BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

T I N J A U A N P U S T A K A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Melihat sejarah panjang gempa bumi di Indonesia, wilayah Jakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun tidak langsung mempengaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beban mati, beban hidup dan beban gempa yang bekerja pada struktur bangunan. tak terpisahkan dari gedung (SNI ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkantoran, sekolah, atau rumah sakit. Dalam hal ini saya akan mencoba. beberapa hal yang harus diperhatikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen struktur yang harus diperhatikan. penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah daerah rawan gempa, untuk mengurangi resiko korban

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan.

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.9, Agustus 2013 ( ) ISSN:

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk bangunan strukturalnya, a, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. beban maka struktur secara keseluruhan akan runtuh. yang menahan beban aksial vertikal dengan rasio bagian tinggi dengan dimensi

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

PERENCANAAN GEDUNG HOTEL 4 LANTAI & 1 BASEMENT DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL DI WILAYAH GEMPA 4

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya.

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam bidang konstruksi, beton dan baja saling bekerja sama dan saling

MODIFIKASI PERENCANAAN UPPER STRUKTUR SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN PERDAGANGAN JL. KERTAJAYA INDAH TIMUR SURABAYA

DETEKSI DINI POLA KERUNTUHAN STRUKTUR PORTAL GEDUNG H UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA AKIBAT GEMPA. Tugas Akhir

3.4.5 Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekuivalen (V) Beban Geser Dasar Akibat Gempa Sepanjang Tinggi Gedung (F i )

Naskah Publikasi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh: AGUNG PRABOWO NIM : D

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN PERANCANGAN JUMLAH DAN LUASAN TULANGAN BALOK DENGAN CARA ACI DAN MENGGUNAKAN PROGRAM STAAD2004

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Dalam Peraturan Pembebanan Untuk Gedung 1983, dijelaskan bahwa pembebanan yang harus diperhitungkan adalah beban mati, beban hidup, dan beban gempa, beserta kombinasi bebannya. Disini juga dicantumkan bahwa pengertian beban-beban tersebut adalah sebagai berikut : 1. Beban Mati adalah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan penyelesaian-penyelesaian, mesinmesin, serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang terpisahkan dari gedung. 2. Beban Hidup adalah berat semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak terpisahakan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari bangunan itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. 3. Beban Gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut,

6 maka yang diartikan dengan gempa disini adalah gaya-gaya didalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa. Suatu struktur bangunan terdiri dari kombinasi dari balok, kolom dan pelat yang dihubungkan bersama-sama secara tegar yang membentuk suatu kerangka yang nantinya akan ditopang oleh pondasi. Adapun definisi dari elemen-elemen struktur yang menjadi pendukung utama bangunan adalah : 1. Kolom adalah elemen vertikal dari sebuah konstruksi yang berfungsi untuk meneruskan beban dari balok-balok dan plat-plat ke bawah sampai ke pondasi, dan karenanya kolom-kolom merupakan bagian konstruksi tekan meskipun harus pula menahan momen lentur. 2. Balok adalah elemen horizontal yang berfungsi untuk menyalurkan beban dari slab lantai ke kolom penyangga yang vertical. 3. Pelat adalah komponen struktur yang merupakan sebuah bidang datar yang lebar dengan permukaan atas dan bawahnya sejajar. Pelat bisa bertulang 1 arah atau 2 arah, tergantung sistem strukturnya. Bila perbandingan antara panjang dan lebar tidak melebihi 2, digunakan penulangan 2 arah (Istimawan Dipohusodo, 1994). 2.2. Perencanaan Terhadap Gempa Wilayah gempa yang selalu berbeda-beda menentukan pentingnya faktor daktilitas, untuk memastikan jenis struktur yang akan digunakan. Semakin rendah nilai daktilitas yang dipilih harus direncanakan dengan beban gempa yang semakin besar, tetapi semakin sederhana (ringan) pendetailan yang diperlukan

7 dalam hubungan-hubungan antar unsur dari struktur tersebut (SNI 03-1726-2002 Lampiran A.4.3.4) 2.2.1. Pengertian daktilitas Menurut SNI 03-1726-2002 pasal 3.12 dan pasal 3.13 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk bangunan gedung, pengertian daktilitas adalah kemampuan gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa diatas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Sedangkan faktor daktilitas struktur gedung adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan δ m dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama δ y. 2.2.2. Tingkat daktilitas Berdasarkan SNI 03-1726-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Ketahanan Gempa untuk bangunan gedung, tingkat daktilitas dibagi menjadi tiga yaitu : 1. Daktail penuh adalah suatu tingkat daktilitas struktur gedung, di mana strukturnya mampu mengalami simpangan pasca-elastik pada saat mencapai

8 kondisi diambang keruntuhan yang paling besar, yaitu dengan mencapai nilai faktor daktilitas sebesar 5,3 (SNI 03-1726-2002 pasal 3.14). 2. Daktail parsial adalah seluruh tingkat daktilitas struktur gedung dengan nilai faktor daktilias diantara untuk struktur gedung yang elastik penuh sebesar 1,5 dan untuk struktur gedung yang daktail penuh sebesar 5,0 (SNI 03-1726-2002 pasal 3.15). 3. Elastik penuh adalah suatu tingkat daktilitas struktur gedung dengan nilai faktor daktilitas sebesar 1,0 2.2.3. Dasar pemilihan tingkat daktilitas Tipe gempa bumi yang ada di Indonesia terdiri dari 6 wilayah gempa. 6 wilayah gempa tersebut diklasifikasikan menjadi 3 yaitu wilayah 1 dan 2 termasuk resiko wilayah gempa rendah, 3 dan 4 termasuk pada resiko wilayah gempa menengah, sedangkan wilayah gempa 5 dan 6 termasuk pada resiko wilayah gempa yang tinggi. Pembagian wilayah gempa dapat membantu menentukan perencanaan gedung dalam menentukan faktor daktilitas yang sesuai. Tidak hanya wilayah gempa tetapi jenis struktur yang digunakan juga menjadi dasar pertimbangan dalam perencanaan. Wilayah Surabaya yang masuk pada wilayah 2 dengan resiko gempa rendah, direncanakan dengan daktilitas parsial dan sistem struktur berupa sistem rangka pemikul momen menengah (SRPMM).

9 2.3. Pelat Pelat lantai merupakan sebuah elemen dari bangunan yang biasanya ditumpu oleh gelagar-gelagar, balok beton bertulang, ataupun kolom. Pelat lantai sangat dipengaruhi oleh momen lentur dan gaya geser yang terjadi. Sisi tarik pada pelat terlentur ditahan oleh tulangan baja, sedangkan gaya geser pada pelat lantai ditahan oleh beton yang menyusun pelat lantai itu sendiri. Lentur pada pelat lantai dapat dibedakan menjadi dua yaitu lentur satu arah, jika perbandingan bentang panjang dan bentang pendek lebih besar dari 2, serta lentur dua arah, jika perbandingan bentang panjang dan bentang pendek lebih kecil sama dengan 2. 2.4. Balok Balok adalah elemen yang menyalurkan beban-beban merata dari pelat lantai ke kolom penyangga vertikal. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam menetapkan perilaku penampang adalah sebagai berikut ini : 1. Distribusi regangan dianggap linier. Asumsi ini berdasarkan hipotesis Bernoulli yaitu penampang yang datar sebelum mengalami lentur akan tetap datar tegak lurus terhadap sumbu netral setelah mengalami lentur. 2. Beton lemah terhadap tarik. Beton akan retak pada taraf pembebanan kecil, yaitu sekitar 10% dari kekuatan tekannya. Akibatnya bagian beton yang mengalami tarik pada penampang

10 diabaikan dalam perhitungan analisis dan desain, juga tulangan tarik yang dianggap memikul gaya tarik tersebut (Nawy, 1990). Berdasarkan jenis keruntuhannya, keruntuhan yang terjadi pada balok dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok sebagai berikut ini : 1. Penampang balanced. Tulangan tarik mulai leleh tepat pada saat beton mencapai regangan batasnya dan akan hancur karena tekan. Pada awal terjadinya keruntuhan, regangan tekan yang diijinkan pada saat serat tepi yang tertekan adalah 0,003, sedangkan regangan baja sama dengan regangan lelehnya yaitu ε y = f y /E c. 2. Penampang over-reinforced. Keruntuhan ditandai dengan hancurnya beton yang tertekan. Pada awal keruntuhan, regangan baja ε s yang terjadi masih lebih kecil daripada regangan lelehnya ε y. Dengan demikian tegangan baja f s juga lebih kecil daripada daripada tegangan lelehnya f y, kondisi ini terjadi apabila tulangan yang digunakan lebih banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan balanced. 3. Penampang under-reinforced. Keruntuhan ditandai dengan terjadinya leleh pada tulangan baja. Tulangan baja ini terus bertambah panjang dengan bertambahnya regangan ε y. Kondisi penampang yang demikian dapat terjadi apabila tulangan tarik yang dipakai pada balok bertulang kurang dari yang diperlukan dibawah kondisi balanced.

11 Gambar 2.1 Distribusi Regangan Penampang Balok (Nawy,1990) Perencanaan gedung di daerah gempa harus memperhatikan terbentuknya sendi plastis diujung-ujung balok bukan pada kolom (strong column weak beam). Ini dimaksudkan agar apabila terjadi gempa yang besar maka yang boleh mengalami kerusakan lebih dahulu adalah komponen baloknya sedangkan kolomnya harus masih kuat berdiri (tidak runtuh). Dalam perencanaan balok pada langkah awal ditentukan terlebih dahulu apakah balok tersebut berperilaku sebagai balok persegi atau balok T. Balok dianggap sebagai balok persegi jika seluruh daerah tekan terdapat pada daerah flens, sedangkan balok dianggap sebagai balok T jika seluruh daerah tekan terdapat dibawah daerah flens.

12 b c (tekan) ƒ c 0,85.ƒ c c a = 1. c Cc d z = d - a/2 s (tarik) f y=fs f y T =As. f y Gambar 2.2. Distribusi Tegangan Regangan Balok (Istimawan Dipohusodo, 1999) 2.5. Kolom Kolom adalah elemen struktur yang digunakan untuk menahan beban aksial tekan. Sebagai batang tekan, kolom juga menahan beban yang diakibatkan kombinasi dari momen lentur dan gaya tekan. Elemen struktur ini pada kondisi khusus misalnya karena adanya pengaruh beban gempa dan beban angin pada struktur, kolom direncanakan untuk menahan gaya tarik aksial dan momen lentur. Kolom dievaluasi berdasarkan prinsip - prinsip dasar sebagai berikut : 1. Distribusi tegangan linier diseluruh tebal kolom. 2. Tidak ada gelincir antara beton dengan tulangan baja (ini berarti regangan pada baja sama dengan regangan pada beton yang mengelilinginya). 3. Regangan beton maksimum yang diizinkan pada keadaan gagal (untuk perhitungan kekuatan) adalah 0,003. 4. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam perhitungan. Besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik (gambar 2.2), penampang kolom dapat dibagi menjadi dua kondisi awal keruntuhan, yaitu : 1. keruntuhan tarik, yang dawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik. 2. keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan

13 Kondisi balanced terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan (Nawy, 1990). ε s tul desak tidak leleh, ε s < f y/f s kegagalan tarik, c < c b, f s = f y ε y = 0,002 kegagalan balance, c = c b, f s = f y c b d f y/f s kegagalan dessak, c > c b, f s < f y d ε c = 0,003 Gambar 2.3 Diagram Regangan untuk Kegagalan Eksentrisitas Beban Kolom