BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan ekonomi di Kota Yogyakarta tahun 2011 berdasarkan perhitungan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) atas harga konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah dapat menimbulkan arus migrasi sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan di wilayah tersebut. Dalam proses migrasi tersebut, masyarakat cenderung menggunakan kendaraan bermotor. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di D.I. Yogyakarta pada tahun 2011 meningkat 8,76 % dari tahun 2010 yaitu tercatat sebanyak 1.618.457 unit yang terdiri dari 0,68 % bus, 2,80 % mobil barang, 8,56 % mobil penumpang, dan 87,93 % sepeda motor. Banyaknya jumlah kendaraan bermotor yang memadati lalu lintas menyebabkan emisi yang dibuang kendaraan bermotor tersebut meningkat. Menurut Bappenas (2006) dalam Suparwoko (2007), kurang lebih 75% pencemar udara perkotaan disebabkan oleh emisi (gas buang) kendaraan bermotor. Jumlah dan pertumbuhan sepeda motor (roda 1
2 2) tertinggi dibanding kendaraan bermotor lain seperti sedan (roda 4), bus, dan truk (roda 4 6). Perkembangan kota ini akan memberikan suatu dampak lingkungan baik pada bagian dalam maupun luar kota. Salah satunya adalah terjadi permasalahan di daerah pinggiran kota. Permasalahan di daerah pinggiran kota yaitu adanya environmental deterioration dengan meningkatnya lalu lintas sebagai akibat dari meningkatnya kepadatan lalu lintas di dalam kota, serta kegiatan-kegiatan industri yang muncul di daerah pinggiran kota yang mengakibatkan meningkatnya kadar polusi baik polusi udara, tanah maupun air (Fandeli, 2004). Menurut Dewi (2012), kepadatan sejumlah ruas jalan utama di Yogyakarta sudah mendekati titik jenuh sehingga terjadi kemacetan lalu lintas karena kapasitas jalan sudah tidak lagi mampu menampung volume kendaraan yang melintas. Titik kejenuhan ini telah mencapai tingkat visi rasio kurang lebih 0,75 0,80. Nilai ini sudah termasuk dalam kategori titik kritis. Ring Road merupakan garis batas terluar Kota Yogyakarta yang berada di daerah pinggiran kota. Jalan ini menjadi jalan utama yang menghubungkan Kota Yogyakarta dengan kabupaten-kabupaten lainnya sehingga kepadatan lalu lintas di area ini menjadi tinggi. Penggunaan lahan di Ring Road Selatan ini berupa pertanian dan pemukiman. Sebagian dari pemukiman dan lahan pertanian tersebut berada tepat di pinggir jalan, tanpa adanya penghalang. Hal ini mengakibatkan kawasan tersebut menerima dampak dari adanya kepadatan lalu lintas. Kendaraan bermotor yang melintas di kawasan ini mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap kesehatan
3 manusia maupun terhadap lingkungan, seperti timbal/timah hitam (Pb), suspended particulate matter (SPM), oksida nitrogen (NOx), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan oksida fotokimia (Ox). Timbal atau Tetra Etil Lead (TEL) merupakan salah satu bahan yang terdapat pada bahan bakar terutama bensin. Timbal ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi manusia seperti gangguan pada sistem saraf pusat, sistem pencernaan, dan jaringan saraf (Governor s office of Appropriate Technology California, 1992 dalam Notodarmojo, 2005). Bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia sampai saat ini nyaris semua masih mengandung konsentrasi timbal yang lebih tinggi dari ukuran minimum internasional. Menurut spesifikasi resmi Ditjen Migas, kandungan maksimum timbal dalam bahan bakar yang diizinkan adalah 0,45 gr/l. Sementara, menurut ukuran internasional, ambang batas maksimum kandungan timbal adalah 0,15 gr/l (Santi, 2001). Timbal yang berasal dari emisi kendaraan bermotor tersebut kemudian akan didispersikan ke udara, yang kemudian akan jatuh ke permukaan tanah dan masuk terserap ke dalam tanah. Timbal ini akan menjadi toksik bagi makhluk hidup baik manusia, binatang, dan tumbuhan. Timbal yang ada di dalam tanah tersebut akan mengendap dan pada suatu saat akan diserap oleh tumbuhan yang tumbuh di atas tanah yang sudah tercemar tersebut. Hasil penelitian Sumiyati (2003) menunjukkan bahwa rata-rata kandungan timbal di sekitar Ring Road Selatan pada tanah non pertanian sebesar 38,981 mg kg -1 dan pada titik kontrol (tidak berbatasan langsung dengan Ring Road Selatan) sebesar 24,8 mg kg -1, sedangkan di tanah pertanian sebesar 31,183 mg kg -1 dan pada titik kontrol sebesar 15,6 mg kg -1.
4 Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan semua vegetasi hijau di kawasan perkotaan sering dianggap sebagai paru-paru kota yang dianggap mampu mengatasi permasalahan kualitas udara dan iklim suatu perkotaan. Dari penelitian Purnomohadi (1995), RTH mampu meredam konsentrasi timbal dari hasil emisi pembakaran. Kandungan timbal di jalan sangat bergantung pada kepadatan lalu lintas, jarak dari sumber dan jenis pohon serta kerapatannya (Smith, 1976). Konsentrasi ambien cemaran udara tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah cemaran yang diemisikan oleh pencemarnya (sumber atau biang penghasil cemaran udara), tetapi juga bergantung pada kemampuan lingkungan dalam meredam dan menyebarkan cemaran udara tersebut (UNEP dan WHO dalam Purnomohadi 1995). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai kemampuan RTH dalam mereduksi konsentrasi kontaminan timbal pada tanah akibat emisi kendaraan. B. RUMUSAN MASALAH Kepadatan lalu lintas yang tinggi sebagai akibat dari adanya peningkatan jumlah penduduk menyebabkan emisi kendaraan bermotor yang dihasilkan juga meningkat. Ring Road Selatan ini merupakan salah satu jalan utama penghubung kota-kota di sekitarnya seperti Yogyakarta, Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul, Sleman dan bahkan dari luar Provinsi DIY. Kawasan yang ada di sekitar Ring Road Selatan ini banyak digunakan sebagai lahan pertanian dan pemukiman. Adanya penggunaan lahan sebagai pertanian dan pemukiman ini tidak diimbangi dengan keberadaan jalur hijau di kawasan Ring Road Selatan. Padahal timbal yang terdapat
5 dalam emisi kendaraan bermotor mempunyai sifat toksik bagi makhluk hidup. Timbal yang terdispersi di udara akan turun ke bawah kemudian mengendap dalam tanah. Dengan adanya timbal dari emisi kendaraan bermotor ini akan mengakibatkan tanah mendapat masukan bahan pencemar yang akan mengganggu siklus yang ada di dalam tanah dan suatu saat akan diserap oleh tumbuhan yang hidup di atasnya. Salah satu upaya dalam mereduksi pencemaran timbal pada tanah tersebut melalui pengadaan RTH (Purnomohadi,1995) Rumusan permasalahan pada penelitian ini berdasarkan uraian diatas adalah: 1. Bagaimana kemampuan RTH di Ring Road Selatan dalam mereduksi kandungan timbal dalam tanah? 2. Bagaimana keterkaitan antara kerapatan pohon RTH dengan kandungan timbal yang ada di dalam tanah RTH di Ring Road Selatan Yogyakarta? C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kemampuan RTH dalam mereduksi kandungan timbal dalam tanah. 2. Mengetahui keterkaitan antara kerapatan pohon RTH dengan kandungan timbal yang ada di dalam tanah RTH di Ring Road Selatan Yogyakarta.
6 D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan informasi dan data ilmiah yang berkaitan dengan bahan pencemar timbal dalam tanah untuk penelitian terkait. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah untuk pengambilan keputusan dalam upaya memperbaiki kualitas lingkungan suatu wilayah.