menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 2 Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sosial yang tidak dapat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. mutlak diperlukan dan sebagai syarat terbentuknya suatu keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Ajaran agama Islam mengatur hubungan manusia dengan Sang. Penciptanya dan ada pula yang mengatur hubungan sesama manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang. atau hala-hal yang tidak diinginkan terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I PENDAHULUAN. makhluk yang tidak bisa tidak harus selalu hidup bersama-sama. bagaimanapun juga manusia tidak dapat hidup sendirian, serta saling

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG

Transkripsi:

7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup menyendiri atau terpisah dari kelompok manusia lainnya. Menurut Aristoteles seorang ahli pikir Yunani yang di sadur dalam buku C.S.T.Kansil menyatakan : Bahwa manusia itu adalah Zoon Politicon, artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk hidup pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Jadi makhluk yang suka bermasyarakat. Oleh karena itu sifatnya yang suka bergaul satu dengan yang lain, maka manusia disebut mahluk sosial. 1 Manusia sebagai individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena manusia semenjak lahir, hidup berkembang dan meninggal dunia selalu didalam lingkungan masyarakat, karena hidup bersama merupakan suatu gejala yang umum bagi seorang manusia, dan hanya manusia-manusia yang memiliki kelainan-kelainan saja yang mampu mengasingkan diri dari orang-orang lainnya dan tidak membutuhkan manusia lainnya dalam hidupnya. Dalam bentuknya yang terkecil hidup bersama itu dimulai dengan adanya keluarga. 1 C.S.T.Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm 29

8 Sudah merupakan kodratnya bahwa manusia itu hidup berdampingan dengan sesamanya manusia dan berusaha meneruskan keturunannya dengan membentuk suatu keluarga dalam ikatan perkawinan yang sah. Subekti mendefinisikan perkawinan sebagai pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. 2 Pengertian perkawinan yang sah menurut Subekti hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan syarat-syarat serta peraturan agama dikesampingkan. Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) menyebutkan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk sebuah keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan pengertian dan tujuan perkawinan Katholik yang diatur dalam Kitab Hukum Kanonik ( KHK ) Nomor Kan.1055 yang menyebutkan: Matrimoniale foedus, quo vir et mulier inter se totius vitae consortium cnstituunt, indole sua naturali ad bonum coniugum atque ad prolis generationem et educationem ordinatum, a Christo Domino ad sacramenti dignitatem inter baptizatos evectum est. 3 Ketentuan dalam bahasa latin tersebut berarti bahwa makna dari Perjanjian kawin yaitu, dengan mana pria dan wanita membentuk antar mereka kebersamaan 2 Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, hlm 23 3 Kitab Hukum Kanonik (KHK) Kan.1055

9 seluruh hidup, dari sifat kodratinya terarah pada kesejahteraan suami isteri serta pada kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perkawinan antara orang orang yang dibaptis diangkat ke martabat sakramen. Dari beberapa pengertian diatas di ketahui bahwa dalam perkawinan adanya anak itu selain merupakan suatu karunia dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, kehadiaran anak itu juga merupakan dambaan dalam kehidupan keluarga yang di bentuk oleh suami dan istri. Hadirnya seorang anak dalam keluarga juga dianggap sebagai kesempurnaan di kehidupan berkeluarga. Kitab Kejadian 1:28 menyebutkan : Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi. 4 Menurut kitab tersebut bahwa kehadiran seorang anak itu bukan hanya sebagai pelengkap dari suatu keluarga tetapi Allah sendiri memerintahkan manusia untuk tidak hanya membentuk keluarga saja, Melainkan untuk mempunyai anak sebanyak banyaknya untuk memenuhi bumi dan alam semesta. Undang Undang Perkawinan sendiri menyebutkan tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pengertian ini menegaskan bahwa kehadiran seorang anak dalam sebuah perkawinan merupakan suatu bentuk upaya untuk mewujudkan keluarga yang bahagia. 4 Alkitab, Kejadian 1:28

10 Kelahiran seorang anak dalam suatu perkawinan yang sah itu merupakan anak yang sah, akan tetapi tidak jarang sebuah rumah tangga atau keluarga itu tidak mendapatkan keturunan. Apabila suatu keluarga itu tidak dilahirkan seorang anak maka untuk melengkapi unsur keluarga atau untuk melanjutkan keturunannya dapat dilakukan suatu perbuatan hukum yaitu dengan mengangkat anak. Biasanya pengangkatan anak ini banyak di lakukan oleh keluarga yang tidak mempunyai keturunan atau anak. Hal ini sudah menjadi sesuatu yang biasa di masyarakat Indonesia karena tidak semua keluarga dapat untuk mempunyai anak kandung. Banyak hal yang menjadi factor dalam perkawinan itu tidak menghasilkan anak. Bisa dikarenakan factor kesehatan, usia atau memang masih belum dikaruniai oleh Tuhan. Mengakat anak juga dianggap sebagai suatu cara untuk memperoleh anak. Sudah tidak asing bahwa mengakat anak juga merupakan cara untuk memancing keturunan bagi keluarga yang belum di karuniai seorang anak kandung. Namun itu bukan alasan yang selalu orang lakukan ketika mengangkat seorang anak. Beberapa keluarga mengakat anak dengan alasan untuk membantu meringankan keluarga si anak tersebut. Mengangkat anak bukan merupakan suatu hal illegal tetapi ini diatur oleh Negara. Dalam Pasal 12 ayat ( 1 ) Undang Undang No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak tersebut diatur bahwa pengakatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat kebiasan, dilaksanakan berdasarkan

11 peraturan perundang undangan. Pengertian pengangkatan anak atau adopsi adalah pengangkatan anak (adopsi) adalah suatu tindakan mengambil anak orang lain untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak turunannya sendiri, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati dan sah menurut hukum yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan. 5 Dalam pengangkatan anak yang tidak melalui pengadilan, anak tersebut tidak berhak mewaris, di karenakan prinsip dari pewarisan adalah adanya hubungan darah, maka secara hukum anak angkat atau anak tiri tidak berhak mendapatkan warisan secara langsung dari pewaris. Namun dimungkinkan bagi anak angkat tersebut untuk menerima warisan dengan cara pemberian Hibah atau Hibah wasiat (pasal 874 BW). Sehingga, dalam hal terjadi suatu pemberian atas suatu barang kepada keturunannya dengan tujuan agar keturunannya dapat memiliki hak atas barang tersebut pada saat pemberi harta masih hidup dapat di tempuh dengan cara hibah. Hibah sendiri merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak sebab dan musababnya) tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima pemberi. Pemberian hibah ini pada umumnya tidak dapat untuk di tarik kembali karena hibah itu merupakan suatu pemberian yang sukarela hal ini menjadikan sesuatu yang telah di berikan oleh pemberi hibah kepada penerima hibah tidak dapat untuk di minta kembali oleh si pemberi hibah dengan alasan apapun. Baik terhadap anak kandung si pemberi hibah maupun anak angkat atau kepada orang lain di luar lingkup keluarga si pemberi hibah. Tetapi dalam hukum perdata dimungkinkan 5 Arif Gosita. 1989. Masalah Perlindungan Anak-Edisi Pertama. Akademi Pressindo, Jakarta. hlm 44.

12 terjadinya suatu pembatalan hibah baik di karenakan atas suatu hal tertentu berkaitan dengan kepentingan dari pihak penghibah ataupun dikarenakan suatu hal lain. Kepentingan ini dapat berkaitan dengan adanya hutang dari penghibah yang belum terbayar ataupun di karenakan suatu hal lain seperti pembatalan pengangkatan anak lalu diikuti dengan adanya pembatalan hibah yang di putuskan dalam Pengadilan Negeri Yogyakarta. Alasan atas pembatalan yang di putuskan dalam Pengadilan Negeri Yogyakarta yang telah dikemukakan di atas akhirnya mendorong Penulis untuk melakukan sebuah penelitian dan penulisan hukum yang berjudul TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBATALAN HIBAH KEPADA ANAK ANGKAT YANG TELAH DIPUTUS HUBUNGAN HUKUMNYA OLEH ORANG TUA ANGKAT ( STUDI KASUS No.102/PDT.G/2011/PN.YK). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka ada beberapa permasalahan yang perlu dikajian berkaitan dengan pembatalan hibah dan akibat hukumnya ( Studi Kasus Perkara Nomor 102/Pdt.G/2011/PN.Yk). Maka dapat dikemukakan perumusan masalahnya sebagai berikut : 1. Apakah putusan pembatalan hibah di Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara Nomor 102/Pdt.G/2011/PN.Yk tentang pembatalan hibah telah sesuai dengan Hukum Perjanjian?

13 2. Bagaimana akibat hukum terhadap harta hibah yang dibatalkan berdasarkan putusan 102/Pdt.G/2011/PN.Yk? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1) Tujuan Obyektif Ada pun tujuan Obyektif dari penelitian ini adalah : A. Untuk mengetahui kesesuaian putusan pembatalan hibah di pengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara Nomor 102/Pdt.G/2011/PN.Yk tentang pembatalan hibah dikaitkan dengan kaidah kaidah dalam hukum perjanjian. B. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap harta hibah yang dimohonkan pembatalan dalam perkara Nomor 102/Pdt.G/2011/PN.Yk tentang pembatalan hibah dalam hal obyek dari hibah tersebut telah di balik nama. 2) Tujuan Subyektif Ada pun tujuan Subyektif dari penelitian ini adalah : a. Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat berkaitan dengan obyek yang diteliti yang nantinya diperlukan sebagai bahan analisis;

14 b. Sebagai bahan yang dipergunakan untuk menyusun penulisan hukum, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis ini bukanlah penelitian pertama yang membahas mengenai hibah. Sepanjang pengetahuan penulis belum banyak penelitian yang membahas mengenai hibah, data ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan di perpustakaan Fakultas Hukum UGM, adapun penulisan hukum yang mengangkat topik berkaitan dengan pembatalan hibah yang ditulis oleh Theresia Ayu Anggita Sari pada tahun 2012 dengan judul Hibah Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum bagi Anak Perempuan Dalam Sistem Pewarisan Adat Bali dengan Nomor Induk Mahasiswa 08/2867360/HK/17814 6. Penulisan hukum tersebut memfokuskan pada pelaksanaan hibah sebagai suatu bentuk solusi untuk anak perempuan di Bali guna memperoleh warisan. Ada pun penulisan hukum tersebut mempunyai rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perlindungan hukum bagi anak perempuan di Puri Agung Karangasem Bali terkait dengan hak atas harta benda orangtuanya? 6 Skripsi Theresia Ayu Anggita Sari, 2012, Hibah Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum bagi Anak Perempuan Dalam Sistem Pewarisan Adat Bali, Fakultas Hukum UGM. Yogyakarta

15 2. Bagaimana proses penghibahan harta orang tua terhadap anak perempuan dalam system pewarisan di Puri Agung Karangasem? Penulis beranggapan, penelitian yang dilakukan penulis mempunyai perbedaan dengan penulisan hukum yang sudah ada sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh penulis memfokuskan pada kajian secara yuridis terhadap pembatalan hibah oleh orang tua angkat yang telah memutus hubungan pengangkatan anak kepada anak angkatnya. Dalam hal ini, ada perbedaan yang sangat signifikan yaitu fokus dari penelitian penulis itu menganalisis adanya suatu pembatalan hibah sedangkan yang dilakukan oleh saudari Theresia Ayu Anggita Sari pada tahun 2012, dimana hibah itu merupakan suatu solusi bagi anak perempuan di bali untuk mendapat haknya dalam pewarisan yang mana dalam peraturan di daerah tersebut hanya anak laki-laki saja yang mempunyai hak. Berdasarkan hal tersebut, Penulis menyimpulkan penelitian ini asli. E. Manfaat Penelitian Adapun berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan diadakannya penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Manfaat secara Akademis Penelitian ini memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum perdata terutama ranah hukum perjanjian yang didapat selama perkuliahan. Penelitian ini juga memberikan manfaat

16 dalam hal sinkronisasi ilmu yang diperoleh secara teoritis dalam perkuliahan dengan kenyataan yang terjadi secara nyata dalam kehidupan masyarakat. 2. Manfaat secara Praktis Memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu hukum perdata terutama dalam pembatalan hibah kepada anak angkat yang telah diputus hubungan hukumnya oleh orangtua angkat, serta memberikan masukan bagi masyarakat yang dalam kehidupan keluarganya mengalami pembatalan hibah untuk lebih memperhatikan hal hal apa saja yang menyebabkan hal tersebut terjadi.