14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Pati terletak di daerah pantai utara Pulau Jawa dan di bagian timur Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Pati terletak di antara 110º50ʹ -111º15ʹ BT dan 6º25ʹ -7º00ʹ LS. Secara administratif Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150,368 ha yang terdiri dalam 21 kecamatan, yaitu Sukolilo, Kayen, Tambakromo, Winong, Pucakwangi, Jaken, Batangan, Juwana, Jakenan, Pati, Gabus, Margorejo, Gembong, Tlogowungu, Wedarijaksa, Trangkil, Margoyoso, Gunungwungkal, Cluwak, Tayu, dan Dukuhsati (Badan Pusat Statistik Pati 2010). Kabupaten Pati dengan luas wilayah 150,368 Ha tersebut terdiri dari 59,332 Ha lahan sawah dan 66,086 Ha lahan bukan pertanian (Purnaweni 2014). Pada Tabel 4 dapat dilihat deskripsi masing-masing lokasi penelitian. Tabel 4. Deskripsi lokasi titik sampel lahan sawah Kabupaten Pati Kecamatan Lokasi Desa Letak Geografis T (mdpl) KL (%) Jenis Tanah Sukolilo Baleadi 110º52ʹ 28,805ʺ BT 20 0-8 Inceptisol 06º56ʹ 37,49ʺ LS Sukolilo Wegil 110º51ʹ 20,131ʺ BT 25 0-8 Inceptisol 06º56ʹ 41,64ʺ LS Tambakromo Tambakromo 111º03ʹ 23,314ʺ BT 65 0-8 Inceptisol 06º53ʹ 38,112ʺ LS Kayen Trimulyo 110º59ʹ 28,705ʺ BT 28 0-8 Inceptisol 06º53ʹ 09,589ʺ LS Winong Pohgading 110º05ʹ 48,088ʺ BT 269 0-8 Inceptisol 06º57ʹ 21,499ʺ LS Winong Winong 110º05ʹ 42,49ʺ BT 06º44ʹ 42,28ʺ LS 28 0-8 Alfisol Winong Karangkonang 110º06ʹ 21,182ʺ BT 26 0-8 Inceptisol 06º48ʹ 32,37ʺ LS Pati Payang 111º04ʹ 58,570ʺ BT 29 0-8 Inceptisol 06º44ʹ 7,790ʺ LS Wedarijaksa Bumiayu 111º03ʹ 31,320ʺ BT 16 0-8 Inceptisol 06º42ʹ 24,545ʺ LS Tayu Tayukulon 111º1ʹ 59,4ʺ BT 06º32ʹ 17,26ʺ LS 20 0-8 Inceptisol Tayu Pundenrejo 111º1ʹ 11,06ʺ BT 06º32ʹ 15,4ʺ LS 55 0-8 Alfisol
15 Tlogowungu Wonorejo 111º2ʹ 25ʺ BT 06º42ʹ 32ʺ LS 46 0-8 Inceptisol Sumber: Data Primer Keterangan: T= Ketinggian, KL= Kemiiringn lereng, BT= Bujur Timur, LS= Lintang Selatan, mdpl= meter di atas permukaan laut Hasil pengamatan lokasi pengambilan titik sampel pada lahan sawah memiliki kemiringan lereng yang seragam. 14 Kelas kemiringan lereng terbagi menjadi 5 kelas yaitu 0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-45%, dan 45-90%. Lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Pati memiliki kemiringan 0-8% yang berarti topografi lahan tersebut datar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Yusmandhany (2002) yang menyatakan bahwa kondisi topografi lahan datar sesuai untuk digunakan sebagai lahan sawah irigasi maupun tadah hujan. Kondisi tersebut didukung dengan pernyatan Arifin (2011) bahwa topografi merupakan salah satu faktor yang menentukan pembentukan jenis tanah. Berdasarkan sistem klasifikasi tanah USDA jenis tanah yang terdapat pada lahan sawah Kabupaten Pati meliputi Inceptisol, Mollisol, dan Alfisol. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), wilayah Pati bagian utara terdiri dari tanah Red Yellow Mediteran (Alfisol), Latosol (Inceptisol), Aluvial (Inceptisol), Hidromer, dan Regosol (Inceptisol) sedangkan bagian selatan terdiri tanah Aluvial (Inceptisol), Hidromer, dan Grumusol (Vertisol). Menurut Soil Staff Survey (2010), konsep sentral Inceptisol adalah tanah-tanah dari daerah dingin atau sangat panas, lembab, sub lembab dan yang mempunyai horison kambik dan epipedon okrik. Sesuai dengan pendapat Khusrial (2015) bahwa tanah Inceptisol memiliki kesuburan tanah rendah, dengan ciri-ciri kandungan dan cadangan hara relatif sedang, kapasitas tukar kation tanah sedang sampai tinggi, serta teksturnya berlempung. Sifat-sifat tersebut mencirikan bahwa tanah ini cukup potensial untuk pengembangan tanamanpertanian terutama tanaman pangan (Nurdin 2012). Tanah Alfisol merupakan tanah dengan kandungan C-organik yang relatif rendah (Ispandi dan Munip 2004). Menurut Badan Pusat Statistik (2010), Kabupaten Pati memiliki rata-rata curah hujan sebanyak 1.002 mm dengan 51 hari hujan di tahun 2008. Berdasarkan curah hujan wilayah di Kabupaten Pati terbagi atas berbagai tipe iklim menurut
16 klasifikasi iklim Oldeman. Di Kecamatan Sukolilo, Kayen, Tambakromo, Tlogowungu, Tayu, Pati termasuk dalam tipe iklim D2, di Kecamatan Winong termasuk dalam tipe iklim E2, dan di Kecamatan Wedarijaksa termasuk dalam tipe iklim E1. Tipe D2 berarti memiliki 3-4 bulan basah dan 2-3 bulan kering. Tipe E2 berarti memiliki 0-2 bulan basah dan 2-3 bulan kering. Tipe E1 berarti memiliki 0-2 bulan basah dan 0-1 bulan kering. Zone D menunjukkan hanya dapat ditanami padi satu kali tanam dan zone E tidak dianjurkan menanam padi tanpa adanya irigasi yang baik. B. Hasil Analisis Kualitatif Tanah Sawah Kabupaten Pati Analisis kualitatif yang dilakukan ada penelitian ini didapatkan dari hasil wawancara dengan petani di setiap lokasi pengambilan sampel. Hasil wawancara dengan petani pada setiap lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 5 berikut: Lokasi Luas Lahan (Ha) Tabel 5. Hasil wawancara petani Kabupaten Pati Sumber: Wawancara Dosis Pupuk (kg) Urea SP-36 ZA NPK Organik Dosis Pestisida (kg/l) Baleadi 0,20 40,26 20,1 5 40,3 20,13 0,4 Wegil 0,27 53,5 40,2 13,4 80,31 26,77 0,5 Tambakromo 0,74 148 111 37 222 74 1,5 Trimulyo 0,29 58 43,5 14,5 87 29 0,6 Pohgading 0,40 80 60 20 120 40 0,8 Winong 0,46 91,7 68,7 22,9 137,49 45,83 0,9 Karangkonang 0,64 127,6 95,7 31,9 191,43 63,81 1,3 Payang 0,27 54 40,5 13,5 81,03 27,01 0,5 Bumiayu 0,25 50 37,5 12,5 75 25 0,5 Tayukulon 0,48 95 71,3 23,8 142,5 47,5 1 Pundenrejo 0,43 85,3 64 21,3 127,98 42,66 0,9 Wonorejo 0,76 152 114 38 228 76 1,5 Berdasarkan hasil wawancara petani dapat dilihat pupuk yang diaplikasikan di lahan sawah memiliki dosis yang berbeda-beda. Pupuk urea mengandung N 45-46%, pupuk SP-36 mengandung P 2 O 5 36%, pupuk ZA mengandung N 20,5-21%, pupuk NPK mengandung 15% N, 15% P 2 O 5, dan 15% K 2 O (Hardjowigeno 2007). Pupuk yang diaplikasikan meliputi urea, SP-36, ZA, NPK, dan pupuk organik. Di antara pupuk yang diaplikasikan, pupuk NPK memiliki dosis paling tinggi di semua titik sampel dari dosis 40,3 kg hingga
17 191,43 kg. Pupuk yang diaplikasikan dengan dosis paling rendah yakni pupuk ZA dengan dosis 5 kg hingga 31,9 kg. Pupuk ZA dengan dosis 5 kg berarti mengandung 1,05 kg N dan untuk dosis 31,9 kg berarti mengandung 6,699 kg N. Sehingga semakin tinggi dosis pupuk yang diaplikasikan maka kandungan unsur haranya juga tinggi. Pengaplikasian pupuk kimia pada lokasi penelitian juga diimbangi dengan pengaplikasian pupuk organik. Untuk pupuk urea yang diaplikasikan di lokasi titik sampel yaitu 40,26 kg hingga 152 kg. Hal itu berarti pupuk urea mengandung N sebanyak 18,117 kg hingga 68,4 kg. Pupuk organik diaplikasikan pada saat pengolahan tanah agar pada saat tanam tidak timbul panas. Menurut Hardjowigeno (2007), pupuk organik tidak memiliki kandungan unsur hara yang tinggi, tetapi dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti permeabilitas tana, porositas tanah, struktur tanah, daya menahan air, dan kation-kation tanah. Dosis pupuk organik di lokasi penelitian yaitu antara 20 kg hingga 76 kg. Dosis pupuk organik yang diaplikasikan tersebut dapat digunakan untuk menghambat pencucian unsur hara oleh air. C. Hasil Analisis Indikator Fisika, Kimia, dan Biologi Kualitas Tanah Sawah Kabupaten Pati Indikator kualitas tanah tanah yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu indikator fisika, kimia, dan biologi. Hasil analisis indikator fisika, kimia, dan biologi dapat dilihat pada Tabel 6:
18
18 Tabel 6. Hasil analisis indikator fisika, kimia, dan biologi tanah sawah Kabupaten Pati Lokasi Jenis Tanah Sifat Fisika Tanah Sifat Kimia Tanah Sifat Biologi Tanah Permeabilitas KTK N-total P-tersedia K-tersedia Bahan Organik Respirasi ph (cm/jam) (cmol.kg -1 ) (%) (ppm) (cmol.kg -1 ) (%) (mg CO 2.gr -1.hari -1 ) Baleadi Inceptisol 5,302 S 7 N 14,07 R 1,03 ST 11,8 T 0,38 S 0,97 SR 4,88 T Wegil Inceptisol 9,823 AC 7,1 N 7,19 R 0,75 T 16,7 ST 1,18 ST 1,40 R 1,35 T Tambakromo Inceptisol 2,878 S 7,1 N 8,08 R 0,67 T 10,1 S 1,46 ST 1,32 R 1,63 T Trimulyo Inceptisol 3,349 S 7 N 7,17 R 0,82 ST 16,6 ST 0,54 S 2,83 S 1,87 T Pohgading Inceptisol 9,445 AC 6,9 N 2,10 SR 1,41 ST 16,9 ST 1,72 ST 1,34 R 2,91 T Winong Alfisol 2,558 S 6,3 N 5,98 R 0,85 ST 10,7 T 0,78 T 1,07 R 5,54 T Karangkonang Inceptisol 9,593 AC 6,4 N 12,48 R 0,81 ST 25,3 ST 0,60 T 1,70 R 2,29 T Payang Inceptisol 9,209 AC 6,3 N 9,95 R 0,87 ST 22,7 ST 1,24 ST 1,62 R 3,59 T Bumiayu Inceptisol 6,697 AC 4,9 M 15,35 R 0,90 ST 18,9 ST 0,55 S 0,80 SR 0,83 T Tayukulon Inceptisol 3,349 S 6,2 N 18,37 S 0,96 ST 15,1 ST 1,42 ST 1,25 R 2,66 T Pundenrejo Alfisol 5,701 S 5,7 N 6,39 R 1,13 ST 10,9 T 0,70 T 0,38 SR 2,49 T Wonorejo Inceptisol 3,250 S 5,9 N 3,33 SR 0,79 ST 16,1 ST 0,54 S 1,49 R 0,73 T Keterangan: KTK= Kapasitas Tukar Kation, T= tinggi, AC= agak cepat, S= sedang, N= netral, M= masam, ST= sangat tinggi, R= rendah, SR= sangat rendah
Permeabilitas (cm/jam) 19 1. Hasil Analisis Indikator Fisika Tanah Indikator fisika tanah yang diukur pada penelitian ini adalah permeabilitas tanah. Hasil pengukuran permeabilitas tanah pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3: 12 10 9.823 9.445 9.593 9.209 8 6 5.302 6.697 5.701 4 2.878 3.349 2.558 3.349 3.25 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 3. Histograam permeabilitas masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 2. Wegil 5. Pohgading 6. Winong 9. Bumiayu 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada titik sampel 2, 5, 7, 8, dan 9 memiliki nilai permeabilitas antara 6,25-12,5 cm/jam yang berarti agak cepat, sedangkan titik sampel 1, 4, 6, 10, 11, dan 12 memiliki nilai permeabilitas antara 2-6,25 cm/jam yang berarti sedang. Nilai permeabilitas paling cepat terdapat pada titik sampel 7 yaitu 9,593 cm/jam, sedangkan nilai permeabilitas paling lambat terdapat pada titik sampel 6 yaitu 2,558 cm/jam. Menurut Arifin (2011) bahwa nilai permeabilitas tanah yang cepat berarti kemampuan tanah mengikat air sangat rendah, begitupun sebaliknya. Kemampuan tanah mengikat air dipengaruhi oleh tekstur tanah, dimana tanah yang didominasi oleh fraksi debu mempunyai kemampuan mengikat air yang rendah.pada titik sampel 7 memiliki tekstur lempung berdebu dengan fraksi debu 65,67% dan titik sampel 6 memiliki tekstur liat dengan fraksi debu 27,25%. Fraksi debu pada titik sampel 7 lebih tinggi daripada
ph 20 titik sampel 6 sehingga permeabilitas pada titik sampel 7 lebih tinggi yang berarti tanah cepat meloloskan air. 2. Hasil Analisis Indikator Kimia Tanah Indikator kimia tanah yang diukur pada penelitian ini meliputi ph tanah, bahan organik tanah, kapasitas tukar kation (KTK), N-total tanah, P-tersedia tanah, dan K-tersedia tanah. a. ph Tanah Berdasarkan hasil analisis laboratorium nilai ph tanah masing-masing titik sampel pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4: 8 7 6 5 4 3 2 1 0 7 7.1 7.1 7 6.9 6.3 6.4 6.3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 4. Histogram ph masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 2. Wegil 5. Pohgading 6. Winong 9. Bumiayu 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa semua titik sampel pada lokasi penelitian termasuk dalam kriteria ph netral (5,6 7,5), kecuali pada titik sampel 9 yang memilki nilai ph 4,9 yang termasuk kriteria masam (4,5 5,5). Lokasi penelitian merupakan lahan sawah dengan jenis tanah inceptisol dan alfisol dimana jenis tanah tersebut memiliki karakteristik utama yaitu ph tanah netral. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Nursyamsi dan Setyorini (2009) bahwa lahan sawah memiliki ph netral hingga alkali yaitu 6,5-8,0. Sebagian besar bahan organik pada lahan sawah bersumber dari penambahan pupuk kandang maupun pupuk sintetis. Menurut Winarso 4.9 6.2 5.7 5.9
Bahan Organik (%) 21 (2010) penambahan asam-asam organik sintetis pada senyawa humik menyebabkan penurunan ph, sehingga akan menghasilkan tanah dengan sifat masam. ph tanah dapat mempengaruhi ketersediaan hara tanah dan dapat menjadi faktor yang berhubungan dengan kualitas tanah (Sudaryono 2009; Volchko 2014). Hal ini didukung dengan pendapat Supriyadi et al. (2014) bahwa nilai ph tanah sangat berpengaruh pada ketersediaan nutrisi dalam tanah. b. Bahan Organik Tanah Berdasarkan hasil analisis laboratorium kandungan bahan organik tanah masing-masing titik sampel pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5: 3.00 2.83 2.50 2.00 1.50 1.00 0.97 1.40 1.32 1.34 1.07 1.70 1.62 0.80 1.25 1.49 0.50 0.38 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 5. Histogram bahan organik masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 4. Trimulyo 7. Karangkonang 10. Tayukulon 2. Wegil 3. Tambakromo 5. Pohgading 6. Winong 8. Payang 9. Bumiayu 11. Pundenrejo 12. Wonorejo Nilai bahan organik pada semua titik sampel yaitu <2%, kecuali pada titik sampel 4 yang tergolong sedang. Pada titik sampel 1, 9, dan 11 tergolong sangat rendah sedangkan pada titik sampel 2, 3, 5, 6, 7, 8, 10, dan 12 tergolong rendah. Bahan organik tertinggi di lokasi titik sampel 4 yaitu 2,83% sedangkan kandungan bahan organik terendah di lokasi titik sampel 11 yaitu 0,38%. Hal ini dapat dikarenakan lahan sawah yang menurut
KTK (cmol.kgˉ¹) 22 pendapat Arifin (2011) bahwa kandungan bahan organik dari biomasa tanaman yang akan terangkut keluar bersama dengan produksi dan sistem pengolahan tanah yang intensif akan menyebabkan kandungan bahan organik semakin rendah. Kandungan bahan organik tanah berpengaruh pada nilai kapasitas tukar kation (KTK), semakin tinggi bahan organik tanah maka KTK akan semakin tinggi (Herviyanti et al. 2012). c. Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah Berdasarkan hasil analisis laboratorium kandungan bahan organik tanah masing-masing titik sampel pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6: 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 14.07 7.19 8.08 7.17 2.1 5.98 12.48 Gambar 6. Histogram Kapasitas Tukar Kation (KTK) masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 2. Wegil 5. Pohgading 6. Winong 9. Bumiayu 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo Hasil analisis KTK tanah menunjukkan bahwa titik sampel 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9 dam 11 termasuk dalam kriteria rendah, titik sampel 10 termasuk kriteria sedang, serta titik sampel 5 dan 12 termasuk dalam kriteria sangat rendah. KTK tanah paling tinggi pada titik sampel 10 yaitu 18,37 cmol.kg -1 sedangkan yang paling rendah pada titik sampel 5 yaitu 2,1 cmol.kg -1. KTK tanah yang rendah dapat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah yang rendah pula. Hal ini didukung dengan hasil analisis bahan organik 9.95 15.35 18.37 6.39 3.33 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel
N-total (%) 23 tanah (Gambar 5) yang menunjukkan bahwa bahan organik tanah di lokasi penelitian memiliki nilai yang rendah. KTK tanah di lokasi penelitian yang tergolong rendah juga disebabkan oleh tekstur tanah yang memiliki kadar liat rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudaryono (2009) bahwa tanah yang mempunyai kadar liat lebih tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang mempunyai kadar liat rendah (tanah pasiran). Tinggi rendahnya nilai KTK mempengaruhi ketersediaan unsur hara dalam tanah. d. N-Total Tanah Kandungan N tanah pada umumnya terbatas karena mengalami pencucian dan aliran permukaan (Hadisudarmo dan Supriyadi 2014). Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui kandungan N-total tanah pada masing-masig titik sampel di lokasi pengamatan yang dapat dilihat pada Gambar 7: 1.6 1.41 1.4 1.2 1.13 1.03 1 0.82 0.85 0.87 0.9 0.96 0.81 0.75 0.79 0.8 0.67 0.6 0.4 0.2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 7. Histogram N-total (%) masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 5. Pohgading 9. Bumiayu 2. Wegil 6. Winong 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo N-total tanah pada semua titik sampel di lokasi penelitian tergolong tinggi dan sangat tinggi karena memiliki nilai >0,51% (Balai Penelitian Tanah 2005). Titik sampel 2 dan 3 tergolong tinggi (0,51%-0,75%) sedangkan titik sampel 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 11, dan 12 tergolong sangat
P-Tersedia (ppm) 24 tinggi (>0,75%). Kandungan N-total tanah yang tinggi disebabkan oleh adanya penambahan sumber unsur hara N dari bahan organik. Bahan organik merupakan sumber N utama di dalam tanah. Ketersediaan unsur hara N bagi tanaman dihasilkan dari bahan organik sangat berguna bagi peningkatan jumlah anakan padi sehingga produktivitas tanaman padi dapat menigkat (Tambunan et al. 2013). e. P-Tersedia Tanah Berdasarkan hasil analsis laboratorium dapat diketahui kandungan P-tersedia tanah pada masing-masing lokasi pengambilan sampel yang disajikan pada Gambar 8: 30 25 25.3 22.7 20 15 10 11.8 16.7 10.1 16.6 16.9 10.7 18.9 15.1 10.9 16.1 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 8. Histogram P-tersedia tanah masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 2. Wegil 5. Pohgading 6. Winong 9. Bumiayu 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo Berdasarkan histogram di atas dapat diketahui titik sampel 3 (10,1 ppm) termasuk kategori sedang, titik sampel 1 (11,8 ppm), 6 (10,7 ppm), 11 (10,9 ppm) termasuk kategori tinggi, titik sampel 2 (16,7 ppm), 4 (16,6 ppm), 5 (16,9 ppm), 7 (25,3 ppm), 8 (22,7 ppm), 9 (18,9 ppm), 10 (15,1 ppm), 12 (16,1 ppm) termasuk kategori sangat tinggi. Lokasi penelitian yang merupakan lahan sawah ini sebagian besar memiliki kandungan P-tersedia tanah yang tergolong tinggi. Hal ini disebabkan
K-tersedia (cmol.kgˉ¹) 25 karena ph tanah hampir semua titik sampel netral (5,6-7,5). Kondisi ini didukung dengan pendapat Arifin (2011) bahwa nilai ph tanah netral menyebabkan kandungan P-tersedia tanah menjadi tinggi. Sebaliknya ph tanah yang semakin rendah maka ketersediaan unsur hara esensial akan semakin rendah pula (Riswandi 2011). Selain hal tersebut, tinggi rendahnya kandungan P-tersedia tanah dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti pemupukan, sebab pemupukan fosfat dapat meningkatkan kandungan P-tersedia (Kaya 2012). f. K-Tersedia Tanah Berdasarkan hasil analsis laboratorium dapat diketahui kandungan K-tersedia tanah pada masing-masing lokasi pengambilan sampel yang disajikan dalam Gambar 9: 2 1.5 1 0.5 1.72 1.46 1.42 1.18 1.24 0.78 0.7 0.54 0.6 0.55 0.54 0.38 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 9. Histogram K-tersedia tanah masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 2. Wegil 5. Pohgading 6. Winong 9. Bumiayu 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa K-tersedia tanah pada titik sampel 1, 4, 9, dan 12 tergolong sedang (0,4-0,5 cmol.kg -1 ), titik sampel 6, 7, dan 11 terogolong tinggi (0,6-1,0 cmol.kg -1 ), titik sampel 2, 3, 5, 8, dan 10 tergolong sangat tinggi (>1,0 cmol.kg -1 ). Kadar K-tersedia paling rendah terdapat pada titik sampel 1 (0,38 cmol.kg -1 ) dan tertinggi pada titik sampel 5 (1,72 cmol.kg -1 ). Kondisi ini dipengaruhi oleh kandugan ph tanah pada lokasi
Respirasi Tanah (mg.co 2 /cm/hari) 26 penelitian. Menurut Bintang dan Lahuddin (2007) bahwa kadar K dalam tanah akan banyak tersedia pada kondisi ph tanah yang relatif netral (6,5-7,5) sehingga unsur hara akan tersedia dalam jumlah optimal. Ketersediaan unsur hara K akan menurun pada ph <6 (Supriyadi et al. 2014). Hasil pengamatan (Gambar 4) dapat dilihat bahwa ph lokasi penelitian tergolong dalam ph netral sehingga memiliki kadar K-tersedia yang relatif tinggi. 3. Hasil Analisis Indikator Biologi Tanah Indikator biologi tanah yang dianalisis pada penelitian ini adalah respirasi tanah. Hasil analsis laboratorium respirasi tanah pada masing-masing lokasi pengambilan sampel disajikan dalam Gambar 10: 6 5 4.88 5.54 4 3.59 3 2 1 1.35 1.63 1.87 2.91 2.29 0.83 2.66 2.49 0.73 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 10. Histogram respirasi tanah masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 2. Wegil 5. Pohgading 6. Winong 9. Bumiayu 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo Berdasarkan Gambar 10 dapat diketahui bahwa respirasi tanah pada semua titik sampel di lokasi penelitian termasuk dalam kategori tinggi (>0,132 mg CO 2.gr -1.hari -1 ). Laju respirasi tanah dipengaruhi adanya perombakan bahan organik oleh mikroorganisme yang merupakan tenaga penggerak proses dekomposisi (Azizah et al. 2007). Peningkatan ketersediaan oksigen di dalam tanah dapat meningkatkan aktivitas mikroba sehingga respirasi tanah meningkat (Fiedler et al. 2015). Hal ini ditunjukkan dengan jumlah koloni
27 mikrobiota yang ditemukan dalam tanah sawah pada lokasi penelitian (Lampiran 15). Peningkatan respirasi tanah menggambarkan tingkat dekomposisi bahan organik tanah serta suplai unsur hara untuk tanaman (Lu et al. 2015). Indikator kualitas tanah kemudian diuji korelasi untuk mengetahui hubungan antar indikator. Analisis yang digunakan untuk menguji hubungan antar indikator yaitu pearson correlation analysis. Pada Tabel 7 dapat dilihat hasil analisis korelasi antar indikator kualitas tanah: Tabel 7. Hasil analisis korelasi antar indikator kualitas tanah sawah Indikator Perm ph KTK N-tot P-ter K-ter BO ph 0,060 KTK -0,028-0,271 N-tot 0,291-0,062-0,173 P-ter 0,683* -0,174 0,205-0,086 K-ter 0,230 0,355-0,157 0,254-0,033 BO -0,028 0,482-0,154-0,341 0,408-0,014 Respirasi -0,096 0,251 0,063 0,294-0,275-0,017-0,188 Keterangan: Perm= permeabilitas tanah, KTK= kapasitas tukar kation, N-tot= N-total, P-ter= P-tersedia, K-ter= K-tersedia, BO= bahan organik Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa P-tersedia dan permeabilitas tanah memiliki hubungan korelasi positif (r = 0,683). Hal ini menunjukkan jika salah satu indikator meningkat maka indikator yang lain juga meningkat. Kondisi P-tersedia di dalam tanah untuk dapat digunakan oleh tanaman tergantung pada bentuk P dalam tanah yang kelarutannya dipengaruhi oleh ph tanah (Amacher et al. 2007). Keberadaan P di dalam tanah juga dipengaruhi oleh kondisi fisik tanah seperti ruang pori tanah. Jika tanah tersebut memiliki ruang pori yang kecil maka tanah tersebut dapat menyerap lebih banyak unsur hara ataupun mineral tanah. Ruang pori tanah ini berhubungan dengan cepat lambatnya tanah meloloskan air atau yang sering disebut sebagai permeabilitas tanah. Jika tanah memiliki pori kecil maka akan lambat meloloskan air sehingga nilai permeabilitas rendah. Menurut Yasseen et al. (2015) bahwa ruang pori dalam tanah berpengaruh terhadap keberadaan dan mobilitas unsur P yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
28 D. Nilai Indeks Kualitas Tanah Lahan Sawah Di Kabupaten Pati Penentuan nilai indeks kualitas tanah dianalisis menggunakan metode statistik Principal Component Analysis (PCA). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mukherjee and Lal (2014) bahwa metode PCA merupakan metode yang paling baik dalam perhitungan indeks kualitas tanah dengan mengevaluasi indikator yang paling berpegaruh terhadap kualitas tanah. Hasil analisis PCA indikator kualitas tanah dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 8: Tabel 8. Hasil analisis MDS (Minimum Data Set) menggunakan PCA Parameter Statitik PC1 PC2 PC3 PC4 Nilai eigen 1,9314 1,7779 1,6586 1,0202 Proporsi 0,241 0,222 0,207 0,128 Kumulatif 0,241 0,462 0,671 0,799 Variabel PC1 PC2 PC3 PC4 Permeabilitas 0,457* -0,195-0,489 0,078 ph 0,051-0,584 0,342 0,697* KTK 0,044 0,426* -0,125 0,586 N-total -0,191-0,299-0,553-0,040 P-tersedia 0,650* 0,105-0,210 0,180 K-tersedia 0,050-0,504-0,167-0,168 BO 0,434-0,190 0,489* 0,152 Respirasi tanah -0,371-0,223-0,104 0,284 Keterangan: KTK= Kapasitas Tukar Kation; BO= Bahan Organik, PC= Principal Component, * = indikator terpilih pada eigen >1 dan kumulatif 79,9% Berdasarkan hasil analisis Minimum Data Set (MDS) pada tabel di atas bahwa indikator dengan nilai tertinggi pada PC1 yaitu P-tersedia (0,650) dan permeabilitas (0,457), pada PC2 yaitu KTK (0,426), pada PC3 yaitu bahan organik (0,489), dan PC4 yaitu ph (0,697). Menurut Karlen et al. (2004) kualitas tanah merupakan kapasitas dari suatu tanah dalam suatu lahan untuk menyediakan fungsi-fungsi yang dibutuhkan ekosistem alam.kualitas tanah pada penelitian ini ditentukan dengan nilai Indeks Kualitas Tanah (IKT). Indikator yang dijadikan komponen Minimum Data Set (MDS) untuk menghitung Indeks Kualitas Tanah (IKT) diperoleh dari nilai tertinggi pada tiap PC yang telah ditentukan sebelumnya (PC1 hingga PC4). Hasil
29 perhitungan Indeks Kualitas Tanah (IKT) pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 8: Tabel 8. Nilai indeks kualitas tanah pada masing-masing titik sampel Variabel Kapasitas Bahan P-tersedia Permeabilitas ph Tukar Kation Organik Titik Sampel Si x Wi Wi 0,755 0,755 1,39 1,295 0,80 Si Baleadi 4 5 2 1 4 2,814 Wegil 5 4 2 2 4 3,073 Tambakromo 3 5 2 2 4 2,922 Trimulyo 5 5 2 3 4 3,483 Pohgading 5 4 1 2 4 2,795 Winong 3 5 2 2 3 2,762 Karangkonang 5 4 2 2 3 2,913 Payang 5 4 2 2 3 2,913 Bumiayu 5 4 2 1 2 2,494 Tayukulon 5 5 2 2 3 3,064 Pundenrejo 4 5 2 1 3 2,654 Wonorejo 5 5 1 2 3 2,786 Keterangan: Wi= Weight of each indicator (indeks bobot), Si= skor indikator terpilih, IKT = Indeks Kualitas Tanah Skor pada masing-masing titik sampel menunjukkan keadaan dari indikator yang terkait. Semakin tinggi skor indikator berarti menandakan indikator tersebut dalam keadaan yang paling baik untuk tanah. Skoring indikator kualitas tanah ada dua metode yaitu fungsi masing-masing indikator dan fungsi skoring linier (Liu et al. 2014). Hasil skoring indikator tiap sampel tersebut kemudian dikalikan dengan nilai indikator terpilih untuk mengetahui nilai Indeks Kualitas Tanah (IKT). Indeks Kualitas Tanah (IKT) dikelaskan menurut Cantu et al. (2007) yaitu sangat baik, baik, sedang, rendah, dan sangat rendah (Tabel 3). Nilai Indeks Kualitas Tanah (IKT) dan kelas kualitas tanah masing-masing titik sampel dapat dilihat pada Gambar 11:
Indeks Kualitas Tanah 30 0.80 0.70 0.60 Permeabilitas ph Bahan Organik Kapasitas Tukar Kation P-tersedia 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 11. Indeks Kualitas Tanah (IKT) dengan indikator yang paling nyata Berdasarkan Gambar 11 dapat diketahui kelas kualitas tanah di lokasi titik sampel yang merupakan lahan sawah yang tersebar di beberapa Desa Kabupaten Pati memiliki kualitas tanah sedang hingga baik. Hal tersebut ditunjukkan pula pada grafik Indeks Kualitas Tanah (Gambar 11) bahwa IKT tertinggi terdapat pada titik sampel 4 dengan nilai 0,70 yang berada di Desa Trimulyo, sedangkan IKT terendah terdapat pada titik sampel 9 dengan nilai 0,50 yang terdapat di Desa Bumiayu. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa pada titik sampel 4 dengan indikator yang paling berpengaruh memiliki nilai yang cukup tinggi. Titik sampel 4 memiliki jenis tanah Inceptisol dengan kemiringan lereng 0-8% (datar). Jenis tanah Incepisol mempunyai epipedon okrik yaitu tanah dengan permukaan tebal 18 cm mengandung C-organik 0,6% (Hardjowigeno 2003; Mega et al. 2010). Hal ini didukung dengan panduan Balai Penelitian Tanah (2015) bahwa C-organik dengan nilai >5% termasuk dalam kriteria sangat tinggi. Kadar C-organik tanah merupakan nilai yang digunakan untuk mengetahui kandungan bahan organik dalam tanah. Bahan organik di titik sampel 4 tergolong dalam kategori sedang. ph tanah yang netral atau mendekati tinggi
31 menyebabkan rendahnya kandungan bahan organik, tetapi pada lahan sawah ini dilakukan pemupukan sesuai kebutuhan tanah sawah sehingga dapat meningkatkan kadungan bahan organik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan petani di Desa Trimulyo (Lampiran 16) bahwa pada lokasi tersebut dilakukan pemupukan dengan pupuk organik dan pupuk anorganik (Urea, SP-36, ZA, dan NPK). Menurut hasil penelitian Wihardjaka et al. (2010) bahwa pemberian pupuk N ke lahan sawah beririgasi menguntungkan bagi proses denitrifikasi yang meningkatkan emisi N 2 O ke atmosfer, sehingga pupuk N anorganik dapat dimanfaatkan tanaman padi secara efisien. Sesuai dengan pernyataan Rachman et al. (2013) bahwa penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemberian pupuk anorganik sehingga dapat memperbaiki keseimbangan hara yang terdapat di dalam tanah. Pemupukan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas tanah dan tanaman (Dharmayanti et al. 2013). Indeks kualitas tanah paling rendah terdapat pada titik sampel 9 yaitu sebesar 0,50. Pada gambar 11 dapat dilihat bahwa setiap indikator yang paling berpengaruh memiliki skor yang rendah hingga sedang sehingga IKT pada titik sampel tersebut memiliki nilai paling rendah. Hal ini didukung dengan adanya jenis tanah pada lokasi penelitian ini yang didominasi oleh tanah Inceptisol. Jenis pupuk yang diaplikasikan sama di semua lokasi titik sampel tetapi berbeda dosis penggunaannya. Dosis pupuk yang diberikan pada tiap lokasi titik sampel berbeda-beda. Hal ini dikarenakan oleh tanggapan tanaman terhadap pupuk yang diberikan bergantung pada jenis pupuk dan tingkat kesuburan tanah sehingga takaran pupuk berbeda untuk setiap lokasi (Sirappa dan Razak 2010). Hal ini sesuai dengan pendapat petani Kabupaten Pati bahwa pemberian pupuk pada masing-masing lokasi titik sampel memiliki dosis yang berbeda-beda (Lampiran 16). Penggunaan pestisida juga dapat mempengaruhi kondisi tanah karena terdapat residu yang ditinggalkan di tanah. Penggunaan pestisida untuk tanaman padi memerlukan pengelolaan yang baik sehingga dosis/takaran pestisida yang diaplikasikan tidak berlebihan. Pestisida merupakan bahan yang digunakan untuk
32 mengendalikan, menolak, memikat, atau mencegah organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan konsep pengendalian terpadu dan berkesinambungan (Fitri 2013). Penggunaan pestisida pada lahan sawah akan meninggalkan residu yang berkaitan erat dengan keberadaan bahan organik. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah maka semakin kuat menahan residu pestisida (Narwanti et al. 2013). Kondisi lokasi penelitian yang merupakan lahan sawah dengan jenis tanah Alfisol dan Inceptisol memiliki kualitas tanah sedang hingga baik. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tanah di lokasi penelitian yaitu P-tersedia, permeabilitas, kapasitas tukar kation, bahan organik, dan ph. Kelima faktor tersebut berkaitan dengan kandungan bahan organik di dalam tanah. Hal ini didukung oleh pernyataan Subowo (2010) bahwa bahan organik mempunyai peranan penting sebagai bahan pemicu kesuburan tanah, baik secara langsung sebagai pemasok hara bagi tanaman. Adanya pengelolaan bahan organik yang benar maka bahan organik akan memberikan banyak manfaat bagi tanaman. Pada lahan sawah di lokasi penelitian sudah dilakukan penambahan bahan organik untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan kualitas tanah akan tetapi hasilnya belum bisa maksimal.