Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 123/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 15/PUU-X/2012 Tentang Penjatuhan Hukuman Mati

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 385 dan Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PUTUSAN Nomor 80/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. Habiburokhman, S.H.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

Ringkasan Putusan.

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

Tafsir Hakim Terhadap Unsur Melawan Hukum Pasca Putusan MK Atas Pengujian UU PTPK

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RechtsVinding Online

BAB V KESIMPULA DA SARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

Perkembangan Asas Hukum Pidana dan Perbandingan dengan Islam

PUTUSAN. No K/Pid.Sus/2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

Ringkasan Putusan.

Direktorat Litigasi Peraturan Perundang-undangan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 100/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 29/PUU-XII/2014 Hak Politik Bagi Mantan Terpidana Politik

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 6/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 57/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

Hukum Acara Pembubaran Partai Politik. Ngr Suwarnatha

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 50/PUU-IX/2011

Transkripsi:

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 DPR & PRESIDEN PERLU MEMPERHATIKAN PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MERUMUSKAN PASAL KESUSILAAN RKUHP Setelah proses persidangan sejak 7 Juni 2016 hingga Penyampaian Keputusan pada 17 Februari 2017, hari ini 14 Desember 2017, akhirnya Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi membacakan Putusan Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 tentang Permohonan Uji Materi (Judicial Riview) pasal 284, 285, dan 292 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap UUD 1945. Dalam dokumen Putusan Mahkamah Konstitusi setebal 467 halaman ini, Mahkamah Konstitusi menentukan Amar Putusan: Menolak Permohonan Para Pemohon untuk Seluruhnya. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut didasarkan pada 7 (tujuh) Pertimbangan Hukum, yaitu : 1. Permohonan Pemohon, bukan lagi memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk memberikan pemaknaan tertentu terhadap norma undang-undang, atau memohon pengujian pasal-pasal tertentu terhadap Konstitusi, atau memperluas pengertian yang terkandung dalam norma-norma undang-undang, melainkan benar-benar merumuskan tindak pidana baru, yang merupakan wewenang pembentuk undang-undang. Permohonan pemohon untuk menambah frasa tertentu dan menambahkan pemaknaan terhadap hukum pidana, berarti mengubah sifat melawan hukum suatu perbuatan tanpa melakukan perubahan atau penyesuaian ancaman dan bentuk pemidanaan adalah tindakan yang tidak dapat diterima oleh penalaran hukum dalam merancang suatu norma pidana, karena hal itu melekat pada jenis atau kualifikasi perbuatan yang dapat dipidana atau tidak dipidana. 2. Secara esensial permohonan pemohon berhadapan dengan asas legalitas yang secara ketat wajib diterapkan dalam Hukum Pidana. Asas Legalitas mengandung 4 (empat) makna yaitu

a. Tiada Perbuatan pidana dan karenanya tidak ada pidana jika tidak ada undang-undang yang mengatur sebelumnya (nullum crimen, nulla poena sine lege praevia) atau hukum pidana tidak dapat berlaku surut. b. Tiada Perbuatan pidana dan karenanya tidak ada pidana jika tidak ada norma hukum tertulis (nullum crimen, nulla poena sine lege scripta) atau perbuatan yang dilarang, ancaman pidana dan penerapan pidana harus jelas. c. Tiada Perbuatan pidana dan karenanya tidak ada pidana jika tidak ada norma/aturan hukum tertulis yang jelas rumusannya (nullum crimen, nulla poena sine lege certa) atau dikenal dengan larangan menjatuhkan pidana jika rumusan norma hukum tertulis (undang-undang) tidak jelas. d. Tiada Perbuatan pidana dan karenanya tidak ada pidana jika tidak ada norma/aturan hukum tertulis yang ketat (nullum crimen, nulla poena sine lege Stricta) atau dikenal dengan larangan dalam hukum pidana menggunakan analogi Jika permohonan pemohon dikabulkan, maka akan timbul pertanyaan, apakah Mahkamah Konstitusi dapat memenuhi empat makna yang terkandung dalam asas legalitas. Karena dalam Hukum Pidana, terminology undang-undang yang terkandung dalam empat makna asas legalitas adalah undang-undang dalam arti sesungguhnya yang dibuat oleh pembentuk Undang-Undang (DPR dan Presiden) yang lahir dari kebijakan pidana atau politik hukum pidana. 3. Mahkamah Konstitusi berkedudukan sebagai negative legislator dan bukan sebagai positive legislator yang merupakan kewenangan membentuk undangundang. Sebagai negatif legislator Mahkamah Konstitusi berwenang menyatakan suatu undang-undang konstitusional bersyarat atau inkonstitusional bersyarat yang mempersyaratkan pemaknaan tertentu terhadap suatu undang-undang dinyatakan konstitusional. Sebagai negative legislator Mahkamah Konstitusi tidak boleh memasuki wilayah kebijakan pidana atau politik hukum pidana. Peran Mahkamah Konstitusi adalah menguji, apakah pembatasan yang ditentukan dalam suatu undangundang telah sesuai atau melampaui batas-batas yang ditentukan konstitusi. Oleh karenanya, permohonan pengujian terhadap Hukum Pidana yang diajukan justru memohon agar dilakukan dekriminalisasi terhadap perbuatan yang diatur

dalam undang-undang karena melanggar Hak Asasi Manusia dan Hak Konstitusional warga negara. Oleh karena itu pembentuk undang-undang harus sangat berhati-hati menetapkan kebijakan kriminalisasi dengan mempertimbangkan perkembangan hukum yang hidup dalam nasyarakat Indonesia dan perkembangan dunia. Simposium Pembaharuan Hukum Nasional yang diselenggarakan pada Agustus 1980 merekomendasikan bahwa untuk menetapkan kebijakan kriminalisasi perlu memperhatikan kriteria umum, yaitu: a. Apakah perbuatan itu tidak disukai atau dibenci oleh masyarakat karena merugikan atau dapat merugikan, mendatangkan korban atau dapat mendatangkan korban; b. Apakah biaya mengkriminalisasi seimbang dengan hasilnya yang akan dicapai, artinya cost pembuatan undang-undang, pengawasan dan penegakan hukum, serta beban yang dipikul oleh korban dan pelaku kejahatan itu sendiri harus seimbang dengan situasi tertib hukum yang akan dicapai. c. Apakah akan makin menambah beban aparat penegak hukum yang tidak seimbang atau nyata-nyata tidak dapat diemban oleh kemampuan yang dimilikinya. d. Apakah perbuatan-perbuatan itu menghambat atau menghalangi cita-cita bangsa Indonesia, sehingga merupakan bahaya bagi keseluruhan masyarakat. 4. Peran Mahkamah Konstitusi sebagai Negative Legislator telah ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 132/PUU-XIII/2015 tentang Uji Materi Pasal 296 dan 506 KUHP terhadap UUD 1945, tertanggal 5 April 2017. Serta telah sesuai dengan Doktrin Judicial Restraint yang merupakan penerapan prinsip pemisahan kekuasaan (sparation of power). Doktrin ini mengharuskan pengadilan melakukan pengekangan atau pengendalian diri dari kecenderungan atau dorongan untuk bertindak layaknya sebuah mini parlemen. Dimana salah satu bentuk tindakan parlemen yang dapat dikatagorikan sebagai tindakan parlemen adalah membentuk norma hukum baru ketika memutus sebuah perkara Judicial Review. 5. Kaidah hukum hanya salah satu dari banyak kaidah sosial dan kemasyarakatan yang bertujuan untuk menciptakan dan memelihara tertib sosial dan

kemasyarakatan. Kaidah sosial dan kemasyarakatan yang turut menentukan terwujudnya tertib sosial adalah bila kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan dan kaidah agama berfungsi dengan baik dan ditaati oleh masyarakat yang lahir dari kesadaran bahwa kaidah-kaidah tersebut dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga menumbuhkan rasa wajib moral untuk mentaatinya. Hukum pidana hanya akan digunakan atau diterapkan sebagai sanksi terakhir atau obat terakhir (ultimum remedium) bila kaidah-kaidah lain tidak berfungsi secara memadai. Membebankan tanggungjawab seluruh fenomena sosial kepada kaidah hukum, lebih-lebih hukum pidana tidaklah proposional dan cenderung menyederhanakan persoalan. Sebab belum tentu akar dari semua problema sosial itu bersumber pada lemahnya kaidah hukum. Membangun argumentasi bahwa menata tertib sosial harus dilakukan dengan cara memaksa anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang tersebut dengan ancaman hukum pidana sama artinya dengan menyatakan bahwa tertib sosial hanya mungkin tercipta di bawah ancaman. Andaikata asumsi ini benar maka ketertiban yang lahir darinya adalah ketertiban semu, sebab ketaatan yang menghadirkan ketertiban itu lahir semata-mata karena ancaman hukuman, bukan karena dilandasi atau dimotivasi oleh kesadaran yang lahir dari adanya rasa wajib moral untuk taat. Dalam konteks ini, pendidikan memegang peranan penting, sehingga dibutuhkan kesatuan pandangan perihal tata nilai yang harus dikembangkan dalam ketiga lingkungan yang ada yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. 6. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP yang dimohonkan Pemohon yang didalilkan bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 29, ayat (1), Pasal 28 B ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 G ayat (1), 28 H ayat (1) dan Pasal 28 J ayat (2). Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 284, Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP tidak bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 29, ayat (1), Pasal 28 B ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 G ayat (1), 28 H ayat (1) dan Pasal 28 J ayat (2), justru menopang pelaksanaan pasal-pasal dalam UUD 1945 tersebut. Persoalan ketidak lengkapan rumusan pasal berbeda dengan inkonstitusional. 7. Bahwa seluruh pertimbangan di atas bukan berarti Mahkamah Konstitusi menolak gagasan pembaruan hukum. Bukan pula berarti Mahkamah

Konstitusi berpendapat bahwa norma hukum pidana yang dimohonkan oleh pemohon telah lengkap. Mahkamah Konsititusi menyatakan bahwa pasal-pasal KUHP yang dimohonkan oleh pemohon, tidak bertentangan dengan UUD 1945. Koalisi Perempuan Indonesia meyakini, bahwa tujuh Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi, khususnya tentang Asas Legalitas, Rekomendasi Simposium Pembaharuan Hukum Nasional, serta kedudukan kaidah hukum diantara kaidah-kaidah sosial dan kemasyarakatan, masih sangat relevan sebagai pertimbangan dalam perumusan Pasal Kesusilaan, khususnya Perzinahan, Perkosaan dan Pencabulan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini tengah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden. Oleh karenanya, Koalisi Perempuan Indonesia mengingatkan bahwa DPR dan Presiden perlu memperhatikan Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 tentang Permohonan Uji Materi (Judicial Riview) pasal 284, 285, dan 292 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap UUD 1945 dalam merumuskan pasal-pasal Kesusilaan dalam RKUHP Jakarta, 14 Desember 2017 Dian Kartikasari Sekretaris Jenderal