BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

LOGO Potens i Guna Lahan

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

3.1 Metode Identifikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembangunan Pariwisata Pesisir dan Lautan Berkelanjutan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pesisir dan Pantai

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

Pengertian Sistem Informasi Geografis

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wilayah pesisir dan pengembangan pariwisata pesisir 2.1.1 Wilayah pesisir Pada umumnya wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Berdasarkan keputusan menteri kelautan dan pariwisata Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang pedoman umum perencanaan pengelolaan pesisir terpadu, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan propinsi) untuk kabupaten/kota dan kearah darat batas administrasi kabupaten/kota. Pesisir adalah suatu wilayah yang lebih luas dari pada pantai. Wilayah pesisir mencakup wilayah daratan sejauh masih mendapat pengaruh laut (pasang surut dan perembasan air laut pada daratan) dan wilayah laut sejauh masih mendapat pengaruh dari darat (aliran air sungai dan sedimen dari darat). Jika dari kejauhan masih terdengar deburan ombak dan merasakan hembusan angin laut, daerah tersebut masih disebut pesisir. Menurut badan koordinasi survey dan pemetaan nasional (BAKOSURTANAL) batas wilayah pesisir ialah daerah yang masih ada pengaruh kegiatan bahari dan sejauh konsentrasi (desa) nelayan. Kawasan pesisir adalah daerah peralihan/transisi antara ekosistem daratan dan lautan. Kawasn ini ke arah darat mencakup daerah yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti pasang surut, interusi air laut, gelombang, dan angin laut, dan ke arah laut meliputi daerah perairan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses daratan dan dampak kegiatan manusia, seperti aliran air sungai, sedimentasi, dan pencemaran (Cahyadinata, 2009). Djunaedi, dkk (2002) menyampaikan bahwa wilayah pantai/pesisir mempunyai karakter yang spesifik dan merupakan agregasi dari berbagai komponen ekologi dan fisik yang saling terkait dan saling mempengaruhi, serta secara ekologis sangat rapuh. Pesisir merupakan wilayah yang rentan terhadap 12

13 perubahan, baik perubahan yang terjadi karena proses alami dan perubahan karena campur tangan manusia. Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumber daya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan yang berarti bagi peningkatan taraf hidup masyarakat di kawasan pesisir dan juga sebagai penghasil pendapatan daerah yang sangat penting. Salah satu potensi kawasan pesisir, yakni sebagai pengembangan kawasan pariwisata (Fauzi, 2009). Di wilayah pesisir juga memiliki ekosistem yang beragam. Secara umum, jenis ekosistem di wilayah pesisir ditinjau dari penggenangan air dan jenis komunitas yang menempatinya dapat dikategorikan menjadi dua ekosistem, yaitu ekosistem yang secara permanen atau tergenang air secara berkala dan ekosistem yang tidak pernah tergenang air. Sedangkan jika ditinjau dari proses terbentuknya, ekosistem wilayah pesisir dapat dikelompokkan menjadi ekosistem yang terbentuk secara alami dan ekosistem yang sengaja dibentuk atau ekosistem buatan. Jenis ekosistem wilayah pesisir tersebut terbentuk melalui proses alami antara lain ekosistem estuaria, hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, dan pantai berpasir. 1. Estuaria Eustaria adalah suatu tubuh perairan pantai yang semi tertutup, yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan didalamnya ait laut terencerkan oleh air tawar yang berasal dari drainase daratan. Eustaria biasanya sebagai pusat permukiman berbagai kehidupan. Fungsi dari eustaria cukup banyak antara lain : merupakan daerah mencari ikan, tempat pembuangan limbah, jalur transportasi, sumber keperluan air untuk berbagai industri dan tempat rekreasi. 2. Hutan mangrove Hutan mangrove merupakan bentuk hutan tropis yang khas, tumbuh sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Hutan mangrove juga merupakan

14 habitat yang memiliki produktivitas tertinggi antara habitat lainnya yang berada di wilayah pesisir. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis penting, yakni sebagai peredam gelombang dan angin badai, perlindungan pantai dari abrasi, penahan lumpur dan penagkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan. 3. Padang lamun Lamun adalah tumbuhan berbunga yang tumbuh bergerombol membentuk rumpun dan sering merupakan komponen utama yang dominan di lingkungan pesisir. Padang lamun dapat berbentuk tumbuhan satu jenis atau lebih, tumbuh bersama-sama sehingga membentuk tumbuhan campuran. Fungsi padang lamun yakni mengikat sedimen, sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut. Padang lamun dapat di manfaatkan sebagai tempat berbagai jenis ikan, kerangkerang dan tiram dan tempat rekreasi atau pariwisata. 4. Terumbu karang Terumbu karang mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat bermain dan asuhan berbagai biota, terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis hasil pariwisata, batu karang untuk konstruksi. Dari segi estetika, terumbu karang dapat menampilkan pemandangan yang sangat indah. 5. Pantai berpasir Pantai pasir terdiri dari kwarsa dan fledspar, serta pelapukan batu di gunung. Pada daerah tertentu, berasal dari pecahan terumbu karang. Pantai pasir dibatasi hanya di daerah yang mempunyai gerakan air yang kuat mengangkut pertikel-partikel yang halus dan ringan (Dahuri dkk, 1996). Parameter lingkungan yang berpengaruh di pantai pasir adalah pola arus yang mengangkut pasir halus, gelombang yang melepaskan energinya di pantai, serta angin yang menerbangkan pasir halus yang kering dan memindahkan ke tempat lain.

15 2.1.2 Pengembangan pariwisata pesisir Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat lain yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Wisata pesisir merupakan wisata dan lingkungan yang berdasarkan daya tarik wisata kawasan yang didominasi perairan dan kelautan yang dapat menikmati keindahan dan keunikan daya tarik wisata alam di wilayah pesisir dan laut dekat pantai serta kegiatan rekreasi lain yang menunjang (Hafidian. dkk, 2013). Beberapa jenis pariwisata pesisir seperti pariwisata pantai dan pariwisata bahari. Pariwisata pantai aktifitasnya berupa berjemur, bermain pasir, olahraga pantai, bermain air, berenang maupun berperahu di sekitar pantai. Pariwisata bahari aktifitanya berupa berenang, menyelam, memancing dan snorkling (Cahyadinata, 2009). 2.2 Sistem informasi geografis Banyak pendapat mengatakan tentang definisi SIG (Sistem Informasi Geografis), berikut beberapa definisi SIG. SIG adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan (capturing), menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan data-data yang berhubungan posisi-posisinya dipermukaan bumi (Prahasta, 2009). SIG merupakan sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis yang dirancang untuk untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana loaksi geografis merupakaan karakteristik yang penting (Aronoff, 2000). Adapun tugas yang dapat dilakukan oleh SIG adalah : Penyimpanan, manajemen, integrasi data-data keruangan dalam jumlah yang besar. Kemampuan dalam menganalisis yang berhubungan secara spesifik dengan komponen data geografis, dan

16 Mengorganisasikan dan mengatur data dalam jumlah besar sehingga informasi tersebut dapat digunakan pemakai. SIG merupakan sistem informasi yang bersifat terpadu, karena data yang dikelola adalah data spasial. Dalam SIG data grafis dipeta dapat disajikan dalam dua model data spasial yaitu model data raster dan model data vektor. Dalam model data raster setiap lokasi direpresentasikan sebagai suatu posisi sel. Sel ini diorganisasikan dalam bentuk kolom dan baris sel-sel dan biasa disebut sebagai grid. Dengan kata lain, model data raster menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid. Setiap piksel atau sel ini memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik. Model data vektor menyajikan data grafis (titik, garis, poligon) dan strukur data format vektor. Struktur data vektor adalah suatu cara untuk membandingkan informasi garis dan areal kedalam bentuk satuansatuan data yang mempunyai besaran, arah dan keterkaitan (Prahasta, 2009). 2.2.1 Komponen sistem informasi geografis Menurtu Martin, 2001. Komponen-komponen SIG terdiri dari 4 bagian yaitu: 1. Pengumpulan, pemasukan dan koreksi data yang merupakan operasi pemasukan data kepada sistem, termasuk digitasi manual, pemasukan informasi atribut dan pemeriksaan kembali data pada sistem data base. Dalam pengumpulan data, dikenal adanya pengindraan jauh (yaitu teknik pengambilan data), hasilnya berupa foto udara dan citra satelit. 2. Penyimpanan dan pengambilan kembali data, yaitu mekanisme penyimpanan data ketempatnya berupa disket atau tape dan mekanisme pengambilan kembali data untuk pengguna. 3. Pengolahan dan analisis data, berupa teknik untuk mengubah model kedalam bentuk matematis. 4. Keluaran dan penampilan data, berupa peralihan bentuk data dari sistem kedalam bentuk data yang dapat dibaca oleh pengguna.

17 2.2.2 Struktur data dalam sistem informasi geografis Pada dasarnya Sistem Informasi Geografis dapat menerima tiga dimensi Pareta (2013) : Data geografis Data Atribut Data waktu Dengan informasi data tersebut maka keluaran SIG dapat berupa data statistik (numerik), data grafik (peta), dan data citra (foto udara dan citra satelit). Dimensi data pada SIG terdiri dari dua format yaitu format raster dan format vektor. Format raster merupakan suatu struktur data yang terdiri dari suatu array dari grid-cell, dan setiap grid-cell memiliki referensi dari kolom dan garis yang berisi suatu nilai yang berhubungan dengan atribut (topik yang dipetakan). Format vektor merupakan struktur data yang terdiri dari titik (koordinat), segmen garis yang mewakili atribut geografis dari suatu titik ke titik lainnya yang dihubungkan oleh garis. 2.2.3 Sistem informasi geografis dan proses perencanaan SIG (Sistem Informasi Geografis) dalam perencanaan wilayah dan kota berfungsi sebagai alat bantu dan basis data. SIG akan mempermudah perencanaan untuk melakukan berbagai analisis tata ruang yang menggunakan fungsi-fungsi pemodelan peta seperti penelusuran data, berbagai variasi dalam tumpang tindih peta, dan lainnya (Prahasta, 2009). Pada proses perencanaan penerapan dan kegunaan SIG dapat berbeda-beda dalam setiap tahap. Pada tahap analisis dan proyeksi, SIG dapat membantu dalam perumusan masalah, misalnya dalam model regresi dalam SIG, dapat diperkirakan perkembangan daerah terbangun dari berbagai variabel penentunya. Pada tahapan perumusan rencana, SIG dapat membantu misalnya dalam pembuatan peta kesesuaian lahan. Selanjutnya dalam analisis terhadap dampak dari masingmasing alternatif rencana tata ruang hingga penentuan alternatif yang optimal akan banyak terbantu dalam SIG (Sistem informasi geografis).

18 2.3 Analisis kesesuaian lahan 2.3.1 Analisis kesesuaian lahan untuk pariwisata Analisis kesesuaian lahan (land suitability) dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan (adaptability) atau kesesuaian suatu lahan untuk tujuan penggunaan lahan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah. Menurut Hafidian, dkk. (2013), konsep spasial dalam pengembangan kawasan pariwisata pesisir dilihat dari beberapa aspek yakni, sebaran keruangan daya tarik wisata meliputi, lokasi akomodasi dan simpul jasa angkutan. Menurut Fauzi (2009), kesesuaian lahan untuk pariwisata dilihat dari faktor-faktor, sebagai berikut: - Keterlindungan perairan, memperhatikan keberadaan terumbu karang sebagai pelindung dan pemecah ombak di perairan wilayah pesisir, daerah teluk dan perairan yang terlindung pulau yang besar ombak dan arusnya relatif rendah dan tenang. - Wilayah konservasi atau jalur hijau pantai, memperhatikan keberadaan hutan mangrove dan sumberdaya alam pesisir lainnya yang perlu dilestarikan. - Masalah pencemaran, dan - Aksesbilitas, memperhatikan sarana prasarana, jaringan jalan dan bentuk pantai. Dalam penentuan kawasan pariwisata, dapat ditentukan kesesuaian aktual (current suitability), yaitu kawasan yang tingkat kesesuaiannya hanya didasarkan pada data yang tersedia dan belum mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan, Yusiana (2011).

19 Tabel 2.1 KESESUAIAN LAHAN UNTUK PARIWIWSATA MENURUT PARA AHLI No Parameter S1 (Sesuai) S2 (Sesuai Bersyarat) N (Tidak Sesuai) Sumber 1 0-5 meter >5-10 meter >10 meter 1 0-5 meter 5-10 meter >10 m 2 Kedalaman 0-3 meter >3-5 meter >5 meter 3 perairan 0-3 meter 3-6 meter >6 m 4 0-5 meter >5-10 meter >10 m 5 2 Tipe/ Pantai berpasir Pantai berbatu, Pantai berlumpur, 1 karakteristik berkarang bertebing Berpasir Tidak berpasir Tidak berpasir 2 Pasir putih Pasir putih sedikit Pasir hitam 3 berkarang berkarang sedikit Berpasir Berpasir, sedikit Berlumpur 4 berkarang Berpasir Berpasir, sedikit karang Lumpur 5 3 Lebar pantai >10 m 3 - < 10 m < 3 m 1 >30 m 10 - < 30 m < 10 m 3 >10 m 3 - <10 m < 3 m 4 4 Kemiringan pantai 5 Kecerahan perairan 6 Penggunaan lahan 7 Ketersediaan air tawar 8 Aksesibilitas Ada (Tersedia jalan) jarak dari pantai 1 km < 25 o >25 o - 45 o > 45 o 1 < 10 0 >10 0-25 0 > 25 0 3 Datar/landai Curam Terjal 4 <400 mg/l 400 800 mg/l > 800 mg/l 1 Cerah Kurang cerah Tidak cerah 2 >10 m > 3 10 m < 3 m 3 80-100 % 50- <80 % < 50% 4 >75 % >50 75 % <25 % 5 Lahan terbuka Semak, belukar, savana Hutan bakau, permukiman, pelabuhan Lahan terbuka Lahan terbuka Pemukiman, pelabuhan Lahan terbuka Semak, belukar, savana Hutan bakau, permukiman, pelabuhan Lahan terbuka Semak, belukar, savana Bakau, pemukiman pelabuhan <1 km 1 2 km > 2 m 1 Tersedia air Tidak tersedia air tawar Tidak tersedia air 2 tawar tawar <0,5 km 0,5 1 km 2 Km 3 <0,5 km 0,5 1 km 2 Km 5 Ada 2 ( Tersedia jalan ) jarak dari pantai 1-2 km Sumber : 1. Yulius (2009), 2. Fauzi (2009), 3. Tambunan JM, dkk (2013), 4. Armos (2013), 5. Cahyadinata (2009), Tidak ada ( Tidak tersedia jalan ) jarak dari pantai > 2 km 1 2 3 5

20 Berdasarkan beberapa pendapat para ahli kriteria yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:. Kedalaman perairan. Kedalaman peraiaran merupakan suatau hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan karena sangat berpengaruh pada aspek keselamatan pada saat berenang. Secara fisik kedalaman pada perairan dangkal cukup baik untuk dijadikan sebagai objek rekreasi renang dibandingkan perairan yang dalam. Tipe/karakteristik pantai. Tipe/karakterisitik pantai merupakan parameter yang sangat mempengaruhi untuk kegiatan wisata pantai. Berdasarkan tipe/karakteristik pantai smempengaruhi untuk kenyamanan para wisatawan. Lebar pantai. Lebar pantai dimaksudkan untuk mengetahui seberapa luas wilayah pantai yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan wisata pantai. Kemiringan pantai. Kelandaian pantai cenderung mempengaruhi keamanan seseorang untuk melakukan kegiatan wisata pantai seperti mandi dan renang. Pantai datar sampai landai sangat baik untuk kegiatan wisata renang dimana wisatawan dapat melakukan berbagai kegiatan seperti berenang, bermain pasir serta dapat bermain-main dengan ombak di tepinya. Kecerahan perairan. Kecerahan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air, kekeruhan akan mengganggu masuknya sinar matahari dan membahayakan bagi ikan maupun bagi organisme makanan ikan. Kecerahan perairan dalam kaitannya dengan kegiatan wisata pantai sangat berperan dalam hal kenyamanan para wisatawan pada saat berenang. Penggunaan lahan. Penggunaan lahan merupakan mencakup segala jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi yang ada pada lahan tertentu.

21 Ketersediaan air tawar. Ketersediaan air tawar merupakan penting untuk kegiatan pariwisata karena merupakan sumber air bersih Aksesibilitas Ketersediaan aksesibilitas untuk kegiatan pariwisata penting, karena adanya akses mempermudah wisatawan untuk menuju/mengunjungi tempat atau kawasan wisata. Untuk menentukan tingkat kesesuaian kawasan pesisir untuk pariwisata akan dibagi kedalam tiga kelas kategori kesesuaian, yaitu: 1. Kategori S1 (Kawasan yang sesuai), diartikan sebagai kawasan yang dicirikan dengan tidak adanya faktor pembatas yang berarti. 2. Kategori S2 (Kawasan sesuai bersyarat), merupakan kawasan yang mempunyai faktor pembatas untuk pengembangan kawasan pariwisata dan dalam pengelolaannya diperlukan tambahan input teknologi. 3. Kategori N (Tidak sesuai), secara umum dapat diartikan sebagai lahan yang mempunyai faktor pembatas dengan tingkat sangat berat, baik yang bersifat permanen maupun tidak permanen, sehingga tidak mungkin untuk pengembangan pariwisata. Berikut ini tabel analisis penentuan tingkat kesesuaian kawasan untuk pariwisata. 2.3.2 Pembobotan dan skoring Dalam menganalisis kesesuaian lahan dilakukan dengan memberikan pembobotan dan penskoran. Pembobotan digunakan karena setiap parameter lahan memiliki kepentingan berbeda dalam menentukan kesesuaian lahan. Semakin tinggi kepentingan maka bobot yang diberikan semakin besar. Untuk nilai bobot parameter kesesuaian kawasan untuk pariwisata dilihat dari beberapa para ahli yakni menurut Yulius (2009), Cahyadinata (2009), Fauzi (2009), Tambunan (2013) dan Armos (2013).

22 No 1 Tabel 2.2 PEMBOBOTAN DAN SKORING KRITERIA/PARAMETER Parameter Kedalaman perairan 2 Tipe/ karakteristik KESESUAIAN MENURUT PARA AHLI Bobot Skor S1 (Sesuai) Skor S2 (Sesuai Bersyarat) Skor N (Tidak Sesuai) Sumber 6 3 2 1 1 6 3 2 1 2 5 3 2 1 3 0,179 3 2 1 4 4 3 2 1 5 6 3 2 1 1 6 3 2 1 2 5 3 2 1 3 0,214 3 2 1 4 7 3 2 1 5 3 Lebar pantai 6 3 2 1 1 5 3 2 1 3 0,036 3 2 1 4 4 Kemiringan pantai 5 Kecerahan perairan 6 Penggunaan lahan 7 Ketersediaan air tawar 4 3 2 1 1 3 3 2 1 3 0,143 3 2 1 4 4 3 2 1 1 4 3 2 1 2 1 3 2 1 3 0,071 3 2 1 4 4 3 2 1 5 4 3 2 1 1 4 3 2 1 2 1 3 2 1 3 3 3 2 1 5 2 3 2 1 1 2 3 2 1 2 1 3 2 1 3 3 3 2 1 5 8 Aksesibilitas 2 3 2 1 2 Sumber : 1. Yulius (2009), 2. Fauzi (2009), 3. Tambunan JM, dkk (2013), 4. Armos (2013), 5. Cahyadinata (2009), Nilai bobot ini diambil berdasarkan beberapa pendapat para ahli untuk menentukan nilai kesesuaian untuk pariwisata wilayah pesisir. Dari bebrapa pendapat memberikan nilai bobotnya sama dan juga perbedaan beberapa para ahli lainnya tidak terlalu jauh. Pemberian nilai bobot tersebut berdasarkan peranan tingkat kepentingan paramter atau kriteria untuk kesesuaian kawasan pariwisata. Semakin tinggi nilai bobot maka peran dari parameter tersebut sangat penting.

23 Nilai bobot yang diberikan untuk penelitian ini berdasarkan bebrapa para ahli menggunakan nilai bobot 6 (enam), 4 (empat) dan 2 (dua) berdasrakan kepentingannya. nilai bobot 6 (enam) untuk parameter kepentingannya sangat tinggi atau sangat penting. Parameter atau kriteria yang diberikan bobot 6 meliputi paramter kedalaman perairan, parameter tipe atau karakteristik pantai, dan parameter lebar pantai. Nilai bobot 4 (empat) diberikan untuk parameter kepentingannya sedang atau penting. Paramter atau kriteria pada nilai bobot 4 meliputi parameter kemiringan, parameter kecerahan perairan dan parameter penggunaan lan. Nilai bobot 2 (dua) untuk parameter kepentingannya cukup penting. Parameter atau kriterianya meliputi parameter ketersediaan air tawar dan parameter aksesibilitas. Skor merupakan pemberian nilai terhadap masing-masing value parameter lahan untuk menentukan tingkat kemampuan lahannya. Skor ditentukan berdasarkan peranan tingkat kepentingan, semakin tinggi peranannya maka skor yang diberikan semakin besar. Pada analisis kesesuaian kawasan untuk pariwisata terbagi 3 kelas dan masing-masing kelas diberikan skor. Skor 3 diberikan pada kategori S1 yaitu, kawasan yang sesuai untuk kegiatan pariwisata, skor 2 untuk pada kategori S2 yaitu kawasan yang sesuai untuk kegiatan pariwisata namun dengan syarat-syarat tertentu untuk pengembangannya, skor 1 untuk kategori N yaitu kawasan yang tidak sesuai untuk kegiatan pariwisata. Untuk menentukan klasifikasi tingkat kesesuaian lahan berdasarkan jumlah total bobot dikalikan dengan skor ( Fauzi, 2009). Y = Ai x Xn Y = Nilai bobot total Ai = faktor pembobot Xn = Skor pada tingkat kesesuaian lahan

24