Ringkasan Putusan.

dokumen-dokumen yang mirip
2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No berbangsa, yang salah satunya disebabkan oleh meningkatnya tindakan asusila, pencabulan, prostitusi, dan media pornografi, sehingga diperlu

Isi Undang-Undang Pornografi & Pornoaksi

BAB III TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM UNDANG UNDANG NO. 44 TAHUN A. Pengertian Pornografi Menurut Undang-Undang No.

RINGKASAN PUTUSAN.

Apa Dong (dot) Com

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-VI/2009 tentang Undang-undang Pornografi (Kemajemukan budaya yang terlanggar)

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

KENALI HAK ANDA. Kompilasi oleh Komnas Perempuan. Hak Konstitusional SETIAP WARGA NEGARA INDONESIA. dalam. Rumpun

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PORNOGRAFI

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

Ringkasan Putusan.

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masuknya informasi dari luar negeri melalui media massa dan

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

Hak dan Kewajiban Warga Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA. Modul ke: 06Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN WARGA NEGARA, PENDUDUK, DAN BUKAN PENDUDUK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI [LN 2008/181, TLN 4928]

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

(Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

BAB 4 ANALISIS DATA. Kesimpulan/Fakta. Penjelasan. Analisis. Gambar 2 Struktur Wacana Berita

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 99/PUU-X/2012 Tentang Hak-hak Petani Dalam Melakukan Kegiatan Pemuliaan Tanaman

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 28/PUU-XIII/2015 Materi Kesehatan Reproduksi Dalam Sistem Pendidikan Nasional

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 2/PUU-XVI/2018 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-I/2003

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 51/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 28/PUU-XIII/2015 Materi Kesehatan Reproduksi Dalam Sistem Pendidikan Nasional

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

PUTUSAN Nomor 23/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA MENJAGA KESEIMBANGAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA ( WNI )

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

PUTUSAN. Nomor 48/PUU-VIII/2010 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. Pekerjaan : Advokat;

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVII /MPR/1998

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 84/PUU-IX/2011 Tentang Ketentuan Pidana Bagi Akuntan Publik

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Perkara Nomor 4/PUU-V/2007

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 81/PUU-XV/2017 Larangan Iklan Rokok

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

Transkripsi:

Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 tanggal 25 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dengan hormat dilaporkan sebagai berikut : 1. Pemohon : Pnt. Billy Lombok, dkk Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi, dkk Yayasan LBH Apik Jakarta, dkk 2. Materi pasal yang diuji: Pasal 1 angka 1 Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Pasal 4 (1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. kekerasan seksual; c. masturbasi atau onani; d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. alat kelamin; atau f. pornografi anak. (2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang: a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin; c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual. Pasal 10 Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Pasal 20 Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. Pasal 21 (1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat dilakukan dengan cara: a. melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini; b. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan; c. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur pornografi; dan d. melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak pornografi. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 23 Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. Pasal 43 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan. dianggap oleh Pemohon bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, Pasal 28A, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28C ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28F, Pasal 28G ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I, Pasal 28J, Pasal 32 UUD 1945: Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 : Negara Indonesia adalah negara hukum. Pasal 18B ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945: (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. **) (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 2

Pasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28A UUD 1945: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal 28B ayat (2) UUD 1945: Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28C UUD 1945: (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi kesejahteraan umat manusia. (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasal 28E ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945: (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28F UUD 1945: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Pasal 28G UUD 1945: (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. Pasal 28H ayat (2) UUD 1945: Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. 3

Pasal 28I ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUD 1945: (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945: Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undangundang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Pasal 32 UUD 1945: (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. (2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. 3. Amar putusan : Menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. 4. Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi antara lain: a. bahwa hak konstitusional para Pemohon yang termuat dalam Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (2) dan Pasal 28F UUD 1945 tetap terjamin karena Pasal 1 angka 1 a quo justru memberikan gambaran dan arah yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan pornografi. b. bahwa Pasal 1 angka 1 UU Pornografi merupakan pengertian pornografi yang bersifat umum yang rumusannya tidak terlepas dari tujuan pembentukan Undang-Undang a quo, yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan 4

kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati kebhinnekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta melindungi harkat dan martabat setiap warga negara yang berguna untuk menjaga moral bangsa, melindungi perempuan, anak-anak, dan remaja dari pengaruh negatif dan bahaya pornografi. c. bahwa terdapat lima bidang yang tidak dapat dikategorikan sebagai pornografi, yaitu, seni, sastra, adat istiadat (custom), ilmu pengetahuan, dan olah raga. d. bahwa Pasal 4 ayat (1) harus dikaitkan dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) UU Pornografi yang antara lain mengatur pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus, sehingga apabila masyarakat mempunyai pekerjaan sebagai pembuat patung ataupun barang-barang kesenian yang terindikasi pornografi dapat meneruskan pekerjaannya dan hasil seni dari pekerjaannya tersebut. e. bahwa pengaturan pornografi dalam Undang-Undang a quo adalah sebagai suatu batasan yuridis yang berlaku secara kedaerahan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dapat dianggap sebagai perlakuan diskriminatif. f. bahwa pembatasan hak asasi, termasuk kebebasan berekspresi, oleh Undang-Undang tidak bertentangan dengan UUD 1945, asalkan pembatasan tersebut dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntuan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. g. bahwa Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) UU Pornografi justru memberikan kepastian hukum tentang peran serta masyarakat dan dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai due process of law yang pada gilirannya dapat menghindarkan serta mencegah tindakan anarkis atau main hakim sendiri (eigenrichting). h. bahwa norma yang tercantum dalam ketentuan Pasal 23 UU Pornografi juga lazim dikenal atau diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lain, misalnya dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan sebagainya, sehingga jika dalam UU Pornografi tidak diatur tentang hukum acara yang bersifat khusus, maka hal demikian bukanlah merupakan satu ketentuan yang bertentangan atau menyimpangi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). i. bahwa ketentuan Pasal 43 UU Pornografi pada dasarnya dimaksudkan untuk membangun kesadaran kepada setiap orang yang pada gilirannya menunjukkan tingkat ketaatan bagi setiap orang yang memiliki atau mempunyai produk pornografi secara sukarela untuk memusnahkannya, yang pada akhirnya bertujuan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyebarluasan 5

pornografi secara langsung ataupun tidak langsung sebagai akibat dari kelalaian ataupun kesengajaan kepada pihak lain. 5. Terhadap Putusan tersebut terdapat satu hakim yang mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion), yaitu: Maria Farida Indrati, dengan pertimbangan antara lain : bahwa kata pornografi dalam Pasal 1 angka 1 UU Pornografi seharusnya hanya merupakan suatu definisi dan tidak merupakan norma hukum yang bersifat mengatur (normatif) yang dapat diuji konstitusionalitasnya. Namun demikian, adanya frasa yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat dalam definisi tersebut telah menjadikan makna pornografi dalam Pasal 1 angka 1 sebagai suatu ketentuan yang bersifat larangan (mengatur secara normatif). bahwa ketidakpastian suatu definisi yang termuat Ketentuan Umum suatu Peraturan Perundang-undangan, dalam hal ini Pasal 1 angka 1 UU Pornografi akan selalu berkaitan dengan pasalpasal yang lain, karena definisi tersebut merupakan substansi yang selalu mendasari dan menjadi pijakan rumusan seluruh pasal-pasal selanjutnya. 6