HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN WILAYAH PEGUNUNGAN KENDENG

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Berisi: 1.1 Pemerintahan 1.2 Kepegawaian 1.3 Kondisi Geografis Daerah 1.4 Gambaran Umum Demografi 1.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Inceptisol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan permukaan bumi yang dimanfaatkan sebagai media

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

H2O2 10%, HCl 2 N, KCNS, K4Fe(CN)6, H2O, KCl, K2Cr2O7, H2SO4,

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PUPUK DALAM PENINGKATAN PRODUKSI TANAMAN. Lenny Sri Npriani

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. energi dan serat kasar. Konsumsi ternak rumiansia akan hijauan makanan ternak ±

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

II. TINJAUAN PUSTAKA

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Inceptisol merupakan tanah awal yang berada di wilayah humida yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum dan Lokasi Penelitian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karateristik Tanah di Lokasi Penelitian (Karakteristik Tanah Awal) Pada Ustic Endoaquers.

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang mencakup

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Permasalahan Tanah Ultisol dan Upaya Mengatasinya

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis (Zea mays Saccharata) merupakan salah satu jenis tanaman yang

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kesejahteraan. penduduk, kebutuhan akan pangan dan sayuran segar juga terus meningkat.

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terletak di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Geofisik Wilayah. genetik tanaman juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berupa nutrisi

Transkripsi:

14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Pati terletak di daerah pantai utara Pulau Jawa dan di bagian timur Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Pati terletak di antara 110º50ʹ -111º15ʹ BT dan 6º25ʹ -7º00ʹ LS. Secara administratif Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150,368 ha yang terdiri dalam 21 kecamatan, yaitu Sukolilo, Kayen, Tambakromo, Winong, Pucakwangi, Jaken, Batangan, Juwana, Jakenan, Pati, Gabus, Margorejo, Gembong, Tlogowungu, Wedarijaksa, Trangkil, Margoyoso, Gunungwungkal, Cluwak, Tayu, dan Dukuhsati (Badan Pusat Statistik Pati 2010). Kabupaten Pati dengan luas wilayah 150,368 Ha tersebut terdiri dari 59,332 Ha lahan sawah dan 66,086 Ha lahan bukan pertanian (Purnaweni 2014). Pada Tabel 4 dapat dilihat deskripsi masing-masing lokasi penelitian. Tabel 4. Deskripsi lokasi titik sampel lahan sawah Kabupaten Pati Kecamatan Lokasi Desa Letak Geografis T (mdpl) KL (%) Jenis Tanah Sukolilo Baleadi 110º52ʹ 28,805ʺ BT 20 0-8 Inceptisol 06º56ʹ 37,49ʺ LS Sukolilo Wegil 110º51ʹ 20,131ʺ BT 25 0-8 Inceptisol 06º56ʹ 41,64ʺ LS Tambakromo Tambakromo 111º03ʹ 23,314ʺ BT 65 0-8 Inceptisol 06º53ʹ 38,112ʺ LS Kayen Trimulyo 110º59ʹ 28,705ʺ BT 28 0-8 Inceptisol 06º53ʹ 09,589ʺ LS Winong Pohgading 110º05ʹ 48,088ʺ BT 269 0-8 Inceptisol 06º57ʹ 21,499ʺ LS Winong Winong 110º05ʹ 42,49ʺ BT 06º44ʹ 42,28ʺ LS 28 0-8 Alfisol Winong Karangkonang 110º06ʹ 21,182ʺ BT 26 0-8 Inceptisol 06º48ʹ 32,37ʺ LS Pati Payang 111º04ʹ 58,570ʺ BT 29 0-8 Inceptisol 06º44ʹ 7,790ʺ LS Wedarijaksa Bumiayu 111º03ʹ 31,320ʺ BT 16 0-8 Inceptisol 06º42ʹ 24,545ʺ LS Tayu Tayukulon 111º1ʹ 59,4ʺ BT 06º32ʹ 17,26ʺ LS 20 0-8 Inceptisol Tayu Pundenrejo 111º1ʹ 11,06ʺ BT 06º32ʹ 15,4ʺ LS 55 0-8 Alfisol

15 Tlogowungu Wonorejo 111º2ʹ 25ʺ BT 06º42ʹ 32ʺ LS 46 0-8 Inceptisol Sumber: Data Primer Keterangan: T= Ketinggian, KL= Kemiiringn lereng, BT= Bujur Timur, LS= Lintang Selatan, mdpl= meter di atas permukaan laut Hasil pengamatan lokasi pengambilan titik sampel pada lahan sawah memiliki kemiringan lereng yang seragam. 14 Kelas kemiringan lereng terbagi menjadi 5 kelas yaitu 0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-45%, dan 45-90%. Lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Pati memiliki kemiringan 0-8% yang berarti topografi lahan tersebut datar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Yusmandhany (2002) yang menyatakan bahwa kondisi topografi lahan datar sesuai untuk digunakan sebagai lahan sawah irigasi maupun tadah hujan. Kondisi tersebut didukung dengan pernyatan Arifin (2011) bahwa topografi merupakan salah satu faktor yang menentukan pembentukan jenis tanah. Berdasarkan sistem klasifikasi tanah USDA jenis tanah yang terdapat pada lahan sawah Kabupaten Pati meliputi Inceptisol, Mollisol, dan Alfisol. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), wilayah Pati bagian utara terdiri dari tanah Red Yellow Mediteran (Alfisol), Latosol (Inceptisol), Aluvial (Inceptisol), Hidromer, dan Regosol (Inceptisol) sedangkan bagian selatan terdiri tanah Aluvial (Inceptisol), Hidromer, dan Grumusol (Vertisol). Menurut Soil Staff Survey (2010), konsep sentral Inceptisol adalah tanah-tanah dari daerah dingin atau sangat panas, lembab, sub lembab dan yang mempunyai horison kambik dan epipedon okrik. Sesuai dengan pendapat Khusrial (2015) bahwa tanah Inceptisol memiliki kesuburan tanah rendah, dengan ciri-ciri kandungan dan cadangan hara relatif sedang, kapasitas tukar kation tanah sedang sampai tinggi, serta teksturnya berlempung. Sifat-sifat tersebut mencirikan bahwa tanah ini cukup potensial untuk pengembangan tanamanpertanian terutama tanaman pangan (Nurdin 2012). Tanah Alfisol merupakan tanah dengan kandungan C-organik yang relatif rendah (Ispandi dan Munip 2004). Menurut Badan Pusat Statistik (2010), Kabupaten Pati memiliki rata-rata curah hujan sebanyak 1.002 mm dengan 51 hari hujan di tahun 2008. Berdasarkan curah hujan wilayah di Kabupaten Pati terbagi atas berbagai tipe iklim menurut

16 klasifikasi iklim Oldeman. Di Kecamatan Sukolilo, Kayen, Tambakromo, Tlogowungu, Tayu, Pati termasuk dalam tipe iklim D2, di Kecamatan Winong termasuk dalam tipe iklim E2, dan di Kecamatan Wedarijaksa termasuk dalam tipe iklim E1. Tipe D2 berarti memiliki 3-4 bulan basah dan 2-3 bulan kering. Tipe E2 berarti memiliki 0-2 bulan basah dan 2-3 bulan kering. Tipe E1 berarti memiliki 0-2 bulan basah dan 0-1 bulan kering. Zone D menunjukkan hanya dapat ditanami padi satu kali tanam dan zone E tidak dianjurkan menanam padi tanpa adanya irigasi yang baik. B. Hasil Analisis Kualitatif Tanah Sawah Kabupaten Pati Analisis kualitatif yang dilakukan ada penelitian ini didapatkan dari hasil wawancara dengan petani di setiap lokasi pengambilan sampel. Hasil wawancara dengan petani pada setiap lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 5 berikut: Lokasi Luas Lahan (Ha) Tabel 5. Hasil wawancara petani Kabupaten Pati Sumber: Wawancara Dosis Pupuk (kg) Urea SP-36 ZA NPK Organik Dosis Pestisida (kg/l) Baleadi 0,20 40,26 20,1 5 40,3 20,13 0,4 Wegil 0,27 53,5 40,2 13,4 80,31 26,77 0,5 Tambakromo 0,74 148 111 37 222 74 1,5 Trimulyo 0,29 58 43,5 14,5 87 29 0,6 Pohgading 0,40 80 60 20 120 40 0,8 Winong 0,46 91,7 68,7 22,9 137,49 45,83 0,9 Karangkonang 0,64 127,6 95,7 31,9 191,43 63,81 1,3 Payang 0,27 54 40,5 13,5 81,03 27,01 0,5 Bumiayu 0,25 50 37,5 12,5 75 25 0,5 Tayukulon 0,48 95 71,3 23,8 142,5 47,5 1 Pundenrejo 0,43 85,3 64 21,3 127,98 42,66 0,9 Wonorejo 0,76 152 114 38 228 76 1,5 Berdasarkan hasil wawancara petani dapat dilihat pupuk yang diaplikasikan di lahan sawah memiliki dosis yang berbeda-beda. Pupuk urea mengandung N 45-46%, pupuk SP-36 mengandung P 2 O 5 36%, pupuk ZA mengandung N 20,5-21%, pupuk NPK mengandung 15% N, 15% P 2 O 5, dan 15% K 2 O (Hardjowigeno 2007). Pupuk yang diaplikasikan meliputi urea, SP-36, ZA, NPK, dan pupuk organik. Di antara pupuk yang diaplikasikan, pupuk NPK memiliki dosis paling tinggi di semua titik sampel dari dosis 40,3 kg hingga

17 191,43 kg. Pupuk yang diaplikasikan dengan dosis paling rendah yakni pupuk ZA dengan dosis 5 kg hingga 31,9 kg. Pupuk ZA dengan dosis 5 kg berarti mengandung 1,05 kg N dan untuk dosis 31,9 kg berarti mengandung 6,699 kg N. Sehingga semakin tinggi dosis pupuk yang diaplikasikan maka kandungan unsur haranya juga tinggi. Pengaplikasian pupuk kimia pada lokasi penelitian juga diimbangi dengan pengaplikasian pupuk organik. Untuk pupuk urea yang diaplikasikan di lokasi titik sampel yaitu 40,26 kg hingga 152 kg. Hal itu berarti pupuk urea mengandung N sebanyak 18,117 kg hingga 68,4 kg. Pupuk organik diaplikasikan pada saat pengolahan tanah agar pada saat tanam tidak timbul panas. Menurut Hardjowigeno (2007), pupuk organik tidak memiliki kandungan unsur hara yang tinggi, tetapi dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti permeabilitas tana, porositas tanah, struktur tanah, daya menahan air, dan kation-kation tanah. Dosis pupuk organik di lokasi penelitian yaitu antara 20 kg hingga 76 kg. Dosis pupuk organik yang diaplikasikan tersebut dapat digunakan untuk menghambat pencucian unsur hara oleh air. C. Hasil Analisis Indikator Fisika, Kimia, dan Biologi Kualitas Tanah Sawah Kabupaten Pati Indikator kualitas tanah tanah yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu indikator fisika, kimia, dan biologi. Hasil analisis indikator fisika, kimia, dan biologi dapat dilihat pada Tabel 6:

18

18 Tabel 6. Hasil analisis indikator fisika, kimia, dan biologi tanah sawah Kabupaten Pati Lokasi Jenis Tanah Sifat Fisika Tanah Sifat Kimia Tanah Sifat Biologi Tanah Permeabilitas KTK N-total P-tersedia K-tersedia Bahan Organik Respirasi ph (cm/jam) (cmol.kg -1 ) (%) (ppm) (cmol.kg -1 ) (%) (mg CO 2.gr -1.hari -1 ) Baleadi Inceptisol 5,302 S 7 N 14,07 R 1,03 ST 11,8 T 0,38 S 0,97 SR 4,88 T Wegil Inceptisol 9,823 AC 7,1 N 7,19 R 0,75 T 16,7 ST 1,18 ST 1,40 R 1,35 T Tambakromo Inceptisol 2,878 S 7,1 N 8,08 R 0,67 T 10,1 S 1,46 ST 1,32 R 1,63 T Trimulyo Inceptisol 3,349 S 7 N 7,17 R 0,82 ST 16,6 ST 0,54 S 2,83 S 1,87 T Pohgading Inceptisol 9,445 AC 6,9 N 2,10 SR 1,41 ST 16,9 ST 1,72 ST 1,34 R 2,91 T Winong Alfisol 2,558 S 6,3 N 5,98 R 0,85 ST 10,7 T 0,78 T 1,07 R 5,54 T Karangkonang Inceptisol 9,593 AC 6,4 N 12,48 R 0,81 ST 25,3 ST 0,60 T 1,70 R 2,29 T Payang Inceptisol 9,209 AC 6,3 N 9,95 R 0,87 ST 22,7 ST 1,24 ST 1,62 R 3,59 T Bumiayu Inceptisol 6,697 AC 4,9 M 15,35 R 0,90 ST 18,9 ST 0,55 S 0,80 SR 0,83 T Tayukulon Inceptisol 3,349 S 6,2 N 18,37 S 0,96 ST 15,1 ST 1,42 ST 1,25 R 2,66 T Pundenrejo Alfisol 5,701 S 5,7 N 6,39 R 1,13 ST 10,9 T 0,70 T 0,38 SR 2,49 T Wonorejo Inceptisol 3,250 S 5,9 N 3,33 SR 0,79 ST 16,1 ST 0,54 S 1,49 R 0,73 T Keterangan: KTK= Kapasitas Tukar Kation, T= tinggi, AC= agak cepat, S= sedang, N= netral, M= masam, ST= sangat tinggi, R= rendah, SR= sangat rendah

Permeabilitas (cm/jam) 19 1. Hasil Analisis Indikator Fisika Tanah Indikator fisika tanah yang diukur pada penelitian ini adalah permeabilitas tanah. Hasil pengukuran permeabilitas tanah pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3: 12 10 9.823 9.445 9.593 9.209 8 6 5.302 6.697 5.701 4 2.878 3.349 2.558 3.349 3.25 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 3. Histograam permeabilitas masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 2. Wegil 5. Pohgading 6. Winong 9. Bumiayu 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada titik sampel 2, 5, 7, 8, dan 9 memiliki nilai permeabilitas antara 6,25-12,5 cm/jam yang berarti agak cepat, sedangkan titik sampel 1, 4, 6, 10, 11, dan 12 memiliki nilai permeabilitas antara 2-6,25 cm/jam yang berarti sedang. Nilai permeabilitas paling cepat terdapat pada titik sampel 7 yaitu 9,593 cm/jam, sedangkan nilai permeabilitas paling lambat terdapat pada titik sampel 6 yaitu 2,558 cm/jam. Menurut Arifin (2011) bahwa nilai permeabilitas tanah yang cepat berarti kemampuan tanah mengikat air sangat rendah, begitupun sebaliknya. Kemampuan tanah mengikat air dipengaruhi oleh tekstur tanah, dimana tanah yang didominasi oleh fraksi debu mempunyai kemampuan mengikat air yang rendah.pada titik sampel 7 memiliki tekstur lempung berdebu dengan fraksi debu 65,67% dan titik sampel 6 memiliki tekstur liat dengan fraksi debu 27,25%. Fraksi debu pada titik sampel 7 lebih tinggi daripada

ph 20 titik sampel 6 sehingga permeabilitas pada titik sampel 7 lebih tinggi yang berarti tanah cepat meloloskan air. 2. Hasil Analisis Indikator Kimia Tanah Indikator kimia tanah yang diukur pada penelitian ini meliputi ph tanah, bahan organik tanah, kapasitas tukar kation (KTK), N-total tanah, P-tersedia tanah, dan K-tersedia tanah. a. ph Tanah Berdasarkan hasil analisis laboratorium nilai ph tanah masing-masing titik sampel pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4: 8 7 6 5 4 3 2 1 0 7 7.1 7.1 7 6.9 6.3 6.4 6.3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 4. Histogram ph masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 2. Wegil 5. Pohgading 6. Winong 9. Bumiayu 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa semua titik sampel pada lokasi penelitian termasuk dalam kriteria ph netral (5,6 7,5), kecuali pada titik sampel 9 yang memilki nilai ph 4,9 yang termasuk kriteria masam (4,5 5,5). Lokasi penelitian merupakan lahan sawah dengan jenis tanah inceptisol dan alfisol dimana jenis tanah tersebut memiliki karakteristik utama yaitu ph tanah netral. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Nursyamsi dan Setyorini (2009) bahwa lahan sawah memiliki ph netral hingga alkali yaitu 6,5-8,0. Sebagian besar bahan organik pada lahan sawah bersumber dari penambahan pupuk kandang maupun pupuk sintetis. Menurut Winarso 4.9 6.2 5.7 5.9

Bahan Organik (%) 21 (2010) penambahan asam-asam organik sintetis pada senyawa humik menyebabkan penurunan ph, sehingga akan menghasilkan tanah dengan sifat masam. ph tanah dapat mempengaruhi ketersediaan hara tanah dan dapat menjadi faktor yang berhubungan dengan kualitas tanah (Sudaryono 2009; Volchko 2014). Hal ini didukung dengan pendapat Supriyadi et al. (2014) bahwa nilai ph tanah sangat berpengaruh pada ketersediaan nutrisi dalam tanah. b. Bahan Organik Tanah Berdasarkan hasil analisis laboratorium kandungan bahan organik tanah masing-masing titik sampel pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5: 3.00 2.83 2.50 2.00 1.50 1.00 0.97 1.40 1.32 1.34 1.07 1.70 1.62 0.80 1.25 1.49 0.50 0.38 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 5. Histogram bahan organik masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 4. Trimulyo 7. Karangkonang 10. Tayukulon 2. Wegil 3. Tambakromo 5. Pohgading 6. Winong 8. Payang 9. Bumiayu 11. Pundenrejo 12. Wonorejo Nilai bahan organik pada semua titik sampel yaitu <2%, kecuali pada titik sampel 4 yang tergolong sedang. Pada titik sampel 1, 9, dan 11 tergolong sangat rendah sedangkan pada titik sampel 2, 3, 5, 6, 7, 8, 10, dan 12 tergolong rendah. Bahan organik tertinggi di lokasi titik sampel 4 yaitu 2,83% sedangkan kandungan bahan organik terendah di lokasi titik sampel 11 yaitu 0,38%. Hal ini dapat dikarenakan lahan sawah yang menurut

KTK (cmol.kgˉ¹) 22 pendapat Arifin (2011) bahwa kandungan bahan organik dari biomasa tanaman yang akan terangkut keluar bersama dengan produksi dan sistem pengolahan tanah yang intensif akan menyebabkan kandungan bahan organik semakin rendah. Kandungan bahan organik tanah berpengaruh pada nilai kapasitas tukar kation (KTK), semakin tinggi bahan organik tanah maka KTK akan semakin tinggi (Herviyanti et al. 2012). c. Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah Berdasarkan hasil analisis laboratorium kandungan bahan organik tanah masing-masing titik sampel pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6: 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 14.07 7.19 8.08 7.17 2.1 5.98 12.48 Gambar 6. Histogram Kapasitas Tukar Kation (KTK) masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 2. Wegil 5. Pohgading 6. Winong 9. Bumiayu 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo Hasil analisis KTK tanah menunjukkan bahwa titik sampel 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9 dam 11 termasuk dalam kriteria rendah, titik sampel 10 termasuk kriteria sedang, serta titik sampel 5 dan 12 termasuk dalam kriteria sangat rendah. KTK tanah paling tinggi pada titik sampel 10 yaitu 18,37 cmol.kg -1 sedangkan yang paling rendah pada titik sampel 5 yaitu 2,1 cmol.kg -1. KTK tanah yang rendah dapat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah yang rendah pula. Hal ini didukung dengan hasil analisis bahan organik 9.95 15.35 18.37 6.39 3.33 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel

N-total (%) 23 tanah (Gambar 5) yang menunjukkan bahwa bahan organik tanah di lokasi penelitian memiliki nilai yang rendah. KTK tanah di lokasi penelitian yang tergolong rendah juga disebabkan oleh tekstur tanah yang memiliki kadar liat rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudaryono (2009) bahwa tanah yang mempunyai kadar liat lebih tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang mempunyai kadar liat rendah (tanah pasiran). Tinggi rendahnya nilai KTK mempengaruhi ketersediaan unsur hara dalam tanah. d. N-Total Tanah Kandungan N tanah pada umumnya terbatas karena mengalami pencucian dan aliran permukaan (Hadisudarmo dan Supriyadi 2014). Berdasarkan hasil analisis maka dapat diketahui kandungan N-total tanah pada masing-masig titik sampel di lokasi pengamatan yang dapat dilihat pada Gambar 7: 1.6 1.41 1.4 1.2 1.13 1.03 1 0.82 0.85 0.87 0.9 0.96 0.81 0.75 0.79 0.8 0.67 0.6 0.4 0.2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 7. Histogram N-total (%) masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 5. Pohgading 9. Bumiayu 2. Wegil 6. Winong 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo N-total tanah pada semua titik sampel di lokasi penelitian tergolong tinggi dan sangat tinggi karena memiliki nilai >0,51% (Balai Penelitian Tanah 2005). Titik sampel 2 dan 3 tergolong tinggi (0,51%-0,75%) sedangkan titik sampel 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 11, dan 12 tergolong sangat

P-Tersedia (ppm) 24 tinggi (>0,75%). Kandungan N-total tanah yang tinggi disebabkan oleh adanya penambahan sumber unsur hara N dari bahan organik. Bahan organik merupakan sumber N utama di dalam tanah. Ketersediaan unsur hara N bagi tanaman dihasilkan dari bahan organik sangat berguna bagi peningkatan jumlah anakan padi sehingga produktivitas tanaman padi dapat menigkat (Tambunan et al. 2013). e. P-Tersedia Tanah Berdasarkan hasil analsis laboratorium dapat diketahui kandungan P-tersedia tanah pada masing-masing lokasi pengambilan sampel yang disajikan pada Gambar 8: 30 25 25.3 22.7 20 15 10 11.8 16.7 10.1 16.6 16.9 10.7 18.9 15.1 10.9 16.1 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 8. Histogram P-tersedia tanah masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 2. Wegil 5. Pohgading 6. Winong 9. Bumiayu 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo Berdasarkan histogram di atas dapat diketahui titik sampel 3 (10,1 ppm) termasuk kategori sedang, titik sampel 1 (11,8 ppm), 6 (10,7 ppm), 11 (10,9 ppm) termasuk kategori tinggi, titik sampel 2 (16,7 ppm), 4 (16,6 ppm), 5 (16,9 ppm), 7 (25,3 ppm), 8 (22,7 ppm), 9 (18,9 ppm), 10 (15,1 ppm), 12 (16,1 ppm) termasuk kategori sangat tinggi. Lokasi penelitian yang merupakan lahan sawah ini sebagian besar memiliki kandungan P-tersedia tanah yang tergolong tinggi. Hal ini disebabkan

K-tersedia (cmol.kgˉ¹) 25 karena ph tanah hampir semua titik sampel netral (5,6-7,5). Kondisi ini didukung dengan pendapat Arifin (2011) bahwa nilai ph tanah netral menyebabkan kandungan P-tersedia tanah menjadi tinggi. Sebaliknya ph tanah yang semakin rendah maka ketersediaan unsur hara esensial akan semakin rendah pula (Riswandi 2011). Selain hal tersebut, tinggi rendahnya kandungan P-tersedia tanah dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti pemupukan, sebab pemupukan fosfat dapat meningkatkan kandungan P-tersedia (Kaya 2012). f. K-Tersedia Tanah Berdasarkan hasil analsis laboratorium dapat diketahui kandungan K-tersedia tanah pada masing-masing lokasi pengambilan sampel yang disajikan dalam Gambar 9: 2 1.5 1 0.5 1.72 1.46 1.42 1.18 1.24 0.78 0.7 0.54 0.6 0.55 0.54 0.38 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 9. Histogram K-tersedia tanah masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 2. Wegil 5. Pohgading 6. Winong 9. Bumiayu 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa K-tersedia tanah pada titik sampel 1, 4, 9, dan 12 tergolong sedang (0,4-0,5 cmol.kg -1 ), titik sampel 6, 7, dan 11 terogolong tinggi (0,6-1,0 cmol.kg -1 ), titik sampel 2, 3, 5, 8, dan 10 tergolong sangat tinggi (>1,0 cmol.kg -1 ). Kadar K-tersedia paling rendah terdapat pada titik sampel 1 (0,38 cmol.kg -1 ) dan tertinggi pada titik sampel 5 (1,72 cmol.kg -1 ). Kondisi ini dipengaruhi oleh kandugan ph tanah pada lokasi

Respirasi Tanah (mg.co 2 /cm/hari) 26 penelitian. Menurut Bintang dan Lahuddin (2007) bahwa kadar K dalam tanah akan banyak tersedia pada kondisi ph tanah yang relatif netral (6,5-7,5) sehingga unsur hara akan tersedia dalam jumlah optimal. Ketersediaan unsur hara K akan menurun pada ph <6 (Supriyadi et al. 2014). Hasil pengamatan (Gambar 4) dapat dilihat bahwa ph lokasi penelitian tergolong dalam ph netral sehingga memiliki kadar K-tersedia yang relatif tinggi. 3. Hasil Analisis Indikator Biologi Tanah Indikator biologi tanah yang dianalisis pada penelitian ini adalah respirasi tanah. Hasil analsis laboratorium respirasi tanah pada masing-masing lokasi pengambilan sampel disajikan dalam Gambar 10: 6 5 4.88 5.54 4 3.59 3 2 1 1.35 1.63 1.87 2.91 2.29 0.83 2.66 2.49 0.73 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 10. Histogram respirasi tanah masing-masing titik sampel lahan sawah di Kabupaten Pati Keterangan: 1. Baleadi 2. Wegil 5. Pohgading 6. Winong 9. Bumiayu 10. Tayukulon 3. Tambakromo 7. Karangkonang 11. Pundenrejo 4. Trimulyo 8. Payang 12. Wonorejo Berdasarkan Gambar 10 dapat diketahui bahwa respirasi tanah pada semua titik sampel di lokasi penelitian termasuk dalam kategori tinggi (>0,132 mg CO 2.gr -1.hari -1 ). Laju respirasi tanah dipengaruhi adanya perombakan bahan organik oleh mikroorganisme yang merupakan tenaga penggerak proses dekomposisi (Azizah et al. 2007). Peningkatan ketersediaan oksigen di dalam tanah dapat meningkatkan aktivitas mikroba sehingga respirasi tanah meningkat (Fiedler et al. 2015). Hal ini ditunjukkan dengan jumlah koloni

27 mikrobiota yang ditemukan dalam tanah sawah pada lokasi penelitian (Lampiran 15). Peningkatan respirasi tanah menggambarkan tingkat dekomposisi bahan organik tanah serta suplai unsur hara untuk tanaman (Lu et al. 2015). Indikator kualitas tanah kemudian diuji korelasi untuk mengetahui hubungan antar indikator. Analisis yang digunakan untuk menguji hubungan antar indikator yaitu pearson correlation analysis. Pada Tabel 7 dapat dilihat hasil analisis korelasi antar indikator kualitas tanah: Tabel 7. Hasil analisis korelasi antar indikator kualitas tanah sawah Indikator Perm ph KTK N-tot P-ter K-ter BO ph 0,060 KTK -0,028-0,271 N-tot 0,291-0,062-0,173 P-ter 0,683* -0,174 0,205-0,086 K-ter 0,230 0,355-0,157 0,254-0,033 BO -0,028 0,482-0,154-0,341 0,408-0,014 Respirasi -0,096 0,251 0,063 0,294-0,275-0,017-0,188 Keterangan: Perm= permeabilitas tanah, KTK= kapasitas tukar kation, N-tot= N-total, P-ter= P-tersedia, K-ter= K-tersedia, BO= bahan organik Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa P-tersedia dan permeabilitas tanah memiliki hubungan korelasi positif (r = 0,683). Hal ini menunjukkan jika salah satu indikator meningkat maka indikator yang lain juga meningkat. Kondisi P-tersedia di dalam tanah untuk dapat digunakan oleh tanaman tergantung pada bentuk P dalam tanah yang kelarutannya dipengaruhi oleh ph tanah (Amacher et al. 2007). Keberadaan P di dalam tanah juga dipengaruhi oleh kondisi fisik tanah seperti ruang pori tanah. Jika tanah tersebut memiliki ruang pori yang kecil maka tanah tersebut dapat menyerap lebih banyak unsur hara ataupun mineral tanah. Ruang pori tanah ini berhubungan dengan cepat lambatnya tanah meloloskan air atau yang sering disebut sebagai permeabilitas tanah. Jika tanah memiliki pori kecil maka akan lambat meloloskan air sehingga nilai permeabilitas rendah. Menurut Yasseen et al. (2015) bahwa ruang pori dalam tanah berpengaruh terhadap keberadaan dan mobilitas unsur P yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

28 D. Nilai Indeks Kualitas Tanah Lahan Sawah Di Kabupaten Pati Penentuan nilai indeks kualitas tanah dianalisis menggunakan metode statistik Principal Component Analysis (PCA). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mukherjee and Lal (2014) bahwa metode PCA merupakan metode yang paling baik dalam perhitungan indeks kualitas tanah dengan mengevaluasi indikator yang paling berpegaruh terhadap kualitas tanah. Hasil analisis PCA indikator kualitas tanah dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 8: Tabel 8. Hasil analisis MDS (Minimum Data Set) menggunakan PCA Parameter Statitik PC1 PC2 PC3 PC4 Nilai eigen 1,9314 1,7779 1,6586 1,0202 Proporsi 0,241 0,222 0,207 0,128 Kumulatif 0,241 0,462 0,671 0,799 Variabel PC1 PC2 PC3 PC4 Permeabilitas 0,457* -0,195-0,489 0,078 ph 0,051-0,584 0,342 0,697* KTK 0,044 0,426* -0,125 0,586 N-total -0,191-0,299-0,553-0,040 P-tersedia 0,650* 0,105-0,210 0,180 K-tersedia 0,050-0,504-0,167-0,168 BO 0,434-0,190 0,489* 0,152 Respirasi tanah -0,371-0,223-0,104 0,284 Keterangan: KTK= Kapasitas Tukar Kation; BO= Bahan Organik, PC= Principal Component, * = indikator terpilih pada eigen >1 dan kumulatif 79,9% Berdasarkan hasil analisis Minimum Data Set (MDS) pada tabel di atas bahwa indikator dengan nilai tertinggi pada PC1 yaitu P-tersedia (0,650) dan permeabilitas (0,457), pada PC2 yaitu KTK (0,426), pada PC3 yaitu bahan organik (0,489), dan PC4 yaitu ph (0,697). Menurut Karlen et al. (2004) kualitas tanah merupakan kapasitas dari suatu tanah dalam suatu lahan untuk menyediakan fungsi-fungsi yang dibutuhkan ekosistem alam.kualitas tanah pada penelitian ini ditentukan dengan nilai Indeks Kualitas Tanah (IKT). Indikator yang dijadikan komponen Minimum Data Set (MDS) untuk menghitung Indeks Kualitas Tanah (IKT) diperoleh dari nilai tertinggi pada tiap PC yang telah ditentukan sebelumnya (PC1 hingga PC4). Hasil

29 perhitungan Indeks Kualitas Tanah (IKT) pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 8: Tabel 8. Nilai indeks kualitas tanah pada masing-masing titik sampel Variabel Kapasitas Bahan P-tersedia Permeabilitas ph Tukar Kation Organik Titik Sampel Si x Wi Wi 0,755 0,755 1,39 1,295 0,80 Si Baleadi 4 5 2 1 4 2,814 Wegil 5 4 2 2 4 3,073 Tambakromo 3 5 2 2 4 2,922 Trimulyo 5 5 2 3 4 3,483 Pohgading 5 4 1 2 4 2,795 Winong 3 5 2 2 3 2,762 Karangkonang 5 4 2 2 3 2,913 Payang 5 4 2 2 3 2,913 Bumiayu 5 4 2 1 2 2,494 Tayukulon 5 5 2 2 3 3,064 Pundenrejo 4 5 2 1 3 2,654 Wonorejo 5 5 1 2 3 2,786 Keterangan: Wi= Weight of each indicator (indeks bobot), Si= skor indikator terpilih, IKT = Indeks Kualitas Tanah Skor pada masing-masing titik sampel menunjukkan keadaan dari indikator yang terkait. Semakin tinggi skor indikator berarti menandakan indikator tersebut dalam keadaan yang paling baik untuk tanah. Skoring indikator kualitas tanah ada dua metode yaitu fungsi masing-masing indikator dan fungsi skoring linier (Liu et al. 2014). Hasil skoring indikator tiap sampel tersebut kemudian dikalikan dengan nilai indikator terpilih untuk mengetahui nilai Indeks Kualitas Tanah (IKT). Indeks Kualitas Tanah (IKT) dikelaskan menurut Cantu et al. (2007) yaitu sangat baik, baik, sedang, rendah, dan sangat rendah (Tabel 3). Nilai Indeks Kualitas Tanah (IKT) dan kelas kualitas tanah masing-masing titik sampel dapat dilihat pada Gambar 11:

Indeks Kualitas Tanah 30 0.80 0.70 0.60 Permeabilitas ph Bahan Organik Kapasitas Tukar Kation P-tersedia 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik Sampel Gambar 11. Indeks Kualitas Tanah (IKT) dengan indikator yang paling nyata Berdasarkan Gambar 11 dapat diketahui kelas kualitas tanah di lokasi titik sampel yang merupakan lahan sawah yang tersebar di beberapa Desa Kabupaten Pati memiliki kualitas tanah sedang hingga baik. Hal tersebut ditunjukkan pula pada grafik Indeks Kualitas Tanah (Gambar 11) bahwa IKT tertinggi terdapat pada titik sampel 4 dengan nilai 0,70 yang berada di Desa Trimulyo, sedangkan IKT terendah terdapat pada titik sampel 9 dengan nilai 0,50 yang terdapat di Desa Bumiayu. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa pada titik sampel 4 dengan indikator yang paling berpengaruh memiliki nilai yang cukup tinggi. Titik sampel 4 memiliki jenis tanah Inceptisol dengan kemiringan lereng 0-8% (datar). Jenis tanah Incepisol mempunyai epipedon okrik yaitu tanah dengan permukaan tebal 18 cm mengandung C-organik 0,6% (Hardjowigeno 2003; Mega et al. 2010). Hal ini didukung dengan panduan Balai Penelitian Tanah (2015) bahwa C-organik dengan nilai >5% termasuk dalam kriteria sangat tinggi. Kadar C-organik tanah merupakan nilai yang digunakan untuk mengetahui kandungan bahan organik dalam tanah. Bahan organik di titik sampel 4 tergolong dalam kategori sedang. ph tanah yang netral atau mendekati tinggi

31 menyebabkan rendahnya kandungan bahan organik, tetapi pada lahan sawah ini dilakukan pemupukan sesuai kebutuhan tanah sawah sehingga dapat meningkatkan kadungan bahan organik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan petani di Desa Trimulyo (Lampiran 16) bahwa pada lokasi tersebut dilakukan pemupukan dengan pupuk organik dan pupuk anorganik (Urea, SP-36, ZA, dan NPK). Menurut hasil penelitian Wihardjaka et al. (2010) bahwa pemberian pupuk N ke lahan sawah beririgasi menguntungkan bagi proses denitrifikasi yang meningkatkan emisi N 2 O ke atmosfer, sehingga pupuk N anorganik dapat dimanfaatkan tanaman padi secara efisien. Sesuai dengan pernyataan Rachman et al. (2013) bahwa penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemberian pupuk anorganik sehingga dapat memperbaiki keseimbangan hara yang terdapat di dalam tanah. Pemupukan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas tanah dan tanaman (Dharmayanti et al. 2013). Indeks kualitas tanah paling rendah terdapat pada titik sampel 9 yaitu sebesar 0,50. Pada gambar 11 dapat dilihat bahwa setiap indikator yang paling berpengaruh memiliki skor yang rendah hingga sedang sehingga IKT pada titik sampel tersebut memiliki nilai paling rendah. Hal ini didukung dengan adanya jenis tanah pada lokasi penelitian ini yang didominasi oleh tanah Inceptisol. Jenis pupuk yang diaplikasikan sama di semua lokasi titik sampel tetapi berbeda dosis penggunaannya. Dosis pupuk yang diberikan pada tiap lokasi titik sampel berbeda-beda. Hal ini dikarenakan oleh tanggapan tanaman terhadap pupuk yang diberikan bergantung pada jenis pupuk dan tingkat kesuburan tanah sehingga takaran pupuk berbeda untuk setiap lokasi (Sirappa dan Razak 2010). Hal ini sesuai dengan pendapat petani Kabupaten Pati bahwa pemberian pupuk pada masing-masing lokasi titik sampel memiliki dosis yang berbeda-beda (Lampiran 16). Penggunaan pestisida juga dapat mempengaruhi kondisi tanah karena terdapat residu yang ditinggalkan di tanah. Penggunaan pestisida untuk tanaman padi memerlukan pengelolaan yang baik sehingga dosis/takaran pestisida yang diaplikasikan tidak berlebihan. Pestisida merupakan bahan yang digunakan untuk

32 mengendalikan, menolak, memikat, atau mencegah organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan konsep pengendalian terpadu dan berkesinambungan (Fitri 2013). Penggunaan pestisida pada lahan sawah akan meninggalkan residu yang berkaitan erat dengan keberadaan bahan organik. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah maka semakin kuat menahan residu pestisida (Narwanti et al. 2013). Kondisi lokasi penelitian yang merupakan lahan sawah dengan jenis tanah Alfisol dan Inceptisol memiliki kualitas tanah sedang hingga baik. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tanah di lokasi penelitian yaitu P-tersedia, permeabilitas, kapasitas tukar kation, bahan organik, dan ph. Kelima faktor tersebut berkaitan dengan kandungan bahan organik di dalam tanah. Hal ini didukung oleh pernyataan Subowo (2010) bahwa bahan organik mempunyai peranan penting sebagai bahan pemicu kesuburan tanah, baik secara langsung sebagai pemasok hara bagi tanaman. Adanya pengelolaan bahan organik yang benar maka bahan organik akan memberikan banyak manfaat bagi tanaman. Pada lahan sawah di lokasi penelitian sudah dilakukan penambahan bahan organik untuk meningkatkan produktivitas tanaman dan kualitas tanah akan tetapi hasilnya belum bisa maksimal.