BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

dokumen-dokumen yang mirip
Penanggulangan Drug Related Problems

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Efek

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengidentifikasi Drug Related Problem potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan jaringan. Orang yang menderita DM

BAB III METODE PENELITIAN. cross-sectional dan menggunakan pendekatan retrospektif, yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental secara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

LAMPIRAN. I. Data Demografi 1. Nama : 2. Umur dan tanggal lahir : 3. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan Rumah Sakit Umum Daerah Toto Kecamatan Kabila Kabupaten

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

ditandai oleh poliuria, polidipsia, penurunan berat badan walaupun terjadi polifagia (peningkatan nafsu makan), hiperglikemia, glikosuria, ketosis,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada

YUANITA ARDI SKRIPSI SARJANA FARMASI. Oleh

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK

PENERAPAN PELAYANAN KEFARMASIAN RESIDENSIAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI KOTA CILACAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. oral yang digunakan pada pasien Prolanis di Puskesmas Karangpandan Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan

POLA PERESEPAN DAN RASIONALITAS PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD SULTAN SYARIF MOHAMAD ALKADRIE PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal, yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penderita 7,3 juta jiwa (International Diabetes Federation

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

10 Komplikasi Diabetes dan Obat Alami Diabetes Untuk Melawannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melakukan penelitian pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Sewon 2 Bantul telah ditemukan sebanyak 36 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi maupun eksklusi. Peneliti melakukan pengambilan data dengan menggunakan rekonsiliasi obat untuk mengetahui obat lama dan obat baru serta suplemen, vitamin ataupun herbal yang digunakan oleh pasien. A. Karakteristik Pasien 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Data pada gambar 3 menunjukan bahwa pasien diabetes mellitus perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Sebanyak 61% pasien diabetes mellitus diketahui berjenis kelamin perempuan dan 39% sisanya berjenis kelamin laki-laki. 61% 39% Laki-laki Perempuan Gambar 1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Persentase penderita DM perempuan yang lebih tinggi dibanding dengan laki-laki dalam penelitian ini sesuai dengan data sekunder dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, dimana ditemukan

perempuan lebih banyak menderita DM sebanyak 7,70% daripada laki-laki sebanyak 5,60%. Hal ini dikarenakan perempuan mengalami premenstrual syndrome dan pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak tubuh mudah terakumulasi sehingga tubuh menyimpan lemak secara berlebihan yang mengakibatkan resistensi insulin. 2. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia Hasil data distribusi pasien berdasarkan umur yang telah diperoleh dapat dilihat dalam diagram berikut: 3% 28% 19% < 40 tahun 40-50 tahun 51-60 tahun >60 tahun 50% Gambar 2. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia Penderita DM tipe 2 ini sendiri sering dijumpai pada kelompok pasien >40 tahun, karena semakin tua umur manusia akan mengalami penurunan fungsi fisiologis yang akan berakibat menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin (Arisman, 2011). Peningkatan resiko DM seiring dengan umur, khususnya pada usia > 40 tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan kemampuan sel β pankreas dalam memproduksi insulin serta menurunkan kepekaan

reseptor terhadap insulin. Selain itu pada individu yang berusia lebih tua mangalami penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot dan memicu terjadinya resistensi insulin (Trisnawati, 2013). Dari data WHO tahun 2012 didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg % per tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13 mg % per tahun pada 2 jam setelah makan. 3. Distribusi Pasien Berdasarkan Komorbiditas Menurut bahasa, komorbiditas adalah adanya satu atau lebih gangguan (atau penyakit) di samping penyakit primer atau gangguan, atau efek dari gangguan tambahan atau penyakit. Komorbiditas ini mencerminkan hubungan sebab akibat antara satu gangguan atau penyakit dengan gangguan atau penyakit yang lain. Komorbiditas pada pasien diabetes akan membawa akibat yang cukup besar untuk perawatan kesehatan dan biaya pengobatan (Struijs et al., 2006). Hipertensi 28% Hiperlipidemia 55% 14% 3% Gangren Tanpa penyakit Penyerta Gambar 3. Distribusi Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta

Dari hasil yang diperoleh dari 36 responden diketahui bahwa 28% memiliki penyakit penyerta hipertensi, 14% dengan penyakit penyerta hiperlipidemia, 3% dengan penyakit penyerta gangren dan 55% pasien tanpa penyakit penyerta. Terjadinya hipertensi pada pasien DM ini disebabkan oleh viskositas darah yang lebih kental karena tingginya kadar gula darah di dalam tubuh. Darah yang kental akan membuat kerja otot-otot jantung lebih berat memompa darah sehingga tekanan darah akan naik (Tandra, 2009). Sedangkan terjadinya hiperlipidemia pada DM disebabkan oleh resistensi insulin yang mempengaruhi metabolisme dalam tubuh sehingga terjadi perubahan proses produksi dan pembuangan lipoprotein plasma (Syahbuddin, 2001). Resistensi insulin ini juga mengakibatkan peningkatan lipolisis pada jaringan adiposa sehingga terjadi peningkatan lemak dalam darah termasuk kolesterol dan trigliserida (Rader, 2005). Penyakit penyerta yang terakhir adalah gangren yang merupakan suatu bentuk dari kematian jaringan pada penderita DM karena berkurangnya atau terhentinya aliran darah pada jaringan tersebut. Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan aliran darah perifer gangguan saraf perifer dan infeksi (Brand, 2000). Mengingat hubungan komorbiditas berkaitan dengan DRP, adanya penyakit penyerta akan berdampak pada semakin bertambahnya obat yang dikonsumsi dan semakin besar kemungkinan terjadinya DRP. Oleh sebab

itu proses diagnosis, pemilihan terapi, pemberian terapi, serta evaluasi hasil terapi harus dilakukan untuk menjamin agar obat-obat yang digunakan rasional dan tidak menimbulkan DRP (Kumolosari dkk., 2001). B. Gambaran Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan hasil rekonsiliasi obat dari 36 responden pasien DM pada penelitian sepanjang bulan Desember 2015 sampai Januari 2016 di Puskesmas Sewon 2 Bantul, data yang diperoleh seperti terlihat pada tabel 2: Tabel 1. Gambaran Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 No Penggunaan Obat Jumlah Persentase 1 Obat Tunggal 3 8% 2 Kombinasi 2 Obat 8 22% 3 Kombinasi 3 Obat 15 42% 4 Kombinasi > 3 Obat 10 28% Jumlah 36 100% Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien sebagian besar menggunakan kombinasi 3 obat sebanyak 42%. Obat-obat yang digunakan dalam terapi diabetes merupakan salah satu obat yang perlu dievaluasi karena penggunaanya untuk jangka panjang. Dari hasil penelitian didapat kombinasi resep obat yang berbeda-beda untuk terapi DM dengan kombinasi maupun obat tunggal. Hal ini karena adanya perbedaan terhadap kondisi medis pasien. Dalam hal penggunaan kombinasi obat sangat perlu diperhatikan efek yang ditimbulkan oleh penggunaan secara bersamaan dari obat tersebut dan interaksi yang terjadi (Guyton, 2007; Gunawan, 2007). Obat-obat DM yang digunakan di Puskesmas Sewon 2 Bantul meliputi glibenklamid, metformin dan insulin dengan daftar obat yang dapat dilihat pada lampiran. Sedangkan kombinasi obat yang digunakan meliputi

antihipertensi golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE Inhibitor) dan Calcium Channel Blocker (CCB) untuk pasien dengan komplikasi hipertensi, penambahan paracetamol untuk pasien dengan keluhan pusing dan/atau nyeri, penambahan antasida untuk pasien dengan keluhan gastritis, penambahan golongan statin untuk pasien dengan hiperlipid, penambahan vitamin B complex untuk pasien dengan keluhan kebas. Sedangkan kombinasi obat DM yang diberikan seperti glibenklamid dan metformin diberikan untuk pasien yang membutuhkan kombinasi obat untuk mengontrol kadar gula dalam darah. Terapi kombinasi metformin dan glibenklamid memiliki efek sinergis sehingga kombinasi kedua obat ini dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tunggal masingmasing obat pada pasien yang hiperglikeminya tidak bisa dikontrol dengan terapi obat tunggal. Glibenklamid akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberi kesempatan senyawa biguanida untuk bekerja efektif (Depkes RI, 2005). C. Identifikasi DRP (Drug Related Problem) Aktual DRP aktual adalah permasalahan yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang diberikan kepada penderita (Sudoyo, dkk., 2005). DRP aktual yang teridentifikasi dalam penelitian ini meliputi ketidakpatuhan pasien dan Adverse Drug Reaction yang muncul pada 36 pasien DM tipe 2. Terdapat 52,78% kejadian (19 pasien) DRP aktual yang terjadi pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Sewon 2 Bantul.

Tabel 2. Gambaran Drug Related Problems Aktual No DRP Aktual Jumlah Pasien Persentase 1 Ketidakpatuhan pasien 4 21.05% 2 Adverse Drug Reaction 15 78,95% Total 19 100% 1. Ketidakpatuhan Pasien Data yang diperoleh dari proses rekonsiliasi obat adalah angka kejadian ketidakpatuhan pasien dalam terapi DM tipe 2 ini 21,05% (4 pasien). Hal ini dikarenakan pasien sering lupa untuk meminum obat dan adanya rasa malas untuk meminum obat rutin. Tabel 3. Persentase Ketidakpatuhan Pasien No Ketidakpatuhan Pasien Jenis Obat Jumlah Persentase 1 Kurang dari 3x sehari Metformin 4 21,05% Total 4 21,05% Dari 9 kejadian DRP aktual ketidakpatuhan pasien terdapat 4 pasien (21,05%) yang meminum metformin kurang dari 3x sehar. a. Kurang dari 3x sehari Metformin memiliki aturan minum tiga kali sehari dengan dosis 500 mg tiap tablet. Namun pasien terkadang meminum metformin kurang dari tiga kali sehari, yang dikarenakan pasien sudah merasa minum glibenklamid pada pagi hari sehingga malas untuk mengkonsumsi metformin pada siang dan atau pada malam hari. Hal ini mengakibatkan kurangnya dosis terapi metformin yang mengakibatkan kadar gula dalam darah kurang terkontrol sehingga terapi pada pasien DM tidak optimal. Salah satu penyebab kegagalan terapi atau kurang optimalnya hasil pengobatan pada DM tipe 2 adalah

ketidakpatuhan pasien dalam meminum obat. Ketidakpatuhan akan berdampak pada kesehatan pasien secara umum, menurunkan cost effectiveness, serta meningkatkan tingkat kesulitan dalam pengambilan keputusan klinis karena membiaskan penilaian efektivitas pengobatan (Rapoff, 2010). Berdasarkan laporan dari WHO 2003, rata-rata kepatuhan pasien terapi jangka panjang pada penyakit kronis di negara maju mencapai 50% sedangkan di negara berkembang lebih rendah. Keberhasilan terapi DM ini sangat dipengaruhi oleh kepatuhan pasien dalam menjalankan pengobatan (BPOM, 2006). 2. Adverse Drug Reaction (ADR) Menurut WHO, Adverse Drug Reaction adalah setiap respon terhadap obat yang membahayakan dan tidak disengaja, serta dalam dosis yang digunakan untuk profilaksis, diagnosis atau terapi. ADR dapat timbul dari yang paling ringan hingga dapat menjadi sangat berat yang dapat menimbulkan kematian (Durham, 1998). ADR yang terjadi pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Sewon 2 Bantul dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 4. Persentase Kejadian Adverse Drug Reaction No ESO Jenis Obat Jumlah Pasien Persentase 1 Pusing Metformin+Glibenklamid 10 52,63% 2 Diare Metformin 5 26,32% Total 15 78,95% Dalam penelitian ini terdapat sepuluh pasien yang mendapatkan kombinasi metformin dengan glibenklamid yang mengalami efek samping pusing setelah mengkonsumsi obat tersebut. Hal ini mungkin dikarenakan

karena efek samping dari glibenklamid yang dikonsumsi oleh pasien itu sendiri yang mengakibatkan hipoglikemik. Mekanisme kerja dari glibenklamid adalah dengan merangsang pelepasan insulin sel β pankreas dan bereaksi ekstra pankreatik dengan menurunkan kadar glukagon serum dan meningkatkan aksi insulin pada jaringan (Nugroho, 2011). Tandatanda yang muncul pada saat hipoglikemik antara lain berkeringat, gemetar, muka pucat, jantung berdebar, pusing dan merasa lapar. Untuk mengatasi hipoglikemik ringan dumana pasien masih sadar cukup diberikan gula atau minuman yang mengandung gula (Katzung, 2004). Sedangkan pada 5 pasien yang mengalami diare ketika mengkonsumsi metformin ini dikarenakan dari efek samping dari metformin itu sendiri. Pentingnya memberikan edukasi kepada pasien tentang efek samping dari glibenklamid supaya pasien dapat mengatasi hipoglikemik dengan segera, salah satu contohnya adalah dengan konseling. D. Penanggulangan DRP Aktual Adanya DRP aktual yang terjadi pada pasien DM tipe 2 ini harus di tanggulangi. Penanggulangan untuk DRP aktual yang muncul pada penelitian ini dapet dilakukan dengan bermacam-macam cara. Adapun cara-cara yang penulis sarankan sebagai berikut: 1. Ketidakpatuhan Pasien Pada pasien dengan ketidak patuhan waktu minum obat ini lebih membutuhkan peran dari farmasis dan tenaga kesehatan lain untuk memberikan konseling yang menumbuhkan kepedulian pasien tentang

informasi penyakit yang dideritanya, obat, efek terapi dan akibat yang disebabkan jika mengalami gagal terapi, sehingga dengan diadakanya konseling tenaga kesehatan dan pasien ini diharapkan mampu meningkatkan angka kepatuhan pasien dalam meminum obat rutin sehingga membantu kelancaran proses terapi. Mengingat jadwal interval minum obat yang tidak teratur pada pasien, selain dilakukan konseling bisa juga dilakukan dengan cara alarm harian setiap 8 jam untuk meminum metformin. Hal ini bertujuan menghindari terjadi kekurangan dan penumpukan dosis metformin dalam tubuh yang dikarenakan interval minum obat pada pasien tidak teratur. 2. Adverse Drug Reaction (ADR) Untuk pasien yang mengalami diare dapat diberikan attapulgit atau loperamid sebagai obat diare. Attapulgit merupakan jenis obat adsorben yang biasa digunakan untuk terapi simptomatik diare yang mempunyai kemampuan mengikat dan mengaktivasi toksin bakteri, mengadsorbsi nutrient, toksin (racun), dan obat-obat penyebab diare (Daldiyono, 1990). Sedangkan loperamid mempunyai mekanisme mengurangi gerak peristaltic usus yang berlebihan sehingga mampu menghentikan diare (Suraatmaja, 2007). Namun pada pasien DM yang mengalami diare ini belum mendapat attapulgit, loperamid ataupun obat diare yang mempunyai mekanisme yang sama untuk mengobati diare yang dialami. Pada pasien yang mengalami pusing, dokter memberikan parasetamol sebagai obat nyeri yang dikonsumsi oleh pasien. Parasetamol

merupakan obat analgetik antipiretik yang termasuk analgesik non opioid yang bekerja dengan menghambat pembentukan prostaglandin namun tidak mengiritasi lambung. Selain menggunakan parasetamol pasien juga dapat meminum air gula atau mengkonsumsi makanan yang manis saat terjadi hipoglikemia. Untuk menghindari putusnya atau gagalnya terapi diabetes yang disebabkan oleh efek samping ataupun ketidakpatuhan pasien itu sendiri memerlukan peranan farmasi dan tenaga kesehatan lainya untuk memberikan konseling pentingnya terapi DM ini dan akibat yang terjadi bila terjadi gagalnya terapi DM tersebut.