Modul ke: 04Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi S1 MANAJEMEN Sejarah Perkembangan Perekonomian Indonesia Periode Revormasi Krisis ekonomi di Indonesia Fundamental ekonomi nasional pengaruh factor-faktor internal dan eksternal terhadap perekonomian Indonesi kebijakan dan Upaya pemulihan perekonomian nasional HERMANSAH GONIH KURNIAWAN PARLUHUTAN MARPAUNG KIKI NURHAYATI
Pendahuluan Pembahasan perekonomian Indonesia pada masa reformasi tak bisa dilepaskan dari adanya peristiwa krisis ekonomi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 1998. Krisis moneter inilah yang memaksa penguasa Orde Baru Presiden Soeharto mundur dari jabatannya sekaligus menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru.
Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi Pada masa reformasi ini perekonomian Indonesia ditandai dengan adanya krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda ke arah pemulihan. Walaupun ada pertumbuhan ekonomi sekitar 6% untuk tahun 1997 dan 5,5% untuk tahun 1998 dimana inflasi sudah diperhitungkan namun laju inflasi masih cukup tinggi yaitu sekitar 100%. Pada tahun 1998 hampir seluruh sektor mengalami pertumbuhan negatif, hal ini berbeda dengan kondisi ekonomi tahun 1999.
Masa Kepemimpinan B.J. Habibie Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi. Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000 Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya.
Masa Kepemimpinan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya, pada tahun 1999 kondisi perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai positif walaupun tidak jauh dari 0% dan pada tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi dengan laju pertumbuhan hampir mencapai 5%. Selain pertumbuhan PDB, laju inflasi dan tingkat suku bunga (SBI) juga rendah yang mencerminkan bahwa kondisi moneter di dalam negeri sudah mulai stabil.
Masa Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain : Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Fundamental Ekonomi Sebelum Krisis Ekonomi Kondisi fundamental ekonomi dapat dilihat dari indikator-indikator makroekonomi yang menunjukkan sehat tidaknya perekonomian. a. Pertumbuhan Ekonomi b. Inflasi c. Hutang Luar Negeri
Pertumbuhan Ekonomi Tahun Pertumbuhan Ekonomi Inflasi tahunan 1990 7,2 9,53 1991 9,6 9,52 1992 6,4 4,94 1993 6,5 9,77 1994 9,24 9,24 1995 8,2 8,64 1996 7,8 6,47 1997 4,7 11,05 1998-13,1 77,63
Inflasi Inflasi bisa menjadi salah satu indikator dalam makroekonomi. Inflasi yang baik adalah ketika nilainya 1 digit dan bisa dikendalikan. Pada masa Orde lama, terjadi hiperninflasi mencapai 650 persen. Pada tahun 1990 inflasi masih bisa dikendalikan dengan nilai 1 digit. menunjukkan bahwa inflasi di Indonesia masih stabil di kisaran 9 persen. Namun angka tersebut oleh beberapa kalangan dinilai sebagai gejala timbulnya overheating dalam perekonomian dimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya dari sudut permintaan tapi tidak diimbangi dengan produksi barang/jasa. Hal ini bisa menimbulkan kenaikan harga barang dimana salah satu indikatornya adalah inflasi. pada tahun 1997, inflasi mulai menembus 11 persen dan pada tahun 1998, inflasi melonjak menembus angka mendekati 78 persen.
Inflasi TAHUN INFLASI 1990 9,53 1991 9,52 1992 4,94 1993 9,77 1994 9,24 1995 8,64 1996 6,47 1997 11,05 1998 77,63
Hutang Luar Negeri Hutang Luar Negeri dalam hal ini adalah hutang sektor swasta. Sebagaimana telah dibahas pada modul sebelumnya bahwa terjadinya resesi ekonomi membuat pemerintah membuat kebijakan untuk menarik investor asing ke Indonesia dengan mempermudah prosedur dan memberika kemudahan serta fasilitas untuk masuknya investor asing. Akibatnya hutang di sektor swasta mulai meningkat. Selain jumlah hutang swasta, juga dilihat porsi hutang jangka pendek terhadap total hutang. Banyaknya hutang jangka pendek akan berisiko ketika hutang tersebut disalurkan ke investasi jangka panjang dan pada waktu jatuh tempo belum ada return untuk bisa membayar hutang.
Hutang Luar Negeri 1992 1993 1994 1995 1995 1997 (pertengahan) Total Hutang Swasta 28,4 30,5 34,2 44,5 55,5 58,7 Hutang Jangka Pendek 17,18 18,82 21,13 27,54 34,24 34,63 Persentase Hutang Jangka pendek thd Total Hutang 60,5 61,7 61,8 61,9 61,7 59,0
Krisis Ekonomi pada Masa Pemerintahan Reformasi Pada pertengahan tahun 1997, krisis moneter melanda negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Krisis moneter di Indonesia dimulai dengan menurunnya nilai tukar rupiah. Hal itu memicu penurunan produktivitas ekonomi serta munculnya disfungsi institusi ekonomi dalam mengatasi krisis tersebut. Kelompok masyarakat yang kritis melihat bahwa krisis ini merupakan kesalahan Orde Baru yang di nilai tidak baik dalam mengurus pemerintahan. Hal ini kemudian mengarah pada munculnya krisis legitimasi kepercayaan atas pemerintahan Orde Baru.
Jenis-jenis Krisis Ekonomi Krisis Produksi Krisis produksi adalah termasuk tipe krisis ekonomi yang bersumber dari dalam negeri. Krisis tersebut bisa dalam bentuk penurunan produksi domestik secara mendadak dari komoditas pertanian, misalnya padi/beras. Penurunan produksi tersebut berakibat langsung pada penurunan tingkat pendapatan riil dari para petani terutama di wilayah-wilayah penghasil padi. Selain itu akan berdampak pada kehilangan pekerjaan dan penghasilan bagi para petani. Hal ini adalah dampak langsung dari krisis tersebut.
Krisis Perbankan Jenis-jenis Krisis Ekonomi Dampak langsung atau fase pertama dari efek krisis perbankan adalah kesempatan kerja dan pendapatan yang menurun ke subsektor keuangan tersebut. Pada fase kedua krisis perbankan merembet ke perusahaan-perusahaan yang sangat tergantung pada sektor perbankan dalam pembiayaan kegiatankegiatan produksi/bisnis mereka. Perusahaanperusahaan tersebut tidak bisa lagi mendapatkan pinjaman dari perbankan
Jenis-jenis Krisis Ekonomi Krisis Nilai Tukar Suatu perubahan kurs dari sebuah mata uang, misalnya rupiah terhadap dolar AS dianggap krisis apabila kurs dari mata uang tersebut mengalami penurunan atau depresiasi yang sangat besar yang prosesnya mendadak atau berlangsung terus-menerus yang membentuk sebuah tren yang meningkat. akibat kurs mata uanga nasional melemah, misalnya dalam rupiah, dari Rp 2.000 persatu dolar AS menjadi RP 10.000 per satu dolar AS, maka harga-harga dalam rupiah di pasar dalam negeri dari produk-produk impor akan naik, yang bahkan bisa mengakibatkan meningkatnya laju inflasi di Indonesia. Misalnya, suatu produk impor harganya 10 dolar AS. Dengan kurs rupiah, misalnya RP 2.000/US$, maka harga dari produk tersebut di Indonesia adalah Rp 20.000. jika nilai rupiah melemah menjadi Rp 10.000/US$, maka harga produk tersebut dalam rupiah menjadi RP 100.000, walau harga aslinya dalam dolar AS tetap tidak berubah.
Jenis-jenis Krisis Ekonomi Krisis Perdagangan Dalam hal krisis-krisis ekonomi yang berasal dari sumber-sumber eksternal, ada dua jenis jalur utama, yaitu perdagangan dan investasi/arus modal. Di dalam jalur perdagangan itu sendiri ada dua subjalur, yaitu ekspor dan impor (barang dan jasa). Dalam jalur ekspor, misalnya ekspor barang, suatu krisis bagi Negara ekportir bisa terjadi baik karena harga di pasar internasional dari komoditas yang diekspor turun secara drastid atau permintaan dunia terhadap komoditas tersebut menurun secara signifikan. Sebagai contoh, harga dunia atau permintaan pasar global bagi ekspor-ekspor utama Indonesia dari komoditas-komoditas pertanian menurun, maka pendapatan petani dan buruh tani dari komoditas-komoditas tersebut di dalam negeri juga merosot
Krisis Modal Jenis-jenis Krisis Ekonomi Terakhir, suatu pengurangan modal di dalam negeri dalam jumlah besar atau pengentian bantuan serta pinjaman luar negeri akan menjadi sebuah krisis ekonomi bagi banyak Negara miskin di sunia, seperti di Afrika dan Asia Tengah yang ekonomi mereka selama ini sangat tergantung pada ULN atau hibah internasional. Suatu pelarian modal, baik yang berasal dari sumber dalam negeri maupun modal asing, terutama investasi asing jangka pendek (yang umum disebut uang panas ), dalam jumlah yang besar secara mendadak bisa menjelma menjadi sebuah krisis besar bagi ekonomi dari Negara-negara yang sangat memerlukan modal investasi. Proses mulai dari larinya modal ke luar negeri hingga menjadi sebuah krisis ekonomi sangat sederhana: dana investasi di dalam negeri berkurang, investasi (pembentukan modal tetap bruto) menurun, kegiatan/volume prduksi dan tingkat produktivitas menurun, pertumbuhan ekonomi merosot, jumlah angkatan kerja yang bisa bekerja terutama di sektor formal berkurang, tingkat pendapatan riil menurun, dan pada akhirnya, tingkat kemiskinan bertambah.
Gambaran Singkat Krisis Ekonomi 1998 Negara Krisis Kepercayaan Krisis Mata Uang Krisis Finansial Krisis Ekonomi Krisis Sosial Krisis Politik Hongkong v Terhindar Terhindar Terhindar Terhindar Terhindar Singapura v v Terhindar Terhindar Terhindar Terhindar Taiwan v v Terhindar Terhindar Terhindar Terhindar Malaysia v v v Terhindar Terhindar Terhindar Korsel v v v v Terhindar Terhindar Thailand v v v v v Terhindar Indonesia v v v v v v
Faktor-faktor Penyebab Krisis Ekonomi Tahun 1998 Terdapat banyak penelitian dan banyak pendapat dari beberapa ahli ekonomi tentang apa yang menyebabkan krisis ekonomi di Indonesia tahun 1998. Faktor penyebab krisis ekonomi secara garis besar dapat dibagi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal meliputi hal-hal sebagai berikut Hutang swasta luar negeri terlalu besar dan sebagian besar berjangka pendek Lemahnya sistem perbankan Kurangnya transparansi, lemahnya penegakan dan kepastian hukum Kondisi politik yang tidak stabil
Faktor Eksternal meliputi hal-hal sebagai berikut Globalisasi Ekonomi Kapitalis Fluktuasi pasar nilai mata uang Tindakan para spekulan
Kebijakan dan Langkah Mengatasi Krisis Kebijakan dan langkah dalam mengatasi krisis sebenarnya telah dilakukan semenjak rupiah terdepresiasi dan mulai tak terkendali. Setelah nilai rupiah terdepresiasi dan mulai tidak bisa dikendalikan, pemerintah minta bantuan pada IMF. Tujuannya adalah untuk mengembalikan krisis kepercayaan investor kepada Indonesia. Pada akhir Oktober 1997, lembaga keuangan internasional itu mengumumkan paket bantuan keuangannya pada Indonesia yang mencapai 40 miliar dolar AS, Sehari setelah pengumuman itu, seiring dengan paket reformasi yang ditentukan oleh IMF, pemerintah Indonesia, mengumumkan pencabutan izin usaha 16 bank swasta yang dinilai tidak sehat.
LANJUTAN Namun langkah ini masih belum bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat di dalam dan luar negeri terhadap kinerja ekonomi Indonesia yang pada waktu itu harus ditegaskan dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara pemerintah Indonesia dan IMF pada bulan Januari 1998. Nota kesepakatan ini terdiri dari 50 kebijaksanaan-kebijaksanaan antara lain: 1. Anggaran berimbang 2. Pengurangan pengeluaran pemerintah termasuk di dalamnya penghapusan subsidi BBM dan listrik 3. Pembatalan proyek infrastruktur besar 4. Peningkatan pendapatan pemerintah dengan membuat peraturan yang bisa meningkatkan pendapatan terutama melalui pajak dan cukai. Namun demikian, program ini dilakukan dengan setengah hati sehingga pemerintah berunding lagi dengan IMF dan dicapai lagi kesepakatan baru pada bulan April 1998. Hasil-hasil perundingan dan kesepakatan itu diantaranya penundaan penghapusan subsidi BBM dan listrik, serta tambahan dalam kesepakatan yang baru ini, yakni sebagai berikut. 1. Program stabilisasi, dengan tujuan utama menstabilkan pasar uang dan mencegah hiperinflasi. 2. Restrukturisasi perbankan, dengan tujuan utama penyehatan sistem perbankan nasional. 3. Reformasi struktural, yang mana disepakati agenda baru yang mencakup upaya-upaya dan sasaran yang telah disepakati dalam kesepakatan sebelumnya 4. Penyelesaian hutang luar negeri swasta (corporate debt). 5. Bantuan untuk rakyat kecil berupa Jaring Pengaman Sosial (JPS).
TERIMAKASIH