BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan secara historis telah menjadi landasan moral dan etik dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan globalisasi sekarang ini sangat sekali diperlukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daya pendidik dan peserta didik. Usaha peningkatan mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. peradaban dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Menurut undang undang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini pembangunan bidang pendidikan merupakan bagian yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas pendidikan terus-menerus dilakukan untuk mewujudkan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembentukan manusia sempurna melalui pendidikan, di dalam pendidikan berlaku

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 3 berfungsi untuk

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar ( PGSD) Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi peserta didik di masa yang akan datang. Dalam Undang-undang. tentang pengertian pendidikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang diharapkan. Karena hal itu merupakan cerminan dari kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

BAB I 1.1 Latar Belakang UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Bab II Pasal 3 dikemukakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. satu usaha yang dilakukan agar peran pendidikan dapat tercapai, maka kita. sebagai Warga Negara Indonesia harus berusaha belajar.

BAB I PENDAHULUAN. berkala agar tetap relevan dengan perkembangan jaman. pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

2016 PENERAPAN TEKNIK MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SAINS SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan PKn

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkualitas. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB II KAJIAN TEORI. jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 :70).

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut, pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang pesat sekarang ini, akan membawa berbagai dampak

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku yang baik. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat (1): Pendidikan adalah usaha sadar dan. akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mivtha Citraningrum, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat. Oleh karena itu maka setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhan pribadi dan masyarakat. Sesuai dengan UU Republik

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pelaksanaannya, proses pendidikan membutuhkan kesiapan,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan kualitas pendidikan yang lebih baik. mewujudkan hasil pembelajaran yang efektif dan efesien, peranan guru sangat

BAB I PENDAHULUAN. mencakup seluruh proses hidup dan segenap bentuk interaksi individu dengan

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ivo Aulia Putri Yatni, 2013

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan, nilai-nilai atau

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Negara

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk membentuk karakter dan kecakapan hidup. Nasional (UU No. 20/2003) Bab II Pasal 3, bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU SISDIKNAS 2003, 2006).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN. ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar lahiriah seperti

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 akhirnya resmi diterapkan meskipun belum dilakukan di

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi diperlukan sumber daya manusia yang tangguh. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lambatnya pembangunan bangsa sangat tergantung pada pendidikan. Oleh karena. sangat luas terhadap pembangunan di sektor lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai peran penting pada kehidupan saat ini, apabila

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (SISDIKNAS) dan penjelasannya, (Jogjakarta: Media Wacana Press), hlm. 12.

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan dan perkembangan suatu negara. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Berbagai penemuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara historis telah menjadi landasan moral dan etik dalam proses pembentukan karakter bangsa, sehingga mampu menemukan jati dirinya sebagai ciri suatu bangsa. Pendidikan juga dapat berdampak pada suatu perubahan ke arah yang lebih positif, bila dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian pentingnya sebuah pendidikan bagi generasi bangsa, maka proses pendidikan perlu dilakukan dengan sistematis dan berkesinambungan agar segala yang dicita-citakan oleh bangsa dapat tercapai dari penyelenggaraaan pendidikan yang benar. Pendidikan merupakan variabel yang tidak dapat diabaikan dalam mentransformasi ilmu pengetahuan melalui sebuah proses pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yaitu bahwa : Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam upaya melaksanakan program yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam usaha peningkatan mutu pendidikan maka sebuah program tersebut tidak lepas dari sebuah perencanaan dalam bidang pendidikan yang disebut dengan kurikulum. Kurikulum tersebut akan dilaksanakan sekaligus

dikembangkan pada berbagai jenjang pendidikan sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Sekolah Dasar (selanjutnya disingkat SD) sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan selama enam tahun, pada dasarnya bertugas memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik, baik yang berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai agar mereka dapat hidup dalam masyarakat serta sebagai persiapan baginya untuk melanjutkan studi pada jenjang yang lebih tinggi. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 Ayat 1 menjelaskan bahwa standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Proses pembelajaran IPA merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses pendidikan di SD. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistemis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri

dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Ditingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (Scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Selain itu dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 dijelaskan bahwa mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 6. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas maka diperlukan strategi dan model pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa sehingga tujuan pembelajaran IPA dapat tercapai. Berbagai pendekatan dan metode pebelajaran IPA telah banyak diterapkan di lingkungan sekolah, dengan harapan bahwa penerapan pendekatan dan metode tersebut dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan konsep para siswa terhadap konsep-konsep IPA yang pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi siswa. Namun kondisi yang terjadi di lapangan sesuai dengan hasil studi pendahuluan ternyata belum sesuai dengan harapan. Realita yang ada menunjukan bahwa hasil belajar IPA masih rendah dan rendahnya tingkat kemampuan pemahaman konsep siswa pada konsep-konsep IPA, hal ini dapat terlihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 1.1 Rekapitulasi Rata-Rata Nilai UASBN siswa SD Se-Kecamatan Petir Tahun Pelajaran 2007/2008 2008/2009 No Bidang Studi Tahun Pelajaran 2007/2008 2008/2009 Rata-Rata 1. Matematika 4.50 4.85 4.67 2. IPA 4.85 4.72 4.78 3. Bahasa Indonesia 6.95 7.52 7.23 Sumber : UPTD Pendidikan Kecamatan Petir

Merosotnya Nilai Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) siswa SD dalam bidang studi IPA selama dua tahun pelajaran terakhir ini menjadi suatu bukti yang menunjukan bahwa IPA perlu mendapat perhatian secara akademik, sebab dikhawatirkan kejadian tersebut akan menurunkan kemampuan dan pemahaman siswa terhadap konsep IPA sehingga pada akhirnya prestasi siswa menurun. Menyimak kondisi objektif di lapangan, ada kecenderungan bahwa guru IPA di SD kurang memperhatikan sasaran dan tujuan yang diharapkan dalam kurikulum. Salah satu faktor penyebabnya adalah guru tidak melaksanakan proses pembelajaran secara bervariasi, karena mengejar target yang harus dicapai (attainment target). Siswa lebih banyak ditekankan pada penguasaan jumlah (quantity) materi yang ditentukan secara top-down, daripada memperhatikan mutu (quality) materi yang diharapkan, sehingga tingkat kemampuan siswa terabaikan. Di samping itu, siswa yang mengikuti mata pelajaran tersebut sulit menangkap materi yang disampaikan guru. Sebaliknya, para guru kurang memberikan respon apapun terhadap tingkah laku siswa, karena kurangnya sensitifitas, kreatifitas dan improvisasi guru. Salah satu contoh kongkritnya adalah masih banyak guru IPA ketika melakukan proses pembelajaran hanya terfokus kepada hal-hal yang bersifat pengetahuan. Padahal yang lebih penting adalah bagaimana siswa dapat menerima hasil pembelajaran itu menjadi bermakna. Berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa salah satu permasalahan besar dalam proses pembelajaran saat ini adalah kurangnya usaha pengembangan berpikir yang menuntun siswa untuk memecahkan suatu permasalahan. Proses

pembelajaran saat ini lebih banyak mendorong siswa agar dapat menguasai materi pelajaran supaya dapat menjawab semua soal ujian yang diberikan. Suadnyana (2000) dalam penelitiannya yang berjudul Pengembangan model siklus belajar tentang penyesuaian makhluk hidup dan hubungan antar makhluk hidup untuk meningkatkan keterampilan berfikir rasional siswa Sekolah Dasar kelas 5 menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil pengamatan di lapangan kebanyakan proses pembelajaran IPA masih berpusat pada guru dan kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan sendiri melalui keterampilan berpikir rasional. Sejalan dengan hasil penelitian di atas, Supreyekti (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Interaktif pada Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran IPA di kelas, guru cenderung menggunakan model konvensional dalam setiap pembelajaran yang dilakukannya. Penggunaan model-model pembelajaran yang bervariatif masih sangat rendah hal ini disebabkan kemungkinan kurangnya pemahaman guru terhadap model-model pembelajaran yang ada. Masih banyak proses pembelajaran yang kurang berkualitas, tidak efisien dan tidak mempunyai daya tarik, bahkan cenderung membosankan sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal. Siswa lebih banyak mendengar dan menulis apa yang diterangkan atau ditulis oleh guru di papan tulis. Berdasarkan hasil penelitian dari pusat kurikulum (PUSKUR) (Kaswan, 2004), ternyata metode ceramah dengan guru menulis di papan tulis merupakan metode yang paling sering digunakan. Hal ini

menyebabkan isi mata pelajaran sains dianggap sebagai bahan hafalan, sehingga siswa tidak menguasai konsep. Karena itu, perlu dipikirkan penerapan pembelajaran yang lebih melibatkan siswa pada proses belajar. Pembelajaran inovatif yang relevan dengan kondisi sekarang ini adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), yaitu pembelajaran yang menekankan bahwa siswa sendirilah yang akan membangun pengetahuannya. Guru harus merancang kegiatan pembelajaran bagi siswa untuk meningkatkan atau mengubah pengetahuan awalnya. Ausabel (Dahar, 1996), menyatakan bahwa faktor yang paling penting dalam mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui siswa. Kondisi tersebut merupakan tantangan bagi setiap pendidik agar berupaya untuk memperbaiki kualitas pembelajaran IPA, sehingga pemahaman dan berfikir kritis siswa meningkat dan hasil belajarnya pun akan lebih baik lagi. Adapun pendekatan atau metode pembelajaran yang diterapkan adalah pendekatan atau metode yang memperhatikan aspek-aspek internal dan eksternal siswa. Pencapaian konsep mengenai materi yang diajarkan merupakan salah satu cara yang dapat diupayakan untuk menciptakan belajar bermakna bagi siswa dengan menata atau menyusun data sehingga konsep-konsep penting dapat dipelajari secara tepat dan efisien sehingga diharapkan akan meningkatkan aktifitas siswa dalam belajar IPA sehingga meningkatkan pula kemampuan pemahaman konsep siswa terhadap konsep-konsep IPA. Model ini memiliki pandangan bahwa para siswa tidak hanya dituntut untuk mampu membentuk

konsep melalui proses pengklasifikasian data akan tetapi mereka juga harus dapat membentuk susunan konsep dengan kemampuannya sendiri. Menurut Ausabel (dalam Dahar, 1989:81) menyatakan bahwa konsepkonsep diperoleh dengan dua cara yaitu : formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept assimilation). Jika berorientasi pada tujuan pokok dan jenis pengetahuan yang terkandung dalam kurikulum IPA SD tahun 2006, maka konsep merupakan suatu jenis pengetahuan yang memiliki peranan sangat penting dalam lingkup pengembangan keterampilan berfikir siswa apabila dikembangkan dengan model pembelajaran yang tepat. Berikut terdapat tiga jenis model pembelajaran yang dapat dipilih untuk mengembangkan jenis pengetahuan konsep. Pertama ; Model Pembentukan Konsep (Concept Formation), model ini mengarah kepada bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak memasuki sekolah formal. Model ini berorientasi pada konsep-konsep konkret (Gagne, 1977), oleh karena itu banyak diterapkan oleh orang tua terhadap anak-anaknya melalui kehidupan nyata. Kedua ; Model Penerimaan Konsep (Concept Reception). Model ini mengawali pembelajaran dengan menyampaikan definisi suatu konsep kemudian diikuti dengan contoh-contoh sampai siswa mampu menstranfer definisi tersebut pada situasi baru (Naylor & Diem, 1987). Ketiga ; Model Pencapaian Konsep (Concept Attainment). Model ini mengikuti langkahlangkah terbaik dari model yang kedua. Pada model ini, pertama-tama siswa disuguhi sejumlah data yang berbentuk contoh dan bukan contoh suatu konsep, kemudian siswa mengelompokan contoh-contoh berdasarkan kesamaan atribut yang terkandung di dalamnya, menganalisis atribut, membuat dugaan, membuat

contoh tambahan, dan akhirnya merumuskan definisi konsep (Naylor & Diem, 1987). Dengan pencapaian konsep yang dirancang untuk mengajarkan konsep dan membantu siswa lebih efektif dalam mempelajari konsep. Metode ini merupakan metode efisien dalam menyajikan informasi yang tersusun dan terencana dari ruang lingkup topik yang luas bagi siswa pada setiap tingkatan perkembangan. Model pencapaian konsep merupakan perangkat evaluasi unggul saat guru ingin mengetahui sejauhmana siswa mampu menguasai gagasan-gagasan penting yang mereka ajarkan. Model ini dengan cepat akan memberikan laporan tentang kedalaman pemahaman siswa sekaligus akan memperkuat pengetahuan mereka sebelumnya. Selain itu juga model pencapaian konsep juga dapat berguna dalam membuka bidang konseptual baru dengan cara melakukan rangkaian penelitian pada siswa secara individu atau kelompok. Penerapan model pencapaian konsep akan menentukan bentuk aktifitasaktifitas pembelajaran tertentu. Contohnya jika penekanannya adalah untuk memperoleh konsep baru maka guru harus menekankan melalui pernyataan atau komentarnya tentang sifat-sifat di setiap contoh dan nama konsep. Jika penekanannya adalah proses induktif, guru mungkin dapat menyediakan sedikit tanda atau isyarat dan mengajak siswa untuk tekun dan berpartisipasi aktif dalam proses induktif. Bahkan mungkin untuk konsep yang sudah banyak diketahui. Jika penekanannya pada analisis berfikir maka guru sebaiknya menerapkan latihan penemuan konsep yang tidak terlalu lama sehingga siswa akan menghabiskan

lebih banyak waktu untuk analisis berpikir. Struktur pengajaran pada model penemuan konsep ini adalah dapat dilakukan dengan beberapa tahap yaitu : Tahap pertama melibatkan penyajian data pada siswa. Setiap unit data merupakan contoh atau non contoh konsep yang terpisah. Unit-unit ini disajikan berpasangan. Data tersebut bisa berupa kejadian, manusia, objek, cerita, gambar, atau unit lain yang dapat dibedakan satu sama lain. Tahap kedua siswa menguji penemuan konsep mereka, pertama-tama dengan mengidentifikasi secara tepat contoh-contoh tambahan yang tidak dilabeli dari konsep itu dan kemudian dengan membuat contoh-contoh mereka sendiri. Setelah itu guru dapat membenarkan atau tidak membenarkan hipotesis mereka, merevisi pilihan konsep atau sifat-sifat yang mereka tentukan sebagaimana mestinya. Pada tahap ketiga siswa mulai menganalisis strategi-strategi dengan segala hal yang mereka gunakan untuk mencapai konsep. Siswa dapat menggambarkan pola-pola mereka apakah mereka fokus pada ciri-ciri atau konsep-konsep sehingga secara bertahap mereka dapat membandingkan efektifitas setiap strategi yang telah mereka rancang dan terapkan. Dengan memperhatikan kelebihan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran pencapaian konsep, peneliti tertarik untuk mengembangkan pembelajaran tersebut pada siswa Sekolah Dasar dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA di SD. B. Rumusan Masalah Dari berbagai dimensi permasalahan pengembangan model pembelajaran pencapaian konsep pada mata pelajaran IPA dapat dirumuskan permasalahan

dalam penelitian ini adalah Model pembelajaran pencapaian konsep yang bagaimana yang dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA di SD? C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka selanjutnya rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam beberapa bentuk pertanyaan penelitian berikut ini : 1. Bagaimana kondisi pembelajaran IPA pada saat ini? Dari masalah ini akan dikaji tentang situasi dan kondisi pembelajaran IPA Sekolah Dasar di Kecamatan Petir dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut : a. Bagaimana desain dan penerapan pembelajaran IPA sekolah dasar di Kecamatan Petir yang berlangsung selama ini? b. Bagaimana kinerja guru IPA dalam pengolahan pembelajaran di dalam kelas? c. Bagaimana aktifitas siswa dalam proses pembelajaran IPA dewasa ini? d. Bagaimana ketersediaan fasilitas atau sumber belajar IPA di SD? 2. Model pembelajaran pencapaian konsep bagaimana yang cocok dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA? Dari masalah ini yang menjadi pertanyaan penelitian adalah : a. Bagaimana perencanaan model pembelajaran pencapaian konsep untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA di kelas 5 sekolah dasar?

b. Bagaimana pelaksanaan model pembelajaran pencapaian konsep untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA dikelas 5 sekolah dasar? c. Bagaimana evaluasi hasil belajar dari model pembelajaran pencapaian konsep untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA di kelas 5 sekolah dasar? 3. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan model pembelajaran pencapaian konsep untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA? D. Definisi Operasional Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan beberapa istilah sebagai berikut : 1. Model pembelajaran merupakan suatu pola yang direncanakan dan digunakan dalam mewajibkan materi pelajaran dan memberikan petunjuk dalam proses pembelajaran di kelas yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan materi dan kebutuhan sosial. 2. Pencapaian konsep memperlihatkan suatu bentuk interaksi kegiatan belajar dengan kegiatan mengajar yang berorientasi pada aspek-aspek antara lain : mendeskripsikan contoh-contoh dari yang bukan contoh-contoh suatu konsep, menganalisis atribut-atribut yang terdapat dalam sejumlah contoh suatu konsep, merumuskan suatu hipotesis, menganalisis setiap jawaban siswa dan merumuskan batasan suatu konsep.

3. Kemampuan pemahaman konsep merupakan kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya. Kemampuan pemahaman terdiri dari beberapa aspek seperti translasi, interpretasi dan ekstrapolasi. E. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan : 1. Kondisi pembelajaran IPA yang berlangsung pada Sekolah Dasar di Kecamatan Petir saat ini, dengan fokus pada hal-hal sebagai berikut : a. Memperoleh gambaran tentang desain dan penerapan pembelajaran IPA Sekolah Dasar di Kecamatan Petir yang berlangsung selama ini b. Memperoleh gambaran tentang kinerja guru IPA dalam pengolahan pembelajaran di dalam kelas c. Memperoleh gambaran tentang aktifitas siswa dalam proses pembelajaran dewasa ini d. Memperoleh gambaran tentang ketersediaan fasilitas atau sumber belajar IPA di Sekolah Dasar 2. Model pembelajaran pencapaian konsep yang cocok dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA. meliputi :

a. Perencanaan model pembelajaran pencapaian konsep untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA di kelas 5 Sekolah Dasar b. Pelaksanaan model pembelajaran pencapaian konsep untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA di kelas 5 Sekolah Dasar c. Evaluasi hasil belajar dari model pembelajaran pencapaian konsep untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep pada mata pelajaran IPA di kelas 5 Sekolah Dasar 3. Untuk menemukan faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan model pembelajaran pencapaian konsep dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan prinsip yang memperkaya teori dan praktek kurikulum dan pembelajaran sebagai suatu sistem yang merupakan bagian dari sistem persekolahan pada tingkat Sekolah Dasar, khususnya pengembangan kurikulum dalam dimensi proses. 1. Manfaat teoritis Penelitian pengembangan model pembelajaran ini diharapkan dapat memperkuat prinsip atau dalil-dalil berkenaan dengan pembelajaran IPA, khususnya dalam pembelajaran berfikir di sekolah dasar.

2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat praktis untuk meningkatkan atau menyempurnakan pelaksanaan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, diantaranya : a. Bagi para guru, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang sangat berarti dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, melalui model pembelajaran peningkatan kemampuan pemahaman konsep khususnya dalam pelajaran IPA di Sekolah Dasar. b. Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam meningkatkan mutu pembelajaran, khususnya dalam mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar melalui model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa yang dianggap sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kurikulum yang berlaku. c. Bagi Dinas Pendidikan, khususnya di Kecamatan petir dan Kabupaten Serang, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran khususnya dalam mata pelajaran IPA di Sekolah Dasar. d. Bagi peneliti selanjutnya, menjadikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.