BAB 1 PENDAHULUAN. empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al.,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 15% penduduk Amerika Serikat memiliki kadar kolesterol

BAB 1 PENDAHULUAN. apendisitis akut (Lee et al., 2010; Shrestha et al., 2012). Data dari WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa insiden

BAB I PENDAHULUAN. Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia insiden karsinoma tiroid mengalami peningkatan setiap tahun (Sudoyo,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Intususepsi merupakan salah satu penyebab tersering dari obstruksi usus dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2020

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak pula pada peningkatan angka kematian dan kecacatan. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan salah satu. penyakit tidak menular yang semakin meningkat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutaan merupakan suatu masalah kesehatan di dunia, dilaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit hati di Indonesia umumnya masih tergolong tinggi. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB I PENDAHULUAN. dipantau selama 3,5 tahun mempunyai kompliksai yang paling sering adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang cukup banyak mengganggu masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduknya memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan serta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. dari orang per tahun. 1 dari setiap 18 kematian disebabkan oleh stroke. Rata-rata, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di Indonesia, diantara berbagai jenis kanker, karsinoma paru

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquaired Immunodefeciency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) sebagai suatu penyakit tidak menular yang cenderung

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang cukup banyak mempengaruhi angka kesakitan dan angka. kematian yang terjadi di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes melitus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB 1 PENDAHULUAN. setidaknya pernah mengalami satu kali nyeri kepala dalam satu tahun. Bahkan,

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA ORANG DEWASA DI KOTA PADANG PANJANG TAHUN 2011 OLEH:

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al., 2002). Kolelitiasis merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Barat, sedangkan di Indonesia kolelitiasis baru mendapatkan perhatian (Lesmana, 2009). Diperkirakan lebih dari 95% penyakit yang mengenai kandung empedu dan salurannya adalah penyakit kolelitiasis (Kumar et al., 2007). Prevalensi kolelitiasis berbeda-beda di setiap negara dan berbeda antar setiap etnik di suatu negara. Prevalensi kolelitiasis tertinggi yaitu pada orang-orang Pima Indians di Amerika Utara, Cili, dan ras Kaukasia di Amerika Serikat. Sedangkan di Singapura dan Thailand prevalensi penyakit kolelitiasis termasuk yang terendah (Ko dan Lee, 2009). Perbaikan keadaan sosial ekonomi, perubahan menu diet yang mengarah ke menu gaya negara Barat, serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, mengakibatkan prevalensi penyakit empedu di negara berkembang termasuk Indonesia cenderung meningkat (Ginting, 2013). Walaupun kolelitiasis memiliki angka mortalitas yang rendah, namun penyakit ini berdampak signifikan terhadap aspek ekonomi dan kesehatan penderita (Chang et al., 2013). Diperkirakan lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat menderita kolelitiasis (Ko dan Lee, 2009). Kolelitiasis juga merupakan penyakit tersering dan termahal dari seluruh penyakit digestif di Amerika Serikat, setiap tahun, sekitar 1 juta orang dirawat dan 700.000 orang menjalani kolesistektomi (Corte et

al., 2008). Sekitar 2% dari dana kesehatan Amerika Serikat dihabiskan untuk penyakit kolelitiasis dan komplikasinya (Kumar et al., 2007). Di Negara Asia prevalensi kolelitiasis berkisar antara 3% sampai 10%. Berdasarkan data terakhir prevalensi kolelitiasis di Negara Jepang sekitar 3,2 %, China 10,7%, India Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0% (Chang et al., 2013). Angka kejadian kolelitiasis dan penyakit saluran empedu di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka negara lain di Asia Tenggara (Wibowo et al., 2002). Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011 didapatkan 101 kasus kolelitiasis yang dirawat (Girsang JH, 2011). Kolelitiasis terutama ditemukan di negara Barat, namun frekuensinya di negara-negara Afrika dan Asia terus meningkat selama abad ke 20. Di Tokyo angka kejadian penyakit ini telah meningkat menjadi dua kali lipat sejak tahun 1940 (Nuhadi M, 2010). Angka kejadian kolelitiasis sangat dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Terdapat peningkatan kejadian kolelitiasis yang progesif berhubungan dengan peningkatan usia seseorang (Kumar dan Clark, 2006). Di Amerika Serikat 5%- 6% populasi yang berusia kecil dari 40 tahun menderita kolelitiasis, dan pada populasi besar dari 80 tahun angka kejadian kolelitiasis menjadi 25%-30% (Kumar et al., 2007). Kolelitiasis lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria (Tierney et al., 2010). Menurut Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) dalam Greenberger dan Paumgartner (2011), prevalensi kolelitiasis di Amerika Serikat yaitu 7,9% pada laki-laki dan 16,6% pada perempuan. Perbandingan kejadian kolelitiasis pada pria dan wanita yaitu

3:1, dan pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan perbandingan akan semakin kecil (Kumar et al., 2007). Selain umur dan jenis kelamin, angka kejadian kolelitiasis juga dipengaruhi oleh obesitas, kehamilan, intoleransi glukosa, resistensi insulin, diabetes mellitus, hipertrigliseridemia, pola diet, penyakit Crohn s, reseksi ileus terminal, dan faktor lain (Hunter dan Oddsdettir, 2007; Conte et al., 2011). Kolelitiasis umumnya berada di kandung empedu, tetapi kolelitiasis dapat juga berada di saluran empedu ketika batu di kandung empedu bermigrasi, dan disebut batu saluran empedu sekunder. Sekitar 10%-15% pasien dengan batu di kandung empedu juga memiliki batu di saluran empedu. Batu di saluran empedu juga dapat terbentuk tanpa melibatkan kandung empedu, disebut sebagai batu saluran empedu primer (Lesmana, 2009). Sebagian besar pasien (80%) dengan kolelitiasis tidak bergejala, hanya sedikit pasien yang mengeluhkan nyeri (Lesmana, 2009). Nyeri yang dirasakan pasien adalah nyeri kolik (Kumar et al., 2007). Sebelum dikembangkannya beberapa modalitas diagnosa seperti ultrasound (US), pasien kolelitiasis sering salah terdiagnosis sebagai gastritis atau hepatitis berulang. Dalam sebuah penelitian di Jakarta dari 74 pasien dengan kolelitiasis, 60% diantaranya terdiagnosis sebagai gastritis atau hepatitis berulang (Lesmana, 2009). Kolelitisis dapat menimbulkan komplikasi berupa kolesistitis akut yang dapat menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis piogenik, pankreatitis, dan perubahan keganasan (Wibowo et al., 2002).

Tatalaksana yang diberikan untuk pasien kolelitiasis harus mempertimbangkan keadaan dan gejala yang dialami pasien (Ko dan Lee, 2009). Tatalaksana kolelitiasis dapat berupa terapi non bedah dan bedah. Terapi non bedah dapat berupa lisis batu yaitu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik, dan pengeluaran secara endoskopik. Sedangkan terapi bedah dapat berupa kolesistektomi (Wibowo et al., 2002). Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa perlu dan tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana karakteristik pasien kolelitiasis di Bagian Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2014-2015. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana gambaran kasus kolelitiasis di Bagian Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2014-2015? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui gambaran kasus kolelitiasis di Bagian Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2014-2015. 1.3.1 Tujuan Khusus 1. Mengetahui prevalensi kasus kolelitiasis di Bagian Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2014-2015. 2. Mengetahui karakteristik pasien kolelitiasis, meliputi umur dan jenis kelamin di Bagian Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2014-2015.

3. Mengetahui distribusi frekuensi keluhan utama yang dialami pasien kolelitiasis di Bagian Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2014-2015. 4. Mengetahui distribusi frekuensi posisi batu pasien kolelitiasis di Bagian Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2014-2015. 5. Mengetahui distribusi frekuensi tatalaksana pasien kolelitiasis di Bagian Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2014-2015. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti 1. Penerapan ilmu kedokteran yang dimiliki dan didapat selama pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas selama ini. 2. Dapat menambah wawasan, pengalaman, dan melatih kemampuan dalam melakukan penelitian di bidang kesehatan. 1.4.2 Manfaat Bagi Klinisi 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar mengenai penyakit kolelitiasis di Provinsi Sumatera Barat yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam penegakkan diagnosis pasien kolelitiasis. 1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit kolelitiasis.