7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup menyendiri atau terpisah dari kelompok manusia lainnya. Menurut Aristoteles seorang ahli pikir Yunani yang di sadur dalam buku C.S.T.Kansil menyatakan : Bahwa manusia itu adalah Zoon Politicon, artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk hidup pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Jadi makhluk yang suka bermasyarakat. Oleh karena itu sifatnya yang suka bergaul satu dengan yang lain, maka manusia disebut mahluk sosial. 1 Manusia sebagai individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena manusia semenjak lahir, hidup berkembang dan meninggal dunia selalu didalam lingkungan masyarakat, karena hidup bersama merupakan suatu gejala yang umum bagi seorang manusia, dan hanya manusia-manusia yang memiliki kelainan-kelainan saja yang mampu mengasingkan diri dari orang-orang lainnya dan tidak membutuhkan manusia lainnya dalam hidupnya. Dalam bentuknya yang terkecil hidup bersama itu dimulai dengan adanya keluarga. 1 C.S.T.Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm 29
8 Sudah merupakan kodratnya bahwa manusia itu hidup berdampingan dengan sesamanya manusia dan berusaha meneruskan keturunannya dengan membentuk suatu keluarga dalam ikatan perkawinan yang sah. Subekti mendefinisikan perkawinan sebagai pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk waktu yang lama. 2 Pengertian perkawinan yang sah menurut Subekti hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan syarat-syarat serta peraturan agama dikesampingkan. Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) menyebutkan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk sebuah keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan pengertian dan tujuan perkawinan Katholik yang diatur dalam Kitab Hukum Kanonik ( KHK ) Nomor Kan.1055 yang menyebutkan: Matrimoniale foedus, quo vir et mulier inter se totius vitae consortium cnstituunt, indole sua naturali ad bonum coniugum atque ad prolis generationem et educationem ordinatum, a Christo Domino ad sacramenti dignitatem inter baptizatos evectum est. 3 Ketentuan dalam bahasa latin tersebut berarti bahwa makna dari Perjanjian kawin yaitu, dengan mana pria dan wanita membentuk antar mereka kebersamaan 2 Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, hlm 23 3 Kitab Hukum Kanonik (KHK) Kan.1055
9 seluruh hidup, dari sifat kodratinya terarah pada kesejahteraan suami isteri serta pada kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perkawinan antara orang orang yang dibaptis diangkat ke martabat sakramen. Dari beberapa pengertian diatas di ketahui bahwa dalam perkawinan adanya anak itu selain merupakan suatu karunia dan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa, kehadiaran anak itu juga merupakan dambaan dalam kehidupan keluarga yang di bentuk oleh suami dan istri. Hadirnya seorang anak dalam keluarga juga dianggap sebagai kesempurnaan di kehidupan berkeluarga. Kitab Kejadian 1:28 menyebutkan : Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi. 4 Menurut kitab tersebut bahwa kehadiran seorang anak itu bukan hanya sebagai pelengkap dari suatu keluarga tetapi Allah sendiri memerintahkan manusia untuk tidak hanya membentuk keluarga saja, Melainkan untuk mempunyai anak sebanyak banyaknya untuk memenuhi bumi dan alam semesta. Undang Undang Perkawinan sendiri menyebutkan tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pengertian ini menegaskan bahwa kehadiran seorang anak dalam sebuah perkawinan merupakan suatu bentuk upaya untuk mewujudkan keluarga yang bahagia. 4 Alkitab, Kejadian 1:28
10 Kelahiran seorang anak dalam suatu perkawinan yang sah itu merupakan anak yang sah, akan tetapi tidak jarang sebuah rumah tangga atau keluarga itu tidak mendapatkan keturunan. Apabila suatu keluarga itu tidak dilahirkan seorang anak maka untuk melengkapi unsur keluarga atau untuk melanjutkan keturunannya dapat dilakukan suatu perbuatan hukum yaitu dengan mengangkat anak. Biasanya pengangkatan anak ini banyak di lakukan oleh keluarga yang tidak mempunyai keturunan atau anak. Hal ini sudah menjadi sesuatu yang biasa di masyarakat Indonesia karena tidak semua keluarga dapat untuk mempunyai anak kandung. Banyak hal yang menjadi factor dalam perkawinan itu tidak menghasilkan anak. Bisa dikarenakan factor kesehatan, usia atau memang masih belum dikaruniai oleh Tuhan. Mengakat anak juga dianggap sebagai suatu cara untuk memperoleh anak. Sudah tidak asing bahwa mengakat anak juga merupakan cara untuk memancing keturunan bagi keluarga yang belum di karuniai seorang anak kandung. Namun itu bukan alasan yang selalu orang lakukan ketika mengangkat seorang anak. Beberapa keluarga mengakat anak dengan alasan untuk membantu meringankan keluarga si anak tersebut. Mengangkat anak bukan merupakan suatu hal illegal tetapi ini diatur oleh Negara. Dalam Pasal 12 ayat ( 1 ) Undang Undang No.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak tersebut diatur bahwa pengakatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang dilakukan di luar adat kebiasan, dilaksanakan berdasarkan
11 peraturan perundang undangan. Pengertian pengangkatan anak atau adopsi adalah pengangkatan anak (adopsi) adalah suatu tindakan mengambil anak orang lain untuk dipelihara dan diperlakukan sebagai anak turunannya sendiri, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati dan sah menurut hukum yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan. 5 Dalam pengangkatan anak yang tidak melalui pengadilan, anak tersebut tidak berhak mewaris, di karenakan prinsip dari pewarisan adalah adanya hubungan darah, maka secara hukum anak angkat atau anak tiri tidak berhak mendapatkan warisan secara langsung dari pewaris. Namun dimungkinkan bagi anak angkat tersebut untuk menerima warisan dengan cara pemberian Hibah atau Hibah wasiat (pasal 874 BW). Sehingga, dalam hal terjadi suatu pemberian atas suatu barang kepada keturunannya dengan tujuan agar keturunannya dapat memiliki hak atas barang tersebut pada saat pemberi harta masih hidup dapat di tempuh dengan cara hibah. Hibah sendiri merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela (tidak sebab dan musababnya) tanpa ada kontra prestasi dari pihak penerima pemberi. Pemberian hibah ini pada umumnya tidak dapat untuk di tarik kembali karena hibah itu merupakan suatu pemberian yang sukarela hal ini menjadikan sesuatu yang telah di berikan oleh pemberi hibah kepada penerima hibah tidak dapat untuk di minta kembali oleh si pemberi hibah dengan alasan apapun. Baik terhadap anak kandung si pemberi hibah maupun anak angkat atau kepada orang lain di luar lingkup keluarga si pemberi hibah. Tetapi dalam hukum perdata dimungkinkan 5 Arif Gosita. 1989. Masalah Perlindungan Anak-Edisi Pertama. Akademi Pressindo, Jakarta. hlm 44.
12 terjadinya suatu pembatalan hibah baik di karenakan atas suatu hal tertentu berkaitan dengan kepentingan dari pihak penghibah ataupun dikarenakan suatu hal lain. Kepentingan ini dapat berkaitan dengan adanya hutang dari penghibah yang belum terbayar ataupun di karenakan suatu hal lain seperti pembatalan pengangkatan anak lalu diikuti dengan adanya pembatalan hibah yang di putuskan dalam Pengadilan Negeri Yogyakarta. Alasan atas pembatalan yang di putuskan dalam Pengadilan Negeri Yogyakarta yang telah dikemukakan di atas akhirnya mendorong Penulis untuk melakukan sebuah penelitian dan penulisan hukum yang berjudul TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBATALAN HIBAH KEPADA ANAK ANGKAT YANG TELAH DIPUTUS HUBUNGAN HUKUMNYA OLEH ORANG TUA ANGKAT ( STUDI KASUS No.102/PDT.G/2011/PN.YK). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka ada beberapa permasalahan yang perlu dikajian berkaitan dengan pembatalan hibah dan akibat hukumnya ( Studi Kasus Perkara Nomor 102/Pdt.G/2011/PN.Yk). Maka dapat dikemukakan perumusan masalahnya sebagai berikut : 1. Apakah putusan pembatalan hibah di Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara Nomor 102/Pdt.G/2011/PN.Yk tentang pembatalan hibah telah sesuai dengan Hukum Perjanjian?
13 2. Bagaimana akibat hukum terhadap harta hibah yang dibatalkan berdasarkan putusan 102/Pdt.G/2011/PN.Yk? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1) Tujuan Obyektif Ada pun tujuan Obyektif dari penelitian ini adalah : A. Untuk mengetahui kesesuaian putusan pembatalan hibah di pengadilan Negeri Yogyakarta dalam perkara Nomor 102/Pdt.G/2011/PN.Yk tentang pembatalan hibah dikaitkan dengan kaidah kaidah dalam hukum perjanjian. B. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap harta hibah yang dimohonkan pembatalan dalam perkara Nomor 102/Pdt.G/2011/PN.Yk tentang pembatalan hibah dalam hal obyek dari hibah tersebut telah di balik nama. 2) Tujuan Subyektif Ada pun tujuan Subyektif dari penelitian ini adalah : a. Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat berkaitan dengan obyek yang diteliti yang nantinya diperlukan sebagai bahan analisis;
14 b. Sebagai bahan yang dipergunakan untuk menyusun penulisan hukum, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis ini bukanlah penelitian pertama yang membahas mengenai hibah. Sepanjang pengetahuan penulis belum banyak penelitian yang membahas mengenai hibah, data ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan di perpustakaan Fakultas Hukum UGM, adapun penulisan hukum yang mengangkat topik berkaitan dengan pembatalan hibah yang ditulis oleh Theresia Ayu Anggita Sari pada tahun 2012 dengan judul Hibah Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum bagi Anak Perempuan Dalam Sistem Pewarisan Adat Bali dengan Nomor Induk Mahasiswa 08/2867360/HK/17814 6. Penulisan hukum tersebut memfokuskan pada pelaksanaan hibah sebagai suatu bentuk solusi untuk anak perempuan di Bali guna memperoleh warisan. Ada pun penulisan hukum tersebut mempunyai rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perlindungan hukum bagi anak perempuan di Puri Agung Karangasem Bali terkait dengan hak atas harta benda orangtuanya? 6 Skripsi Theresia Ayu Anggita Sari, 2012, Hibah Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum bagi Anak Perempuan Dalam Sistem Pewarisan Adat Bali, Fakultas Hukum UGM. Yogyakarta
15 2. Bagaimana proses penghibahan harta orang tua terhadap anak perempuan dalam system pewarisan di Puri Agung Karangasem? Penulis beranggapan, penelitian yang dilakukan penulis mempunyai perbedaan dengan penulisan hukum yang sudah ada sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh penulis memfokuskan pada kajian secara yuridis terhadap pembatalan hibah oleh orang tua angkat yang telah memutus hubungan pengangkatan anak kepada anak angkatnya. Dalam hal ini, ada perbedaan yang sangat signifikan yaitu fokus dari penelitian penulis itu menganalisis adanya suatu pembatalan hibah sedangkan yang dilakukan oleh saudari Theresia Ayu Anggita Sari pada tahun 2012, dimana hibah itu merupakan suatu solusi bagi anak perempuan di bali untuk mendapat haknya dalam pewarisan yang mana dalam peraturan di daerah tersebut hanya anak laki-laki saja yang mempunyai hak. Berdasarkan hal tersebut, Penulis menyimpulkan penelitian ini asli. E. Manfaat Penelitian Adapun berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan diadakannya penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Manfaat secara Akademis Penelitian ini memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum perdata terutama ranah hukum perjanjian yang didapat selama perkuliahan. Penelitian ini juga memberikan manfaat
16 dalam hal sinkronisasi ilmu yang diperoleh secara teoritis dalam perkuliahan dengan kenyataan yang terjadi secara nyata dalam kehidupan masyarakat. 2. Manfaat secara Praktis Memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu hukum perdata terutama dalam pembatalan hibah kepada anak angkat yang telah diputus hubungan hukumnya oleh orangtua angkat, serta memberikan masukan bagi masyarakat yang dalam kehidupan keluarganya mengalami pembatalan hibah untuk lebih memperhatikan hal hal apa saja yang menyebabkan hal tersebut terjadi.