Bendungan Urugan II. Dr. Eng Indradi W. Sunday, May 19, 13

dokumen-dokumen yang mirip
Bendungan Urugan I. Dr. Eng Indradi W. Tuesday, May 14, 13

Tata cara desain tubuh bendungan tipe urugan

Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan EMBUNG TIPE URUGAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

Instrumentasi tubuh bendungan tipe urugan dan tanggul

Bangunan Air. Dr. Eng Indradi W TA. 2012/2013 Genap

Uji mutu konstruksi tubuh bendungan tipe urugan

PELATIHAN PELAKSANA BENDUNGAN

5- PEKERJAAN DEWATERING

KONSTRUKSI BANGUNAN TEKNIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

Cara uji kepadatan tanah di lapangan dengan cara selongsong

Stabilitas lereng (lanjutan)

TAHAP PELAKSANAAN PEKERJAAN TANAH

BAB VII METODE PELAKSANAAN

1 Membangun Rumah 2 Lantai. Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii\ Tugas Struktur Utilitas II PSDIII-Desain Arsitektur Undip

ANALISIS STABILITAS BENDUNGAN SELOREJO AKIBAT RAPID DRAWDOWN BERDASARKAN HASIL SURVEY ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY (ERT)

Metode analisis stabilitas lereng statik bendungan tipe urugan

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI

METODE PELAKSANAAN BENDUNGAN

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

9/14/2016. Jaringan Aliran

DCE - 09 Pengukuran dan Perhitungan Hasil Kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

I. PENDAHULUAN. Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

Lantai Jemuran Gabah KATA PENGANTAR

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB 3 METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang. sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DINAMIKA MESIN DAN TANAH PEMADATAN TANAH

KAJIAN KESTABILAN TUBUH WADUK RUKOH KECAMATAN TITIEU KEUMALA KABUPATEN PIDIE (109G)

Metode analisis dan cara pengendalian rembesan air untuk bendungan tipe urugan

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE)

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Uraian Umum

Kepada Yth.: Para Pejabat Eselon I di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat SURAT EDARAN NOMOR : 46/SE/M/2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

BAB I PENDAHULUAN. Jalan Palembang - Indralaya dibangun disepanjang tanah rawa yang secara

SDA RPT0. Konsep. Pedoman Penyusunan Spesifikasi Teknis Volume I : Umum Bagian 7 : Pekerjaan Dewatering

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN STABILITAS DINDING PENAHAN

I. PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang penting yaitu sebagai pondasi pendukung pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSTRUKSI JALAN PAVING BLOCK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

METODA PELAKSANAAN. CV. SABATA UTAMA Rehabilitasi Jaringan Irigasi D.I Tangan-Tangan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

1. DEFINISI BENDUNGAN

Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong

Tata cara pemasangan dan pembacaan pisometer kawat vibrasi

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN UMUM PERSYARATAN

BAB I PENDAHULUAN REVIEW SIFAT-SIFAT TEKNIS TANAH DAN BATUAN

REKAYASA JALAN REL. MODUL 6 : Tanah dasar, badan jalan dan Drainase jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB III LANDASAN TEORI

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali

(FORENSIC GEOTECHNICAL ENGINEERING) TOPIK KHUSUS CEC 715 SEMESTER GANJIL 2012/2013

Bab III Gas Metana Batubara

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha 80

BAB I PENDAHULUAN. diimbangi oleh ketersediaan lahan, pembangunan pada lahan dengan sifat tanah

Cara uji berat isi, volume produksi campuran dan kadar udara beton

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

BAB I PENDAHULUAN. kembang susut yang relatif tinggi dan mempunyai penurunan yang besar.

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

BAB III METODE PENELITIAN. Metodelogi penelitian dilakukan dengan cara membuat benda uji (sampel) di

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

Ach. Lailatul Qomar, As ad Munawir, Yulvi Zaika ABSTRAK Pendahuluan

IV. PEMADATAN TANAH. PEMADATAN TANAH Stabilitas tanah Pendahuluan :

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB 1. PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dalam perencanaan bangunan bangunan teknik sipil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Metode uji penentuan kadar pasir dalam slari bentonit

Cape Buton Seal (CBS)

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN

Transkripsi:

Bendungan Urugan II Dr. Eng Indradi W.

Bendungan urugan Bendungan yang terbuat dari bahan urugan dari borrow area yang dipadatkan menggunakan vibrator roller atau alat pemadat lainnya pada hamparan dengan tebal tertentu.

Retakan Salah satu pertimbangan penting untuk desain bendungan tipe urugan yang aman adalah mencegah retakan bendungan. Pada urugan tanah yang dipadatkan secara baikpun retakan dapat terjadi. Karena pemadatan yang dikontrol dengan baik tidak cukup untuk mencegah retakan. Tipe retakan dibagi dalam tiga jenis seperti berikut ini: a)retakan melintang vertikaì dengan arah melintang bendungan. b)retakan memanjang vertikal sejajar sumbu bendungan, biasanya terjadi pada zona c) material yang berbeda. d)retakan horisontal pada inti atau pada fondasi bendungan

Retakan Melintang Retakan melintang pada inti atau zona kedap air atau zona urugan batu disebelah luar merupakan jenis kerusakan sangat kritis yang harus diperhitungkan dalam desain. Retakan ini biasanya terjadi karena timbulnya tegangan tarik akibat penurunan tidak merata pada fondasi atau tubuh bendungan. Bila penurunan tidak merata terjadi dalam jarak horisontal yang pendek, maka tegangan tarik akan meningkat secara cepat sampai terjadi retakan. Penurunan yang menimbulkan tegangan tarik di bagian bawah bendungan tidak berpengaruh terlalu besar karena adanya tegangan tekan yang cukup tinggi diatasnya. Namun, regangan tarik yang terjadi pada bagian atas bendungan berpengaruh cukup besar, karena tegangan yang bekerja diatasnya relatif kecil akibat berat sendiri bendungan. Jadi, zona tarik di bagian atas

Retakan Melintang bendungan dianggap paling penting dalam pertimbangan desain. Zona tarik yang terjadi di bagian atas urugan biasanya disebabkan oleh adanya penurunan tidak merata yang berlebihan, yang terjadi pada : 1. Fondasi dan ebatmen tegak; 2. Zona antara bagian urugan lama dan baru (yang menutup sungai dan telah dibangun sebelumnya); 3. Dasar sungai lama terdiri dari lapisan tanah lunak; 4. Galian sekitar dindinghalang rembesan yang melewati tanah yang mempunyai kompressibilitas agak tinggi; 5. Inti yang dipadatkan pada kadar air terlalu kering (< OMC-1%), sehingga pada waktu terjadi penjenuhan oleh air waduk urugan mengalami penurunan; 6. Penyebab lain yang menimbulkan penurunan tidak merata.

Retakan Memanjang Walaupun dalam sebelumnya telah diuraikan,bahwa retakan memanjang disebabkan oleh penurunan tidak merata, tetapi penyebab yang paling sering terjadi adalah: 1.Penurunan urugan batu karena penjenuhan waktu pengisian pertama waduk. 2.Penurunan zona batu sebelah udik karena penurunan air waduk secara tiba-tiba (rapid drawdown) 3.Penurunan inti bendungan.

Retakan Horisontal Retakan horisontal pada inti terjadi karena adanya penurunan tidak merata antara inti danzona batu sebelah luar. Dalam hal ini, sebagian inti akan menggantung (hang up).

Mencegah Retakan Peningkatan tegangan tarik pada bendungan dipengaruhi oleh dua hal yaitu geometri fondasi atau ebatmen dan perbedaan sifat tegangan dan regangan dari bahan timbunan yang digunakan. Hal ini dapat dianalisis dengan menggunakan cara elemen hingga (finite element). Untuk mencegah terjadinya retakan pada urugan dapat ditempuh langkah - langkah sebagai berikut ini: 1. Pada waktu pemadatan, urugan harus selalu disiram air. 2. Pemadatan urugan batu harus dilakukan mencapai kepadatan relatif yang cukup tinggi (>70%) agar dapat mengurangi pengaruh penjenuhan. 3. Pemadatan material inti harus dilaksanakan pada kadar air yang tidak terlalu kering (>OMC-1%) dan berat volume tertentu, agar tidak terjadi proses konsolidasi waktu penjenuhan yang dapat menyebabkan retakan. 4. Mengendalikan rembesan air akibat retakan dapat dikontrol dengan menempatkan system drainase transisi atau filter yang tebal.

Pengendalian Rembesan Air Rembesan air melewati fondasi dan ebatmen dapat dikendalikan dengan menggunakan dinding halang (cutoff wall) rembesan air, lapisan kedap air horisontal sebelah udik dan lapisan drainase horisontal sebelah hilir. Pada ebatmen dapat digunakan galeri. Desain Dinding Halang Rembesan Air 1) Parit Halang diisi dengan material kedap air 2) Dinding Halang slari dan beton 3) Dinding Halang injeksi

D H diisi dengan material kedap air Suatu dindinghalang rembesan air dapat dibuat dengan menggali paritan dibawah inti bendungan melewati perlapisan fondasi yang rembes air. Kemudian paritan tersebut diisi kembali dengan bahan kedap air yang dipadatkan. Untuk mendapatkan dinding yang baik, maka lebar dasar harus diambil seperempat perbedaan tinggi muka air waduk maksimum dan tinggi muka air hilir dan lebar minimum tidak boleh kurang dari 6,00 m. Bila RSNI T-01-2002 20 dari 63 gradasi bahan isian kedap air tidak berfungsi sebagai filter terhadap material fondasi rembes air, maka perlu ditambahkan satu lapisan antara yang dapat berfungsi sebagai filter. Sistem pengeringan (dewatering) biasanya dibutuhkan pada waktu pelaksanaan penggalian parithalang dan pengisian kembali.

D H Slari dan Beton Dindinghalang rembesan air dapat juga diperoleh dengan membuat dindinghalang slari menembus lapisan fondasi rembes air sampai kedalaman maksimum yang diperlukan. Biasanya tebal dinding semacam ini mempunyai ketebalan antara 60 cm sampai 100 cm. dan dibuat dengan menggali paritan yang distabilkan slari bentonit atau beton. Lokasi paritan biasanya ditempatkan pada bagian di kaki udik bendungan yang juga berfungsi meningkatkan kestabilan fondasi bendungan. Pada fondasi material bongkahan batu, atau karakal digunakan bentonit untuk mencegah keruntuhan. Pada waktu pelaksanaan, dapat terjadi runtuhan paritan, sehingga kemungkinan pada bagian itu tidak terisi isian kedap air. Hal ini harus dicegah, karena akan menimbulkan bagian yang lemah dimana air dapat merembes. Bila dindinghalang slari digunakan sebagai konstruksi pengendali rembesan air, maka pada waktu pengisian pertama waduk harus dilakukan pengamatan pisometer secara kontinu. Bila dindinghalang slari tidak berfungsi secara efektif, maka perlu dipasang lapisan drainase sebelum menaikkan air waduk lebih lanjut.

D H Injeksi 1.Injeksi melewati fondasi batuan atau tanah (termasuk ebatmen) digunakan untuk mengurangi rembesan dan tekanan angkat pada bagian hilir bendungan. Rembesan airpada fondasi atau ebatmen dari batuan biasanya melewati kekar atau rekahan. Efektifitas injeksi tergantung pada sifat kekar (lebar, kerapatan, isian dll), campuran, peralatan dan prosedurnya. 2.Injeksi tirai biasanya dilakukan dengan membuat lubang bor di bawah zona kedap air dari bendungan tipe urugan. Kemudian kedalam lubang itu diinjeksikan sejumlahcampuran bahan injeksi dengan tekanan tertentu. Injeksi tirai yang baik harus dibuatminimal dalam 3 (tiga) baris pada fondasi batuan. Dalam pelaksanaannya, injeksi tirai pada fondasi harus dikombinasi dengan penggunaan bahan semen dan kimiawi. Bahan kimiawi digunakan pada baris sebelah dalam, sedangkan bahan semen pada baris sebelah luar. Dengan melakukan studi geoteknik secara seksama, pendesain. bendungan bersama-sama dengan akhli geoteknik dapat menentukan lokasi, kedalaman lubang, dan prosedur injeksi tirai pada gambar rencana.

D H Injeksi 1.Pada bagian fondasi atau ebatmen yang dilewati sesar sangat dibutuhkan studi yang seksama, terutama pada bidang geseran yang mengandung batuan hancur atau banyak rekahan. Pada daerah sesar disarankan pengisian dengan injeksi konsolidasi. Bila sesar memotong sumbu bendungan, maka dianjurkan untuk melakukan penggalian sepanjang bagian sesar di bawah bendungan, dan pengisian beton penutup melalui pipa injeksi. 2.Daerah batu kapur yang mengandung rongga bekas material terlarut pada fondasi atau ebatmen bendungan harus diisi dengan cara injeksi menggunakan beberapa baris lubang injeksi. Hal ini untuk mencegah masuknya butir halus material bendungan kedalam rongga-rongga, karena proses erosi buluh. Rongga-rongga itu akan runtuh dan menimbulkan retakan pada tubuh bendungan bila tidak diisi dengan injeksi. 3.Pelaksanaan injeksi harus mengacu pada standar SNI 03-2393-1990.