BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

dokumen-dokumen yang mirip
Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

Pada prinsipnya asas pada Hukum Acara Perdata juga berlaku di PA Asas Wajib Mendamaikan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum, kec.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB III PUTUSAN PERMOHONAN CERAI TALAK ANGGOTA TNI PENGADILAN AGAMA MALANG NO.737/PDT.G/2013/PA.MLG

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

ANALISIS TERHADAP UU NO 3 TAHUN 2006 DAN UU NO. 50 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN PERADILAN AGAMA

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

PENGADILAN AGAMA POLEWALI

Pengadilan Agama Cilacap

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

PERKEMBANGAN PERADILAN AGAMA PASCA LAHIRNYA UU NOMOR 7 TAHUN 1989 HINGGA SAAT INI (KEWENANGAN, PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN DASAR HUKUM)

BAB III ASAS ULTRA PETITUM TERHADAP PERKARA PRODEO DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO. 1. Keadaan Geografis dan Wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama

Setiap orang yang melaksanakan perkawinan mempunyai tujuan untuk. pada akhirnya perkawinan tersebut harus berakhir dengan perceraian.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

BAB III. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995. A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

BAB IV ANALISIS UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1989 TERHADAP PENENTUAN PATOKAN ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB III KEWENANGAN PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG

1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

KATA PENGANTAR. Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMAGRESIK NOMOR: 0085/ PDT.P/ 2012/ PA. G.S TENTANG PENETAPAN AHLI WARIS

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang

UNDANG-UNDANG Nomor: 7 TAHUN 1989 Tentang PERADILAN AGAMA Tanggal: 29 DESEMBER 1989 (JAKARTA) LN 1989/49; TLN NO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

Kuliah PLKH Oleh Fauzul A. Fakultas Hukum UPN Jatim 7 Maret /04/2013 1

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. 1. Kompetensi absolut Peradilan Agama yang diikuti sengketa hak milik

PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

STANDAR PELAYANAN PADA BADAN PERADILAN AGAMA (KMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2

P E N E T A P A N Nomor : 0015/Pdt.P/2010/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB III SEJARAH SINGKAT PENGADILAN AGAMA JEPARA. Indonesia sejak Islam masuk dan berdiri kesultanan-kesultanan Islam di

PERADILAN AGAMA Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tanggal 29 Desember 1989 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II. PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH di KUA dan KANTOR CATATAN SIPIL. Perceraian dalam istilah fiqih disebut t}ala>q atau furqah.

RUMUSAN HASIL RAPAT PLENO KAMAR AGAMA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TANGGAL 03 S/D 05 MEI

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA. Drs. H. Masrum M Noor, M.H EKSEPSI

IS BAT WAKAF SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS

Salah satu misi yang ingin disampaikan Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang di

PENGADILAN AGAMA JAKARTA BARAT Jl. Pesanggrahan Raya No.32 Kembangan Jakarta Barat Telp./Fax. (021) sd. 95

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM*

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PASANG SURUT UNDANG-UNDANG PERADILAN AGAMA: PROBLEM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

PARADIGMA BARU PERADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah

Human Assesment Peradilan Agama Pasca UU No. 3 Tahun 2006

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan perkara di lingkungan peradilan agama, khususnya di pengadilan

BAB III PUTUSAN PA BANGKALAN DAN PTA SURABAYA TENTANG PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. dalam malakukan perekonomian. Ekonomi syariah sendiri merupakan. perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB IV. Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), tepatnya pada Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa Pengadilan Agama merupakan salah satu lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

BAB III PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KELAS IA CIMAHI NOMOR 4543/PDT.G/2016/PA.CMI TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III K E A D A A N P E R K A R A

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Penerimaan Perkara Tingkat Pertama

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV ANALISIS DATA. 1. profil pengadilan agama malang. No. 1, Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, dengan

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

37 BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA A. Pengertian Pengadilan Agama Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: 1. Perkawinan 2. Warisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam 3. Wakaf dan shadaqah 4. Ekonomi syari'ah. 29 Pengadilan Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua PA dan Wakil Ketua PA), Hakim Anggota, Panitera, 29 Wikipedia Indonesia, Pengadilan Agama, http://id.wikipedia.org/wiki/pengadilan_ agama, Diakses tanggal 3 Desember 2013.

38 Sekretaris, dan Juru Sita. Peradilan Agama merupakan kerangka sistim dan tata hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 14 1970 diperlukan adanya perombakan yang bersifat mendasar terhadap segala perundang-undangan yang mengatur BadanPeradilan Agama tersebut. 30 Berlakunya UU No. 7 Tahun 1989, secara konstitusional Pengadilan Agama merupakan salah satu Badan Peradilan yang disebut dalam pasal 24 UUD 1945. Kedudukan dan kewenangannya adalah sebagai Peradilan Negara dan sama 37 derajatnya dengan Peradilan lainnya, mengenai fungsi Peradilan Agama dibina dan diawasi oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, sedangkan menurut pasal 11 (1) UU No. 14 Tahun 1970 mengenai Organisasi, Administrasi dan Finansiil dibawah kekuasaan masing-masing Departemen yang bersangkutan. Suasana dan peran Pengadilan Agama pada masa ini tidaklah berbeda dengan masa kemerdekaan atau sebelumnya karena Yurisdiknya tetap kabur baik dibidang perkawinan maupun dibidang waris. Hukum Acara yang berlaku tidaklah menentu masih beraneka ragam dalam bentuk peraturan perundang-undangan bahkan juga hukum acara dalam hukum tidak tertulis yaitu hukum formal Islam yang belum diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.pada tahun 1989 lahirlah UU No. 7 tahun 1989 yang diberlakukannya tanggal 29 Desember 1989, kelahiran undang-undang 30 Pengadilan Agama Soe, Pengertian Lembaga Peradilan, http://pasoe.go.id/index.php/profil-lembaga/arti-lembaga, Diakses tanggal 3 Desember 2013.

39 tersebut tidaklah mudah sebagaimana yang diharapkan akan tetapi penuh perjuangan dan tantangan dengan lahirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah sebagi tonggak monumen sejarah Pengadilan Agama terhitung tanggal 29 Desember 1989 tersebut. Lahirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah mempertegas kedudukan dan kekuasaan Peradilan Agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 UU No.14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman juga memurnikan fungsi dan susunan organisasinya agar dapat mencapai tingkat sebagai lembaga kekuasaan kehakiman yang sebenarnya tidaklah lumpuh dan semu sebagaimana masa sebelumnya. Disamping itu lahirnyauu tersebut menciptakan kesatuan hukum Peradilan Agama dan tidak lagi berbeda-beda kewenangan dimasing-masing daerah di lingkungan Peradilan Agama. Peradilan Agama baik di Jawa-Madura maupun diluar Jawa-Madura adalah sama kedudukan dan kewenangan baik hukum formil maupun materiilnya. Dengan demikian Peradilan Agama telah sama kedudukannya dengan Peradilan lainnya. B. Kompetensi Absolut Pengadilan Agama Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu). 31 Kompetensi dari suatu pengadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara berkaitan dengan jenis dan tingkatan pengadilan yang ada berdasarkan peraturan perundang- 31 Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit., hal. 667.

40 undangan yang berlaku. Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan jenis dan lingkungan pengadilan dibedakan atas Pengadilan Umum, Pengadilan Militer, Pengadilan Agama, dan Pengadilan Tata Usaha Negara (Pengadilan Administrasi). Sedangkan berdasarkan tingkatannya pengadilan terdiri atas Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Tinggi (Banding), dan Mahkamah Agung (Pengadilan Tingkat Kasasi). Kompetensi absolut (absolute competentie) adalah kekuasaan yang berhubungan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan pengadilan. Kekuasaan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam. Kekuasaan absolut Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang pada pokoknya adalah sebagai berikut. 1. Perkawinan. 2. Waris. 3. Wasiat. 4. Hibah. 5. Wakaf. 6. Zakat. 7. Infaq. 8. Shadaqah, dan 9. Ekonomi syari ah.

41 Pengadilan Agama berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: 1. Perkawinan Dalam bidang perkawinan meliputi hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari ah, antara lain: a. Izin beristri lebih dari seorang. b. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun dalam hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat. c. Dispensasi kawin. d. Pencegahan perkawinan. e. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah. f. Pembatalan perkawinan. g. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri. h. Perceraian karena talak. i. Gugatan perceraian. j. Penyelesian harta bersama. k. Penguasaan anak-anak. l. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan bilamana bapak yang seharusnya bertangung jawab tidak memenuhinya. m. Penentuan kewajiban memberi biaya peng-hidupan oleh suami kepada

42 bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri. n. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak. o. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua. p. Pencabutan kekuasaan wali. q. Penunjukkan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut. r. Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya padahal tidak ada penunjukkan wali oleh orang tuanya. s. Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya. t. Penetapan asal usul seorang anak. u. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran. v. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain. Dalam Kompilasi Hukum Islam juga ada pasal-pasal memberikan kewenangan Peradilan Agama untuk memeriksa perkara perkawinan, yaitu: a. Penetapan Wali Adlal. b. Perselisihan penggantian mahar yang hilang sebelum diserahkan. 2. Waris

43 Yang dimaksud dengan waris adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masingmasing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris. 3. Wasiat Yang dimaksud dengan wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia. 4. Hibah Yang dimaksud dengan hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki. 5. Wakaf Yang dimaksud dengan wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari ah. 6. Zakat Yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

44 7. Infaq Yang dimaksud dengan infaq adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata ala. 8. Shodaqoh Yang dimaksud dengan shadaqah adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wata ala dan pahala semata. 9. Ekonomi Syari ah Yang dimaksud dengan ekonomi syari ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari ah, antara lain meliputi: 1) Bank syari ah. 2) Lembaga keuangan mikro syari ah. 3) Asuransi syari ah. 4) Reksa dana syari ah. 5) Obligasi syari ah dan surat berharga berjangka menengah syari ah. 6) Sekuritas syari ah. 7) Pembiayaan syari ah. 8) Pegadaian syari ah. 9) Dana pensiun lembaga keuangan syari ah, dan

45 10) Bisnis syari ah. Dalam perkara ekonomi syari ah belum ada pedoman bagi hakim dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari ah. Untuk memperlancar proses pemeriksaan dan penyelesaian sengketa ekonomi syari ah, dikeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari ah. Pasal 1 PERMA tersebut menyatakan bahwa: 1) Hakim pengadilan dalam lingkungan peradilan agama yang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan ekonomi syari ah, mempergunakan sebagai pedoman prinsip syari ah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari ah. 2) Mempergunakan sebagai pedoman prinsip syari ah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari ah sebagaimana dimaksud ayat (1), tidak mengurangi tanggung jawab hakim untuk menggali dan menemukan hukum untuk menjamin putusan yang adil dan benar. C. Susunan Organisasi Peradilan Agama Susunan organisasi Peradilan Agama dijelaskan dalam Pasal 6 Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006, adalah sebagai berikut : Pengadilan terdiri dari : 1. Pengadilan Agama, yang merupakan Pengadilan tingkat Pertama. 2. Pengadilan Tinggi Agama, yang merupakan Pengadilan tingkat Banding. Makna pengadian Agama sebagai pengadilan tingkat pertama ialah

46 pengadilan yang bertindak menerima, memeriksa, da memutus setiap permohonan atau gugatan pada tahap paling awal dan paling bawah. Sedangkan Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan sebagai pengadilan tingkat banding. Dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dijelaskan tentang susunan Pengadilan Agama terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris dan juru sita. Dan susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari pimpinan, anggota, penitera dan sekretaris. Sedangkan dalam Pasal 10 dijelaskan bahwa pimpinan Pengadilan Agama terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil ketua. Begitu pula dengan pimpinan di Pengadilan Tinggi Agama. Namun hakim anggota Pengadilan Tinggi Agama adalah hakim tinggi. Tentang kedudukan Peradilan Agama dijelaskan dalam Pasal 2 Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006 yaitu sebagai berikut : Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini. Yang dimaksud dengan rakyat pencari keadilan adalah setiap orang baik warga negaraindonesiamaupun orag asing yang mencari keadilan pada Pengdilan agama diindonesia, hanya mereka yang mengaku dirinya pemeluk agama Islam. D. Kekuasaan dan Kewenangan Peradilan Agama Tentang Pengangkatan Anak Untuk menerapkan kewenangan absolut Pengadilan Agama dalam memberikan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam perlu

47 diketahui terlebih dahulu dasar hukum penerapannya. Peraturan perundangundangan belum memadai dalam mengatur penerapan kewenangan pengangkatan anak berdasar hukum Islam tersebut. Sesuai ketentuan Pasal 54 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006, maka dalam hal ini hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. 32 Kewenangan Pengadilan Agama itu juga diatur pada Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama yang menegaskan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orangorang yang beragama Islam. Akidah Islam yang melekat dalam diri seseorang menjadi patokan kewenangan Pengadilan Agama Terhadap suatu perkara. Lembaga pengangkatan anak sudah lazim dilakukan oleh masyarakat muslim Indonesia. Kehadiran Kompilasi Hukum Islam yang merupakan himpunan kaidah-kaidah Islam yang disusun secara sistematis dan lengkap mengakui eksistensi lembaga pengangkatan anak tersebut dengan mengaturnya dalam ketentuan Pasal 171 hurup h jo Pasal 209. Pasal-pasal tersebut memberikan batasan pengertian anak angkat dan akibat hukum terjadinya hubungan wasiat wajibah anatara anak angkat dengan orang tua angkatnya. Kompilasi Hukum Islam ini menjadi sumber hukum Islam bagi masyarakat muslim Indonesia yang 32 Musthofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, Kencana Prenada Media Group,2008, hal. 81.

48 melakukan perbuatan hukum pengangkatan anak dan menjadi pedoman hukum materiil bagi pegadilan agama dalam mengadili perkara pengangkatan anak. Kebutuhan hukum orang-orang beragama Islam untuk melakukan perbuatan hukum pengangkatan anak sesuai dengan pandangan hidup dan kesadaran hukumnya, yaitu berdasarkan hukum Islam yang seharusnya menjadi kewenangan Pengadilan Agama itu, akhirnya ditegaskan dalam Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 bahwa pengangkatan anak antara orang-orang yang beragama Islam menjadi kewenangan Pengadilan Agama dan Pengadilan Agama memberikan penetapan pengangkatan anak berdasar hukum Islam. 33 33 Ibid, hal 60-61.