FUNGSI SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN DITINJAU DARI KETENTUAN PASAL 15 UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI ORANG ASING DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Sebagai warga negara Indonesia di dalam sebuah negara hukum,

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014 Online di

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun akan menimbulkan berbagai macam problema. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

PRAKTIK PELAKSANAAN ROYA HAK TANGGUNGAN PADA KANTOR PERTANAHAN KOTA SAMARINDA JURNAL ILMIAH

KOMPARASI ANTARA SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DENGAN AKTA NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada

EKSEKUSI KREDIT MACET TERHADAP HAK TANGGUNGAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya

Pengertian Perjanjian Kredit

PERAN DAN FUNGSI COVERNOTE NOTARIS PADA PERALIHAN KREDIT (TAKE OVER) PADA BANK

Imma Indra Dewi Windajani

BAB I PENDAHULUAN. yang terikat di dalamnya. Menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

ANALISIS YURIDIS AKTA KETERANGAN LUNAS YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI DASAR DIBUATNYA KUASA MENJUAL JURNAL. Oleh

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

AULIA RACHMAN AMIRTIN. Keywords: Power of Attorney Imposing Collateral Right.

BAB II SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN. A. Pengertian Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

FUNGSI SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN DITINJAU DARI KETENTUAN PASAL 15 UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 Mira Novana Ardani Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang Email : miranovana@yahoo.com ABSTRACT The granting of credit guarantees should be done directly by the grantor of the mortgage, for something because it can not be present itself, it must appoint the other party as its proxy, with SKMHT in the form of an authentic deed. This research uses empirical / sociological juridical approach. To carry out the SKMHT function, actually any credit agreement is not always made SKMHT. There are legal consequences if after making SKMHT not followed by making APHT Keywords: Credit, SKMHT, APHT ABSTRAK Pemberian jaminan kredit hendaknya dilakukan secara langsung oleh pemberi hak tanggungan,karena sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan SKMHT yang berbentuk akta otentik. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris/sosiologis. Untuk melaksanakan fungsi SKMHT, sebenarnya setiap perjanjian kredit tidak selalu dibuat SKMHT nya.terdapat akibat hukumnya bila setelah dibuatnya SKMHT tidak diikuti dengan pembuatan APHT. Kata kunci: Kredit, SKMHT, APHT A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Selain itu, jumlah penduduk di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam rangka memberikan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia khususnya, maka tentu saja Pemerintah harus melakukan suatu upaya. Salah satu upaya tersebut yakni dengan melakukan pembangunan diberbagai bidang. Pembangunan yang dilakukan seperti dibidang ekonomi. Salah satu cara untuk meningkatkan taraf hidup adalah dengan mengembangkan perekonomian dan perdagangan. Untuk mengembangkan perekonomian diperlukan dana yang tidak sedikit. Dewasa ini hambatan dan kesulitan yang muncul justru berkenaan dengan pengadaan modal. 1 Modal yang diperlukan tersebut ada yang memerlukannya dalam jumlah yang sangat besar, sehingga penyediaannya tidak harus selalu disediakan oleh siapa yang membutuhkan untuk pembangunan tersebut, melainkan dapat dibantu oleh pihak lain. Salah satu lembaga yang memiliki usaha di bidang ekonomi, seperti menyediakan kredit adalah bank.pengertian bank menurut Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 1 Eugenia Liliawati Muljono, Amin Widjaja Tunggal, Eksekusi Grosse Akta Hipotek Oleh Bank, Jakarta: Rineka Cipta, 1996, hlm.v 123

Fungsi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Ditinjau Dari Ketentuan Pasal 15 Tahun 1992 tentang Perbankan dalam Pasal 1 disebutkan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Cara bank dalam membantu menyediakan modal salah satunya dengan cara kredit.kredit seperti dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkanpersetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Demi kepastian hukum dan supaya mendapat perlindungan hukum, maka permohonan kredit dituangkan dalam bentuk perjanjian secara tertulis. Perjanjian ini menurut Pasal 1867 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dapat dilakukan secara otentik maupun dibawah tangan. Pada umumnya, yang dipergunakan oleh lembaga perbankan untuk mengikat perjanjian kredit tersebut berupa akta otentik. Akta otentik yang dijelaskan di dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memiliki pengertian suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akte dibuatnya. Begitu juga bagi bank dalam membuat perjanjian kreditnya dihadapan pejabat yang berwenang, yakni notaris. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undangundang jabatan notaris atau berdasarkan undang-undang lainnya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. Kewenangan notaris seperti yang terdapat dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 seperti membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik. Selain itu notaris juga berwenang membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. Dalam kegiatan lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit, adanya barang untuk jaminan pembayaran utang debitornya merupakan unsur yang sangat penting (walaupun bukan hal yang paling penting). Sebab suatu kredit yang tidak memiliki jaminan yang cukup, mengandung bahaya yang besar. Keadaan keuangan debitor mungkin saja secara tidak terduga jatuh pasang situasi gawat, sehingga debitor tidak mampu lagi membayar utangnya. Jika keadaan itu terjadi, maka jaminan yang ada harus dijual. Bila hasil penjualan itu tidak cukup melunasi utang debitor, maka kreditor dirugikan.2 Tanah merupakan salah satu benda tidak bergerak yang sangat diminati oleh berbagai pihak dalam hal investasi. Begitu juga untuk pemberian barang jaminan utang. Alasan mengapa tanah sangat diminati oleh banyak orang, salah satunya yakni oleh lembaga keuangan, karena tanah memiliki nilai yang tinggi secara ekonomi, harga tanah yang terus meningkat, serta dapat dipindahkan haknya kepada pihak lain. Tidak semua tanah memiliki sifat atau dalam keadaan tersebut. Tanah yang sukar dijual, harganya terus menurun, mudah digelapkan tidak mempunyai tanda bukti hak dan tidak dapat dibebani hak tanggungan. Yang demikian, biasanya 2 Effendi Perangin, Praktek Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit, Jakarta:Rajawali Pers,1987,hlm.x 124

DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW VOL. 1 NO. 1 NOVEMBER 2017 tidak diterima oleh kreditor sebagai jaminan pembayaran utang. Kalau pun diterima, maka biasanya hanya sebagai jaminan tambahan saja.3 Agar tanah sebagai jaminan kredit dapat memenuhi kehendak kreditor, maka tanah itu harus dibebani dengan hak jaminan. Hak jaminan yang membebani tanah menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria disebut hak tanggungan.4 Lembaga jaminan utang atas tanah yaitu hak tanggungan diatur dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Jika seseorang akan mengajukan permohonan kredit dengan jaminan tanah, dan menggunakan lembaga jaminan hak tanggungan, maka harus menempuh apa yang dinamakan tahap pembebanan hak tanggungan. Tahap pembebanan hak tanggungan terdiri atas dua tahap, yakni tahap pemberiannya, yang dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau yang disingkat PPAT, dan tahap pendaftarannya yang dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan.5 Pada tahap pemberiannya, asas yang harus dipatuhi yakni wajib dihadiri dan dilakukan sendiri oleh pemberi hak tanggungan sebagai pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum membebankan hak tanggungan atas obyek yang dijadikan jaminan. Hanya apabila benar-benar diperlukan dan berhalangan, kehadirannya untuk memberikan hak tanggungan dan menandatangani akta pemberian hak tanggungan nya dapat dikuasakan kepada pihak lain.6 Apabila pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir pada saat tahap pemberian hak tanggungan, maka pemberian kuasa tersebut wajib dilakukan 3 Ibid, hlm.ix 4 Ibid, hlm.x 5 Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi Dan Pelaksanaannya, Jakarta:Djambatan,2008,hlm.430 6 Ibid,hlm.441 dihadapan seorang notaris atau PPAT, dengan suatu akta otentik yang disebut surat kuasa membebankan hak tanggungan.7 Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka permasalahan yang timbul dalam tulisan ini antara lain, apakah setiap perjanjian kredit selalu dibuat surat kuasa membebankan hak tanggungan? Bagaimana akibat hukumnya apabila setelah dibuatnya surat kuasa membebankan hak tanggungan tidak diikuti dengan pembuatan akta pemberian hak tanggungan? 2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris atau sosiologis terhadap hukum, yang mana untuk memperdalam dan memperluas obyek yang diteliti, karena dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana bekerjanya hukum dalam masyarakat dan bagaimana hukum berinteraksi dengan masyarakat. Di dalam penelitian ini akan dikaji secara teori (law in book), dan juga dikaji bagaimana yang terjadi di masyarakat (law in action). Hukum tidak hanya dilihat sebagai suatu entitas normatif yang mandiri atau isoterik, melainkan justru harus dilihat sebagai bagian riil dari sistim sosial yang berkaitan dengan variable social yang lain,8 sehingga fungsi surat kuasa membebankan hak tanggungan ditinjau dari ketentuan pasal 15 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1996 di samping perlu diteliti dari aspek-aspek hukumnya juga realitas empiriknya dalam masyarakat. Spesifikasi penelitian ini menggunakan penelitan deskriptif analitis, yaitu berupaya menggambarkan secara rinci bagaimana implementasi dari peraturan-peraturan yang berhubungan 7 Ibid 8 Soerjono Soekanto, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, Jakarta:Bina Aksara 1988, hlm.9 125

Fungsi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Ditinjau Dari Ketentuan Pasal 15 dengan kebijakan mengenai fungsi surat kuasa membebankan hak tanggungan ditinjau dari ketentuan pasal 15 Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996, tanpa melakukan hipotesa dan perhitungan secara statistik. Jenis data yang dipergunakan yakni data primer, yaitu data yang diperoleh di lapangan sebagai data utama. 9 Selain itu penggunaan data sekunder juga digunakan, yaitu diperoleh melalui studi kepustakaan, studi dokumenter maupun aturan-aturan hukum dalam peraturan perundangundangan yang berfungsi untuk menunjang kelengkapan data primer. 10 Dalam metode pengumpulan data, data sekunder dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer yang merupakan bahan hukum yang mengikat, yaitu peraturan perundang-undangan, terutama yang berhubungan dengan fungsi SKMHT ditinjau dari ketentuan Pasal 15 UU Nomor 4 Tahun 1996, bahan hukum sekunder yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, antara lain pendapat para sarjana, majalah-majalah berita tanah buku-buku karya ilmiah para sarjana, dan hasil-hasil penelitian yang membahas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pokok bahasan penelitian ini. Selain itu, digunakan juga bahan hukum tertier, yakni bahan hukum yang mendukung dan memberikan penjelasan bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus bahasa Indonesia, ejaan yang disempurnakan, dan kamus bahasa Inggris. Setelah data penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan terkumpul, kemudian dilakukan suatu analisa yang dihubungkan dengan masalah-masalah yang ada untuk kemudian ditarik kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan secara obyektip.sehubungan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka analisis kuantitatif dan kualitatif ini berusaha untuk menghubungkan fakta yang ada dengan berbagai peraturan yang berlaku sehingga diketahui bagaimana fungsi SKMHT ditinjau dari ketentuan Pasal 15 UU Nomor 4 Tahun 1996. Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. 11 Dalam penelitian tentang fungsi SKMHT ditinjau dari Pasal 15 UU Nomor 4 Tahun 1996, metodologi yang digunakan adalah metodologi penelitian hukum, karena bahasan yang diteliti merupakan masalah hukum. 3. Kerangka Teori Surat kuasa membebankan hak tanggungan dapat digunakan apabila pada tahap pemberian hak tanggungan si pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir untuk memberikan hak tanggungan dan menandatangani APHT nya. Dalam pemberian kuasa tersebut, wajib dilakukan di hadapan seorang notaris atau PPAT. Apabila kita melihat ketentuan yang terdapat dalam Pasal 15 ayat 1 UUHT, disana dikatakan bahwa SKMHT wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT dengan memenuhi persyaratan. Jenis dan bentuk akta yang dapat dibuat oleh PPAT salah satunya membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan atau disingkat SKMHT, yang merupakan akta pemberian kuasa yang dipergunakan dalam pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan atau disingkat APHT. Hal ini diuraikan dalam Pasal 95 ayat 2 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Pemberian kuasa harus dilakukan sendiri oleh pemberi hak tanggungan, sedang akta pemberian kuasanya harus dibuat oleh notaris atau PPAT dalam 9 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Dan Jurimetri, Ghalia, Jakarta, 1992, hal.52 10 Op.Cit,hlm.9 11 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta:Raja Grafindo Persada,2001, hlm.1 126

DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW VOL. 1 NO. 1 NOVEMBER 2017 bentuk SKMHT yang formulirnya disediakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Selain itu bagi sahnya SKMHT ada larangan dan persyaratan yang diatur dalam Pasal 15 ayat 1 UUHT, yakni antara lain 12 : 1. Dilarang SKMHT memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan hak tanggungan. 2. Tidak memuat kuasa subsitusi. Subsitusi adalah penggantian penerima kuasa melalui peralihan, hingga ada penerima kuasa baru. Bukan subsitusi, karena tidak terjadi penggantian penerima kuasa, apabila penerima kuasa menugaskan pihak lain untuk atas namanya melaksanakan kuasa itu. 3. Wajib dicantumkan secara jelas obyek hak tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi hak tanggungan. Meskipun ada larangan dalam SKMHT memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan hak tanggungan, namun dalam Pasal 11 ayat 2 UUHT, terdapat janji-janji yang tidak dilarang memberi kuasa. Dalam penjelasan Pasal 15 ayat 1 UUHT, dikatakan bahwa apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka SKMHT yang bersangkutan batal demi hukum, yang berarti bahwa surat kuasa yang bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan akta pemberian hak tanggungan. Selain itu, PPAT wajib menolak permohonan untuk membuat akta pemberian hak tanggungan, apabila SKMHT tidak dibuat sendiri oleh pemberi hak tanggungan atau tidak memenuhi persyaratan tersebut. Kuasa untuk memberikan hak tanggungan tidak dapat ditarik kembali dan tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga, juga jika pemberi hak tanggungan meninggal dunia. Kuasa tersebut sudah barang tentu berakhir setelah dilaksanakan atau telah habis jangka waktunya. Adanya ketentuan ini dalam rangka melindungi kepentingan kreditor, sebagai pihak yang umumnya diberi kuasa untuk membebankan hak tanggungan yang dijanjikan. 13 Dalam penggunaan SKMHT terdapat batas waktunya. Mengenai aturannya dapat kita temukan dalam Pasal 15 ayat 3 dan ayat 4 UUHT. Ayat 3 nya berisi SKMHT mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan pemberian hak tanggungan selambatlambatnya satu bulan sesudah diberikan. Lain halnya dengan yang terdapat dalam ayat 4 nya, yaitu SKMHT mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambatlambatnya tiga bulan sesudah diberikan. Ketentuan tersebut berlaku untuk obyek hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan, akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Hal ini diterangkan dalam Pasal 10 ayat 3 UUHT. Jangka waktunya ditetapkan lebih lama karena untuk keperluan pembuatan APHT nya diperlukan penyerahan lebih banyak surat-surat dokumen kepada PPAT, karena untuk memperoleh surat-surat tersebut memerlukan waktu. Seperti dijelaskan dalam penjelasan Pasal 15 ayat 4 nya, misalnya surat keterangan riwayat tanah, surat keterangan dari Kantor Pertanahan bahwa tanah yang bersangkutan belum bersertipikat, dan apabila bukti kepemilikan tanah tersebut masih atas nama orang yang sudah meninggal, surat keterangan waris dan surat pembagian waris. 12 Op.cit, Boedi Harsono, hlm.442 13 Ibid,hlm.443 127

Fungsi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Ditinjau Dari Ketentuan Pasal 15 Alasan lain mengapa dibutuhkan waktu yang lebih lama jika obyek hak tanggungan berupa hak atas tanah tersebut belum terdaftar, yaitu mengingat pembuatan APHT pada hak atas tanah yang belum terdaftar harus dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan, yang terlebih dahulu perlu dilengkapi persyaratannya. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 15 ayat 4 UUHT tersebut berlaku juga terhadap tanah yang sudah bersertipikat, tetapi belum didaftar atas nama pemberi hak tanggungan sebagai pemegang hak atas tanah yang baru, yaitu tanah yang belum didaftar peralihan haknya, pemecahannya, atau penggabungannya. Penentuan waktu tiga bulan tersebut bukan dimaksudkan untuk menyelesaikan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan, melainkan untuk mempercepat realisasi pembuatan APHT nya. Penyelesaian pendaftaran hak itu sendiri, yang umumnya memerlukan waktu lebih dari tiga bulan jika mengenai Hak Milik bekas hak milik adat, dilakukan sesudah dibuat APHT nya. Maka pada waktu dibuat APHT Hak Milik bekas hak milik adat tersebut, belum perlu bersertipikat. 14 B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Setiap Perjanjian Kredit Selalu Dibuat atau Tidak Dibuatkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungannya Bank dan lembaga keuangan lainnya berfungsi antara lain untuk memberikan kredit. Kredit ialah suatu fasilitas untuk memperoleh pinjaman uang. Pinjaman uang menyebabkan timbulnya utang, yang harus dibayar oleh debitor menurut syarat-syarat yang ditetapkan dalam suatu perjanjian pinjaman atau persetujuan untuk membuka kredit. 15 14 Ibid,hlm.444 15 Op.cit, Effendi Perangin,hlm.IX Seseorang yang ingin mengajukan kredit kepada pihak bank misalnya, maka ia harus memenuhi persyaratan yang diajukan. Persyaratan tersebut seperti jumlah utang yang diajukan dengan jaminan yang ada harus lebih tinggi nilai jaminannya. Kaitannya jaminan tersebut berupa tanah, maka juga memiliki kriteria tersendiri. Masing-masing lembaga perbankan memiliki kriteria yang bervariasi. Kriteria tanah yang dijadikan jaminan antara bank yang satu dengan lainnya tidaklah seragam. Dalam menetapkan kriteria tanah yang dijadikan jaminan utangnya, tentu saja dengan tujuan bahwa apabila debitor tidak dapat melunasi utangnya, maka bank dapat melelang objek yang dijadikan jaminan utang tersebut tanpa ada kerugian. Setelah dinilai mengenai jaminan yang diberikan, disesuaikan dengan jumlah utang yang diajukan, dan telah disetujui pengajuan kreditnya, maka pihak bank akan mencatatkan hal tersebut di notaris. Idealnya, semua utang yang jaminannya berupa hak atas tanah, maka untuk menjamin kepastian hukumnya dibebani dengan hak tanggungan. Hak tanggungan dipilih karena memiliki keistimewaan. Pengertian hak tanggungan yang terdapat dalam UUHT yaitu hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada krediror tertentu terhadap kreditorkreditor lain. Dalam arti, bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditorkreditor yang lain. Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh pihak bank, perjanjian yang dibuat untuk mencatat terjadinya utang piutang tersebut yakni perjanjian kredit. Hal ini merupakan perjanjian pokok sebelum dilakukan langkah selanjutnya, karena adanya hak tanggungan setelah terjadinya utang. Hal ini selaras bahwasannya hak tanggungan diberikan 128

DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW VOL. 1 NO. 1 NOVEMBER 2017 untuk menjamin pelunasan piutang kreditor. Dikatakan bahwa, hak tanggungan adalah accessoir pada suatu piutang tertentu. Kelahiran, eksistensi, peralihan, eksekusi dan hapusnya suatu hak tanggungan ditentukan oleh adanya, peralihannya dan hapusnya piutang yang dijamin. Ini merupakan hakikat hak tanggungan. Tanpa adanya suatu piutang tertentu yang secara tegas dijamin pelunasannya, menurut hukum tidak akan ada hak tanggungan. 16 Tahap pemberian hak tanggungan tersebut didahului dengan janji akan memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan kredit yang diperjanjikan. Janji tersebut wajib dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian utang piutang atau perjanjian lain. Perjanjian tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis, meskipun bisa juga akta di bawah tangan, bisa juga berbentuk otentik. 17 Setelah perjanjian kredit dibuat, menurut keterangan narasumber dari pihak bank, PPAT akan membuat SKMHT nya. Dalam tahapan ini mengapa SKMHT langsung dibuat karena pada umumnya pihak debitor tidak hadir. Oleh karena itu, memberikan kuasa nya kepada pihak bank. Pada tahap pemberian hak tanggungan, seringkali SKMHT sudah dibuat untuk berjaga-jaga apabila debitor tidak dapat hadir dalam perbuatan hukum membebankan hak tanggungan atas obyek yang dijadikan jaminan. Ketentuan yang terdapat di dalam penjelasan UUHT, bahwa pada asasnya dalam memberikan hak tanggungan, pemberi hak tanggungan wajib hadir di hadapan PPAT.Jika karena sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan SKMHT, yang berbentuk akta otentik. Maka, sebenarnya dalam tahap pemberian hak tanggungan, tidak harus 16 Op.cit,Boedi Harsono,hlm.420 17 Ibid,hlm.432 dibuat SKMHT nya, karena SKMHT hanya dibuat apabila pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir sendiri. Apabila SKMHT tetap dibuat dalam tahap pemberian hak tanggungan tersebut, misalkan tanpa konfirmsi kepada pemberi hak tanggungan, ini tentu saja tidak sesuai dengan aturan yang sudah diberlakukan. Kondisi yang semestinya, debitor tetap harus diberi konfirmasi bahwa kehadirannya dibutuhkan untuk pemberian hak tanggungan di PPAT. Kemudian apabila debitor menyatakan tidak dapat hadir, maka dibuatlah SKMHT. Dalam pembuatan SKMHT tentunya ada biaya yang dikeluarkan untuk jasa pejabat yang membuatnya. 2. Akibat Hukumnya Setelah Dibuatnya SKMHT Tidak Diikuti Dengan Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan SKMHT terdapat jangka waktu yang membatasinya. Untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pemberian hak tanggungan selambatlambatnya satu bulan, dan untuk hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan akta pemberian hak tanggungan selambat-lambatnya tiga bulan sesudah diberikan. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 15 ayat 3 dan 4 UUHT. Penjelasan yang disampaikan dalam UUHT, pada tahap pemberian hak tanggungan oleh pemberi hak tanggungan kepada kreditor, hak tanggungan yang bersangkutan belum lahir. Hak tanggungan itu baru lahir pada saat dibukukannya dalam buku tanah di Kantor Pertanahan. Oleh karena itu, kepastian mengenai saat didaftarkannya hak tanggungan tersebut adalah sangat penting bagi kreditor. Kepastian tersebut dikatakan penting bagi kreditor, karena kedudukan kreditor akan mendapat keistimewaan dibanding kreditor-kreditor yang lain, setelah hak tanggungannya lahir. Selain itu, kepastian sangat penting bagi kreditor karena akan menentukan peringkat dalam hubungannya dengan kreditor-kreditor 129

Fungsi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Ditinjau Dari Ketentuan Pasal 15 lainnya yang juga pemegang hak tanggungan, dengan tanah yang sama sebagai jaminannya. Perlu memperhatikan jangka waktu yang terdapat dalam SKMHT, karena apabila jangka waktunya telah habis dan dalam hal ini belum diikuti dengan pembuatan APHT, maka harus membuat SKMHT yang baru. Ketentuan adanya batas waktu berlakunya SKMHT tersebut memiliki maksud untuk mencegah berlarut-larutnya waktu pelaksanaan kuasanya. Hal ini disampaikan dalam penjelasan Pasal 15 ayat 6 UUHT. Dalam praktek, ada yang dalam pembuatan SKMHT tidak langsung diikuti oleh pembuatan APHT. Hal ini tentu sangat merugikan terutama untuk si debitor, baik dalam hal secara ekonomi, dan waktu. Ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 13 UUHT ayat 2, yakni selambatlambatnya tujuh hari kerja setelah penandatanganan APHT, PPAT wajib mengirimkan APHT dan warkah lain yang diperlukan ke Kantor Pertanahan. Hal ini juga diperkuat dengan ketentuan yang terdapat pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, baik dalam Pasal 114, Pasal 115, Pasal 117 nya, untuk pendaftaran hak tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang sudah terdaftar atas nama pemberi hak tanggungan, untuk pendaftaran hak tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang sudah terdaftar tetapi belum atas nama pemberi hak tanggungan dan diperoleh pemberi hak tanggungan karena peralihan hak melalui pewarisan atau pemindahan hak, untuk pendaftaran hak tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah yang belum terdaftar, PPAT yang membuat APHT nya wajib selambatlambatnya tujuh hari kerja setelah menandatanganan APHT menyerahkan kepada Kantor Pertanahan berkas yang diperlukan. Setelah itu, dalam Pasal 119 UUHT disebutkan, dalam waktu tujuh hari kerja setelah pendaftaran hak tanggungan tersebut dilakukan, Keapala Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat hak tanggungan. Apabila sampai terlalu lamanya SKMHT tersebut kemudian tidak dibuatkan APHT nya, maka ada akibat hukum yang ditimbulkan. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 15 ayat 6 UUHT, bahwa SKMHT yang tidak diikuti dengan APHT dalam waktu yang ditentukan, maka batal demi hukum.padahal, untuk lahirnya hak tanggungan harus menempuh selain tahap pembebanan hak tanggungan, juga tahap pendaftarannya di Kantor Pertanahan. Apabila dari tahap pemberian hak tanggungan tidak dapat dapat diikuti dengan pembuatan APHT, maka tahap selanjutnya yaitu pendaftaran di Kantor Pertanahan tidak dapat dilakukan. Hal ini akan mengakibatkan status kreditor menjadi kreditor konkuren, yakni tidak dapat memiliki hak istimewa dalam hal mendapat pelunasan utangnya lebih dahulu dibanding kreditor lainnya, dan pembagiannya pun berimbang. Kalau seluruh atau sebagian harta kekayaan debitor telah dipindahkan kepada pihak lain, karena bukan lagi kepunyaan debitor, bukan lagi merupakan jaminan bagi pelunasan piutang kreditornya. 18 Dalam hal proyek-proyek tertentu, yaitu jenis-jenis kredit usaha kecil, yang diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tanggal 29 Mei 1993 Nomor 26/24/KEP/Dir ditetapkan batas jangka waktu lain dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang penetapan batas waktu penggunaan surat kuasa membebankan hak tanggungan untuk menjamin pelunasan kredit-kredit tertentu. Peraturan ini untuk melaksanakan apa yang diamanahkan oleh Pasal 15 ayat 5 UUHT, dan merupakan pengecualian dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 15 ayat 2 dan 3 UUHT. 18 Ibid,hlm.417 130

DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW VOL. 1 NO. 1 NOVEMBER 2017 C. SIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pada asasnya dalam memberikan hak tanggungan, pemberi hak tanggungan wajib hadir di hadapan PPAT.Jika karena sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan SKMHT, yang berbentuk akta otentik. Maka, sebenarnya dalam tahap pemberian hak tanggungan, tidak harus dibuat SKMHT nya, karena SKMHT hanya dibuat apabila pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir sendiri. 2. Apabila dalam pelaksanaan pada tahap pemberian hak tanggungan pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir, dan dibuatkan untuk SKMHT nya, namun tidak diikuti dengan pembuatan APHT, kecuali yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang penetapan batas waktu penggunaan surat kuasa membebankan hak tanggunganuntuk menjamin pelunasan kredit-kredit tertentu, maka memiliki akibat hukum yakni batal demi hukum. Sehingga hal ini dapat berakibat utang debitor tidak menggunakan lembaga hak tanggungan. Akibatnya, kreditor tidak memiliki keistimewaan dalam hal mendapat pelunasan piutangnya dibandingkan dengan kreditor-kreditor yang lain. 131

Fungsi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Ditinjau Dari Ketentuan Pasal 15 DAFTAR PUSTAKA Buku Effendi Perangin, 1987, Praktek Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit, Jakarta, Rajawali Pers Hanitijo, Ronny, Soemitro, 1992, Metodologi Penelitian Dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Harsono, Boedi, HukumAgraria Indonesia, 2008, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi Dan Pelaksanaannya, Jakarta, Djambatan Liliawati, Eugenia, Muljono,danWidjaja, Amin, Tunggal, 1996, Eksekusi Grosse Akta Hipotek Oleh Bank, Jakarta, Rineka Cipta Soekanto, Soerjono, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, 1988, Jakarta, Bina Aksara Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, 2001, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada Undang-Undang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Peraturan Menteri Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit- Kredit Tertentu Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketantuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah 132