ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLIGIS, DAN AKSIOLOGIS Tugas Makalah pada Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Dosen: Drs. Yusuf A. Hasan, M. Ag. Oleh: Wahyu Prastiyani 20100720022 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012
A. PENDAHULUAN Filsafat dikenal sebagai induk ilmu pengetahhuan. Filsafat adalah cinta pada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Melalui filsafat, seseorang dapat melakukan penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh berbagai ilmu pengetahuan. Ketika seseorang berpikir secara radikal, sistematis, menyeluruh, dan mendasar untuk suatu permasalahan yang mendalam berarti orang tersebut telah berpikir secara filsafat. Tujuan berpikir secara filsafat adalah untuk mengerti hakikat dari sesuatu. Sehingga, orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana. Filsafat dibedakan menjadi filsafat umum dan filsafat khusus. Salah satu cabang dari filsafat khusus adalah filsafat pendidikan. Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab ia menjadi dasa, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan, dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman manusia. Dalam filsafat pendidikan modern dikenal beberapa aliran, antara lain progresivisme, esensialisme, perenialisme, dan rekonstruksionalisme. Dan secara khusus makalah ini akan membahas tentang aliran rekonstruksionalisme ditinjau dari ontologi, epistemologi, dan aksiologi. B. PEMBAHASAN Kata rekonstruksionalisme berasal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali. Aliran rekonstruksionalisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Dalam pemecahan masalahnya, aliran ini berupaya membina suatu konsensus yang paling luas
dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia (Depag RI, 1984: 31). Sementara itu, untuk mencapai tujuan tersebut, aliran ini berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan perlua diadakan perombakan untuk membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru. Aliran ini berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat menjadi penting agar manusia memiliki nilai dan norma yang benar. Di samping itu, aliran rekonstruksionalisme memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Oleh karena itu, cita-cita demokrasi yang sungguh harus menjadi kenyataan dan terlaksana dalam prakteknya. a. Pandangan Ontologis Aliran rekonstruksionalisme memandang bahwa realita itu bersifat universal; realita itu ada di mana-mana dan sama di setiap tempat (Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2007: 120). Tiap realita selalu bergerak dan berkembang dari potensialitas menuju aktualitas. Pada prinsipnya, aliran ini memandang alam metafisika merujuk dualisme dan berpendirian bahwa alam nyata mengandung dua macam hakikat sebagai asal sumber, yaitu hakikat materi dan hakikat nurani. Kedua hakikat ini memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, azali dan abadi, serta hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapat kausalitas yang menjadi pendorong dan penyebab utama atau kausa prima. Kausa prima adalah Tuhan, yang menggerakkan sesuatu. Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekali sunyi dari substansi. Menurut Thomas Aquinas, untuk
mengetahui relita yang ada harus berdasarkan iman, sementara perkembangan rasional hanya dapat dijawab dan mesti diikuti. b. Pandangan Epistemologis Menurut aliran ini, untuk memahami realita membutuhkan suatu asa tahu. Kita tidak mungkin memahami realita ini tanpa melalui proses pengalaman dan hubungan dengan relita terlebih dahulu melalui penemuan ilmu pengetahuan. Untuk itu, baik indra maupun rasio sama-sama berfungsi membentuk pengetahuan, dan akal dibawa oleh pancaindra menjadi pengetahuan yang sesungguhnya. Aliran ini berpendapat bahwa dasar dari suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan self-evidence, yaitu bukti yang ada pada diri sendiri, realita, dan eksistensinya. Pengetahuan yang benar buktinya ada pada ilmu pengetahuan itu sendiri. Pedoman aliran ini berasal dari Aristoteles yang membicarakan dua hal pokok, yaitu pikiran (ratio) dan bukti (evidence), yamg menggunakan jalan pemikiran silogisme (cara pengambilan kesimpulan deduktif dan induktif). c. Pandangan Aksiologis Dalam proses interaksi sesama manusia, diperlukan nilai-nilai. Begitu pula dalam berinteraksi dengan alam semesta, prosesnya tidak mungkin dilakukan dengan sikap netral. Aliran rekonstruksionalisme memandang masalah nilai berdasarkan asas-asas supernatural, yaitu menerima nilai natural yang universal, yang abadi, berdasrkan prinsip nilai teologis (Barnadib, 1992: 69). Hakikat manusia adalah emanasi pontensial yang berasal dari Tuhan. Manusia sebagai subjek telah memiliki potensipotensi kabaikan dan keburukan sesuai dengan kodratnya. Kebaikan akan tetap tinggi nilainya apabila tidak dikuasai oleh hawa nafsu, dan di sini akal berperan menentukan. Neo-Thomisme memandang bahwa etika, estetika, dan politik sebagai cabang dari filsafat praktis yang berhubungan dengan prinsip-
prinsip moral, kreasi estetika, dan organisasi politik. Karena itu, dalam arti teologis, manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu bersatu dengan Tuhan kemudian berpikir rasional. Terkait denga estetika, hakikat keindahan sesungguhnya ialah Tuhan sendiri. Sementara keindahan yang maujud itu hanyalah keindahan khusus atau pancaran dari unsure keindahan universal yang abadi, yaitu Tuhan. C. KESIMPULAN 1. Aliran rekonstruksionalisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. 2. Aliran rekonstruksionalisme memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. 3. Rekonstruksionalisme mencita-citakan terwujudnya satu dunia baru, dengan satu kebudayaan baru di bawah satu kedaulatan dunia, dalam kontrol mayoritas umat manusia. 4. Dalam pandangan ontologis, aliran rekonstruksionalisme memandang bahwa realita itu bersifat universal; realita itu ada di mana-mana dan sama di setiap tempat. 5. Dalam pandangan epistemologis, aliran rekonstruksionalisme memandang bahwa untuk memahami realita membutuhkan suatu asa tahu. Dasar dari suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan self-evidence, yaitu bukti yang ada pada diri sendiri, realita, dan eksistensinya. 6. Dalam pandangan aksiologis, aliran rekonstruksionalisme memandang masalah nilai berdasarkan asas-asas supernatural, yaitu menerima nilai natural yang universal, yang abadi, berdasrkan prinsip nilai teologis. 7. Hakikat keindahan sesungguhnya ialah Tuhan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2007, Filsafat Pendidikan, Ar-Ruzz Media: Yogyakarta. Mohammmad Noor Syam, 1988, Filsafat Pendidikan dan Dasar Pendidikan Pancasila, Usaha Nasional: Surabaya. Singgih Iswara dan Hadi Sriwiyana, 2010, Filsafat Ilmu dalam Pendidikan Tinggi, Cintya Press: Jakarta.