Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017. PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS PEMILIKAN RUMAH OLEH ORANG ASING DI INDONESIA 1 Oleh: Winerungan Julio 2

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Privatum, Vol.II/No. 1/Jan-Mar/2014

Lex Privatum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. PROSES PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN Oleh : Naomi Meriam Walewangko 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

Pengertian Perjanjian Kredit

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

PERLINDUNGAN HUKUM KREDITUR PENERIMA JAMINAN HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH. Oleh Rizki Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

BAB II UPAYA HUKUM KREDITOR ATAS KELALAIAN MEMPERPANJANG HAK ATAS TANAH YANG DIAGUNKAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun akan menimbulkan berbagai macam problema. Salah satunya

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA DIKUASAI PIHAK KETIGA BERDASARKAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA

Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

TANGGUNG GUGAT DEBITOR TERHADAP HILANGNYA HAK ATAS TANAH DALAM OBYEK JAMINAN HAK TANGGGUNGAN. Fani Martiawan Kumara Putra

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGATURAN HUKUM HAK TANGGUNGAN. Tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. 16 Hak

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI LEMBAGA JAMINAN HAK TANGGUNGAN. A. Jaminan Kredit Dengan Menggunakan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, DAN JAMINAN KREDIT. 2.1 Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

SKRIPSI Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. dengan obyek benda tetap berupa tanah dengan atau tanpa benda-benda yang

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Jurnal Repertorium, ISSN: , Volume II No. 2 Juli - Desember 2015

BAB III PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN DENGAN SURAT KUASA YANG DIBERIKAN OLEH ORANG YANG BELUM MERUPAKAN PEMILIK SAH OBJEK HAK TANGGUNGAN TERSEBUT

ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN PADA HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB II MAKNA PEMILIK BANGUNAN SEBAGAI PEMBERI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (5) UNDANG- UNDANG HAK TANGGUNGAN

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang yang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya

BAB 2. Tinjauan Tentang Hak Tanggungan Pengertian Hak Tanggungan dan Dasar Hukumnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

PEMBAHASAN RESPONSI UAS HUKUM AGRARIA SEMESTER GENAP TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

PEMENUHAN ASAS SPESIALITAS DAN PUBLISITAS DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

KAJIAN HUKUM TERHADAP SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT, PERJANJIAN JAMINAN DAN HAK TANGGUNGAN. 1. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Oleh : NURMAHARANI ULFA ARIEF NPM

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB II KETENTUAN HUKUM TENTANG PEMECAHAN SERTIPIKAT YANG SEDANG TERIKAT HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LEMBAGA JAMINAN TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

PRINSIP-PRINPSIP DASAR HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH

PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Indonesia adalah negara hukum, artinya segala aspek kehidupan baik berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

Pembebanan Jaminan Fidusia

Transkripsi:

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS PEMILIKAN RUMAH OLEH ORANG ASING DI INDONESIA 1 Oleh: Winerungan Julio 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur pembebanan Hak Tanggungan atas pemilikan rumah oleh orang asing di Indonesia dan Bagaimanakah bentuk pembebanan Hak Tanggungan atas pemilikan rumah oleh orang asing di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pembebanan Hak Tanggungan atas pemilikan rumah oleh orang asing di Indonesia, memiliki landasan hukum yaitu: Peraturan Menteri Agraria No. 29 Tahun 2016 yang mengatur tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia. Permen ini merupakan turunan PP No.103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, dalam aturan ini Pemerintah memperbolehkan WNA untuk menjadikan rumah yang dibeli sebagai jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. 2. Bentuk pembebanan Hak Tanggungan atas pemilikan rumah oleh orang asing di Indonesia, bahwa orang asing dengan izin tinggal dan berkedudukan di Indonesia dapat memiliki rumah atau hunian di atas tanah: (i) hak pakai, (ii) hak pakai atas hak milik yang dikuasakan berdasarkan perjanjian pemberian hak pakai di atas hak milik dengan akta PPAT, atau (iii) hak pakai yang berasal dari perubahan hak milik atau HGB. Terhadap perubahan hak atas tanah dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan mencoret kata-kata dan nomor hak tersebut dalam Buku Tanah, Sertifikat, Peta-peta hak tanah dan bidang tanah terkait, menjadi katakata dan nomor Hak Pakai. Di dalam kolom perubahan diberi keterangan mengenai adanya perubahan berdasarkan Permen Agraria No. 29 Tahun 2016. Kata kunci: Pembebanan hak tanggungan, pemilikan rumah, orang asing PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahun 2016, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Namun, Permen ATR No.13/2016 dianggap kurang optimal, sehingga Menteri Agraria mengganti peraturan menteri tersebut dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 29 Tahun 2016 yang mengatur hal yang sama (Permen ATR No. 29/2016). Permen ATR No.29 Tahun 2016 ditujukan Pemerintah Indonesia, untuk mendukung iklim investasi dengan mendorong dan memberikan kemudahan kepada WNA untuk memiliki Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Mengacu pada regulasi yang merupakan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia tersebut, pemerintah sedianya memperbolehkan WNA untuk menjadikan rumah yang dibeli sebagai jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. 3 Hak Tanggungan yang merupakan lembaga hak jaminan yang dapat dibebankan atas tanah, baru mempunyai pengertian yang jelas dengan diberlakukannya UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta bendabenda yang berkaitan dengan tanah, yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 51 UUPA. Pengertian Hak Tanggungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 4 Tahun 1996 adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditorkreditor lain. 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 14071101607 3 Cnnindonesia.com. (2017). Rumah WNA di Indonesia Boleh Diagunkan. https://www.cnnindonesia.com/ diakses tanggal 30 Okober 2017. 162

Hak Tanggungan merupakan hak jaminan di Indonesia sebagai orang perseorangan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, dimungkinkan sebagai pemberi Hak yang memberikan kedudukan diutamakan Tanggungan atas rumah milik di atas tanah Hak kepada kreditor tertentu terhadap kreditorkreditor Pakai atas tanah Negara sebagaimana lain. Dalam arti, bahwa jika debitor dimaksudkan dalam Peraturan Pemerintah No. cidera janji, kreditor pemegang Hak 41 Tahun 1996. Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut Adanya kata prosedur pembebanan Hak Tanggungan mengingatkan kepada kita akan ketentuan peraturan perundang-undangan adanya suatu rangkaian kegiatan yang harus yang bersangkutan, dengan hak mendahulu dilalui atau tata cara dalam pembebanan Hak daripada kreditor-kreditor yang lain. Tanggungan. Sebagaimana layaknya Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang prosedur pembebanan Hak Tanggungan tentu tidak mengurangi preferensi piutangpiutang terhadap hak atas tanah tertentu yang Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Terhadap Permen ATR No. 29 Tahun 2016 yang kemudian membolehkan WNA untuk menjadikan rumah yang dibeli sebagai jaminan dilakukan oleh warga Negara Indonesia, maka prosedur yang demikian pun berlaku juga dalam prosedur pembebanan Hak Tanggungan yang melibatkan warga Negara asing. Proses yang harus dilalui agar terwujudnya utang dengan dibebani Hak Tanggungan, pembebanan Hak Tanggungan meliputi 2 (dua) merupakan sebuah terobosan baru yang tahap yaitu : 4 memiliki sisi positif dan negatif dalam a. Pemberian Hak Tanggungan pelaksanaannya serta dampaknya bagi Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 masyarakat Indonesia, untuk itu regulasi ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan pemerintah ini dirasakan penulis untuk perlu bahwa pemberian Hak Tanggungan didahului dikaji lebih lanjut, dan dituangkan dalam dengan janji untuk memberikan Hak bentuk Skripsi. Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan B. Perumusan Masalah merupakan bagian hak terpisahkan dari 1. Bagaimanakah prosedur pembebanan Hak Tanggungan perjanjian atas utang-utang pemilikan yang rumah bersangkutan atau oleh orang asing di Indonesia? perjanjian lainnya yang menimbulkan utang 2. Bagaimanakah bentuk pembebanan Hak Tanggungan tersebut. atas Terlihat pemilikan bahwa rumah terjadinya oleh pemberian orang asing di Indonesia? C. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang termasuk jenis penelitian normatif, di mana didalamnya penulis meneliti dan mempelajari norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan ataupun norma yang mengatur tentang pembebanan Hak Tanggungan atas pemilikan rumah oleh orang asing di Indonesia sehingga dalam pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PEMBAHASAN A. Prosedur Pembebanan Hak Tanggungan Atas Pemilikan Rumah Oleh Orang Asing di Indonesia Sejalan dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan tersebut, maka terhadap orang asing yang berkedudukan Hak Tanggungan ditandai dengan adanya suatu perjanjian yang mendahuluinya itu berupa perjanjian pokok, sesuai dengan sifat accesoir Hak Tanggungan, sebab perjanjian Hak Tanggungan tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pokok yang mendahului sebelumnya. Hal tersebut akan terlihat dengan jelas apabila memperhatikan penjelasan Pasal 10 ayat (1) yang menyatakan : Sesuai dengan sifat accesoir dari Hak Tanggungan, pemberiannya haruslah merupakan ikatan dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang-piutang yang dijamin kelunasannya. Perjanjian yang menimbulkan hubungan hutang-piutang ini dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau harus dibuat dengan akta otentik, bergantung 4 H. Salim, H.S., Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 95. 163

pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu. Dalam hal ini hubungan utangpiutang itu timbul dari perjanjian kredit, perjanjian tersebut dapat dibuat di dalam maupun di luar negeri dan pihak-pihak yang bersangkutan dapat orang perseorangan atau badan hukum atau orang asing sepanjang kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan wilayah Negara Republik Indonesia. Lebih lanjut dalam ketentuan ayat (2) dinyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan pembuatan APHT oleh PPAT, merupakan konsekuensi logis dari adanya sistem separated and monopolistic function of the land registration in Indonesia, dalam hal ini PPAT merupakan pejabat satu-satunya yang berwenang membuat akta tentang peralihan hak atas tanah. Menurut penjelasan umum Undangundang Hak Tangungan pada angka 7 disebutkan bahwa dalam pemberian Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan wajib hadir di hadapan PPAT. 2. Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT) Jika karena sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri, wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan membuat Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT) yang berbentuk akta otentik baik yang dibuat di hadapan Notaris maupun PPAT sebagaimana diatur dalam Pasal 15 yang mengandung muatan wajib bagi terpenuhinya SKMHT, karena dengan tidak dipenuhinya persyaratan wajib tersebut akan mengakibatkan SKMHT batal demi hukum. Muatan yang merupakan syarat wajib dibuatnya sebagaimana diatur dalam Pasal (1) ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan tersebut adalah : 5 1. Tidak memuat kuasa untuk melakukan pembuatan hukum lain dari pada membebankan Hak Tanggungan; 2. Tidak memuat kuasa substansi; 3. Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta 5 Pasal (1) ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan. identitas krediturnya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi Hak Tanggungan. Selain hal tersebut di atas di dalam APHT juga ditentukan adaya syarat formal yang wajib dicantumkan didalamnya sebagaimana ditentukan oleh Pasal 11 Undang-undang Hak Tanggungan yaitu : 6 1. Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan; 2. Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan APHT dianggap sebagai domisili yang dipilih; 3. Penunjukkan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1); 4. Nilai tanggungan; 5. Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan Syarat tersebut di atas merupakan syarat yang wajib dipenuhi untuk sahnya APHT dengan mengandung sanksi batalnya APHT. Adanya syarat wajib bagi sahnya APHT tersebut dapat kita lihat dari penjelasan Pasal 10 ayat (1) yang menyatakan : 7 Ketentuan ini menetapkan isi yang wajib untuk sahnya APHT. Tidak dicantumkannya secara lengkap hal-hal yang disebut pada ayat ini dalam APHT mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan baik mengenai subjek, objek maupun utang yang dijamin. Sedangkan muatan lain yang tidak merupakan kewajiban untuk dicantumkan di dalam APHT adalah adanya janji-janji yang bersifat fakultatif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya APHT akan tetapi mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga sebagai bagian dari adanya asas publisitas, sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan : 8 Janji-janji yang 6 Pasal 11 Undang-undang Hak Tanggungan. 7 Pasal 10 ayat (1) Undnag-undang Hak Tanggungan. 8 Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Hak Tanggungan. 164

dicantumkan pada ayat ini sifatnya fakultatif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya akta. Pihak-pihak bebas menentukan untuk menyebutkan atau tidak menyebutkan janji-janji ini dalam APHT. Dengan dimuatnya njanji-janji tersebut dalam APHT yang kemudian didaftar pada Kantor Pertanahan, janji-janji tersebut juga mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga. Berkaitan dengan pendaftaran Hak Tanggungan seperti diketahui bahwa asas yang melekat dalam Hak Tanggungan salah satu diantaranya ialah adanya asas publisitas. Untuk memenuhi asas publisitas tersebut, maka pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan yang merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan dan agar dapat mengikat pihak ketiga. Oleh karena demikian pentingnya pendaftaran Hak Tanggungan guna memenuhi asas publisitas, sehingga tidak mengherankan jika UUHT mengatur tentang tenggang waktu pendaftaran Hak Tanggungan, sebagaimana diatur dalam Pasal 13. Dengan harus dipenuhinya ketentuan Pasal 13 ayat (2), (3) dan (4) menurut penjelasan pasal demi pasal Undnag-undang Hak Tanggungan disebutkan agar pembuatan buku tanah Hak Tanggungan tersebut tidak berlarut-larut sehingga dapat merugikan pihakpihak yang berkepentingan dan mengurangi jaminan hukum, ditetapkan suatu tanggal yang pasti sebagai tanggal buku tanah, yaitu tanggal hari ketujuh dihitung dari hari dipenuhinya persyaratan berupa surat-surat pendaftaran secara lengkap. Dengan telah dipenuhinya tata cara pembebanan Hak Tanggungan, pada akhirnya oleh Kantor Pertanahan diterbitkan tanda bukti adanya Hak Tanggungan berupa sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14 ayat 1) Undangundang Hak Tanggungan yang menyatakan : 9 Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, kantor pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 4 Tahun 1996 yaitu antara lain adalah Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Akta Buku Tanah Hak Tanggungan dan Sertifikat Hak Tanggungan, dalam Pasal 1 ayat (2) dinyatakan bahwa Sertifikat Hak Tanggungan berdiri atas salinan Buku Tanah Hak Tanggungan dan APHT yang bersangkutan, yang dibuat oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan dijahit menjadi satu dalam sampul dokumen. B. Bentuk Pembebanan Hak Tanggungan Atas Pemilikan Rumah Oleh Orang Asing di Indonesia Terhadap pemasangan Hak Tanggungan sebagai hak kebendaan berlangsung di dalam proses. Proses ini meliputi : 10 1. Fase pertama : Perjanjian utang (perikatan) yang mengandung janji untuk memberi Hak Tanggungan Perjanjian ini bersifat konsensual obligatoir (pactum de contrahendo). Sifat obligatoir artinya mengandung kewajiban debitor untuk memberi (menyerahkan) obyek Hak Tanggungan kepada kreditor. Perjanjian ini mengandung klausula untuk memberi Hak Tanggungan ini merupakan perjanjian perorangan (persoonlijke overeenkomst) dan merupakan perjanjian pokok (prinsipal). Istilah untuk di sini secara teoritis menekankan pada adanya kewajiban (obligation) untuk mengadakan perjanjian pemberian Hak Tanggungan serta melakukan pendaftarannya. 1. Bentuk perjanjian Di lihat dari sisi bentuknya, maka bentuknya ini bebas (vormvrij) dapat di bawah tangan atau akte otentik. Tergantung pada ketentuan hukum yang mengaturnya. 2. Tempat mengadakan perjanjian UUHT tidak membatasi bahwa perjanjian yang menimbulkan utang harus dibuat di Indonesia. Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UUHT, mengatakan bahwa perjanjian utang tersebut dapat dibuat di dalam negeri maupun di luar negeri. Perjanjian utang yang diadakan di luar negeri itu, dapat terjadi di antara orang perseorangan atau badan hukum asing. Sepanjang kredit yang bersangkutan 9 Pasal 14 ayat 1) Undang-undang Hak Tanggungan. 10 M. Khoidin, Dimensi Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah, LaksBang, Yogyakarta, 2005, hlm. 156. 165

dipergunakan untuk kepentingan di wilayah Republik Indonesia (penjelasan Pasal 10 ayat (1) UUHT). Penjelasan Pasal 10 ayat (3) UUHT mengatakan sebagai berikut : 11 Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi penmdaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dnegan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan hak lama adalah hak kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada, akan tetapi proses administrasi dalam konversinya belum selesai diselesaikan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah syarat-syarat yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. II. Fase kedua : Perjanjian pemberian Hak Tanggungan (Pasal 10 ayat (2) UUHT). Perjanjian pemberian Hak Tanggungan 1. Perjanjian kebendaan mempunyai karakter berkelanjutan (voortdurende overeenkomst) yang diawali dengan perjanjian pemberian Hak Tanggungan dan berakhir saat pendaftaran. Sepanjang pendaftaran belum, perjanjian pemberian Hak Tanggungan belum merupakan perjanjian kebendaan. 2. Bentuk perjanjian. Pasal 17 UUHT Bentuk dan isi akte pemberian Hak Tanggungan dan hal-hal yang berkaitan dengan tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Tanggungan diterapkan dan diselenggarakan berdasarkan peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Ketentuan di atas, perlu dikaitkan dengan aturan pelaksanaannya yang dituangkan di dalam Surat Kepala BPN No. 3 Tahun 1996 tentang Bentuk SKMHT, Buku Tanah Hak Tanggungan dan Sertifikat Hak Tanggungan jo Peraturan Menteri Negara (PMN)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan dan PP No. 24 Tahun1997 tentang Pendaftaran Tanah. Bentuk perbuatan hukum dari perjanjian pemberi Hak Tanggungan ini adalah Akte Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat PPAT (Pasal 10 ayat (2) jo Pasal 17 UUHT. PPAT adalah pejabat umum yang berwenang membuat akte pemindahan hak atas tanah dan akte lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah. 3. Isi APHT Pasal 11 UUHT (1) Di dalam APHT wajib dicantumkan : 12 a. Nama dan identitas pemegang danpemberi Hak Tanggungan. b. Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan Akte Pemberian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih; c. Penunjukkan secara jelas utang atau utang-utang yang dijaminkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1). d. Nilai tanggungan e. Uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan. 2. Dalam APHT dapat dicantumkan janjijanji antara lain : a. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan obyek Hak Tanggungan dan/menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; b. Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan objek Hak Tanggungan, 11 Pasal 10 ayat (3) UUHT. 12 Pasal 11 UUHT. 166

kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan. c. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek Hak Tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh cidera janji; d. Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkan hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan Undang-undang. e. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji; f. Janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak Tanggungan. g. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan. h. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum. i. Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagaian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya; j. Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan; k. Janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) UUHT. 4. UUHT menentukan isi APHT dalam tiga jenis, yaitu isi wajib, isi fakultatif dan isi dilarang. 1. Isi wajib Jika isi wajib ini tidak dicantumkan selengkap-lengkapnya maka APHT ini batal demi hukum. Ketentuan ini berkaitan dengan asas spesialitas dari Hak Tanggungan, yaitu mengenai subyek, obyek dan utang yang dijamin (Pasal 11 ayat (1) UUHT dan penjelasannya). 2. Isi fakultatif Isi fakultatif ini tidak bersifat limitatif, tetapi enumeratif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya akte. Pihakpihak bebas menentukan apakah isi tersebut dicantumkan atau tidak di dalam APHT. Janji-janji yang dimuat itu dan kemudian APHTnya didaftarkan pada Kantor Pertanahan, memperoleh sifat kebendaan dan mengikat pihak ketiga (Pasal 11 ayat (2) UUHT dan penjelasannya). Ketentuan tentang pengikatan terhadap pihak ketiga ini sangat penting, karena dengan pendaftaran, janji-janji yang semula bersifat perorangan (persoonlijk), tertutup, hanya mengikat kedua pihak, berubah menjadi perjanjian kebendaan (zakelijk), terbuka dan mengikat semua orang (umum). 13 Mengenai janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri Obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji (Pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT), diambil dari konsep Pasal 1178 alinea 2 KUHPerdata. Seyogyanya janji fakultatif ini perlu diatur oleh UUHT, dibiarkan saja pada asas kebebasan berkontrak para pihak. 13 Pasal 11 ayat (2) UUHT. 167

III. 3. Isi dilarang Pasal 12 UUHT mengatakan sebagai berikut : Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum. Penjelasan Pasal 12 Ketentuan ini diadakan dalam rangka melindungi kepentingan debitor dan pemberi Hak Tanggungan lainnya, terutama jika nilai obyek Hak Tanggungan melebihi besarnya utang. Pemegang Hak Tanggungan dilarang untuk secara serta merta menjadi pemilik obyek Hak Tanggungan karena debitor cidera janji. Walaupun demikian tidaklah dilarang untuk menjadi pembeli obyek Hak Tanggungan asalkan melalui prosedur yang diatur dalam Pasal 20. Fase ketiga : Pendaftaran Pasal 13 UUHT 1. Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. 2. Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan akte pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan akte pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. 3. Pendaftaran Hak Tanggungansebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. 4. Tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran dan jika hari ke tujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya. Hak Tanggungan lahir pada tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Selanjutnya dalam hal rumah orang asing yang dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan ternyata orang asing yang bersangkutan tidak lagi berkedudukan di Indonesia sudah barang tentu tidak mengakibatkan berakhirnya Hak Tanggungan yang melekat atas rumah tersebut, melainkan tetap dalam status dibebani Hak Tanggungan. Hal ini sesuai dengan asas accesoir yang ada dalam Hak Tanggungan dalam hal ini Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian pokok melainkan perjanjian yang berstatus ikutan yang sangat tergantung pada perjanjian pokoknya. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pembebanan Hak Tanggungan atas pemilikan rumah oleh orang asing di Indonesia, memiliki landasan hukum yaitu: Peraturan Menteri Agraria No. 29 Tahun 2016 yang mengatur tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia. Permen ini merupakan turunan PP No.103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, dalam aturan ini Pemerintah memperbolehkan WNA untuk menjadikan rumah yang dibeli sebagai jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. 2. Bentuk pembebanan Hak Tanggungan atas pemilikan rumah oleh orang asing di Indonesia, bahwa orang asing dengan izin tinggal dan berkedudukan di Indonesia dapat memiliki rumah atau hunian di atas tanah: (i) hak pakai, (ii) hak pakai atas hak milik yang dikuasakan berdasarkan perjanjian pemberian hak pakai di atas hak milik dengan akta PPAT, atau (iii) hak pakai yang berasal dari perubahan hak milik atau HGB. Terhadap perubahan hak atas tanah dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan mencoret kata-kata dan nomor hak tersebut dalam Buku 168

Tanah, Sertifikat, Peta-peta hak tanah dan bidang tanah terkait, menjadi katakata dan nomor Hak Pakai. Di dalam kolom perubahan diberi keterangan mengenai adanya perubahan berdasarkan Permen Agraria No. 29 Tahun 2016. B. Saran 1. Sosialisasi terhadap Permen Agraria No. 29 Tahun 2016, sebaiknya giat dilakukan oleh Pemerintah agar masyarakat dan WNA memahami dengan baik bahwa kepemilikan rumah atau hunian oleh orang asing dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani dengan Hak Tanggungan, dimana hak kepemilikan ini dapat beralih dan/atau dialihkan kepada pihak lain. Dalam aturan ini, termasuk aturan bahwa: Hak pakai (i) rumah yang berasal dari hak milik atau HGB, atau (ii) Sarusun dari perubahan hak milik di atas HGB atau HPL yang dialihkan ke warga negara Indonesia, dapat diubah kembali menjadi hak milik atau HGB. Jangka waktu hak rumah yang kembali menjadi HGB, dan Sarusun yang kembali menjadi hak milik di atas HGB atau HPL merupakan sisa jangka waktu hak pakai sebelumnya. 2. Sebaiknya ijin pemilikan rumah atau hunian yang diberikan pemerintah dipergunakan dengan baik dan beratnggungjawab oleh WNA yang mendapatkan ijin tinggal dari pemerintah, dan tidak melakukan penyimpangan/penyalahgunaan terhadap ijin tersebut seperti ijin pemilikan rumah milik WNA tidak dipergunakan bersama-sama dengan sebagian rumah/tanah yang dibangun bangunan untuk dikos-kan atau disewakan atau diusahakan untuk bisnis lainnya, karena penyimpangan tersebut, akan berakibat dicabutnya ijin yang telah diberikan pemerintah tersebut. DAFTAR PUSTAKA Adrian Sutedi, Implikasi Hak Tanggungan Terhadap Pemberian Kredit Oleh Bank dan Penyelesaian Kredit Bermasalah, BP. Cipta Jaya, Jakarta, 2006., Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010. Anonimous, Seminar Hukum Jaminan, Binacipta, Bandung, 1981. Black Henry Campbell, Black s Law Dictionary, Fifth Edition, St. Paul Minn, West Publishing, Co. 1979. Hadisoeprapto, Pokok-pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan, Cetakan Pertama, Liberty, Yogyakarta, 1984. Herowati Poesoko, Parate Executie Objek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran Dalam UUHT), LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, 2007. H. Muhammad Yamin Lubis, Abdul Rahim Lubis, Kepemilikan Properti di Indonesia, Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing, CV. Mandar Maju, Bandung, 2013. H. Salim, H.S., Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004. Humas Setkab, 2016. Inilah Aturan Kepala BPN tentang Kepemilikan Rumah Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing. http://setkab.go.id/ diakses tanggal 30 Oktober, 2017. Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Cetakan Pertama, Alumni, Bandung, 1980. M. Khoidin, Dimensi Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah, LaksBang, Yogyakarta, 2005. Sri Soedewi Maschoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1980. R. Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1978. Sutan Remy Sjahdeini. Hukum Jaminan Indonesia, Pendaftaran Agunan dan Hak Tanggungan. Seri dasar Hukum Ekonomi, 4. ELIPS & F.H. UI, Jakarta, 1998. Sumber Lain : Undang-Undang Pokok Agraria (U.U.P.A.) No. 5 Tahun 1960. Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah. 169

UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Alfi Rachmawati (2017). Pemberian Hak Tanggungan oleh Warga Negara Asing Dengan Objek Tanah Hak Pakai Diatas Hak Milik. Thesis, Universitas Airlangga. http://repository.unair.ac.id/62717/ Diakses tanggal 30 Oktober 2017. Krjogja.com, 2017. Kepemilikan Apartemen Komersial bagi WNA.http://krjogja.com/web/news/read/ Diakses tanggal 30 Oktober 2017. Peraturan Menteri Agraria Nomor 29 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Cnnindonesia.com. (2017). Rumah WNA di Indonesia Boleh Diagunkan. https://www.cnnindonesia.com/ diakses tanggal 30 Okober 2017. Eugenie V.P Kaseger, (2014). Pemilikan Hunian oleh Warga Negara Asing di Indonesia. Jurnal. Lex et Societatis. Vol.2 (1) 2014 Hukumproperti.com (2017). Kepemilikan Rumah Orang Asing. Jakarta, diakses tanggal 30 Oktober 2017. 170