BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perubahan-perubahan yang terjadi di segala aspek kehidupan turut mempengaruhi struktur dari masalah ketenagakerjaan hingga hubungan industrial. Hal ini terjadi hampir di seluruh belahan dunia baik bagi negara maju seperti Australia hingga negara berkembang seperti Indonesia (Haeruddin, 2011). Seiring perkembangan zaman, kebutuhan manusia tentu semakin meningkat. Manusia perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Di Indonesia sendiri, jumlah penduduk yang bekerja tahun 2014 adalah kurang lebih sebanyak 115 juta jiwa dari 122 juta jiwa angkatan kerja (Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2015). Tenaga kerja memiliki peranan yang sangat penting dalam sebuah industri. Faktor-faktor produksi seperti modal, mesin, dan material dapat bermanfaat apabila diolah dengan baik oleh tenaga kerja. Tenaga kerja dapat bekerja dengan baik apabila aspek keselamatan dan kesehatan kerja dari tenaga kerja itu sendiri diperhatikan secara baik. Keselamatan dan kesehatan kerja dibutuhkan untuk memunculkan rasa aman dan nyaman bagi pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga produktivitas pekerja dapat meningkat (Sunusi dkk., 2014). Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 164 mengenai kesehatan kerja dijelaskan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan 1
terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Untuk itu pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja. Dengan penerapan sistem kesehatan kerja yang komprehensive dan terus menerus, maka kesehatan tenaga kerja akan terjaga dengan baik, dan sehat sampai dengan masa pensiun. Budaya kesehatan dan keselamatan yang tinggi di suatu perusahaan dapat terlihat dari program kesehatan kerja yang berjalan dengan baik dan tertata rapih dan komprehensif. Bukan hanya dengan menjaga kesehatan pekerja, tetapi memperhatikan seluruh aspek yang mendukung kesehatan pekerja seperti gizi pekerja, kesehatan lingkungan kerja, pemeriksaan kesehatan pekerja berjangka, dan lain sebagainya. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan pekerja. Apabila faktor-faktor tersebut tidak terkontrol, kemungkinan pekerja terjangkit penyakit akibat kerja pun meningkat (Juanda, 2011). Terdapat dua jenis penyakit yang dapat timbul penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang penyebab mutlak terjadinya penyakit tersebut adalah pekerjaan atau lingkungan kerja. Sementara itu, penyakit akibat hubungan kerja adalah penyakit yang penyebabnya multi faktor atau jamak, sedangkan pekerjaan atau lingkungan kerja adalah salah satu dari penyebab tersebut ataupun meningkatkan risiko terjangkit penyakit yang bersangkutan (Suma mur, 2009). Salah satu penyakit yang merupakan penyakit akibat hubungan kerja adalah varises. Varises adalah pemanjangan, pelebaran, dan berkelok-kelok sistem 2
vena yang disertai ganguan sirkulasi di dalamnya (Sjamsuhidajad dan Jong, 2005). Pendapat lain menyebutkan bahwa varises atau varicose veins yang disebut juga dengan varises merupakan pembekakan secara permanen pada pembuluh darah vena karena hilangnya fungsi katup tersebut gagal untuk mengalirkan darah kearah atas (jantung) dan menyebabkan distensi vena superfisisal (Black dan Hawks, 2005). Varises dapat dikategorikan menjadi primer dan skunder. Varises primer berasal dari sistem superfisial dan terjadi dua sampai tiga kali lebih sering pada perempuan dari pada laki-laki dan kebanyakan dari pasien mempunyai riwayat keluarga. Varises sekunder akibat insufisiensi vena profunda dan perforasi vena yang tidak kompeten atau karena okulasi vena profunda menyebabkan pembesaran vena superfisial yang bertindak sebagai kolateral (Isselbacher, 2000). Angka kejadian varises di Indonesia saat ini belum pasti namun prevalensi varises pada populasi masyarakat Eropa diperkirakan sekitar 25% sampai 30% pada wanita dan 10% sampai 20% pada pria. Studi epidemiologi lain menunjukkan prevalensi berkisar antara 1% sampai 40% pada laki-laki, dan 1% sampai 73% pada wanita (Tisi, 2010). Salah satu faktor predisposisi terjadinya varises adalah berdiri dalam waktu yang lama yaitu seseorang yang bekerja dalam posisi berdiri selama 8 jam atau lebih tanpa istirahat (McCulloch, 2002). Varises timbul apabila terjadi gangguan pada pembuluh darah vena. Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan memperparah 3
beban kerja pembuluh darah vena dalam mengalirkan darah. Pada saat berdiri terlalu lama pembuluh darah vena tidak optimal melawan efek gravitasi bumi sehingga darah akan menumpuk di tungkai, varises bisa disebabkan oleh kurang elastisitas dan kerusakan katup. Katup yang rusak membuat darah berkumpul di dalam dan menyebabkan gumpalan yang mengganggu aliran darah. Adanya gangguan aliran darah (penumpukan darah) menyebabkan pembuluh darah vena melebar, membesar dan berkelok-kelok (Mansjoer, 2001). Menurut penelitian yang dilakukan di India yang berjudul Risk Factors of Varicose Veins Among Security Guards menunjukkan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 150 penjaga keamanan, 66,7 % adalah kelompok usia 18-29 tahun, 77,3 % adalah laki-laki, 59,3 % belum menikah, 52,7 % memiliki pendidikan menengah, dan 92,7 % mengkonsumsi non diet vegetarian. Sebagian besar sampel (60 %) mengkonsumsi daging seminggu sekali, 98,7 % memiliki 1-10 tahun pengalaman kerja, 100 % sampel bekerja selama 12 jam per hari, 44,7 % berjalan selama tugas mereka, 85,3 % belum dirawat di rumah sakit untuk varises, 84,7 % tidak mendapat informasi apapun mengenai varises. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari 150 sampel, beberapa dari mereka beresiko untuk varises, dari mereka yang berkepanjangan berdiri di tempat kerja 43,3 %, lama duduk di tempat kerja 56,7 %, cedera kaki sebelumnya 43,3 %, merokok 32,7 %, alkohol konsumsi 40,7 %. Menurut temuan studi ini, penjaga keamanan rentan untuk varises, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jam kerja, BMI, konsumsi alkohol (Renitha dkk., 2015). 4
Berdasarkan hasil penelitian yang dengan judul The Risk of Varicose Veins in Standing Female Workers dari 152 karyawan yang terdapat 111 yang bersedia mengikuti penelitian, dan yang menderita varises tungkai dan atau kaki sebanyak 52,3% (53 orang). Sebagian besar responden berusia 18-35 tahun, memiliki masa kerja 3-17 tahun, bekerja dalam posisi kerja banyak berdiri (Hidayat dkk., 2013). Sementara itu, menurut penelitian dengan judul Standing at works and Varicose Veins, bekerja dalam posisi berdiri dikaitkan dengan perawatan di rumah sakit karena varises untuk pria dan wanita (Tuchsen dkk., 2000). Hasil penelitian lainnya mengemukakan berdiri selama bekerja menjadi faktor yang lebih beresiko untuk varises dan kram kaki di malam hari daripada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu, intervensi yang efektif untuk mengurangi berdiri terlalu lama di tempat kerja harus dilaksanakan untuk pencegahan varises dan kram kaki pada malam hari (Bank JW dkk, 2011). Sikap tubuh dalam bekerja adalah suatu gambaran tentang posisi badan, kepala dan anggota tubuh (tangan dan kaki) baik dalam hubungan antar bagianbagian tubuh tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Faktor-faktor yang paling berpengaruh meliputi sudut persendian, inklinasi vertikal badan, kepala, tangan dan kaki serta derajat penambahan atau pengurangan bentuk kurva tulang belakang. Faktor-faktor tersebut akan menentukan efisien atau tidaknya sikap tubuh dalam bekerja (Pangaribuan, 2009). 5
Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap/sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah (Pangaribuan, 2009). Salah satu pekerjaan yang menuntut pekerjanya untuk berdiri selama bekerja adalah Pramuniaga, baik pada toko kecil, apalagi toko retail besar seperti department store. Pramuniaga menjadi salah satu faktor penentu dalam pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. SOGO sebagai salah satu department store terbesar di Medan dengan kantor perusahaan yang terletak di Sun Plaza adalah diakui menjadi salah satu pengecer terkemuka utama bangsa. SOGO Department Store dibuka pada tahun 2004 di Medan. Dioperasikan dengan penuh integritas dan profesionalisme oleh PT. Panen Lestari Internusa, SOGO Department Store bangga dikenal sebagai yang terbesar dan Department Store yang paling lengkap di Indonesia. SOGO Department Store Sun Plaza Medan memiliki jumlah pramuniaga 762 orang dan pegawai back office 201 orang. Satu dari 5 departemen pada SOGO Department Store Sun Plaza, departemen ladies goods merupakan departemen tersibuk disebabkan oleh jumlah pengunjung yang lebih ramai dibandingkan departemen lainnya. Oleh karena itu, pramuniaga pada departemen ladies goods juga merupakan pramuniaga dengan pekerjaan paling padat karena padatnya pengunjung pada departemen tersebut 6
sehingga para pramuniaga lebih padat dalam melakukan salah satu tugasnya yakni mendampingi para pengunjung yang datang untuk memilih barang yang akan dibeli, mencari ukuran dan warna barang yang akan dibeli, maupun hanya sekedar melihat lihat. Pada wawancara awal dengan 5 pramuniaga wanita yang pada umumnya telah bekerja sebagai pramuniaga lebih dari 1 tahun mengeluhkan gejala mirip varises dengan keluhan seperti rasa berat mulai dari lutut hingga jari jari kaki dan kram pada otot betis pada saat istirahat malam hari atau disebut juga naik betis. Sementara 3 dari 5 pramuniaga terlihat pelebaran vena berwarna kebiruan di belakang lutut dan sekitar betis. Para pramuniaga yang mengeluhkan gejala tersebut berpendapat gejala yang mereka rasakan disebabkan karena pekerjaan mereka yang mengharuskan mereka bekerja dalam posisi berdiri selama waktu kerja. Dalam melaksanakan fungsi tugasnya yaitu memajang produk, mengontrol produk, dan melayani pengunjung, hampir seluruhnya dilakukan dalam posisi sikap kerja berdiri. Adapun dalam menjalankan tugas tugas tersebut, postur berdiri para pramuniaga bermacam macam mulai dari berdiri dengan kedua kaki tegak lurus, hingga beban bertumpu pada sebelah kaki. Mereka berpendapat pula bahwa penggunaan sepatu hak tinggi selama mereka bekerja turut memicu gejala yang mereka rasakan. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik meneliti hubungan sikap kerja berdiri dengan kejadian varises tungkai bawah pada pramuniaga wanita departemen ladies goods SOGO Department Store Sun Plaza. 7
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang dapat diteliti adalah apakah ada hubungan sikap kerja berdiri dengan kejadian varises tungkai bawah pada pramuniaga SOGO Departement Store Sun Plaza Medan tahun 2016. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan sikap kerja berdiri dengan kejadian varises tungkai bawah pada pramuniaga SOGO Departemen Store Sun Plaza Medan Tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui sikap kerja berdiri para pramuniaga. 2. Untuk mengetahui kejadian varises tungkai bawah pada para pramuniaga. 1.4 Hipotesis Penelitian Ada hubungan antara sikap kerja berdiri dengan terjadinya kejadian varises tungkai bawah pada pramuniaga SOGO Departemen Store Sun Plaza Medan Tahun 2016. 8
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1.5.1 Manfaat bagi Perusahaan 1. Memberikan masukan bagi perusahaan agar dapat melakukan tindakan preventif terhadap pekerja dan dapat melakukan tindakan korektif dalam hal pengendalian terjadinya penyakit akibat hubungan kerja. 1.5.2 Manfaat bagi Pekerja 1. Mengetahui risiko penyakit akibat hubungan kerja yang mungkin terjadi selama mereka bekerja. 2. Mengetahui sikap dan postur kerja yang baik selama mereka bekerja untuk meminimalisir risiko berbagai bentuk cedera akibat kerja. 9