BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

bio.unsoed.ac.id MENGENAT DAN MEMAHAMI NYAMUK DEMAM BERDARAH ( Aedes aegypti ) DTS,DARSONO,MSi KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor. yang membawa penyakit demam berdarah dengue.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB III METODE PENELITIAN T 2 T 3 T 4. : observasi pada perlakuan air rendaman cabai merah segar 10%

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB I LATAR BELAKANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

PENGARUH AIR RENDAMAN JERAMI PADA OVITRAP TERHADAP JUMLAH TELUR NYAMUK DEMAM BERDARAH (Aedes sp) YANG TERPERANGKAP.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB I PENDAHULUAN. jenisnya. Oleh karena itu penyakit akibat vector (vector born diseases) seperti

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I. dalam kurun waktu yang relatif singkat. Penyakit menular umumnya bersifat akut

BAB III METODE PENELITIAN. O1 X 0 O k : Observasi awal/pretest sebanyak 3 kali dalam 3minggu berturut-turut

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Nyamuk sebagai vektor

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN MENGENAI AEDES AEGYPTI

BAB 1 PENDAHULUAN. dan di 436 kabupaten/kota dari 497 kabupaten/kota sebesar 88%. Angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

Universitas Diponegoro Koresponden :

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Pengamatan Tempat Perindukan Aedes

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti di suatu wilayah merupakan

SIARAN RADIO TANGGAL 3 OKTOBER 2011 MATERI PENYAKIT DEMAM BERDARAH NAMA DR. I GUSTI AGUNG AYU MANIK PURNAMAWATI, M.KES


TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) : Siswa dapat mengetahui, memahami dan mempunyai sikap. Waktu : 60 menit ( 45 menit ceramah dan 15 menit diskusi ).

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Kesehatan Kartika 26

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP JUMLAH NYAMUK Aedes aegypti YANG HINGGAP PADA TANGAN MANUSIA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DI DESA BANTAR WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATILAWANG KABUPATEN BANYUMAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Demam berdarah dengue adalah penyakit dengan tanda-tanda klinis

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) DHF ( Dengue Haemoragic Fever)

Lampiran 1 : SURAT PERMINTAAN DARI KEPALA SEKOLAH SDN KALISAT 01

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga. merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti 1. Klasifikasi Aedes aegypti Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Philum : Arthropoda Sub Philum : Mandibulata Kelas : Hexapoda Ordo : Diptera Sub ordo : Nematocera Familia : Culicidae Sub family : Culicinae Tribus : Culicini Genus : Aedes Spesies : Aedes aegypti [12] 2. Siklus Hidup Aedes aegypti Gambar 2.1 Siklus Hidup Aedes aegypti [6] Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainnya mengalami metamorfosis sempurna, yaitu : telur jentik 7

kepompong nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. [6] Setelah keluar dari pupa nyamuk beristirahat di kulit pupa untuk sementara waktu. Pada saat itu sayap meregang menjadi kaku dan kuat sehingga nyamuk mampu terbang untuk menghisap darah. Setelah satu atau dua hari keluar dari pupa, nyamuk betina yang telah dewasa siap untuk kawin dan menghisap darah manusia. [12] Pupa jantan menetas lebih dahulu dari pupa betina. Nyamuk jantan tidak pergi jauh dari tempat perindukan karena menunggu nyamuk betina menetas dan siap untuk berkopulasi. Sesudah kopulasi Aedes aegypti betina menghisap darah yang diperlukannya untuk pembentukan telur. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur, mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan, biasanya antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut 1 siklus gonotropik (gonotropic cycle). Jumlah telur yang dikeluarkan oleh nyamuk betina kurang lebih 150 butir. [12] 3. Morfologi Aedes aegypti Gambar 2.2 Morfologi Aedes aegypti dewasa [2] 8

Nyamuk Aedes aegypti mempunnyai morfologi sebagai berikut: a. Nyamuk Dewasa Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunnyai warna dasar hitam dengan bintikbintik putih pada bagian badannya terutama pada kakinya. [2] b. Kepompong Kepompong (pupa) berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain. [6] Pupa Aedes aegypti mempunyai ciri morfologi yang khas yaitu memiliki tabung / terompet pernafasan yang berbentuk segitiga. Jika pupa diganggu oleh gerakan atau tersentuh, akan bergerak cepat untuk menyelam dalam air selama beberapa detik kemudian muncul kembali dengan cara mengantungkan badannya menggunakan tabung pernafasan pada permukaan air di wadah / tempat perindukan. [12] Masa stadium pupa Aedes aegypti normalnya berlangsung antara 2hari. Setelah itu pupa tumbuh menjadi nyamuk dewasa jantan atau betina. Biasanya nyamuk jantan muncul / keluar lebih dahulu, walaupun pada akhirnya perbandingan jantan betina (sex ratio) yang keluar dari kelompok telur yang sama, yaitu 1 : 1. [12] c. Jentik (Larva) Gambar 2.3 Larva Aedes aegypti [2] 9

Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu : 1. Instar I : berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm 2. Instar II : 2,5-3,8 mm 3. Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II 4. Instar IV : berukuran paling besar 5 mm d. Telur Telur berwarna putih saat pertama kali dikeluarkan, lalu menjadi coklat kehitaman [12] dengan ukuran ±0,80 mm, berbentuk oval yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat penampung air. [6] Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2ºC sampai 42ºC, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat. [6] 4. Tempat Perkembangbiakan Tempat perkembangbiakan utama ialah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk Aedes aegypti biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. [6] Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut [6] : a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan seharihari, seperti : drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember. 10

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan seharihari, seperti : tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik, dan lain-lain). c. Tempat penampungan air alamiah seperti : lubang pada pohon, lubang pada batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, dan potongan bambu. 5. Perilaku Nyamuk dewasa lebih suka menggigit di daerah yang terlindung seperti di sekitar rumah. Aktivitas menggigit mencapai puncak saat perubahan intensitas cahaya tetapi bisa menggigit sepanjang hari dan tertinggi sebelum matahari terbenam. Jarak terbang pendek yaitu 50-100 meter kecuali terbawa angin. Nyamuk Aedes aegypti aktif menghisap darah pada siang hari (day biting mosquito) dengan dua puncak aktivitas, yaitu pada pukul 08.00-12.00 dan 15.00-17.00. Aedes aegypti lebih suka menghisap darah di dalam rumah daripada di luar rumah dan menyukai tempat yang agak gelap. Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia daripada darah binatang (antropofilik). Aedes sp mempunnyai kebiasaan menggigit berulang (multiple-biters) sampai lambung penuh berisi darah, dalam satu siklus gonotropik. [12] Setelah menghisap darah, Aedes aegypti hinggap (beristirahat) di dalam rumah atau kadang-kadang di luar rumah, berdekatan dengan tempat berkembangbiaknya. Tempat hinggap yang disenangi ialah benda-benda yang tergantung seperti : pakaian, kelambu, atau tumbuh-tumbuhan didekat tempat perkembangbiakannya. Biasanya ditempat yang gelap dan lembab. [12] 6. Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah 11

maupun di tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah ±1000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1000 m tidak dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut. [6] Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti perhari sekitar 30-50meter, tetapi jarak terbang ini tergantung tersedianya tempat untuk bertelur. Apabila tempat bertelur ada di rumah atau sekitar rumah, maka nyamuk tidak akan terbang jauh. [12] Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. [6] 7. Pengaruh suhu atau temperatur Nyamuk adalah binatang berdarah dingin dan karenanya prosesproses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan. Nyamuk tidak dapat mengatur suhunya sendiri terhadap perubahan di luar tubuhnya. Suhu rata-rata optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25ºC - 27ºC. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali kurang dari 10ºC atau lebih dari 40ºC. Penularan virus dengue pada umumnya terjadi di daerah tropis dan sub tropis, karena temperatur yang dingin selama musim dingin membunuh telur dan larva Aedes aegypti. [12] Temperatur yang meningkat dapat memperpendek masa harapan hidup nyamuk dan mengganggu perkembangan pathogen. Telur Aedes aegypti yang menempel pada permukaan dinding tempat penampungan air yang lembab dapat mengalami proses embrionisasi yang sempurna pada suhu 25-30ºC selama 72jam. Telur yang telah mengalami embrionisasi ini tahan terhadap kekeringan selama lebih dari satu tahun dan akan menetas menjadi larva dalam beberapa menit jika tergenang air. [12] 12

8. Variasi Musiman Pada musim hujan tempat perkembangbiakan Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu pada musim hujan populasi Aedes aegypti meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue. [6] B. Penularan Virus Dengue 1. Mekanisme Penularan Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penular demam berdarah dengue (DBD). Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. [6] Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 (satu) minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. [6] 13

C. Pengendalian Nyamuk Aedes aegypti Demam Berdarah Dengue (DBD) ditularkan terutama oleh nyamuk Aedes aegypti. Meskipun nyamuk Aedes albopictus dapat menularkan DBD tetapi peranannya dalam penyebaran penyakit sangat kecil, karena biasanya hidup di kebun-kebun. [6] Sebagaimana diketahui cara pencegahan/pemberantasan DBD yang dapat dilakukan saat ini ialah dengan memberantas vektor, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara yang dianggap paling tepat untuk memberantas vektor dikenal dengan istilah pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN DBD) dilakukan dengan cara : 1. Fisik Pengendalian secara fisik dikenal dengan istilah 3M, yaitu Menguras (dan menyikat) bak mandi, wc, dan lain-lain; Menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, dan lainlain); serta Mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barangbarang bekas (seperti kaleng, ban, dan lain-lain). Pengurasan tempat-tempat penampungan air (TPA) perlu dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu. Pada saat ini telah dikenal pula istilah 3M plus, yaitu kegiatan 3M yang diperluas. Bila PSN DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendahrendahya, sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi. Untuk itu upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan, karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat. [6] 2. Kimia Pada cara pengendalian ini digunakan bahan kimia yang berkhasiat membunuh serangga (insektisida) atau hanya untuk 14

menghalau serangga saja (repellent). Kebaikan cara pengendalian ini ialah dapat dilakukan dengan segera dan meliputi daerah yang luas, sehingga dapat menekan populasi serangga dalam waktu yang singkat. Keburukannya karena cara pengendalian ini hanya bersifat sementara, dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, kemungkinan timbulnya resistensi serangga terhadap insektisida dan mengakibatkan matinya beberapa pemangsa. [2] 3. Biologi Pengendalian biologi dapat dilakukan dengan memperbanyak pemangsa dan parasit sebagai musuh alami bagi serangga, [2] misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo, dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thuringiensis var, Israeliensis (Bti). [6] D. Ovitrap Ovitrap (singkatan dari oviposition trap) adalah perangkat untuk mendeteksi kehadiran Ae aegypti dan Ae albopictus pada keadaan densitas populasi yang rendah dan survey larva dalam skala luas tidak produktif (misalnya BI < 5), sebaik pada keadaan normal. Secara khusus, ovitrap digunakan untuk mendeteksi infestasi nyamuk ke area baru yang sebelumnya telah dieliminasi. Ovitrap standar berupa gelas kecil bermulut lebar dicat hitam bagian luarnya dan dilengkapi dengan bilah kayu atau bambu (pedel) yang dijepitkan vertikal pada dinding dalam. Gelas diisi air setengahnya hingga ¾ bagian dan ditempatkan di dalam dan di luar rumah yang diduga menjadi habitat nyamuk Aedes aegypti. Ovitrap memberikan hasil setiap minggu, namun temuan baru dapat memberikan hasil tiap 24 jam. Pedel diperiksa untuk menemukan dan menghitung jumlah telur yang terperangkap. Telur ditetaskan untuk menentukan spesies nyamuk Aedes aegypti. [7] 15

Ovitrap memiliki beberapa bagian, antara lain : media ovitrap, kasa penutup, ovistrip dan atraktan. Berbagai penelitian modifikasi ovitrap telah dilakukan. 1. Media Ovitrap Salah satu tempat perkembangbiakan nyamuk berupa kaleng bekas. [6] Sebuah penelitian mengenai kaleng bekas telah dilakukan dan hasilnya penggunaan Lethal Ovitrap (LO) dari kaleng bekas memiliki dampak positif dapat menurunkan indeks-indeks jentik secara signifikan. Hal ini membuktikan bahwa kaleng bekas berpotensi untuk dikembangkan sebagai alat pengendalian vektor DBD yang produktif dan aplikatif. [13] 2. Bahan Media Untuk Bertelur (Ovistrip) Ovistrip memiliki pengaruh dalam mengundang nyamuk, penelitian yang pernah dilakukan antara kain tetron warna merah, kain kantong terigu, kertas saring, dan karet ban warna merah, hasilnya pada ovistrip kain tetron warna merah yang paling banyak terdapat telur nyamuk. [14] 3. Kasa Penutup Warna kasa penutup autocidal ovitrap tidak memiliki pengaruh dalam mengundang nyamuk dalam meletakkan telur. [15] 4. Atraktan Atraktan adalah sesuatu yang memiliki daya tarik atau dapat mengundang serangga (nyamuk) untuk menghampiri baik secara kimiawi maupun visual (fisik). Atraktan dari bahan kimia dapat berupa senyawa ammonia, CO 2, asam laktat, actenol dan asam lemak. Zat atau senyawa tersebut berasal dari bahan organik atau merupakan hasil proses metabolisme makhluk hidup, termasuk manusia. Atraktan fisika dapat berupa getaran suara dan warna, baik warna tempat atau cahaya. [16] a) Air limbah rumah tangga Penelitian menggunakan air limbah berupa air sabun, air kran, dan air detergent hasilnya air sabun dan air dari kran merupakan media yang dipilih oleh nyamuk Aedes sp untuk meletakkan telurnya, 16

sedangkan air detergen tidak dipilih oleh nyamuk Aedes sp untuk meletakkan telurnya. [17] b) Air rendaman jerami Ovitrap dengan penambahan air rendaman jerami (hay infusion) 10% terbukti dapat menghasilkan telur terperangkap 8 kali lebih banyak dibanding versi aslinya. [7] Air rendaman jerami dibuat dari satu kilogram jerami kering, dipotong dan direndam dalam satu liter air selama 7 hari. Air rendaman disaring agar bersih kemudian satu liter air rendaman jerami ditambah dengan sembilan liter aquades untuk mendapatkan air rendaman jerami dengan konsentrasi 10%. Air rendaman jerami menghasilkan CO2 dan ammonia, suatu senyawa yang terbukti mempengaruhi saraf penciuman nyamuk Aedes sp. [8] Air rendaman jerami mengandung ammonia 3,74 mg/l, CO2 total 23,5 mg/l, asam laktat 18,2 mg/l, octenol 1,6 mg/l dan asam lemak 17,1 mg/l. [11] c) Air rendaman biji jinten Air rendaman biji jinten dibuat dari satu kilogram biji jinten dihancurkan dan direndam dalam satu liter air selama 7 hari. Selanjutnya, air rendaman disaring agar bersih kemudian satu liter air rendaman biji jinten ditambah dengan sembilan liter aquades untuk mendapatkan air rendaman biji jinten konsentrasi 10%. Air biji jinten menghasilkan Asam laktat, suatu senyawa yang terbukti mempengaruhi saraf penciuman nyamuk Aedes sp. Air biji jinten mengandung ammonia 2,12 mg/l, CO2 total 11,8 mg/l, asam laktat 26,5 mg/l, octenol 1,9 mg/l dan asam lemak 14,2 mg/l. [11] d) Air rendaman cabai merah segar Air rendaman cabai merah segar dibuat dari satu kilogram cabai merah segar, dihancurkan dan direndam dalam satu liter air selama 7 hari. Selanjutnya, air rendaman disaring agar bersih kemudian satu liter air rendaman cabai merah segar diencerkan menggunakan aquades sesuai konsentrasi. Air rendaman cabai merah 17

menghasilkan asam lemak, suatu senyawa yang terbukti mempengaruhi saraf penciuman nyamuk Aedes sp. Air rendaman cabai merah mengandung ammonia 0,86 mg/l, CO2 total 12,4 mg/l, asam laktat 13,2 mg/l, octenol 0,7 mg/l dan asam lemak 22,8 mg/l dan pada konsentrasi 10% kurang efektif dalam mengundang nyamuk untuk meletakkan telur. [11] Atraktan dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku, memonitor atau menurunkan populasi nyamuk secara langsung, tanpa menyebabkan cedera bagi binatang lain dan manusia, dan tidak meninggalkan residu pada makanan atau bahan pangan. [16] Efektifitas penggunaan atraktan membutuhkan pengetahuan prinsip-prinsip dasar biologi serangga. Serangga menggunakan petanda kimia (semiochemicals) yang berbeda untuk mengirim pesan. Hal ini analog dengan rasa atau bau yang diterima manusia. Penggunaan zat tersebut ditandai dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Sistem reseptor yang mengabaikan atau menyaring pesan-pesan kimia yang tidak relevan disisi lain dapat mendeteksi pembawa zat dalam konsentrasi yang sangat rendah. Deteksi suatu pesan kimia merangsang perilaku-perilaku tak teramati yang sangat spesifik atau proses perkembangan. [16] kain tetron warna merah 225ml klip kertas air cabai Gambar 2.4 Ovitrap 18

5. Lama pemasangan ovitrap Lama pemasangan ovitrap dilakukan selama lima hari dikarenakan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur, mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan, biasanya antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut 1 siklus gonotropik (gonotropic cycle). [6] Tidak semua nyamuk akan bertelur pada hari ke-3 maupun ke-4 dan untuk memperoleh hasil yang maksimal pada penelitian ini diberi tambahan waktu selama 1 hari. E. Kerangka Teori Suhu Kepadatan nyamuk Kejadian DBD Kelembaban Kepadatan pupa Atraktan : - Air jerami - Air limbah - Air cabai - Air jinten Kepadatan larva Jumlah telur nyamuk yang terperangkap pada ovitrap Media ovitrap Kasa penutup ovitrap Ovistrip Lama pemasangan ovitrap [6, 8, 11, 14-15] Gambar 2.5 Kerangka Teori 19

F. Kerangka Konsep Variabel bebas Berbagai konsentrasi atraktan cabai merah Variabel terikat Jumlah telur nyamuk yang terperangkap Lama pemasangan ovitrap, suhu, kelembaban Variabel terkendali Gambar 2.6 Kerangka konsep G. Hipotesis Ada perbedaan jumlah telur Aedes aegypti yang terperangkap pada masing-masing konsentrasi atraktan cabai merah. 20