1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci utama bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling penting dan sangat strategis. Terwujudnya pendidikan yang bermutu membutuhkan upaya yang terus menerus untuk selalu meningkatkan kualitas pendidikan (Permendiknas, 2003). Dalam meningkatkan pendidikan yang berkualitas guru memiliki peran yang sangat penting. Selain itu kualitas pembelajaran juga banyak berpengaruh dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah mengadakan perubahan terhadap kurikulum. Menurut Depdiknas (2003) kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan. KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah menengah (Muslich, 2007). Pemberlakuan KTSP menuntut siswa untuk memiliki kompetensi khusus dalam semua mata pelajaran setelah proses pembelajaran. Kompetensi merupakan kemampuan berpikir, bertindak, dan bersikap secara 1
2 konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, keterampilan, dan nilai (BNSP, 2006). Kemandirian guru diperlukan untuk dapat mensukseskan program KTSP, terutama dalam melaksanakan, menyesuaikan dan mengadaptasi KTSP dalam pembelajaran di kelas secara aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. KTSP dalam pembelajaran kimia mengisyaratkan adanya perubahan paradigma yang mendasar, pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Ilmu kimia adalah suatu cabang ilmu pengetahuan alam yang sebagian besar mempelajari materi yang bersifat abstrak seperti: atom, ion, molekul, dan unsur. Kimia merupakan ilmu yang mengkaji suatu materi dan perubahannya. Unsur dan senyawanya adalah zat yang mengalami perubahan kimia. Karakteristik zat dapat dilakukan dengan mengetahui sifat fisik yang kita amati dan sifat kimia yang ditunjukkan melalui perubahan kimia. Selain itu ilmu kimia bersifat kuantitatif dan membutuhkan pengukuran (Chang, 2000). Materi hidrolisis garam merupakan materi kimia yang memuat pemahaman konseptual dan pemahaman algoritmik. Materi ini termasuk materi abstrak dan berurutan sehingga untuk memahami konsep materi hidrolisis garam siswa harus paham antar subkonsep yang saling terkait dengan materi ini, diantaranya stoikiometri, larutan asam-basa, larutan penyangga dan ph larutan. Sebagian besar siswa kesulitan dalam mempelajari materi hidrolisis garam. Masih rendahnya partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran kimia. Prestasi akademik yang diperoleh siswa pun termasuk
3 rendah yaitu masih dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Termasuk di SMA Batik 1 Surakarta pada mata pelajaran kimia materi hidrolisis garam masih banyak siswa yang belum memenuhi KKM yang telah ditetapkan. Berdasarkan data nilai ulangan harian kimia kelas XI SMA Batik 1 Surakarta pada tahun ajaran 2011/2012, presentase siswa masih belum mencapai KKM ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Nilai Rata-rata Ulangan Harian Kimia Materi Hidrolisis Garam Siswa Kelas XI IPA Semester II SMA Batik 1 Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013 Kelas Rata-Rata Nilai KKM Presentase Siswa > KKM (%) Presentase Siswa < KKM (%) XI IPA 1 67,36 75 33,34 66,66 XI IPA 2 68,42 75 47,30 52,70 XI IPA 3 67,46 75 38,89 61,11 XI IPA 4 69,83 75 52,78 47,22 Berdasarkan wawancara dengan guru kimia di SMA Batik 1 Surakarta, belum tercapainya hasil belajar kimia siswa kemungkinan disebabkan oleh hal-hal berikut, antara lain (1) Metode/model pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi yang mengakibatkan kejenuhan pada siswa. (2) Kurang diikutsertakannya siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga proses pembelajarannya hanya berlangsung satu arah yakni hanya dari guru saja. (3) Kurangnya penggunaan media dalam proses belajar mengajar sehingga siswa kurang dapat memahami materi kimia yang bersifat abstrak. (4) Penilaian guru hanya sebatas pada ranah kognitif saja, padahal seharusnya penilaian harus mencakup 3 ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. (5) Terkadang penggunaan metode yang digunakan oleh guru tidak sesuai dengan karakteristik materi yang disampaikan, sehingga mengakibatkan penyampaian materi menjadi
4 sulit diterima oleh siswa. (6) Pemanfaatan laboratorium kimia yang belum maksimal. (7) Kurangnya aktivitas siswa yang bersifat oral activities pada proses belajar mengajar, yaitu mengemukakan pendapat dan menjawab pertanyaan. (8) Kemampuan analisis yang merupakan bagian dari berpikir tingkat tinggi tidak pernah dilatih, sehingga pemahaman terhadap materi pelajaran tidak optimal dan akibatnya prestasi belajar siswa jauh di bawah KKM. (9) Salah satu materi pelajaran kimia yang sulit untuk dipahami yaitu materi hidrolisis garam. Jadi, dari berbagai uraian diatas yang menjadi penyebab belum tercapainya pembelajaran kimia secara maksimal pada materi hidrolisis garam yaitu penerapan metode pembelajaran yang kurang memperhatikan karakteristik dari materi dan karakteristik siswa yang diduga menjadi penyebab utama masalah tersebut. Dalam melakukan pembelajaran seorang guru seharusnya berpedoman pada Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terancana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari uraian tersebut seharusnya seorang guru kimia harus mampu menyajikan materi kimia dengan baik dan menarik, serta mampu memberikan motivasi siswa agar lebih aktif, tertarik dan termotivasi untuk mempelajari ilmu kimia. Selain itu bahwa ketepatan guru untuk memilih metode/model akan berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa, karena model/metode pembelajaran yang akan
5 digunakan oleh guru akan menentukan kualitas proses belajar mengajar yang dilakukan. Karakteristik materi kimia hidrolisis garam yaitu banyak melibatkan perhitungan matematik dalam menghitung ph larutan garam, seharusnya dalam hal ini guru melakukan pemilihan model/metode yang sesuai dengan karakteristik materi tersebut. Implikasi dari Teori Piaget cit. Dahar (1989) yaitu dalam mengajar kimia diharapkan mampu mengetahui tingkat perkembangan kognitif konkrit dan formal, salah satunya adalah mengundang siswa dengan inquiry. Piaget mengemukakan definisi fungsional inquiry adalah pendidikan yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri, melihat apa yang terjadi, melakukan sesuatu, menggunakan simbol-simbol, menjawab pertanyaan, mencari jawaban pertanyaan, menghubungkan penemuan-penemuan, dan membandingkan penemuan dengan temannya. Sejalan dalam penelitian oleh Hofsein et al. (2004) bahwa inkuiri menyangkut suatu cara otentik dimana peserta dapat menyelidiki lingkungan, mengusulkan ide-ide, mengajukan pertanyaan, dan adanya semangat dalam melakukan eksperimen. Selain itu oleh Naaman et al. (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa dengan menggunakan pembelajaran model inkuiri guru menjadi lebih reflektif dan lebih sadar akan penggunaan laboratorium dalam pembelajaran, selain itu penggunaan model inkuiri juga dapat meningkatkan pembelajaran kimia. Keuntungan dari pembelajaran kimia yang menggunakan model inkuiri yaitu proses belajar mengajar menjadi berkesan yang mengakibatkan pembelajarannya menjadi efektif, timbul adanya rasa ingin tahu
6 pada siswa melalui suatu penelitian ilmiah, meningkatkan ketertarikan pada siswa, dan dapat meningkatkan motivasi siswa pada materi kimia. (Gallagher-Bolos, et al. 2004) Dari beberapa pertimbangan di atas, model pembelajaran yang dipilih dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang berbasis inquiry yaitu: model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan POGIL (Process-Oriented Guided-Inquiry Learning). Kedua model inkuiri tersebut mempromosikan strategi penyelidikan dan nilai serta sikap misalnya: mengamati, mengumpulkan dan mengorganisasi data, mengidentifikasi dan mengontrol variabel, merumuskan dan menguji hipotesis, penjelasan, dan penyusunan kesimpulan (Opara, et al. 2011). Menurut Sanjaya (2008) inkuiri terbimbing merupakan proses pembelajaran dimana guru menyediakan unsur-unsur asas dalam suatu pelajaran dan kemudian meminta siswa untuk menggeneralisasikannya, sedangkan menurut Hanson (2006) POGIL adalah pembelajaran yang berbasis: kooperatif, inkuiri terbimbing, dan metakognisi. Kegiatan POGIL, siswa mendapatkan instruksi dan bimbingan penuh dari guru mulai dari penyusunan hipotesis sampai pada kesimpulan. Sedangkan menurut Trevathan (2013) POGIL merupakan pembelajaran dengan interaksi, kerjasama tim dan minat melalui kerja kelompok yang sangat terstruktur. Oleh Luxford, et al. (2012) mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model POGIL dapat meningkat aktivitas siswa dengan tahap seperti penyelidikan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Penelitian oleh Conway (2014) mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan
7 menggunakan inkuiri terbimbing secara statistik efektif pada peningkatan prestasi belajar. Pembelajaran dengan inkuiri terbimbing dan POGIL adalah pembelajaran yang dimulai dengan data, antara lain berupa: grafik, peta, atau gambar. Siswa mengeksplorasi data, melalui pertanyaan-pertanyaan atau melalui suatu praktikum yang pada akhirnya akan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu kesimpulan berdasarkan pada data. Inkuiri terbimbing dan POGIL adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa bekerja dalam kelompok kecil dengan peran individu untuk terlibat penuh dalam proses pembelajaran. Sudjana (1989) mengemukakan bahwa penilaian hasil belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan siswa oleh guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Tingkah laku sebagai hasil belajar mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Pada pembelajaran kimia materi hidrolisis garam dengan menggunakan model inkuiri terbimbing dan POGIL yang merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan dengan menggunakan klasifikasi hasil belajar yang meliputi ranah kognitif (meliputi aspek pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi), ranah afektif (meliputi menerima, merespon, menghargai, penilaian, organisasi, karakterisasi) dan ranah psikomotorik (meliputi gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan, gerakan ketrampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif). Penelitian oleh Zion dan Sadeh menemukan bahwa rasa ingin tahu berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa pada pembelajaran inkuiri. Sedang
8 penelitian oleh Chijioke dan Offiah mengemukakan bahwa siswa dengan kemampuan analisis yang tinggi maka prestasi belajar kimia juga akan tinggi. Dari kedua penelitian di atas mengindikasikan bahwa rasa ingin tahu dan kemampuan analisis mempengaruhi hasil belajar siswa. Tinjauan yang menjadi fokus rendahnya prestasi siswa di SMA Batik 1 Surakarta adalah belum tersentuhnya pengembangan kemampuan analisis dan rasa ingin tahu siswa. Pada umumnya siswa memperoleh konsep primer dari guru atau buku sehingga pengetahuan yang diterimanya mudah terlupakan karena tidak menggunakan kemampuan analisisnya. Oleh karena itu pengembangan kemampuan analisis bagi siswa sangat penting karena konsep yang didapatkan atas dasar pembangunan pengetahuannya sendiri. Kemampuan analisis memberikan pemahaman pada siswa untuk melakukan proses kognitif tentang: penyesuaian, pengklasifikasian, analisis kesalahan, generalisasi, dan spesifikasi. Dengan terlibatnya siswa pada proses ini, maka siswa dapat menggunakan apa yang mereka pelajari untuk membuat berbagai wawasan baru dan membuat berbagai cara menggunakan apa saja yang telah mereka pelajari dalam berbagai situasi baru. Selain itu pada materi hidrolisis garam siswa dituntut untuk mampu menganalisis soal-soal hidrolisis garam terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan pada soal tersebut. Rasa ingin tahu menjadi salah satu unsur pribadi siswa yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Dahar (1989) mengemukakan bahwa rasa ingin tahu merupakan suatu respon terhadap ketidaktentuan dan kesangsian. Tanpa ada rasa ingin tahu siswa tidak akan memiliki motivasi untuk belajar.
9 Dalam jurnal oleh Arnone, et al. (2011) mengungkapkan bahwa rasa ingin tahu merupakan faktor pribadi dalam diri siswa yang berinteraksi dengan lingkungan belajar sehingga dapat memacu motivasi siswa dalam belajar. Tentu saja jika rasa ingin tahu terhadap pembelajaran rendah, maka akan berdampak pada respon yang kurang positif dan cenderung acuh dalam penerimaan pembelajaran sehingga dapat menurunkan prestasi belajar dan pada akhirnya tujuan pembelajaran tidak tercapai. Menurut Salirawati (2012) dalam menciptakan kondisi agar siswa terbiasa mengembangkan rasa ingin tahu, guru dapat menerapkan berbagai model/metode pembelajaran, salah satunya yaitu dengan model inkuiri. Berdasarkan uraian tersebut dan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, sekaligus solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada pada SMA Batik 1 Surakarta, maka perlu dilakukan penelitian eksperimental dengan judul Pembelajaran Hidrolisis Garam Menggunakan Model Inkuiri Terbimbing dan Process-Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL) Ditinjau dari Kemampuan Analisis dan Rasa Ingin Tahu pada kelas XI semester genap tahun ajaran 2013/2014. B. Rumusan Masalah 1. Adakah pengaruh pembelajaran hidrolisis garam dengan menggunakan model Inkuiri Terbimbing dan POGIL terhadap prestasi belajar hidrolisis garam? 2. Adakah pengaruh kemampuan analisis terhadap prestasi belajar hidrolisis garam?
10 3. Adakah pengaruh rasa ingin tahu siswa terhadap prestasi belajar hidrolisis garam? 4. Adakah interaksi antara model inkuiri terbimbing dan POGIL dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar hidrolisis garam? 5. Adakah interaksi antara model inkuiri terbimbing dan POGIL dengan rasa ingin tahu siswa terhadap prestasi belajar hidrolisis garam? 6. Adakah interaksi antara kemampuan analisis dan rasa ingin tahu siswa terhadap prestasi belajar hidrolisis garam? 7. Adakah interaksi antara model inkuiri terbimbing dan POGIL serta kemampuan analisis dan rasa ingin tahu siswa terhadap prestasi belajar hidrolisis garam? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Pengaruh model inkuiri terbimbing dan POGIL terhadap prestasi belajar hidrolisis garam. 2. Pengaruh kemampuan analisis terhadap prestasi belajar hidrolisis garam. 3. Pengaruh rasa ingin tahu siswa terhadap prestasi belajar hidrolisis garam. 4. Interaksi antara model inkuiri terbimbing dan POGIL dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar hidrolisis garam. 5. Interaksi antara model inkuiri terbimbing dan POGIL dengan rasa ingin tahu siswa terhadap prestasi belajar hidrolisis garam.
11 6. Interaksi antara kemampuan analisis dan rasa ingin tahu siswa terhadap prestasi belajar hidrolisis garam. 7. Interaksi antara model inkuiri terbimbing dan POGIL serta kemampuan analisis dan rasa ingin tahu siswa terhadap prestasi belajar hidrolisis garam. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi dunia pendidikan. Adapun manfaat yang diharapkan dari peneliti adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Memberi informasi tentang penggunaan model inkuiri terbimbing dan POGIL pada pembelajaran hidrolisis garam ditinjau dari kemampuan analisis dan rasa ingin tahu siswa. b. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang model inkuiri terbimbing dan POGIL pada pembelajaran hidrolisis garam ditinjau dari kemampuan analisis dan rasa ingin tahu siswa. c. Sebagai acuan dan masukan untuk peneliti lanjutan yang berkaitan dengan penelitian yang sejenis. 2. Manfaat Praktis a. Prestasi belajar hidrolisis garam dapat ditingkatkan dengan model pembelajaran yang inovatif diantaranya dengan model inkuiri terbimbing dan POGIL.
12 b. Memberi masukan pada guru pengajar untuk menggunakan model pembelajaran yang tepat. c. Memberi informasi adanya pengaruh yang kuat dari diri siswa untuk meningkatkan prestasi belajar. d. Bagi siswa dengan model inkuiri terbimbing dan POGIL ini diharapkan mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna dan menarik.