswa menjadi kurang aktif. 2. Hasil pembelajaran mudah dilupakan oleh siswa, karena siswa tidak menemukan sendiri konsep-konsep materi yang diajarkan. 3. Kurangnya pemanfaatan media dalam pembelajaran IPA, sehingga minat siswa terhadap pembelajaran IPA masih kurang. 4. Pemilihan metode/ media yang kurang tepat oleh guru, akibatnya kualitas pembelajaran di kelas belum optimal. 5. Siswa cenderung pasif dalam pembelajaran, karena kurangnya keterlibatan siswa secara langsung. 6. Siswa kurang berinteraksi dan berkomunikasi pada waktu proses pembelajaran berlangsung 6

7. Banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru 8. Masih sedikit siswa yang merespon pertanyaan guru 9. Metode pembelajaran masih bersifat individu 10. Metode pembelajaran yang monoton C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, karena keterbatasan kemampuan peneliti maka penelitian ini dibatasi pada peningkatan aktivitas dan hasil belajar IPA pada siswa kelas IVA SD Negeri Gedongkiwo melalui metode inquiry. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah metode inquiry dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA siswa kelas IVA SD Negeri Gedongkiwo? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan target untuk menemukan kebenaran suatu pengetahuan, dimana usaha tersebut dilakukan dengan metode ilmiah (Suharsimi Arikunto, 1991: 6). Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pelajaran IPA dengan menggunakan metode inquiry di kelas IVA SD Negeri Gedongkiwo F. Manfaat Penelitian 1. Bagi kepala sekolah sebagai informasi dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam proses pembelajaran. 7

2. Bagi guru-guru selaku pendidik sebagai strategi pembelajaran bervariasi yang diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas, serta membantu guru menciptakan kegiatan belajar yang menarik. 3. Bagi siswa dapat membangun pengalaman oleh keterlibatannya secara aktif dalam pembelajaran, serta mengembangkan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar ingin tahu sehingga siswa akan lebih memahami pelajaran/ konsep yang sedang dipelajari. 4. Bagi peneliti digunakan untuk menambah pengetahuan untuk membekali diri sebagai calon guru SD yang memperoleh pengalaman penelitian secara ilmiah agar kelak dapat dijadikan modal dalam mengajar. G. Definisi Operasional Untuk membatasi masalah dan menghindari kesalahpahaman terhadap istilah dalam skripsi ini, maka perlu dikemukakan definisi istilah. Batasan pengertian dari judul penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran IPA SD Hakekat IPA yaitu salah satunya sebagai proses dari upaya manusia untuk memahami berbagai gejala alam. Di sini siswa dituntut untuk lebih aktif dan terlibat secara langsung dalam kegiatan proses pembelajaran agar mendapatkan hasil belajar yang optimal, sehingga pembelajaran IPA di SD pada penelitian ini yaitu pembelajaran yang menekankan adanya pengalaman dan keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. 8

2. Aktivitas Belajar Aktivitas belajar merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses pembelajaran. Meningkatkan aktivitas belajar di sini berarti usaha untuk menaikkan keterlibatan/keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas melihat, lisan, mendengarkan, menulis, berfikir, gerak, dan aktivitas emosional. 3. Hasil Belajar Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan ketrampilan (Oemar Hamalik, 2005: 31). Dalam skripsi ini, hasil belajar siswa dikhususkan pada ranah kognitif dari taksonomi Bloom sebagai prestasi belajar. 4. Metode Inquiry Metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran inkuiri jenis guided inquiry atau metode pembelajaran inkuiri terbimbing. Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan salah satu metode inquiry dimana guru menyediakan materi atau bahan dan permasalahan untuk penyelidikan. Siswa merencanakan prosedurnya sendiri untuk memecahkan masalah. Guru memfasilitasi penyelidikan dan mendorong siswa mengungkapkan atau membuat pertanyaan-pertanyaan yang membimbing mereka melakukan penyelidikan lebih lanjut _ (Nita Nurtafita, 2011). Inquiry diartikan sebagai pembelajaran yang bermula dari pertanyaan atau masalah untuk dicari jawaban atau kesimpulannya dari masalah-masalah tersebut. 9

Joyce dan Weil (Nely Andriani, 2011) menjelaskan bahwa metode pembelajaran inquiry terdiri atas lima tahapan kegiatan, yaitu penyajian masalah, pengumpulan dan verifikasi data, eksperimen, merumuskan penjelasan, serta analisis proses inquiri. Untuk lebih jelasnya tahapan kegiatan tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1) Tahap penyajian masalah Pada tahap ini guru memberi masalah atau teka-teki yang harus dipecahkan oleh siswa. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi. Strategi yang dipakai didasarkan pada masalah-masalah yang sederhana. Hal ini diperlukan untuk memberikan pengalaman pada siswa, biasanya pada tahap ini dengan menunjukkan contoh fenomena ataupun demonstrasi. 2) Tahap pengumpulan dan verifikasi data Pada tahap ini, siswa mengumpulkan data (informasi) sebanyak-banyaknya terhadap peristiwa yang mereka lihat atau alami kemudian melakukan verifikasi data. 3) Tahap eksperimen Eksperimen mempunyai dua fungsi yaitu pertama eksplorasi dan menguji secara langsung. Pada tahap ini siswa melakukan keduanya yaitu eksplorasi dan menguji secara langsung. Eksplorasi mengubah sesuatu untuk melihat pengaruhnya, tidak selalu diarahkan oleh suatu teori atau hipotesis tetapi mungkin memberi gagasan tentang sebuah teori. Pengujian secara langsung terjadi ketika siswa mencoba atau menguji suatu teori atau hipotesis. Fungsi 10

yang kedua adalah guru berperan untuk memperluas inquiry siswa dengan mengembangkan informasi yang mereka peroleh melalui eksplorasi dan pengujian secara langsung. 4) Tahap merumuskan penjelasan Pada tahap ini, guru mengajak siswa merumuskan penjelasan mengenai permasalahan yang sedang dihadapi, yaitu dengan cara mengarahkan siswa melakukan analisis dan diskusi terhadap hasil-hasil yang diperoleh. Kegiatan ini bertujuan untuk membimbing siswa kepada pemecahan masalah yang terarah. Apabila terdapat siswa yang menemui kesulitan dalam mengemukakan informasi dalam bentuk uraian yang jelas (penjelasan yang rinci), maka siswa tersebut mendapatkan dorongan dan pengarahan untuk memberikan penjelasan yang sederhana saja dan tidak begitu mendetail. 5) Tahap analisis proses inquiry Pada tahap ini, siswa diminta untuk menganalisis hasil jawaban mereka yang berupa kesimpulan. Dengan demikian siswa akan banyak memperoleh tipe-tipe informasi yang sebelumnya tidak mereka miliki. Hal ini penting bagi siswa, sebab hal tersebut dapat memperbanyak dan melengkapi data yang relevan serta menunjang untuk menentukan pemecahan masalah. Mereka boleh mengajukan pertanyaan tentang informasi-informasi apa saja yang diperlukan berkaitan dengan konsep atau teori yang telah mereka dapatkan pada tahap sebelumnya. 11