BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

Tahun Bawang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

II. STATUS DAN KONDISI SAAT KINI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang sangat beragam dan mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan. memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Ketidakmampuan tersebut

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

BAB I PENDAHULUAN. (Allium ascalonicum, L) atau dikalangan internasional. menyebutnya shallot merupakan komoditi hortikultura yang tergolong sayuran

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang. melimpah dan dikenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pertanian

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas dan sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, pertanian sayuran sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sangat tinggi. Menurut Amang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis yang meliputi usaha di bidang agribisnis hulu, on farm, hilir dan usaha jasa pendukungnya. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program pengembangan agribisnis salah satunya adalah pengembangan diversifikasi usahatani, melalui pengembangan komoditas usahatani bernilai tinggi untuk meningkatkan pendapatan dan nilai tambah bagi petani (Anonim, 2005). Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Dari sisi penawaran atau produksi, luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura, yang mencakup 323 jenis komoditas terdiri atas 60 jenis komoditas buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas biofarmaka dan 117 jenis komoditas tanaman hias (Ditjen Hortikultura, 2008). Pengembangan usahatani dengan komoditas hortikultura bernilai tinggi diantaranya dengan mengembangkan usahatani bawang merah. Tanaman ini merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional (Deptan, 2007).

2 Selama periode 1989-2003, pertumbuhan produksi rata-rata bawang merah adalah sebesar 3,9 persen per tahun, dengan kecenderungan (trend) pola pertumbuhan yang konstan. Komponen pertumbuhan areal panen (3,5 persen) ternyata lebih banyak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan produksi bawang merah dibandingkan dengan komponen produktivitas (0,4 persen). Konsumsi rata-rata bawang merah untuk tahun 2004 adalah 4,56 kg/kapita/tahun atau 0,38 kg/kapita/bulan (Dirjen Hortikultura, 2004). Analisis data ekspor-impor 1983-2003 mengindikasikan bahwa selama periode tersebut Indonesia adalah net importer bawang merah, karena volume ekspor untuk komoditas tersebut secara konsisten selalu lebih rendah dibandingkan volume impornya. Kecendrungan (trend) ekspor dan impor bawang merah dari tahun 2007-2011 dapat dilihat pada gambar dibawah ini. 180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 2007 2008 2009 2010 2011 Ekspor Impor Gambar 1.1. Trend ekspor impor bawang merah tahun 2007-2011.

3 Gambar 1.1 terlihat bahwa Indonesia menjadi net importer karena mempunyai kecendrungan (trend) peningkatan impor dari tahun ke tahun dan hal sebaliknya terjadi pada ekspor, dimana grafik ekspor berada dibawah grafik impor karena jumlah yang diekspor lebih kecil dibandingkan dengan yang di impor. Berdasarkan data Dirjen Hortikultura (2012) pada tahun 2010 volume ekspor bawang merah Indonesia sebesar 3.233.877 kg dan nilainya sebesar 1.814.425 US$ dengan negara tujuan ekspornya Thailand, Singapura, Taiwan, Malaysia, Timor Timur, Vietnam, USA, Filipina, Nigeria dan Portugal. Jumlah ini jauh lebih kecil dengan impor bawang merah pada tahun 2010 sebesar 73.270.412 kg dan nilainya sebesar 33.861.939 US$ dengan negara pengimpor Thailand, Filipina, Cina, Singapura, Taiwan, Malaysia, India, Vietnam, Prancis, Myanmar (Burma) dan Jepang. Tingginya volume impor bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai akibat meningkatnya konsumsi bawang merah dalam negeri. Peningkatan konsumsi bawang merah dalam negeri harus diimbangi dengan peningkatan produksi dalam negeri, baik kuantitas maupun kualitas, dengan cara intesifikasi maupun ekstensifikasi. Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah sentra penghasil bawang merah di Daerah Istimewa Yogyakarta dan produksinya mengalami perubahan dari tahun ke tahun hal ini dikarenakan perubahan luas areal tanam dan produktivitas tanaman tersebut. Tabel di bawah ini memperlihatkan luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah di Kabupaten Bantul dari Tahun 2007 sampai 2011.

4 Tabel 1.1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Bantul, Tahun 2007-2011 Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Kwintal) Produktivitas (Kwintal/Ha) 2007 1368 131.085 95,82 2008 1273 151.447 118,97 2009 1227 166.559 135,74 2010 1723 178.010 103,00 2011 939 117.947 125,61 Sumber : BPS Kabupaten Bantul, 2012 Tabel 1.1 menunjukan bahwa luas panen bawang merah pada tahun 2007 seluas 1.368 ha. Tahun 2008 dan 2009 masing-masing turun sebesar 6,59 persen dan 10,39 persen, naik sebesar 25,95 persen pada tahun 2010 dan turun sebesar 31,35 persen dibandingkan tahun 2007. Produksi bawang merah terus mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai dengan 2010 dan mengalami penurunan pada tahun 2011. Sedangkan produktivitas pada tahun 2007 sebesar 95,82 kw/ha dan meningkat menjadi 118,97 kw/ha pada tahun 2008 dan meningkat menjadi 135,74 kw/ha pada tahun 2009. Pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 103,00 kw/ha dan mengalami peningkatan sebesar 125,61 kw/ha. Produksi bawang merah di Kabupaten Bantul mengalami fluktuasi setiap tahun dan berdasarkan data terakhir pada tahun 2011 produksi bawang merah mengalami penurunan. Produktivitas bawang merah di Kabupaten Bantul pada tahun 2011 lebih tinggi dibandingkan produktivitas bawang merah di Daerah Istimewa Yogyakarta dan nasional. Berdasarkan data yang tersedia menunjukan bahwa produktivitas bawang merah di Kabupaten Bantul pada tahun 2011 sebesar 12,56 ton per hektar

5 jumlah ini lebih tinggi dibandingkan produktivitas di Daerah Istimewa Yogyakarta yang hanya sebesar 11,34 ton per hektar. Produksi bawang merah secara nasional tahun 2011 sebesar 893.124 ribu ton, dengan luas panen sebesar 93.667 ribu hektar, dan rata-rata produktivitas sebesar 9,54 ton per hektar, nilai ini lebih kecil dibandingkan produktivitas bawang merah di Kabupaten Bantul. Dibandingkan tahun 2010, produksi menurun sebesar 155.810 ribu ton (14,85 persen). Penurunan disebabkan menurunnya produktivitas sebesar 0,03 ton per hektar (0,31 persen) dan penurunan luas panen seluas 15.967 ribu hektar (14,56 persen) (BPS, 2012). Secara agregat produktivitas bawang merah di Kabupaten Bantul cukup tinggi, namun hal tersebut tidak berbanding lurus dengan produktivitas masingmasing petani karena tidak semua petani secara teknis efisien. Atau dengan kata lain bahwa tidak semua petani mampu memanfaatkan jumlah input minimum yang diperlukan untuk menghasilkan kuantitas output yang diinginkan dengan teknologi yang tersedia. Demikian pula, tidak semua petani mampu meminimalkan biaya yang diperlukan untuk produksi output yang dimaksudkan. Dari sudut pandang teoritis, petani tidak selalu mengoptimalkan fungsi produksi mereka. Adanya batasan produksi mencirikan jumlah minimum kombinasi input yang diperlukan untuk produksi beragam produk, atau output maksimum dengan kombinasi berbagai masukan dan teknologi tertentu. Petani yang beroperasi di atas batasan produksi dianggap secara teknis efisien, sementara mereka yang beroperasi di bawah batasan produksi secara teknis tidak efisien (Constantin et al, 2009). Dengan kondisi lahan usahatani yang relatif sempit dan terpencar, harga pupuk dan obat-obatan yang mahal serta tingginya risiko produksi berupa gagal panen yang dihadapi petani

6 mengakibatkan petani cenderung mengurangi jumlah input yang bervariasi antara petani satu dengan yang lainnya. Dengan mengurangi input yang tidak didasari analisis, maka dapat mengakibatkan petani bawang merah di Kabupaten Bantul menjadi tidak efisien lagi dalam penggunaan input produksinya, oleh sebab itu perlu dilakukan analisis efisiensi teknis penggunaan input dalam usahatani bawang merah di Kabupaten Bantul. Bawang merah sudah lama dikembangkan di Kabupaten Bantul, ragam penggunaan pola tanam dan orientasi perdagangan yang digunakan turut berperan terhadap keberhasilan pengembangan bawang merah di Bantul. Pola tanam yang sering digunakanan masyarakat Bantul adalah monokultur dan tumpang gilir sedangkan orientasi perdagangannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Bantul (substitusi impor) dan di luar daerah (perdagangan antar daerah), dengan pemilihan sistem usahatani dan orientasi perdagangan bawang merah yang tepat dapat meningkatkan produktivitas di dalam negeri dan pendapatan petani. Berdasarkan hasil wawancara, dari usahatani bawang merah petani memperoleh pendapatan terendah sebesar Rp. 312.375 dengan luas lahan usahatani 200 m 2 dan pendapatan tertinggi Rp 32.491.916,67 dengan luas lahan 6000 m 2 pada musim tanam pertama tahun 2011. Walaupun pendapatan usahatani bawang merah tinggi namun risiko yang dihadapi juga tinggi, tingginya risiko produksi maupun risiko harga akan berpengaruh terhadap pendapatan petani. Menurut (Debertin, 1986) pertanian dicirikan dengan kondisi yang penuh risiko dan ketidakpastian, hal ini dikarenakan kegiatan pertanian rentan terhadap perubahan iklim, serangan hama dan penyakit serta fluktuasi harga produk pertanian di pasar.

7 Risiko berpengaruh terhadap pengambilan keputusan atau perilaku petani (Soekartawi, 1986). Petani yang takut terhadap risiko produksi mengalokasikan input yang lebih sedikit dibandingkan dengan petani yang menyukai risiko. Dengan kata lain semakin berani petani dalam menghadapi risiko maka input yang dialokasikan semakin besar (Doll dan Orazem,1978). Keenganan terhadap risiko dipengaruhi oleh karakteristik individu petani (Biswanger, 1990). Menurut Ellis (2003) mengemukakan bahwa sebagian besar petani kecil (gurem) di negara-negara berkembang berperilaku menghindari risiko (risk averter). Perilaku petani menghindari risiko menyebabkan alokasi penggunaan input tidak efisien, sehingga pada akhirnya berpengaruh terhadap tingkat produktivitas usahatani. Just dan Pope (1979) mengemukakan bahwa hampir setiap proses produksi terutama produksi pertanian, risiko produksi memainkan peranan yang sangat penting dalam keputusan alokasi penggunaan input, yang akhirnya berpengaruh pada tingkat produktivitas yang dicapai. Analisis risiko produksi yang dikembangkan oleh Just dan Pope sangat penting untuk kegiatan manajemen risiko produksi, yaitu untuk memutuskan apakah input produksi tertentu yang digunakan dalam kegiatan usahatani harus ditambah atau dikurangi. Petani bawang merah seperti halnya petani yang lain sering menghadapi permasalahan diantaranya berisiko tinggi, produktivitas rendah, dan juga tidak efisien. Rendahnya tingkat produktivitas menunjukan bahwa pengelolaan usahatani bawang merah belum efisien, hal ini ditambah pula dengan kenyataan bahwa komoditas bawang merah merupakan tanaman berisiko tinggi. Kondisi alam yang tidak bersahabat akan meningkatkan risiko usahatani seperti gagal panen karena

8 banjir, kekeringan maupun serangan hama dan penyakit. Risiko ini masih ditambah lagi dengan fluktuasi harga dan struktur pasar yang merugikan dan menyebabkan petani selalu menghindari risiko (Anonim, 2005). Tanpa adanya upaya untuk memacu produksi bawang merah dalam negeri, maka volume impor bawang merah mempunyai potensi untuk terus meningkat mengingat peningkatan kebutuhan dalam negeri lebih cepat dari peningkatan produksi. Sebagian besar petani di Kabupaten Bantul, khususnya di bagian selatan mengusahakan tanaman bawang merah sebagai komoditi utama sepanjang tahun. Tanaman ini membutuhkan dana yang lebih besar untuk biaya produksi dibandingkan dengan mengusahakan tanaman pangan yang diusahakan petani pada umumnya. Kemungkinan gagal panen cukup tinggi, disamping harga produknya berfluktuatif sepanjang tahun. Keberanian petani menanggung risiko produksi dan harga sangat menarik untuk diteliti. 1.2. Perumusan Masalah Pengembangan komoditas usahatani bernilai tinggi guna meningkatkan pendapatan petani merupakan hal penting dalam meningkatkan kemampuan sektor pertanian. Hal ini dikarenakan kemampuan sektor pertanian untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani tergantung pada tingkat pendapatan usahatani dan surplus yang dihasilkan oleh sektor itu sendiri. Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Pengembangan usahatani dengan komoditas hortikultura bernilai

9 tinggi diantaranya dengan mengembangkan usahatani bawang merah untuk meningkatkan pendapatan petani. Tingkat pendapatan usahatani ditentukan oleh efisiensi petani untuk mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya ke dalam berbagai aktivitas produksi. Jika petani tidak menggunakan sumberdaya secara efisien, maka terdapat potensi yang tidak atau belum tereksploitasi untuk meningkatkan pendapatan usahatani dan meningkatkan surplus. Di Kabupaten Bantul, utamanya di bagian selatan, para petani menanam komoditas bawang merah sepanjang tahun. Petani lebih senang menanam tanaman ini dibandingkan tanaman pangan, walaupun biaya produksi tanaman bawang merah cukup tinggi, ditambah dengan risiko produksi yakni gagal panen sebagai akibat pengaruh iklim, dan harga bawang merah yang fluktuatif dipasar sepanjang tahun karena dipengaruhi oleh masuknya bawang merah impor. Penggunaan input yang belum efisien juga seringkali menjadi faktor utama rendahnya produksi, padahal sumberdaya yang tersedia memadai. Selain itu belum efisiennya penggunaan input terkait dengan perilaku petani terhadap resiko itu sendiri. Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, disimpulkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat efisiensi teknis usahatani bawang merah dan faktor-faktor sosial apa yang mempengaruhi tingkat efisiensi? 2. Bagaimana risiko produksi dan risiko pendapatan usahatani bawang merah dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi? 3. Bagaimana perilaku petani terhadap risiko usahatani bawang merah dan faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko?

10 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis tingkat efisiensi teknis usahatani bawang merah dan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi tingkat efisiensi. 2. Menganalisis risiko produksi dan risiko pendapatan usahatani bawang merah dan faktor-faktor yang mempengaruhi. 3. Menganalisis perilaku petani terhadap risiko usahatani bawang merah serta faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani terhadap risiko. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini penting untuk dilaksankan, karena diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1. Pemerintah selaku pengambil keputusan dan pembuat kebijakan, hasil penelitian ini sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam menyusun berbagai strategi kebijakan pengembangan potensi wilayah, yang berkaitan dengan bidang pertanian khusunya peningkatan produktivitas usahatani bawang merah. 2. Petani, sebagai pelaku usahatani bawang merah, agar mampu mengefisienkan usahatani bawang merah guna peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga tani. 3. Peneliti lainnya, yang akan melakukan penelitian lanjutan.