Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pekerjaan. Pada dasarnya, memiliki pekerjaan merupakan hak yang

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Implementasi UU 13/2003 terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Disebabkan Perusahaan Dinyatakan Pailit

Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

Oleh: Marhendi, SH., MH. Dosen Fakultas Hukum Untag Cirebon

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2

Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

BAB II TINJAUAN UMUM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. 1. Pengertian hubungan industrial dan kaitannya dengan hubungan industrial

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perilaku, pada

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut dengan Serikat Pekerja (yang selanjutnya akan ditulis SP). Pada dasarnya SP

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi atau berhubungan satu sama lain

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN INDUSTRIAL, PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

Perselisihan Hubungan Industrial

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan. Menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) Tentang

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan masyarakat sangat penting bagi dalam suatu Negara. Salah

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

SILABUS. A. Identitas Mata Kuliah. 1. Nama Mata Kuliah : Perselisihan Hubungan Industrial. 2. Status Mata Kuliah : Wajib Konsentrasi

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL MELALUI DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA PADANG SKRIPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM SERIKT PEKERJA, PERJANJIAN KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA

BAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) OLEH PERUSAHAAN KARENA KESALAHAN BERAT YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.

PERJANJIAN KERJA, PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA/PERBURUHAN

BAB I PENDAHULUAN. saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.1 (2013)

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha maupun pekerja/buruh. Fakta menunjukkan bahwa PHK seringkali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PADA PT. TRICON BANGUN SARANA DI JAKARTA UTARA

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN

STIE DEWANTARA Aspek Ketenagakerjaan Dalam Bisnis

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bahwa hal ini

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan

A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

Transkripsi:

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015 Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 1 Luqman Saputra, 2 Deddy Effendy 1,2 Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail: 1 saputraluqman@gmail.com Abstrak. Di dalam pemutasian tenaga kerja terkadang menimbulkan masalah antara pekerja maupun pengusaha sebagai pemberi kerja. Ketidaksesuaian keinginan para pihak ini bukan tidak mungkin menjadi hal yang mengakibatkan pengunduran diri atau bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Pengaturan tentang Pemutusan hubungan kerja dituangkan di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam bab XII Pasal 153 sampai 172, Pemutusan Hubungan Kerja antara Pengusaha dan Pekerja karena suatu hal mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) harus senantiasa berpegang pada peraturan Perundang-undangan yang berlaku, agar penerapannya bagi para pihak bersangkutan tidak dirugikan. Dalam penelitian ini menganalisis pula Putusan Nomor 323/PDT.SUS-PHI/2015 yang bertujuan untuk mengetahui penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang disebabkan karena PHK di PT. Planet Electrindo dan pemberian hak-hak pekerja yang terkena PHK berdasarkan putusan nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015 dihubungkan dengan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto UU nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kata kunci: PHK,Penyelesaian,Perselisihan Hubungan Industrial. A. Pendahuluan Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak, sehingga membutuhkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk menyerap tenaga kerja. Secara yuridis formal, arah pembangunan ketenagakerjaan telah jelas termuat di dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa: Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sesuai dengan tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, hal tersebut menunjukkan bahwa menjadi tugas bersama untuk mengusahakan agar setiap orang yang mau dan mampu bekerja, mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan yang diinginkannya, dan setiap orang yang bekerja mampu memperoleh penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi si tenaga kerja sendiri maupun keluarganya. Dalam dunia ketenagakerjaan ada hubungan relationship atau yang biasa disebut hubungan kerja antara pimpinan/pengusaha dengan pekerja/buruh sebagaimana pula diatur oleh suatu UU atau peraturan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang bersangkutan. Dalam setiap hubungan kerja pun akan memasuki suatu tahap dimana hubungan kerja akan berakhir atau diakhiri oleh salah satu pihak. Berdasarkan hal tersebut seringkali terjadi perselisihan antara pengusaha dengan pekerja. Perselisihan antara para pihak biasanya disebabkan adanya perasaan kurang puas. Pemutusan hubungan kerja merupakan peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya khusunya bagi pekerja/buruh, karena pemutusan hubungan kerja itu akan memberikan dampak psycologis, economis-financiil bagi pekerja/buruh dan keluarganya. Faktanya pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya waktu yang telah 277

278 Luqman Saputra, et al. ditetapkan dalam perjanjian kerja, tidak menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak (pekerja/buruh maupun pengusaha) karena pihak yang bersangkutan samasama telah menyadari bahwa atau mengetahui saat berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-masing telah berupaya mempersiapkan diri menghadapi kenyataan itu. Berbeda halnya dengan pemutusan yang terjadi karena adanya perselisihan, keadaan ini akan membawa dampak terhadap kedua belah pihak, lebihlebih yang dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha. Pemutusan hubungan kerja sendiri telah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Hukum Ketenagakerjaan dan juga diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Perselisihan hubungan industrial yang terjadi antara pengusaha dengan pekerja dapat diselesaikan melalui perundingan Bipatrit ataupun melalui Mediasi, namun lain halnya jika perselisihan tersebut tidak menemukan titik temu, sebagaimana yang terjadi dalam Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015. Salah satu perselisihan yang terjadi di PT. Planet Electrindo adalah perselisihan karena pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana seorang pekerja yang di PHK karena menolak mutasi yang dilakukan oleh PT. Planet Electrindo tersebut. Kasus tersebut akhirnya diselesaikan melalui Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan putusan: Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat dan Penggugat tidak berhak atas seluruh kompensasi pemutusan hubungan kerja. Tujuan Penelitian : 1. Untuk mengetahui penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang disebabkan karena PHK di PT. Planet Electrindo berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015 dihubungkan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 2. Untuk mengetahui pemberian hak-hak pekerja yang terkena PHK menurut Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015 dihubungkan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. B. Landasan Teori Menurut Iman Soepomo, pengertian hubungan kerja adalah suatu hubungan antara seorang buruh dengan seorang majikan, dimana hubungan kerja itu terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara kedua belah pihak. Mereka terikat dalam suatu perjanjian, disatu pihak pekerja/buruh bersedia bekerja dengan menerima upah dan pengusaha mempekerjakan pekerja/buruh dengan memberi upah. Mengenai perjanjianperjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak antara pengusaha dengan pekerja/buruh harus memenuhi syarat sahnya perjanjian seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu: adanya kata sepakat, kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, sebab yang halal. Perjanjian kerja menurut Subekti sebagaimana dikutip Abdul Khakim adalah perjanjian antara seorang buruh dan seorang majikan, perjanjian mana ditandai dengan ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas (dienstverhoerding), dimana pihak majikan berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak lain. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial disebutkan bahwa perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau Volume 2, No.1, Tahun 2016

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan... 279 gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan hal yang sangat ditakutkan oleh pekerja/buruh karena mereka dan keluarganya terancam kelangsungan hidupnya dan merasakan penderitaan akibat dari PHK itu. Menurut Pasal 1 ayat 25 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha. Mengenai berakhirnya hubungan kerja antara majikan dan buruh merupakan salah satu segi dari terjadinya perselisihan perburuhan. Pemutusan hubungan kerja antara majikan dan buruh dapat terjadi, karena: 1. Putusan hubungan kerja demi hukum. 2. Putusan hubungan kerja oleh pihak buruh. 3. Putusan hubungan kerja oleh pihak majikan. 4. Putusan hubungan kerja oleh pengadilan. Ada dua cara penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial: 1. Penyelesaian di luar pengadilan Penyelesaian perselsihan hubungan industrial diluar pengadilan wajib dilakukan secara bipartit oleh para pihak. Dalam penyelesaian melalui mekanisme bipartit dilakukan paling lama 30 hari. Hal ini wajib dilakukan oleh pengusaha maupun pekerja dalam menyelesaikan perselisihan. Apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan dan tidak tercapai kesepakatan maka dapat dibuat Persetujuan Bersama (PB) yang kemudian didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat guna apalia salah satu pihak tidak mau melaksanakan, maka dapat sebagai dasar untuk dimintakan Fiat Exsecutie. Apabila tidak tercapai kesepakatan, maka salah satu pihak yang disetujui bersama dapat memilih lembaga yang ada, yaitu: a. Lembaga mediasi b. Lembaga konsiliasi c. Lembaga arbitrase 2. Penyelesaian melalui pengadilan Diberlakukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) merupakan langkah maju bagi dunia ketenagakerjaan. Cepatnya mekanisme cara penyelesaian perselisihan yang adil dan murah untuk penyelesaian Pengadilan Hubungan Industrial dan Kasasi ke Mahkamah Agung membuat harapan bagi pencari keadilan untuk segera dinikmati. Hal ini tidak lepas dari kondisi pekerja/buruh di Indonesia pada saat ini yang sebagian besar ekonomi lemah dengan kemampuan terbatas, oleh karena itu apabila terjadi perselisihan hubungan industrial yang tidak dapat diselesaiakan baik melalui mediasi, konsolisasi dan arbitrase maka salah satu pihak dapat membawa masalah tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang disebabkan karena PHK di PT. Planet Electrindo berdasarkan putusan nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015 dihubungkan dengan UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. UU Ilmu Hukum, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016

280 Luqman Saputra, et al. nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dalam Penyelesaian Hukum terkait Putusan Nomor 323K/PDT.SUS-PHI/2015 antara perselisihan FX Sumartono sebagai Penggugat dan juga PT. Planet Electrindo sebagai Tergugat. Perihal perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja dan perselisihan mengenai hak yang memang mencakup jenis perselisihan dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 2 U No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Penyelesaian masalah ini lebih dahulu mengunakan penyelesaian secara kekeluargaan terlebih dahulu atau juga dikenal sebagai penyelesaian secara Bipartit. Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan Perselisihan Hubungan Industrial sesuai ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial: Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat; Penyelesaian perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan; Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal. Perselisihan antara FX Sumartono sebagai Pekerja/Buruh dengan PT Planet Electrindo bermula mengenai pemindahan tempat kerja FX Sumartono dari perusahaan tersebut ke PT. Tiga Berlian Electrindo dan juga FX Sumartono sendiri tidak diperkenankan bekerja, dan penggugat sendiri merasa keberatan dengan pemutasian serta tidak dilandasi pemenuhan hak yang seharusnya ia terima serta FX Sumartono sendiri tidak diperkenankan masuk bekerja di perusahaan PT Planet Electrindo, maka terjadi lah perselisihan mengenai hak dan berlanjut ke pemutusan hubungan kerja. Karena tidak menemukan mufakat dalam penyelesaian perselisihan bipartit dan mediasi, maka selanjutnya melalui adalah penyelesaian secara litigasi atau melalui pengadilan, namun sebelum masuk ke pengadilan ternyata pekerja mendapatkan pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan PT Planet Electrindo, dengan alasan pekerja tidak masuk kerja selama 5 hari berturut-turut dan dianggap mengundurkan diri sesuai ketentuan pasal 168 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sementara FX Sumartono sebagai penggugat merasa tidak masuk kerja karena dihalang halangi dan dilarang masuk kerja karena menolak mutasi. Dengan demikian, perusahaan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan-alasan yang kuat sesuai dua ketentuan diatas, disamping itu FX Sumartono merasa bahwa alasan pemutusan hubungan kerja dikarenakan ia menolak mutasi pemindahan tempat bekerja di dalam ketentuan pasal 31 UU ketenagakerjaan berbunyi: Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri, mengenai hal ini Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi ( Pasal 32 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Pasal 31 dan Pasal 32 Undang-Undang Ketenagakerjaan memberikan hak dan kesempatan kepada Pekerja untuk ditempatkan pada Jabatan Volume 2, No.1, Tahun 2016

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan... 281 yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan pekerja. Dengan demikian, seharusnya perusahaan juga harus memperhatikan bakat, minat, dan kemampuan seorang pekerja sebelum yang bersangkutan dimutasi. Namun perusahaan PT Planet Electrindo selaku pihak pemberi kerja memang memiliki hak untuk melakukan mutasi, UU No.13 Tahun 2003 memang tidak ada mengatur secara rinci mengenai Mutasi, sehingga dapat dipastikan bahwa Mutasi itu adalah hak mutlak dari perusahaan, namun dalam mutasi ini harus dinyatakan dengan jelas dan tegas dalam perjanjian kerja dan sebaiknya para pihak yaitu pihak pemberi kerja dan juga pihak pekerja untuk jeli saat sepakat terikat dalam perjanjian kerja. Pada umumnya memang terdapat klausul seperti siap dan bersedia untuk ditempatkan dimanapun artinya klausul tersebut secara aktif memberikan kewenangan Perusahaan tersebut untuk melakukan mutasi sesuai ketentuan yang diatur UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disamping itu juga harus merujuk Peraturan Perusahaan PT Planet Electrindo. Sedangkan, pemutasian yang dilakukan oleh PT. Planet Electrindo ke PT. Tiga Berlian Electrindo merupakan bentuk pemutasian yang menyalahi aturan dan bertentangan dengan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, karena dua perusahaan tersebut bukanlah suatu perusahaan yang terafiliasi, artinya jika merujuk pasal 1 angka 1 jo pasal 50 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengenai hubungan kerja dijelaskan hubungan kerja adalah hubungan hukum untuk melakukan pekerjaan antara suatu perusahaan yang diwakili oleh pengurusnya dengan seseorang pekerja/buruh secara personal yang ditandai dengan adanya perjanjian kerja. Substansi yang diperjanjikan dalam perjanjian kerja sesuai Pasal 54 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf f UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, -antara lain- adalah nama dan alamat perusahaan (sebagai pemberi kerja), nama dan alamat pekerja/buruh (sebagai pemberi kerja), jabatan atau jenis pekerjaan pekerja/buruh, tempat dilakukannya pekerjaan, serta syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban para pihak (termasuk besarnya upah). Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, apabila FX Sumartono dimutasi dari PT Planet Electrindo ke perusahaan Tiga Berlian Electrindo, walau dalam satu grup (holding company), hal itu berarti telah terjadi pengakhiran/pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan sebelumnya dan kemudian direkrut oleh perusahaan lainnya. Dalam hal seperti ini, dari sisi perusahaan PT Planet Electrindo sebenarnya FX Sumartono bukannya mutasi, akan tetapi diakhiri hubungan kerjanya atau di-phk. Bahwa FX Sumartono dipekerjakan kembali oleh perusahaan Tiga Berlian Electrindo, itu adalah persoalan lain dan dalam konteks yang berbeda. Berdasarkan Putusan Nomor 323K/PDT.SUS-PHI/2015 antara perselisihan FX Sumartono sebagai Penggugat dan juga PT Planet Electrindo sebagai Tergugat juga demikian dengan Opini Hukum saya selaku Penulis karena menurut Hakim pemutasian tersebut jelas menyalahi aturan dikarenakan dua perusahaan tersebut dua badan hukum yang berbeda, sehingga dengan hal tersebut di dalam Putusan Nomor 323K/PDT.SUS- PHI/2015 mengabulkan sebagian hak-hak Penggugat dan memerintahkan tergugat memenuhi kewajiban nya. Dengan demikian, menurut hemat Penulis pemutasian FX Sumartono dari Perusahaan PT Planet Electrindo ke Perusahaan Tiga Berlian Electrindo, bukanlah merupakan pemutasian karena Hubungan Kerja yang terjadi bukan didasarkan pada perjanjian kerja yang sesuai nama dan alamatnya, artinya untuk memindahkan FX Sumartono ke perusahaan lain harus diakhiri terlebih dahulu, dan PT. Planet Electrindo telah melakukan Pemutusan Hubungan kerja terhadap FX Sumartono. Ilmu Hukum, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016

282 Luqman Saputra, et al. Sehingga yang bersangkutan berhak untuk mendapatkan hak-hak yang diatur oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan serta aturan-aturan terkait lainya mengenai hak pemutusan hubungan kerja (PHK). Hubungan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, di dalam kasus FX Sumartono ini terdapat dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai hubungan kerja serta hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh serta disebut mengenai mutasi, sedangkan di dalam UU No 2 tahun 2004 mengatur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan Hubungan Industrial, juga memberikan beberapa pilihan atau alternatif untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, yaitu dapat melakukan perundingan secara Bipatrit, Tripatrit, dan dapat pula dilakukan melalui pengadilan hubungan industrial (PHI). 2. Pemberian hak-hak pekerja yang terkena PHK menurut putusan nomor 323K/Pdt.Sus- PHI/2015 dihubungkan dengan UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. UU nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melihat dari lama bekerjanya FX Sumartono di Perusahaan PT Planet Electrindo yang mana Penggugat telah bekerja di perusahaan Tergugat selama 18 (delapan belas) tahun dengan posisi jabatan sebagai Kepala Produksi selama 12 (dua belas) tahun dan 6 (enam) tahun sebagai Service Manager maka ditinjau dari status Penggugat ini ialah Pekerja yang memiliki Hubungan kerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Kepmenakertrans 100/2004), pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Berdasarkan surat nomor 008/PLE/JKT-HRD/2013 Surat Dari Direksi PT Planet Electrindo, FX Sumartono dimutasikan tempat kerjanya dari perusahaan tersebut ke PT Tiga Berlian Electrindo, dengan alasan untuk meningkatkan kualitas produk, memang pemutasian ialah hak Absolute dari Perusahaan namun harus diingat bahwa Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi (Pasal 32 Undang- Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Dengan keluarnya surat tersebut berakibat bahwa FX Sumartono tidak menerima pemutasian tersebut dikarenakan hak-hak beliau belum dipenuhi oleh perusahaan, sementara perusahaan berdalih bahwa ia tidak memenuhi kewajibannya dikarenakan tidak berniat melakukan pemutusan hubungan kerja dan disamping itu FX Sumartono juga tidak bekerja selama 5 hari berturut-turut yang mengakibatkan FX Sumartono dianggap memundurkan diri, namun FX Sumartono merasa dirinya telah di phk tanpa menerima hak hak yang seharusnya ia terima Selanjutnya dilakukan Penyelesaian perundingan Bipartit dari pihak FX Sumartono kepada PT Planet Electrindo yang dilakukan selama 3 kali yaitu pada tanggal 14 juni tahun 2013 lalu kedua pada tanggal 28 juni tahun 2013 dan pada tanggal 12 juli tahun 2013, namun tidak terdapat titik temu dalam pertemuan tersebut dikarenakan pihak PT Planet Electrindo tidak menghadiri perundingan tersebut dan dengan cara mediasi pun tidak tercapai kesepakatan. Akhirnya masalah ini dibawa ke pengadilan perselisihan hubungan industrial untuk diselesaikan dan hal ini pun diatur dialam Pasal 159 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu Volume 2, No.1, Tahun 2016

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan... 283 Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan kelembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Melihat keterkaitan Perselisihan antara FX Sumartono dengan PT Planet Electrindo mengenai Hak-hak serta Kewajiban kedua belah pihak yang berseteru di pengadilan dikaitkan dengan Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang -Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, juga ditinjau dari Putusan Nomor 323K/PDT.SUS- PHI/2015. Maka sebenarnya dengan jelas Perusahaan PT Planet Electrindo telah melakukan pemutasian yang diatur dalam pasal 31 dan 32 Undang-Undang ketenagakerjaan namun melanggar ketentuan tersebut dengan alasan pertama, hubungan kerja diantara pekerja dan pengusaha yang dibuat berdasarkan perjanjian kerja dinyatakan dengan tegas subtansi pekerjaan yang diatur dalam pasal 54 Undang- Undang Ketenagakerjaan berbeda. Kedua, dengan alasan bahwa FX Sumartono ini tidak masuk kerja selama 5 hari berturut-turut dan sesuai bunyi pasal Pasal 168 Undang-undang No.13 Tahun 2003 maka dapat dilakukan PHK,juga dalam Pasal 93 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berbunyi Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan, dan alasan inilah yang membuat Perusahaan berhak untuk melakukan PHK tapi patut diingat bahwa selama masa PHK ini dan belum ada putusan pengadilan hubungan industrial perusahan wajib membayar kewajibannya termasuk hak hak pesangon yang seharusnya diterima Penggugat karena di dalam Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015 tersebut Serta Fakta persidangan tidak terbukti unsur kesalahan yang dilakukan oleh Penggugat. Ketiga, pemutasian FX Sumartono dari PT Planet Electrindo dengan PT Tiga Berlian Electrindo yang merupakan dua badan hukum yang berbeda, dan merupakan perjanjiuan kerja yang dilaksanakan di luar kesepakatan artinya penggugat berhak untuk menolak mutasi tersebut, dan penggugat berhak untuk tidak masuk kerja di Perusahaan di luar tempat bekerja, dan pengkahiran hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan PT Planet Electrindo wajib memberikan uang pesangon terlebih dahulu sesuai ketentuan pasal 155 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Disamping itu, jika melihat pasal 96 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang berbunyi Apabila dalam persidangan pertama, secara nyata-nyata pihak pengusaha terbukti tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Hakim Ketua Sidang harus segera menjatuhkan Putusan Sela berupa perintah kepada pengusaha untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh yang bersangkutan. Seharusnya dengan melihat fakta di persidangan, Hakim pengadilan segera menjatuhkan Putusan Sela berupa perintah kepada PT Planet Electrindo untuk membayar kepada FX Sumartono upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut, sudah seharusnya seluruh permohonan FX Sumartono dalam Putusan Sela pada gugatan diterima dan menghukum PT Planet Electrindo untuk melaksanakan kewajibannya membayarkan kepada FX Sumartono upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima sampai keputusan atas perkara berkekuatan hukum tetap. Putusan Nomor 323K/PDT.SUS-PHI/2015 dalam kasus FX Sumartono melawan PT Planet Electrindo ini menurut Penulis tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, karena di dalam putusan tersebut ada kekeliruan hakim dalam menggunakan ketentuan dalam Pasal 96 ayat (1) Undang-Undang Ilmu Hukum, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016

284 Luqman Saputra, et al. Nomor 2 Tahun 2004, dan Penulis merasa hakim tidak tepat menggunakan penafsiran hukum nya. D. Kesimpulan 1. Pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial di PT Planet Electrindo tidak sesuai harapan karena pengusaha tidak mau menghadiri perundingan Bipatrit, padahal dalam ketentuan UU Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, jalur pertama yang harus ditempuh ialah melalui perundingan bipartit, sehingga penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut menggunakan cara litigasi. Pemutasian yang dilakukan PT Planet Electrindo merupakan pemutasian yang menyalahi ketentuan Pasal 1 angka 1 Juncto pasal 50 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, karena hubungan hukum dalam melakukan pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja yang diatur pasal 54 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf f antara lain seperti nama dan alamat perusahaan, jabatan, jenis pekerjaan, dan tempat dilakukannya pekerjaan. 2. Pemberian hak-hak pekerja yang terkena PHK berdasarkan Putusan Nomor 323/Pdt.Sus-PHI/2015 seperti uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengantian hak yang seharusnya diterima dari pengusaha dalam putusan tersebut tidak dikabulkan hak-hak pekerja, padahal merupakan kewajban pengusaha dengan mengacu ketentuan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Daftar Pustaka Buku Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003. F.X. Djumialdji dan Wiwoho Soejono, Perjanjian Perburuhan dan Hubungan Perburuhan Pancasila, Bina Aksara, Jakarta, 1985. Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta, 2001. Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Lalu Husni, Penyelesaian Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Diluar Pengadilan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Sendjun H Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1988. Wiwoho Soedjono, Hukum Perjanjian Kerja, PT Bina Aksara, Jakarta, 1987. Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Jakarta, Raja Grafindo Persada, PT RajaGrafindo Persada, 2007, Jakarta. Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Volume 2, No.1, Tahun 2016

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan... 285 Ilmu Hukum, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016